4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) ialah salah satu anggota famili Araceae. Suweg memiliki batang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah menjadi tiga rachis dengan tangkai daun yang tegak yang keluar dari umbinya. Tangkai daun berwarna hijau belang putih, panjangnya 50-150 cm (Lingga et al., 1989; Sastrapradja 1977). A. muelleri memiliki warna hijau terang, hijau kehitaman, hijau tua dan yang paling umum ditemukan warna hijau (Sugiyama dan Santosa, 2008). Bunga muncul setelah daun hilang dari permukaan tanah, terdiri dari tangkai bunga, seludang dan tongkol. Tangkai bunga tinggi 50-120 cm, berwarna hijau dengan noda-noda putih, tongkolnya mengeluarkan bau tidak enak. Tongkol terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah bunga betina, bagian tengah bunga jantan dan bagian atas adalah bunga mandul. Tanaman ini berasal dari Asia tropika tumbuh mulai dataran rendah sampai 800 m dpl, untuk pertumbuhannya diperlukan naungan (Lingga et al., 1989). Umbi A. paeoniifolius telah digunakan sebagai makanan pokok sebagian besar penduduk Jawa, terutama sampai tahun 1960 pada saat produksi beras atau jagung kekurangan. Tahun 1940 sampai 1950-an umbi A. paeoniifolius adalah makanan pokok penting di Jawa, Lombok, Sumatera dan beberapa wilayah dari Sulawesi. Umbi suweg dikumpulkan dari hutan terdekat yang daunnya telah layu atau mereka menanam potongan umbi di pekarangan rumah mereka dan di lahan tidur (Sugiyama dan Santosa, 2008). Umbi suweg dapat dikonsumsi setelah dikupas, diiris, dicuci, dan dikukus untuk menghilangkan rasa gatal (Kasno et al., 2007). Umbi A. paeoniifolius terutama digunakan sebagai bahan pangan. Daun A. paeoniifolius bisa digunakan sebagai tambahan pakan ikan di Jawa Barat. Daun dan petiole dipotong kemudian ditebar ke dalam kolam satu atau dua kali seminggu. Diyakini oleh masyarakat bahwa daun A. paeoniifolius memiliki efek disinfektan di kolam ikan. Selain itu, daun muda yang masih tertutup seluruhnya oleh cataphylls (selubung daun) kadang-kadang dimasak sebagai sayuran di Jawa dan Lombok, dengan cara mengupas lapisan kulit petiol yang selanjutnya di 5 tumis. Umbi rebus A. paeoniifolius dikonsumsi dengan parutan kelapa di Jawa Tengah (Sugiyama dan Santosa, 2008). Saat ini suweg tidak hanya dikonsumsi langsung (direbus) tetapi juga dijadikan tepung. Pembuatan tepung dari umbi suweg dilakukan dengan cara membersihkan kulit umbi, kemudian dikupas dan dicuci dengan air bersih. Setelah bersih, umbi diiris tipis-tipis dan dikeringkan di terik matahari atau di oven dengan suhu 50OC selama 18 jam. Keripik umbi yang sudah kering, ditumbuk atau diblender lalu diayak untuk mendapatkan tepung halus ukuran 60 mesh, yang banyak digunakan untuk bahan dasar pembuatan kue (Kasno et al., 2007). Tanaman Iles-iles Iles-iles (Amorphophallus muelleri) termasuk family Araceae dan merupakan tumbuhan menahun yang mempunyai umbi di dalam tanah, sama dengan suweg. Iles-iles tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian hingga 750 m dpl. Selain umbi di dalam tanah, iles-iles mempunyai umbi yang terletak di tangkai-tangkai daun yang disebut bulbil. Tanaman ini mempunyai masa dorman pada musim kemarau. Kadar glukomanan pada umbi sangat tinggi yaitu ± 35% per bobot keringnya (Dirjen BPTP, 2002). Glukomanan dari umbi iles-iles memiliki daya merekat yang kuat. Glukomanan banyak digunakan pada : (a) bidang industri kertas, sebagai bahan perekat kertas yang kuat; (b) lem yang tahan suhu dingin; (c) untuk bidang biologis, menggantikan fungsi agar-agar atau gelatin; (d) dipakai juga dalam bidang farmasi yaitu untuk bahan pengisi tablet (pengembang tablet dan sebagai pengikat); (e) bidang industri jas hujan, industri cat dan industri tekstil; (f) industri pertambangan digunakan sebagai pengikat mineral yang tersuspensi secara koloidal; dan (g) sebagai penjernih air (Sumarwoto, 2007). Karakter istimewa glukomanan antara lain dapat mengembang di dalam air hingga mencapai 138-200% dengan cepat (pati mengembang 25%). Glukomanan larut dalam air dingin, membentuk massa yang bersifat kental. Perlakuan pemanasan sampai terbentuk gel, akan mengakibatkan “mannan" tidak larut kembali di dalam air. Larutan glukomannan yang disiramkan di atas lembaran 6 kaca dan dikeringkan akan membentuk lapisan film yang dapat dilepaskan dari lembaran kaca dan mempunyai sifat tembus pandang (Sumarwoto, 2007). Keunggulan tanaman iles-iles perlu disosialisasikan sebagai sumber pangan dan bahan baku industri dan sumber pendapatan alternatif (Karsono, 2008). Saat ini banyak tanaman iles-iles dibudidayakan di Kabupaten Subang dan Sumedang Jawa Barat oleh Propiles Konyakku dan di Kabupaten Blitar Jawa Timur oleh PT. Ambico. Hingga kini