BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan suatu kata atau lebih. Hampir semua rancangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam katagori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa dapat disefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa tertulis Thai misalnya terdiri dari 44 konsonan dan 32 vokal. Suaranya dikombinasikan dengan lima nada yang berbeda untuk menghasilkan bahasa yang bermelodi. Kelas-kelas orang yang berbeda menggunakan kata ganti orang, kata benda dan kata kerja yang berbeda pula untuk menunjukkan status sosial dan keintiman. Setidaknya terdapat 47 kata ganti orang, termasuk 17 kata ganti orang pertama dan 19 kata ganti orang kedua. Karena bentuknya yang berbeda untuk setiap kelas orang, bahasa Thai dapat dibedakan menjadi empat katagori: bahasa kerajaan, bahasa kerohanian, bahasa halus harian dan bahasa orang kebanyakkan. Bahasa cina mengandung makna dan pentingnya sejarah cina. Terdapat cara pengucapan yang terdiri dari empat nada. Suatu perubahan nada berarti perubahan makna. 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 Bahasa jepang kata kerja berada pada akhir kalimat, membuat orang tidak memahami apa yang diucapkan hingga seluruh kalimat diucapkan. Bahasa verbal adalah sarana umum untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diawali kata-kata itu.4 2.2. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Komunikasi non verbal sudah lama menarik perhatian para ahli seperti dari disiplin ilmu antropologi, bahasa, komunikasi, bahkan kedokteran. Perhatian mereka terutama dipincu oleh munculnya tulisan Charles Darwin tentang dalam buku “The Origin of Species” pada tahun 1873. Hal yang menarik dari kode non verbal adalah studi Albert mahrabian yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang adalah 7% berasal dari bahasa verbal; 38% dari vocal suara; dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan 4 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosda, Jakarta, 2009, hal. 237-238. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 seseorang dengan perbuatannya, maka orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat non verbal.5 2.3. Pengertian Komunikasi Massa dan Media Massa Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Namun, dari sekian banyak definisi bisa dikatakan media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar, tabloid), buku dan film. Dalam perkembangan komunikasi massa yang modern, ada satu perkembangan tentang media massa, yaitu ditemukannya Internet. Belum ada, untuk tidak mengatakan tidak ada, bentuk media dari definisi komunikasi massa yang memasukkan internet dalam media massa. Dengan demikian, bentuk komunikasi massa bisa ditambah dengan internet. Maka, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hamper seketika pada waktu yang tak terbatas.6 5 6 Riswandi, Ilmu Komunikasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008, hal. 69-70. Dedy Nur Hidayat, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo, Jakarta, 2007, hal. 3-9. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Media massa merupakan kependekan dari media komunikasi massa. Media massa lahir untuk menjebatani komunikasi antar massa. Massa adalah masyarakat luas yang heterogen, tetapi saling bergantung satu sama lain. Ketergantuangan antar massa menjadi penyebab lahirnya media yang mampu menyalurkan hasrat, gagasan, dan kepentingan masing-masing agar diketahui dan dipahami oleh yang lain. Penyaluran hasrat, gagasan, dan kepentingan tersebut disebut “pesan” (message).7 Adapun pengertian komunikasi massa yang paling sederhana, yakni komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat kabar, televisi, radio dan film. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi harus menggunakan media massa. 2.3.1. Perkembangan Teori Komunikasi Massa Berbagai teori komunikasi massa yang muncul pada era terbatas cenderung hanya melihat pada satu sisi saja: sisi media masa saja dan sisi audience saja. Ada kalanya media massa dinilai terlalu dominan dalam memengaruhi masyarakat, namun terkadang audienlah yang dianggap dominan sehingga mempengaruhi media massa. Berbagai teori komunikasi massa sebelumnya, mulai dari teori masyarakat massa hingga teori efek terbatas, tidak cukup memadai untuk menjelaskan perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat saat ini. 7 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Suatu Pengantar Komunikasi Massa Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal. 3. