bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Penelitian terkait material hidrofobik belakangan ini telah menarik
perhatian para peneliti baik dari dunia akademik maupun industri. Ketertarikan
terhadap material hidrofobik dilatarbelakangi oleh fenomena self-cleaning yang
dapat kita dijumpai di alam. Ketika tetesan air jatuh di atas permukaan daun lotus,
air akan berbentuk bulatan-bulatan kemudian menggelinding membawa polutan
atau debu yang menempel pada permukaan daun. Fenomena ini sering dikenal
sebagai “Lotus effect” (Barthlott dan Neinhuis, 1997). Permukaan daun lotus
bersifat superhidrofobik karena mampu menghasilkan sudut kontak air yang
tinggi (> 130°) (Yang dkk., 2008). Sifat superhidrofobik tersebut dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu kekasaran dalam orde nano-mikro dan komposisi kimia pada
permukaan (Feng dkk., 2002).
Salah satu contoh aplikasi material superhidrofobik adalah kaca selfcleaning (Puzenat dan Pichat, 2003). Kaca merupakan material secara luas
digunakan pada berbagai bidang termasuk konstruksi dan bangunan, industri
otomotif, peralatan biomedis, transportasi dan panel sel surya (Guo dkk., 2011).
Kaca seringkali dipasang pada lokasi yang sulit dijangkau sehingga muncul suatu
kendala dalam hal perawatan kaca. Maraknya pembangunan gedung-gedung
tinggi berbasis kaca juga mendorong kebutuhan terhadap kaca self-cleaning terus
meningkat. Pemenuhan kebutuhan terhadap kaca self-cleaning bertujuan untuk
mengurangi biaya dan resiko kecelakaan kerja pada saat pembersihan kaca.
Kaca self-cleaning yang baik memiliki kriteria seperti hidrofobik,
transparan, kuat secara mekanik, tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim
dan mudah dibersihkan. Namun, hidrofobisitas dengan transparansi merupakan
dua sifat yang saling berlawanan. Tantangan para peneliti saat ini adalah
menentukan kondisi optimum saat sifat hidrofobisitas dan transparansi yang tinggi
keduanya dapat dicapai.
1
2
Preparasi permukaan hidrofobik mirip daun lotus telah banyak dilakukan
menggunakan senyawa fluorokarbon yang dikenal sebagai senyawa dengan energi
permukaan rendah. Nakajima dkk. (2000) melakukan kajian lapisan tipis
hidrofobik melalui proses pelapisan menggunakan senyawa fluoroalkilsilan
(FAS). Preparasi tersebut menghasilkan lapisan dengan sudut kontak air dan
transparansi yang tinggi. Gu dkk. (2006) melakukan pelapisan hidrofobik melalui
teknik self-assembly silika nanopartikel dengan heptadekaflorodesiltrimetoksisilan
(HFTS) menghasilkan sudut kontak air 146,8°. Lapisan memiliki ketebalan yang
seragam pada ukuran 200 nm dan kekasaran permukaan sebesar 20 nm
menghasilkan karakter film yang transaparan dan hidrofobik. Namun, penggunaan
senyawa golongan fluorokarbon kini mulai ditinggalkan karena dampak negatif
yang ditimbulkan seperti pencemaran lingkungan (Prusty, 2009). Hal tersebut
menyebabkan penelitian terkait preparasi permukaan hidrofobik beralih pada
penggunaan senyawa non-fluoro yang lebih ramah lingkungan.
Senyawa-senyawa
golongan
alkilsilan
diketahui
memiliki
energi
permukaan rendah. Beberapa contoh senyawa alkilsilan non-fluoro yang sering
digunakan sebagai agen hidrofobik antara lain trimetilklorosilan (TMCS),
heksadesiltrimetoksisilan
(HDTMS),
oktadesiltriklorosilan
(ODTCS)
dan
setiltrimetoksisilan (CTMS) (Gao dan McCharty, 2006; Lin dkk., 2013; Nagaraja
dkk., 2006). HDTMS memiliki struktur rantai karbon panjang sehingga berpotensi
sebagai induktor hidrofobisitas suatu material. Senyawa tersebut biasa
dikombinasikan dengan senyawa coupling agent untuk menghasilkan material
hidrofobik yang tahan lama (durable). Kombinasi agen hidrofobik dengan
senyawa coupling agent akan menyebabkan orientasi gugus non-polar mengarah
pada permukaan sehingga hidrofobisitas dapat ditingkatkan.