pengumpulan umbi iles-iles dari hutan masih terus dilaksanakan oleh para eksportir dan hasilnya di ekspor ke Jepang, Singapura dan Hongkong (Dirjen BPTP, 2002). Organ vegetatif Amorphophallus sp. terdiri dari daun, umbi dan akar. Pertumbuhan awal menggunakan cadangan nutrisi pada umbi bibit (umbi lama), dan umbi baru akan membesar dengan menggunakan hasil fotosintesis. Selama periode pertumbuhan, nutrisi disimpan dalam umbi dan digunakan untuk pertumbuhan organ baru seperti daun, akar dan umbi. Setelah sekitar 60 hari setelah tanam, umbi bibit busuk dan digantikan oleh umbi baru (Sugiyama dan Santosa, 2008). Budidaya Iles-iles dan suweg banyak ditanam petani secara tumpangsari dan agroforestri. Sistem tumpangsari adalah suatu bentuk agroforestri yang dipraktekkan di berbagai negara seperti India, Myanmar, Indonesia, Bangladesh dan Afrika merupakan perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistem agroforestri di Indonesia, petani menanam tanaman semusim selama 2 sampai 3 tahun setelah penanaman pohon hutan. Setelah 3 tahun, petani dipindahkan ke tempat baru. Sistem ini telah berhasil di Jawa pada hutan jati, pinus dan rasamala. Usaha tani ini dapat menciptakan sumber pendapatan tambahan dan menyerap penggunaan tenaga kerja, selain itu dapat mengurangi erosi tanah dan melindungi sumber daya air (Arsyad, 2006). Pada saat kanopi hutan telah menutup dan tanaman semusim tidak dapat tumbuh dengan baik, tanaman suweg atau iles-iles ditanam sebagai tanaman sela diantara pepohonan. 7 Umbi, cormel, bulbil dan potongan umbi dapat digunakan sebagai bahan tanam. Pada umumnya, iles-iles tidak menghasilkan cormel berbeda dengan suweg, tetapi iles-iles menghasilkan bulbil. Penanaman menggunakan umbi membutuhkan sekitar 20-40% dari hasil panen. Oleh karena itu, penggunaan umbi besar utuh untuk menanam kembali dianggap kurang menguntungkan. Cormel biasanya ditanam sebagai bahan tanam A. paeoniifolius, sementara A. muelleri ditanam menggunakan bulbil atau biji. Biji iles-iles dihasilkan setelah tanaman berumur 3 tahun atau lebih (Sugiyama dan Santosa, 2008). Cara lain untuk mendapatkan bahan tanam adalah dari hasil kultur jaringan yang diketahui mampu menyediakan bibit secara cepat dan seragam (Imelda et al., 2008). Penanaman iles-iles dan suweg dilakukan pada musim hujan dengan masa pertumbuhan selama musim tersebut (Kasno, 2008). Tanaman tidak memerlukan perawatan khusus, tetapi akan lebih subur pertumbuhannya jika tanah digemburkan serta gulma dibersihkan (Dirjen BPTP, 2002). Ciri-ciri tanaman sudah siap panen adalah daun sudah mulai menguning, batang mengering/roboh. Umbi kemudian digali dengan hati-hati agar tidak luka terkena alat panen (Kasno 2008). Ketersediaan unsur merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat produksi tanaman, terutama unsur makro yaitu NPK. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3 – dan NH4+. Penyediaan nitrogen berhubungan dengan penggunaan karbohidrat. Apabila persediaan N sedikit maka hanya sebagian kecil hasil fotosintesa yang dirubah menjadi protein dan sisanya diendapkan. Pengendapan karbohidrat ini menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. Pada saat keteresediaan N dalam tanaman cukup banyak, maka karbohidrat akan disintesis menjadi protein penyusun protoplasma (Leiwakabessy et al., 2003). Semakin tinggi kapasitas fotosintesis, maka tingkat kebutuhan nitrogen juga akan semakin tinggi (Sarief, 1985). Kadar P total dalam tanah umumnya rendah dan berbeda-beda menurut jenis tanah. Jumlah fosfat yang tersedia di tanah pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan kadarnya dalam tanah yang tidak diusahakan, seperti agroforestri (Leiwakabessy et al., 2003). Fosfor merupakan bagian dari inti sel, bagian penting 8 dalam pembelahan sel dan perkembang jaringan meristem. Fosfor merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, serta sebagai penyusun lemak dan protein (Sarief, 1985). Kalium merupakan unsur hara mineral yang banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Jumlah K yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai 200 kg/ha tergantung dari besar produksi. Umbi-umbian seperti ubi kayu dan kentang mengambil banyak unsur K, karena terkait dengan kebutuhan untuk akumulasi karbohidrat. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5–2.5 persen dengan rata-rata 1.2 persen (Leiwakabessy et al., 2003). Kalium sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ionion amonium. Kalium berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi terhadap penyakit dan penentuan kualitas buah (Sarief 1985), merangsang pertumbuhan awal perakaran, penentuan kematangan fisiologis tanaman, serta transportasi ion-ion dalam sel (Yulipriyanto, 2010).