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 Perkembangan yang muncul setelah era efek terbatas adalah munculnya pemikiran yang menerima atau mengakui potensi efek media massa yang besar, namun khalayak atau audience yang terlibat dalam proses komunikasi massa tersebut turut serta menentukan potensi efek yang akan diterimanya, apakah mereka bersedia menerima atau menolaknya sama sekali. Dengan demikian, pesan dan efek dalam komunikasi massa merupakan proses interaksi dan hasil negosiasi antara media dan audience. Teori-teori komunikasi yang menggambarkan pesan dan efek sebagai hasil interaksi atau negosiasi ini disebut dengan teori kebudayaan atau teori kultural (curtural theories). Teori-teori komunikasi massa yang masuk dalam kelompok pemikiran kultural atau sering juga disebut dengan istilah tradisi sosiokultural atau “kultural” saja, memiliki asumsi bahwa pengalaman terhadap kenyataan merupakan suatu konstruksi sosial yang berlangsung terus-menerus, jadi bukan hanya sesuatu yang hanya dikirimkan begitu saja kepublik. Khalayak audience tidak hanya bersikap pasif dan menerima begitu saja informasi yang dikirimkan media, namun ikut aktif mengolah informasi itu, membentuknya dan hanya menyimpan informasi yang hanya memenuhi kebutuhannya secara kultural. Dengan demikian, pesan dan efek dalam komunikasi massa merupakan proses interaksi atau hasil negosiasi antara media dan audience. Teori-teori komunikasi yang menggambarkan pesan dan efek sebagai hasil interaksi atau negosiasi ini disebut dengan teori kebudayaan (cultural theories).8 8 Morissan, M.A., Teori Komunikasi Massa, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, hal. 26-27. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 2.3.2. Jenis-jenis Media Massa Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteris sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (Internet).9 A. Surat Kabar Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johan Guternberg di Jerman.10 Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasif) fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi.11 Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal demi tercapainya tujuan komunikasi, makas seorang komunikator harus memahami kekurangan dan kelebihan media tersebut. Dengan kata lain, komunikator harus memahami secara tepat karakteristik media massa yang akan digunakan. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup: publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan.12 9 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala dan Siti Karlinah, KOMMUNIKASI MASSA Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekanatama Media, Bandung, 2014, hal. 103. 10 Ibid. Hal 105. 11 Ibid. Hal 111. 12 Ibid. Hal 112. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 B. Majalah Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar sejarah majalah diawali dari negara-negara Eropa dan Amerika.13 Mengacu pada sasaran khalayak yang spesifik maka fungsi utama media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita seperti Gatra mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai berita didalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Majalah dewasa wanita Femina, meskipun isinya menyangkut bebagai informasi dan tips masalah kewanitaan, lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik mungkin menjadi prioritas berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberikan pendidikan mengenai cara bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya mungkin informasi.14 Majalah merupakan media yang paling simpel organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya, serta tidak membuthkan modal yang banyak. Majalah juga dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, dimana mereka dapat dengan leluasa dan lues menentukan bentuk, jenis dan sasaran khalayaknya. Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar karena memiliki karakteristik tersendiri, yaitu: (a) penyajian lebih dalam; (b) niali aktualitas lebih lama; (c) gambar/foto lebih banyak; (c) kover sebagai daya tarik.15 13 Ibid. Hal 116. Ibid. Hal 120. 15 Ibid. Hal 121-122. 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 C. Radio Siaran Radio siaran sebagai alat komunikasi ditemukan setelah media cetak ditemukan. Donal McNicol dalam bukunya Radio’s Conquest of Space menyatakan bahwa ”terkalahkannya” ruang angkasa oleh radio siaran dimulai pada tahun 1802 oleh Dane dengan ditemukannyasuaru pesan (meesage) dengan jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik.16 Radio siaran (broadcasting) yang digunakan sebagai alat komunikasi massa, mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Lee De Forest melalui radio siaran eksperimennya pada tahun 1916 telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat antara Wilson dan Hughes kepada masyarakat umum. Karakteristik radio siaran yaitu broadcastyle atau gaya radio siaran yang mencakup: auditori, paling aktual, imajinatif, akrab, memiliki gaya percakapan, dan dapat menjaga mobilitas.17 D. Televisi Televisi merupakan media elektronik yang dapat menerima siaran gambar bergerak (video) dan suara. Sebagaimana media lainnya, televisi juga mempunyai karakteristik terserndiri yaitu: bersifat audiovisual, berpikir dalam gambar (think in picture0, dan pengoprasianya lebih kompleks.18 E. Film Film adalah suatu media komunikasi massa yang merupakan suatu kekuatan yang dapat menpengaruhi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. 