BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman banyak ditandai dengan beragam perubahan. Salah satunya pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) suatu negara dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia melakukan inovasi dalam bidang teknologi agar mampu bersaing dalam era persaingan global (Firmansyah 2010). Era globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan suatu perusahaan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor daya saing yang sangat penting dewasa ini. Sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan telah menciptakan nilai tambah dan keunggulan bersaing pada perusahaan modern (Ulrich dalam Istanti, 2009). Meskipun fenomena tersebut tidak mudah dihadapi namun perusahaan tetap harus mampu mengembangkan kemampuannya untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain. Di era globalisasi tersebut perusahaan harus menyadari bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aset berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya organisasi yang dimilikinya. Oleh karena itu organisasi bisnis semakin menitik beratkan 1 2 pentingnya aset pengetahuan sebagai salah satu bentuk dari aset tak berwujud (Agnes (2008) dalam Widarjo 2011). Dalam dunia bisnis, kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya dengan efisien adalah sebuah kebutuhan dan dapat digunakan sebagai strategi untuk bersaing. Dengan kata lain saat ini pertumbuhan usaha suatu perusahaan tidak lagi hanya dipengaruhi oleh kepemilikan aktiva berwujud tetapi juga pengetahuan yang menjadi dasar pengambilan keputusan oleh manajemen perusahaaan. Menurut Guthrie dan Petty (2000) dalam Widarjo (2011) salah satu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengukur aset pengetahuan adalah modal intelektual. Nahapiet dan Goshel (1998) dalam Nharaswarie, Putri, Astika (2013) menyebutkan bahwa modal intelektual (intellectual capital) adalah pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu organisasi sosial misalnya komunitas intelektual dan professional. Intellectual capital diasumsikan sebagai sumber daya yang berkemampuan bertindak sesuai pengetahuan. Stewart (1997) mengungkapkan intellectual capital adalah modal intelektual yang dimanfaatkan agar memperoleh asset yang lebih tinggi. Umumnya organisasi menempatkan modal intelektual dalam bentuk sumber daya dan kemampuan eksplisit yang tersembunyi dengan tujuan untuk menciptakan kekayaan. Modal intelektual merupakan salah satu bentuk dari aset tak berwujud seperti keahlian pegawai, kepercayaan pelanggan, teknologi, dan sistem perusahaan. Menurut Chartered Institute of Management Accountants (CIMA 3 2001) dalam Li, Pike, Mangena (2008), modal intelektual merupakan kepemilikan dari pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan profesional dan keterampilan, hubungan baik dan kapasitas teknologi yang bila diterapkan akan memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Di Indonesia fenomena mengenai modal intelektual mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (revisi 2010) tentang aset tak berwujud. Dalam PSAK No. 19 disebutkan bahwa aset tak berwujud adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI 2010). Informasi mengenai intangible asset tidak dapat diketahui secara langsung pada laporan keuangan. Masalah tersebut disebabkan karena informasi intangible asset sulit diidentifikasi dan diukur sehingga untuk menyelesaikan masalah penilaian intangible asset digunakan pendekatan intellectual capital. Pendekatan intellectual capital digunakan untuk mengetahui lebih banyak informasi yang komprehensif yang diperoleh dan sebagai hasilnya perusahaan akan memiliki penilaian yang sama tentang penciptaan nilai. Berdasarkan PSAK No 19, pengakuan aset tidak berwujud semakin berkembang dengan diakuinya ilmu pengetahuan dan hal-hal yang menjadi turunan dari pengetahuan (piranti lunak komputer, hubungan dengan pemasok/pelanggan, dan lain-lain) sebagai elemen aset tak berwujud. Dengan demikian fenomena pengakuan intangible asset telah berkembang dengan mengkategorikan pengetahuan dan hal-hal yang menjadi turunan dari pengetahuan 4 sebegai elemennya (Ivada (2004) dalam Muslih, Artinah (2011)). Intellectual capital diakui sebagai intangible asset yang besar nilainya namun sampai hari ini belum banyak perusahaan yang mampu mengukur dan menilai secara kuantitatif nilai sesungguhnya intellectual capital sehingga dalam laporan neraca perusahaan benar-benar mencerminkan nilai total aset yang dimiliki perusahaan, sehingga sebuah perusahaan akan meningkat harga sahamnya jika memiliki intellectual capital yang berkompeten (Rahayu, (2006) dalam Muslih, Artinah (2011)).. Modal intelektual merupakan sesuatu yang baru bukan hanya di Indonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global, hanya beberapa negara maju saja yang telah mulai untuk menerapkan konsep ini, contohnya Australia, Amerika, dan Rusia. Pada umumnya kalangan bisnis masih belum menemukan jawaban yang tepat mengenai nilai lebih apa yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai lebih itu sendiri dapat berasal dari kemampuan berproduksi suatu perusahaan sampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Nilai lebih ini dihasilkan oleh modal intelektual yang dapat diperoleh dari budaya pengembangan perusahaan maupun kemampuan perusahaan dalam memotivasi karyawannya sehingga produktifitas perusahaan dapat dipertahankan atau bahkan dapat meningkat. Menurut Abidin (2000) dalam Suwarjono (2003) intellectual capital masih belum dikenal secara luas. Disamping itu perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital dan customer capital. Padahal ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan. Selanjutnya dinyatakan jika perusahaan-perusahaan di Indonesia akan bersaing dengan menggunakan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui 5 inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh modal intelektual yang dimiliki perusahaan. Oleh karena itu modal intelektual telah menjadi