Senyawa organosilan adalah contoh senyawa coupling agent yang efisien
untuk meningkatkan daya adesi pada berbagai proses pelapisan. Gugus
trioaloksisilan, RiSi(OR)3 yang mudah mengalami reaksi hidrolisis akan menjadi
jembatan antara material organik dan anorganik melalui ikatan Si-O-Si (siloksan)
sehingga adesi film meningkat. Jaringan silika pada permukaan substrat akan
menyediakan gugus Si-OH yang dapat bereaksi lanjut dengan agen hidrofobik
3
seperti alkilsilan menghasilkan karakter hidrofobik. Modifikasi senyawa berbasis
silika dengan HDTMS sebagai material dengan energi permukaan rendah akan
menghasilkan permukaan dengan sifat hidrofobik.
Berbagai
metode pelapisan telah dilakukan
untuk
menghasilkan
permukaan hidrofobik. Metode sol-gel adalah salah satu metode pelapisan paling
umum digunakan karena preparasinya yang cukup sederhana dan ekonomis dari
segi biaya sehingga berpotensi diaplikasikan pada skala besar atau industri. Proses
sol-gel melibatkan dua reaksi utama yaitu hidrolisis dan polikondensasi. Nagaraja
dkk. (2006) melakukan pelapisan hidrofobik pada subtrat kaca menggunakan
campuran silika aerogel dari TEOS dengan agen hidrofobik HDTMS melaui
metode sol-gel. Variasi perbandingan mol HDTMS:TEOS dilakukan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap hidrofobisitas film. Sudut kontak air optimum
sebesar 152° diperoleh pada rasio HDTMS:TEOS 22.8 ×10-2. Li dkk. (2007)
melakukan pelapisan pada kain katun melalui metode sol-gel dan lapis-celup
dengan prekursor silika waterglass (natrium silikat) dan HDTMS sebagai agen
hidrofobik. Penelitian tersebut menghasilkan sudut kontak air sebesar 151°
dengan kekasaran permukaan sebesar 15.8 nm. Kekasaran permukaan pada orde
nano diduga menjadi faktor dalam menurunkan energi permukaan material.
Sementara itu, Hamidah dkk. (2012) melakukan kajian perbandingan antara TEOS
dan waterglass sebagai prekursor silika pada sintesis kaca hidrofobik. Hasil
penelitian menunjukkan kestabilan termal yang hampir sama antara kaca terlapis
TEOS dan waterglass.
Padi merupakan salah satu hasil utama pertanian, disamping mampu
mencukupi kebutuhan pangan, produksi padi juga menghasilkan limbah berupa
sekam padi. Berbagai penelitian (Enymia dkk., 1998; Kalapathy dkk., 2000;
Nuryono dkk., 2004) melaporkan bahwa abu sekam padi mengandung kadar silika
yang cukup tinggi (87-97%). Pelarutan abu sekam padi yang telah di kalsinasi
pada suhu tinggi dengan larutan NaOH 4 M akan menghasilkan larutan natrium
silikat (Na2SiO3) (Kalapathy dkk., 2000). Selama ini, kajian sintesis permukaan
hidrofobik masih terbatas pada penggunaan prekursor silika dari senyawa aloksida
komersial yang relatif mahal. Keberadaan sekam padi yang melimpah di
4
Indonesia memiliki potensi untuk dijadikan alternatif pengganti prekursor silika
komersial pada produksi kaca hidrofobik self-cleaning.
Berdasarkan tinjauan di atas, pada penelitian ini akan dilakukan sintesis
permukaan hidrofobik berbasis silika abu sekam padi dengan modifikasi material
berenergi permukaan rendah HDTMS melalui metode sol-gel dan lapis celup.
Kajian terhadap jumlah pelapisan, rasio mol HDTMS:SiO2, dan uji kestabilan
terhadap paparan udara ambien dilakukan untuk mengetahui kualitas kaca
hidrofobik self-cleaning.
I.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari teknik pelapisan material hidrofobik berbasis silika abu
sekam padi termodifikasi HDTMS pada permukaan kaca.
2. Mempelajari pengaruh rasio mol HDTMS:SiO2 dan penambahan
lapisan HDTMS terhadap sifat permukaan kaca.
I.3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi mengenai preparasi
lapisan hidrofobik berbasis silika abu sekam padi untuk aplikasi self-cleaning.
Download