16 Ibid. Hal 124. Ibid. Hal 125-133. 18 Ibid. Hal 134-139. 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, bisa juga termasuk yang disiarkan.19 Menurut UU No. 33 tahun 2009 tentang perfilman, Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. F. Komputer dan Internet Menurut Laquey (1997) asal mula internet adalah tercipta oleh suatu ledakan tak terduga di tahun 1969, yaitu dengan lahirnya Arpanet, suatu proyek eksperiment Kementrian Pertahanan Amerika Serikat bernama DARPA (Departement of Defense Advanced Research Project Agency). Misi alwalnya sederhana, yaitu mencoba menggali tekhnologi jaringan yang dapat menghubungkan para penelti dengan berbagai sumber daya yang jauh seperti sistem komputer dan pangkalan data yang besar. Internet adalah prakakas sempurna untuk menyiagakan dan mengumpulkan sejumlah besar orang secara elektronik. Informasi mengenai suatu pristiwa tertentu dapat di transmisikan secara langsung, sehingga membuatnya menjadi suatu piranti meriah yang sangat efektif.20 2.3.3. Fungsi Media Massa Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa karena media yang menyampaikan komunikasi massa adalah media massa, sebagaimana 19 Cangara Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hal 138. Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala dan Siti Karnlinah, KOMMUNIKASI MASSA Suatu Pengantar Edisi Revisi, Simbiosa Rekanatama Media, Bandung, 2014, hal 149-153. 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 dikemukakan para ahli sebagai berikut. Devito mengatakan, bahwa popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa dapat dipertahankan apabila mereka menjalakan beragam fungsi pokok. Enam di antara fungsi yang paling penting yang dibahasnya adalah sebagai berikut:21 1. Fungsi Menghibur, Devito menyebutkan bahwa media mendesain programprogram mereka untuk menghibur khalayak. 2. Fungsi Meyakinkan, meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang terpenting adalah meyakinkan (to persuade). 3. Menginformasikan, Menurut Devito sebagian besar informasi, kita dapatkan bukan dari sekolah, melaikan dari media. 4. Menganugrahakan status, Daftar seratus orang tepenting. Selain itu Menurut Lasswell dan Wright komunikasi massa memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah:22 1. Surveillance (Pengawasan Lingkungan ) Menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik diluar maupun didalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut handling of news. 21 22 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Grasindo, Jakarta, 2010, hal. 11. Ibid. Hal 12. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 2. Correlation ( Korelasi ) Meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian. Untuk sebagian, fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi ediotorial dan propaganda. 3. Transsmission ( Tranmisi ) Menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai dan normanorma sosial budaya dari satu generasi ke generasi yang lain atau dari anggota-anggota suatu masyarakat kepada pendatang baru. Fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi pendidikan. 4. Entertaiment ( Hiburan ) Menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikasi yang dimaksudkan untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan tanpa efek-efek tertentu. Selain itu juga Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan encoder. Komunikasi massa mendecode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek dari hiburan. Pendapat Schramm pada dasarnya tidak berbeda dengan pendapat Harold D.Lasswell yang meyebutkan fungsi-fungsi komunikasi massa sebagai berikut:23 1. Surveillance of the environment Fungsinya sebagai pengamatan lingkungan, yang oleh Schramm disebut sebagai decoder yang menjalankan fungsi The Watcher. 23 Ibid. Hal 10-11. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 2. Correlation of the parts of society in responding to the environment. Fungsinya menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungan. Schramm menamakan fungsi ini sebagai interpreter yang melakukan fungsi The Forum. 3. Tranmission of the social heritage from one generation to the next. Fungsinya penerusan atau pewarisan social dari satu generasi ke generasi selanjutnya.Schramm menamakan fungsi ini sebagai encoder yang menjalankan fungsi The Teacher. 2.3.4. Karakteristik Media Massa Media massa memiliki karakter yang mementingkan isi (contens). Melembaga menjadi karakteristik media massa, hal ini dikarenakan media massa merupakan lembaga atau organisasi yang terdiri atas perkumpulan orang-orang, yang digerakkan oleh suatu sistem manajemen, dalam mencapai tujuan tertentu (Sudarman, 2008:10).24 Sedangkan Karakteristik Media Massa menurut Cangara (2003):25 1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi. 24 25 Sudarman, Menulis di Media Massa, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2008, hal. 10. Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 134 -135. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. 3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama. 4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. 5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa. 2.4. Pemaknaan Bentuk Kata Pada mulanya adalah kata. Dan semuanya adalah kata. “Kata,” seperti kata, sebetulnya orang boleh berbicara panjang sekali dengan kata-kata. Tapi, kata-kata sebetulnya tidaklah bermakna apa-apa kecuali kita sendiri yang memaknainya. “Kata adalah kata maknanya ambigu dan tidak persis. Ini sejalan dengan pendapat para ahli komunikasi bahwa makna kata sangat subjektif. Words don’t mean, people mean. “Sekiranya ada buku yang menyampaikan makna secara objektif. Jadi kata tidak teriring makna, atau dari semula sudah memiliki makna. Manusialah yang memberikan makna pada kata-kata, tergantung dari cara mereka yang memakainya. Manusialah yang memiliki makna-makna itu, bukan kata-kata dan bukan kamus. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Isyarat bahasa mempunyai kebebasan makna (arbitrary), mereka tidak memiliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka gambarkan. Kata jeruk tidak lebih lezat ketimbang kata burger. Kata burger juga tidak lebih mengenyangkan ketimbang kata jeruk. Suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarkan karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya. Sebuah kata adalah juga sebuah simbol, sebab keduanya sama-sama menghadirkan sesuatu yang lain. Setiap kata pada dasarnya bersifat konvensional dan tidak membawa maknanya itu sendiri secara langsung bagi pembaca atau pendengarnya (kecuali kata-kata anomatopoik, misalnya kata-kata yang mengambarkan suara kucing, bunyi senapan, dan sebagainya). Lebih jauh lagi, orang yang berbicara membentuk pola-pola makna secara tidak sadar dalam katakata yang dikeluarkannya. Pola-pola makna ini secara luas memberikan gambaran tentang konteks hidup dan sejarah orang tersebut. Sebuah kata bisa memiliki konotasi yang berbeda, tergantung pada pembicaranya. Sebagai contoh, kata pohon misalnya. Kata ini akan mempunyai makna bermacam-macam tergantung pada pembicaranya: apakah ia seorang penebang kayu, pematung, penyair, ekologis, petani dan sebagainya. Bahkan meskipun benar juga bahwa makna dapat diturunkan dari konteks yang terdapat didalam sebuah kalimat, namun konteks juga bermacam-macam menurut zamannya. Istilah-istilah mempunyai makna ganda. Makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Dengan kata-kata Brown, “Seseorang mungkin menghabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan makna suatu kalimat tunggal dan akhirnya tidak menyelesaikan tugas itu”.26 Ada beberapa jenis-jenis makna, yaitu: Menurut Fisher, mengemukakan bahwa sebenarnya ada tiga pengertian tentang konsep makna yang berbeda-beda. Salah satu jenis makna, menurut tipologi Brodbeck, adalah makna referensial; yakni, makna suatu istilah adalah objek, pikiran, ide atau konsep yang ditunjukkan oleh istilah tersebut. Pengertian makna ini serupa dengan aspek “semantis” bahasa dari Morris (1946) hubungan lambang dengan referen (yang ditunjuk). Tipe makna yang kedua adalah arti istilah itu. Dengan kata lain, lambang atau istilah itu “berarti” sejauh ia berhubungan secara “sah” dengan istilah yang lain, konsep yang lain. Suatu istilah dapat saja memiliki arti referensial dalam pengertian yang pertama, yakni mempunyai referen, tetapi karena ia tidak dihubungkan dengan berbagai konsep yang lain, ia tidak mempunyai arti. Tipe makna yang ketiga, mencakup makna yang dimaksudkan (intentional) yakni bahwa arti suatu istilah atau lambang bergantung pada apa yang dimaksudkan pemakai dengan arti lambang itu.27 26 27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2009, hal. 244-256. Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 25-26. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 2.5. Pengertian Simbol Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami. Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih (super sophisticated system of communication), sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada disekitarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi dan bau secara terbatas. Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya, seperti radio, TV, telegram, telex dan satelit. Didalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita tidak dapat membedakan pengertian antara simbol dan kode. Bahkan banyak orang menyamakan kedua konsep itu. Simbol adalah lambang yang memiliki suatu objek, sementara kode adalah seperangkat symbol yang telah disusun secara sistematis dan teratur sehingga memiliki arti. Sebuah symbol yang tidak memiliki arti bukanlah kode. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 Lampu pengatur lalu lintas (traffic light) yang dipasang dipinggir jalan misalnya adalah simbol polisi lalu lintas, sedangkan simbol warna yang telah disusun secara teratur menjadi kode bagi pemakai jalan. Begitu juga halnya dengan letusan misalnya, ia adalah simbol dari senjata atau ban mobil yang pecah. Akan tetapi kalau letusan itu berlangsung 21 kali, ia menjadi kode penghormatan kepada tamu Negara. Simbol-simbol yang menggunakan selain sudah ada yang diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alphabet latin, simbol matematika, juga terdapat simbol-simbol lokal yang hanya bisa dimengerti oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu.28 2.6. Teori Queer Secara historis istilah queer memiliki bermacam istilah. Istilah ini memacu pada sesuatu yang ganjil, aneh, kacau dan bukan hal yang biasa. Seperti queerky, yang ditunjukkan untuk karakteristik yang negatif seperti kegilaan yang ada diluar norma-norma sosial. Teori queer dirujuk dari Teresa de Lauretis pada tahun 1990. Yang dimana Teresa de Lauretismemilih judul untuk sebuah konfrensi yang ia koordinasikan untuk mengacaukan kepuasan diri akan kajian Lesbian dan Homo. Sebagai kajian yang interdisipliner, teori queer mempertahankan misi yang mengacaukan yang telah ditunjukkan oleh de Lauretis. Dengan sengaja untuk menggoncangkan makna, katagori dan identitas diantara gender dan seksualitas. 28 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Persada, Jakarta, 2011, hal. 99-100. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Gender merupakan istilah yang merujuk pada seperangkat karakteristik yang dipandang manusia sebagai hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. dari hal biologis seperti jenis kelamin sampai dengan peran sosial dan identitas gender. Teori queer berakar dari materi bahwa identitas tidak bersifat tetap dan stabil. Identitas bersifat hitoris dan dikonstruksi secara sosial. Dalam konteks teori, teori queer dapat digolongkan sebagai sesuatu yang anti identitas. Yang bisa dimaknai sesuatu yang tidak normal atau aneh. Dalam teori ini, terdapat tiga makna yang intelektual dan politik meskipun sulit membuat batasan-batasannya. Pada intinya teori ini berkaitan dengan soal proses yang difokuskan pada pergerakan yang melintasi ide, ekspresi, hubungan, ruang dan keinginan yang menginovasi perbedaan cara hidup di dunia. Penganut teori ini melihat besarnya implikasi sosial untuk mengadopsi model homoseksual sebagai rangka berfikir dalam studi mengenai gender dan seksualitas. Teori homoseksualitas dikenal seiring dengan penelitian mengenai gay dan lesbian, bahwa gender telah dimengerti oleh sebagian masyarakat untuk menjadi dasar guna mengatur masyarakat. Dan terdapat asumsi bahwa gender dan seksualitas selain katagori baku akan masuk dalam sanksi masyarakat. Sehingga, banyak penganut teori homoseksual dan aktivis melihat label homoseks sebagai tantangan terhadap katagori identitas tradisional dan norma sosial. Teori ini, menjadi tempat peperangan serta pertandingan yang terus menerus dan tidak selesai. Misalnya, yang paling menarik dan berharga bukanlah yang terdapat didalamnya, dimana seseorang memenuhi kelayakan kita dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 membentuk kategori identitas, tetapi ketika orang tersebut tidak melakukannya. Kemungkinan untuk menampilkan identitas tidak ada akhirnya, yang masingmasing memilih dari acuan identitas kontruksi khusus gender, jenis kelamin, seksualitas dan identitas yang sangat pantas dengan kita. Sementara permulaan para ahli teori queer adalah kategori-kategori identitas gender dan jenis kelamin, banyak ahli yang memilih untuk tidak membatasi isi teori queer hanya pada kategori tersebut.29 2.7. LGBT Istilah LGBT digunakan semenjak tahun 1990-an. Istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. LGBT dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman “budaya yang berdasarkan identitas, seksualitas dan gender”. LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Lesbian, gay dan biseksual adalah orientasi seksual sedangkan transgender adalah identitas gender. Memperbincangkan LGBT tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang seksualitas karena hal tersebut yang menyebabkan adanya diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kalangan LGBT. Seksualitas yang dimaksud disini memiliki makna yang luas yaitu sebuah aspek kehidupan menyeluruh meliputi konsep tentang seks (jenis kelamin), gender, orientasi seksual dan identitas gender, identitas seksual, erotism, kesenangan, keintiman, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan / nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, http://kurniadidebby.