aset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern. Hal ini menimbulkan tantangan bagi para akuntan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkan dalam laporan keuangan. Pengungkapan modal intelektual dalam laporan keuangan tergantung pada karakteristik dan orientasi perusahaan. Luas pengungkapan antara perusahaan dalam industri satu dan yang lainnya berbeda-beda (Hadi dan Sabeni, 2002). Hal ini disebabkan oleh risiko tiap industri berbeda-beda, karena karakteristik tiap industri berbeda. Hadi dan Sabeni (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki total aset lebih besar cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi. Hal ini disebabkan karena adanya keterkaitan antara biaya dan manfaat dari tindakan pengungkapan informasi. Perusahaan besar biasanya memiliki keunggulan biaya competitive disadvantage serta kecenderungan memiliki biaya yang lebih rendah dibanding perusahaan yang lebih kecil, sehingga memungkinkan pengungkapan yang lebih luas. Dalam penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Istanti (2009) dan White et al (2007) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan modal intelektual. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Bukh, et al. (2005) menunjukkan bahwa ukuran perusahann tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual. 6 Meizaroh dan Jurica Lucyanda (2012) menunjukan bahwa corporate governance berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual. Perusahaan yang memiliki corporate governance yang baik akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap praktik pengungkapan modal intelektual, yang berarti bahwa semakin baik penerapan corporate governance suatu perusahaan, maka pengungkapan modal intelektual yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin luas. Penelitian yang dilakukan oleh White, et al. (2007) menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Sedangkan, pada penelitian yang dialakukan oleh Nugroho (2012) menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungakapan modal intelektual. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaen dan Mahmud (2013) menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Penelitian yang dilakukan oleh Taliyang dan Jusop (2011) menemukan bahwa Frekuensi rapat komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Penelitian White et al (2007) yang menyatakan tidak ada pengaruh antara praktek pengungkapan modal intelektual dengan konsentrasi kepemilikan, hal ini mengindikasikan bahwa pemilik saham mungkin tidak membutuhkan pelaporan pertanggung-jawaban yang baik dari pihak manajemen dan dewan komisaris. 7 Penelitian Istanti (2009) menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan modal intelektual, yang berarti bahwa semakin besar konsentrasi kepemilikan, pengungkapan modal intelektual yang dilakukan oleh perusahaan tidak selalu selalu luas. Penelitian White et al (2007) yang menyatakan adanya pengaruh antara leverage terhadap pengungkapan modal intelektual, sedangkan penelitian Nugroho (2012) mendapatkan hasil tidak adanya pengaruh antara leverage terhadap pengungkapan modal intelektual. Melihat beberapa hasil penelitian diatas maka perlunya dilakukan penelitian ulang dikarenakan adanya hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten. Selain itu ada beberapa hal menarik lainnya kenapa penelitian ini menarik dilakukan untuk konteks Indonesia seperti berdasarkan survai global yang dilakukan Price Waterhouse Cooper (dalam Suhardjanto dan Wardhani, 2010), bahwa pengungkapan modal intelektual merupakan salah satu dari jenis informasi yang dibutuhkan pemakai untuk mengetahui kondisi perusahaan dari segi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah perusahaan publik di BEI tanggap terhadap permintaan informasi yang berkenaan dengan modal intelektual. Alasan lainnya pada tanggal 22 Juni 2007 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang pemberian insentif pajak bagi industri/investor yang melakukan proses penelitian dan pengembangan (Research and Development) di Indonesia. Dengan dicanangkannya program pemerintah 8 tentang pemberian insentif pajak bagi perusahaan yang melakukan proses penelitian dan pengembangan (Research and Development), maka diharapkan dapat meningkatkan perhatian perusahaan terhadap pentingnya intellectual capital, yang akhirnya pada intellectual capital voluntary disclosure. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Ukuran Perusahaan Corporate Governance dan Leverage terhadap pengungkapan Modal Intelektual, maka dalam penelitian ini mengambil kasus pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk tahun 2012-2013. Maka dalam penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Corporate Governance dan Leverage Terhadap Pengungkapan Modal Intelektual (Studi Empiris pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang tertera diatas, penulis merumuskan masalah penelitian: 1. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Modal Intelektual? 2. Apakah Corporate Governance berpengaruh terhadap Pengungkapan Modal Intelektual? 3. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Pengungkapan Modal Intelektual? 9 C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian Mengacu pada perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa : 1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Pengaruh Corporate Governance terhadap Pengungkapan Modal Intelektual pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Modal Intelektual pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kontribusi penelitian adalah : 1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang pengungkapan Modal Intelektual. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran khususnya mengenai pengungkapan Modal Intelektual. 3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kontribusi dan bahan pertimbangan dalam menilai kinerja perusahaan sehubungan adanya pengaruh Ukuran Perusahaan, Corporate Governance dan Leverage terhadap pengungkapan Modal Intelektual.