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-dan-pembahasan-teori-queer, Tanggal 18 September 2015, Jam 12:16 WIB. 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 peran, dan hubungan. Namun demikian, tidak semua aspek dalam seksualitas selalu dialami atau diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi factorfaktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi\, politik, sejarah, agama, dan spiritual.30 2.7.1. Lesbian Lesbian yaitu lebih mengarahkan seksualitasnya kepada sesama perempuan atau menyukai sesama jenis. Beberapa kaum lesbian muncul, karena tidak ada kepuasan mereka terhadap perlakuan laki-laki. Misalnya, memang mereka terlahir untuk menjadi lesbian secara alami bukan karena pergaulan dan karena kekerasan dari kaum laki-laki yang membuat mereka tidak nyaman dengan lawan jenisnya. 2.7.2. Gay Istilah gay yaitu masih memiliki konotasi terhadap homoseksualitas. Hasrat suka sesama jenis laki-laki atau berkelamin sama. Sifat yang mereka miliki awalnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan “bebas atau tidak terikat” dan “menyolok”. Prilaku ini menimbulkan pergaulan yang sangat terpengaruh oleh keadaan. 30 http://www.jurnalkommas.com/docs/Jurnal%20Reny%20Acc.pdf , Tanggal 13 Oktober 2015, Jam 14:11 WIB. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 2.7.3. Bisexual Bisexual adalah oferseksual terhadap wanita maupun laki-laki. Mereka memiliki perasaan romantis atau seksual sekaligus kepada sesama jenis atau lawan jenisnya. Bisexual didefinisikan sebagai penyuka sesmua jenis, identitas gender atau pada seseorang tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut, yang terkadang disebut panseksualitas. 2.7.4. Transgender Istilah transgender yaitu ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Secara lebih spesifik, keadaan penampilan transgender merasa lebih asli dan nyaman terhadap penampilan luar mereka dan menerima identitas asli mereka disebut sebagai keselarasan transgender.31 2.8. Gangguan Identitas Gender Homoseksualitas adalah orientasi seksual yang ditandai oleh adanya minat erotis terhadap, dan pembangunan hubungan romantic dengan individu dari gendernya sendiri. Identitas gender adalah perasaan psikologis seseorang sebagai pria atau wanita. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan dimana individu percaya bahwa anatomi gendernya tidak konsisten dengan identitas gendernya.32 Orang-orang mengalami gangguan identitas gender (GIG), yang kadang disebut transeksualisme, merasa bahwa jauh di dalam dirinya, biasanya 31 https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT Tanggal 16 September 2015, Jam 09:05 WIB. 32 Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal, Erlangga, Jakarta, 2003, hal. 73-74. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 sejak awal masa kanak-kanak, mereka adalah orang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan aktivitas yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Bukti-bukti anatomi mereka alat kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin sekunder yang umum, seperti tumbuhnya cambang pada laki-laki dan membesarnya payudara pada perempuan, tidak membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang dengan gender yang dilihat orang lain pada mereka. Seorang laki-laki dapat menatap dirinya dicermin, melihat tubuh biologis seorang laki-laki, namun secara pribadi merasa bahwa tubuh tersebut dimiliki oleh seorang perempuan. Ia bisa mencoba berpindah ke kelompok gender yang berbeda dan bahkan dapat menginginkan operasi untuk mengubah tubuhnya agar sesuai dengan identitas gendernya. Situasi tersebut sama pada sebagian besar laki-laki yang yakin bahwa dirinya pada dasarnya adalah seorang perempuan. Penyebab Gangguan Identitas Gender diantaranya yaitu menganggap bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki ciri maskulin dan feminine sendiri sangat dipengaruhi pandangan terhadap nilai dan stereotip sehingga menganggap pola prilaku lintas gender pada anak-anak merupakan sesuatu yang abnormal yang tampaknya tidak dapat dibenarkan. Kenyataannya, belum lama berselang muncul pendapat bahwa GIG di masa kanak-kanak harus dihapuskan sekaligus dari DSM karena, seperti baru saja disebutkan, sebagian besar anak yang merasa kurang nyaman dalam peran gender yang ditetapkan secara sosial (semisal anak laki-laki yang tidak menyukai permainan lompat atau jatuh). Tidak cenderung merasa tidak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 nyaman dengan jenis kelamin biologisnya dan tidak tumbuh menjadi transeksual.33 2.9. Penyimpangan Dalam studi tentang penyimpangan terdapat perbedaan pendapat dalam menentukan pelaku dan jenis prilaku atau kondisi yang dianggap menyimpang. Kebanyakan orang baru dapat menentukan penyimpangan jika mereka melihatnya. Misalnya, bunuh diri, keterbelakangan mental, homoseksualitas, alkoholisme, secara umum diiterima sebagai salah satu bentuk penyimpangan. Tetapi, bahkan bentuk penyimpangan yang umum tersebut saja masih terdapat perbedaan pendapat. Misalnya bagi sebagian orang, homoseksualitas sama sekali bukan penyimpangan atau orang yang mengkonsumsi minuman keras dan narkotika adalah prilaku yang normal saja.34 Untuk menjadi penyimpang, seseorang akan melewati proses atau tahapan yang sangat lama. Seseorang tidak menjadi penyimpang dengan hanya melakukan perbuatan menyimpang. Secara sosiologis penyimpangan terjadi karena seseorang memainkan peranan sosial yang menunjukkan prilaku menyimpang. Cara orang memainkan peran sosial menyimpang membentuk proses menjadi penyimpang. Guna memahami cara seseorang mengadaptasi peran menyimpang perlu diteliti keadaan sosial yang mencakup identifikasi diri para penyimpang dan proses sosialisasinya. Keyakinannya bahwa penyimpang berbeda secara alamiah dengan 33 Gerald C. Davison, Los Angeles, CA, Psikologi Abnormal, RajaGrafindo, Jakarta, 2002, hal. 612-614. 34 Jokie M. S. Siahaan,, Prilaku Penyimpangan Pendekatan Sosiologi, Indeks, Jakarta, 2009, hal. 11. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 orang “normal” adalah keyakinan yang tidak benar. Semua prilaku penyimpang adalah prilaku manusia dan proses dasar yang menghasilkannya juga berlaku bagi para penyimpang maupun nonpenyimpang.35 Prilaku sosial adalah prilaku yang didapatkan (acquired behavior). Prilaku tidak ada sejak manusia lahir, melainkan dibentuk melalui sosialisasi. Prilaku terbentuk berdasarkan respon terhadap keinginan dan harapan (norma) orang lain terhadap dirinya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa prilaku adalah hasil dari interaksi sosial.36 2.10. Gangguan Seksual Prafilia berasal dari kata “para” yang berarti penyimpangan pada apa yang membuat orang tertarik (“philia”). Mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak bisa atau aktivitas seksual yang tidak bisa. 1. Fetishism Yaitu ketergantungan seseorang pada obyek yang tidak hidup untuk memperoleh rangsangan seksual.Penderitanya kebanyakan adalah lakilaki, dan memiliki dorongan seksual yang berulang dan mendalam terhadap obyek yang tidak hidup.Misalnya (sepatu perempuan), dan munculnya fetish sangat disukai atau bahkan dibutuhkan untuk terjadinya rangsangan seksual. 35 36 Ibid, hal. 33. Ibid, hal. 34. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2. Transvestic Fetishism Yaitu gangguan dimana seorang laki-laki terangsang secara seksual dengan menggunakan pakaian ataupun perlengkapan perempuan lainnya, meskipun ia masih menyadari dirinya sendiri sebagai laki-laki. 3. Pedofilia Pedofilia berasal dari kata “Pedos” (bahasa yunani untuk anak), yaitu orang dewasa yang mempunyai kepuasan seksual melalui kontak fisik dan seksual dengan anak prapubertas yang tidak berhubungan dengannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang menjadi korban bahkan lebih muda dari pada batas usia yang diperolehkan di Amerika Serikat untuk melakukan hubungan seksual. 4. Inses Mengacu pada hubungan seksual antara keluarga dekat, dimana pernikahan tidak diperbolehkan antara mereka. Biasanya adalah pada kakak dan adik, dan bentuk lain yang umum dan dianggap lebih patologis adalah ayah dengan anak perempuan. Bukti menunjukkan struktur keluarga dimana inses terjadi adalah patriarkal yang tidak biasa dan tradisional, terutama dengan memandang posisi perempuan yang lebih rendah dari pada laki-laki. 5. Voyeurism Yaitu preferensi yang nyata untuk memperoleh kepuasan seksual dengan melihat orang lain dalam keadaan tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual. Pada beberapa orang, hal ini merupakan satu-satunya http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 aktivitas seksual dimana mereka terlibat. Sementara bagi yang lain, kegiatan ini disukai namun tidak sepenuhnya penting untuk meraih rangsangan seksual. 6. Eksibisionisme Yaitu preferensi yang jelas dan berulang untuk memperoleh kepuasan seksual dengan mempertunjukkan alat kelaminnya pada orang lain yang tidak menghendakinya, terkadang pada anak-anak. Rangsangan seksual diperoleh saat pelaku membayangkan dirinya memamerkan alat kelaminnya atau benar-benar melakukan masturbasi.Pada banyak kasus terdapat keinginan untuk mengagetkan atau mempermalukan orang yang melihatnya. 7. Frotteurism Yaitu orientasi seksual dengan menyentuh orang yang tidak disangkasangka.Pelaku mungkin menggosokkan alat kelaminnya pada paha atau pantat seorang perempuan, atau memegang payudara atau alat kelamin seorang perempuan. Serangan ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang memungkinkan pelaku melarikan diri, misalnya di bis yang ramai. Gangguan biasanya sudah muncul pada masa remaja dan berkembang sejalan dengan paraphilia yang lain. 8. Sadism dan masokisme seksual Sadism adalah kegemaran untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan seksual dengan menimbulkan kesakitan atau penderitaan psikologis, misalnya (mempermalukan) pada orang lain. Sedangkan masokisme http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 adalah kegemaran seseorang untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan seksual dengan menjadikan dirinya sebagai subyek untuk disakiti atau dipermalukan. Kedua gangguan ini dapat ditemukan pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual.Banyak orang sadis yang menjalankan hubungan dengan orang masokis demi memperoleh kepuasan seksual.37 2.11. Semiotika Sosial Tujuan aplikasi semiotika sosial dengan menggunakan komponen semiotika sosial dari Halliday dan Hassan dalam analisis isi media adalah untuk menemukan hal terkait dengan tiga komponen semiotika sosial, yaitu: Medan wacana (field of discourse); Pelibat wacana (tenor of discourse); dan Sarana wacana (mode of discourse). Dari segi Medan wacana (field of discourse): menunjukkan pada hal yang terjadi, apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan. Katakanlah ada sebuah bentrokan antar warga berlainan agama. Dalam memberitakan kasus sebuah media bisa saja membingkainya sebagai bentrokan antar warga (sehingga fakta yang dikemukakan pun mendukung kearah sana); atau mengemasnya sebagai bentrokan agama dengan fakta-fakta yang memperkuatnya. Terkait Pelibat wacana (tenor of discourse): menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (berita); sifat, kedudukan dan peranan mereka. 37 Agustine Sukarlan Basri, Psikologi Abnormal, Fitri Fausiah, Jakarta, 2005, hal. 61-64. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Sering kita menjumpai dalam sebuah laporan (berita) adanya beberapa orang dengan posisi atau jabatannya masing-masing dikutip. Sering kali kita tidak sadari, mengapa orang-orang itu dijadikan nara sumber sedangkan yang lainnya tidak. Mengapa sebuah koran dalam bentrokan antar warga berlainan agama hanya mengutip tokoh-tokoh agama Islam, sedangkan koran yang satunya lagi Cuma mengedepankan tokoh-tokoh Kristen. Dari segi analisis wacana, ini bagian dari teknik framing yang dipilih media tersebut. Sementara dari segi Sarana wacana (mode of discourse): menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, bagaimana komunikator (baca, media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang-orang yang dikutip); apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufimistik atau vulgar. Apakah pemukiman Islam yang „diserang‟ ataukah kedua belah pihak saling menyerang. Disini biasanya muncul pula julukan atau sebutan tertentu secara konsisten, sedangkan sebutan lainnya yang sepadan tidak dipergunakan, yang diletakan terhadap pelaku atau kelompok sosial. Pihak mana yang sering disebut „perusuh‟ dan mana yang „teraniaya‟.38 Tokoh yang telah dipakai oleh penulis dalam analisis Semiotika Sosial yaitu M.A.K. Halliday 38 Agus Sudibyo, Kabar-kabar Kebencian Prasangka Agama Di Media Massa, Institut Studi Arus Informasi, Jakarta, 2001, hal. 89-90. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 M.A.K. Halliday atau Michael Alexander Kirkwood Halliday, lahir pada tanggal 13 April 1925 di Inggris. Halliday adalah seorang ahli bahasa Australia kelahiran Inggris yang mengembangkan model liguistik berpengaruh internasional sistemik fungsional bahasa. Halliday menjelaskan bahasa sebagai sistem semiotik “yang memberi tekanan pada konteks sosial”, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya. Menurut Halliday, bahasa dalam pandangan semiotika sosial menandai jenis pendekatan yang kami ikuti dalam penelitian kami belakangan ini dan yang saya kira, sudah merupakan ciri khas pikiran saya sendiri sejak saya tertarik pada kajian bahasa. Istilah „Semiotika Sosial‟ dapat dipandang sebagai suatu istilah yang memperjelas suatu ideologi umum, suatu sudut pandangan yang konseptual tentang pokok masalahnya. Tetapi, ada implikasinya yang lebih khusus yang harus ditafsirkan mengenai kedua istilah itu, yaitu semiotika dan sosial. Oleh karena itu, semiotika dapat diberi batasan sebagai kajaian umum tentang tanda-tanda. Tetapi, ada satu pembatasan yang biasanya tetap tampak jelas dalam sejarah pengertian tanda ini, yaitu kajian tentang tanda ini selalu cenderung tetap merupakan konsep yang agak sempit. Tanda selalu cenderung dilihat sebagai sesuatu yang terpisah, sesuatu yang mandiri, yang terutama berdiri sendiri sepenuhnya sebelum dihubungkan dengan tanda-tanda lainnya. Ilmu bahasa, dengan demikian merupakan suatu jenis dari semiotik. Ilmu bahasa adalah satu segi kajian tentang makna. Banyak cara lain yang berkenaan dengan makna, selain lewat bahasa. Dalam arti yang agak kabur, tidak dapat diterangkan dengan jelas batas-batasnya, bahasa barangkali merupakan sesuatu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 yang paling penting, paling menyeluruh, paling lengkap; sulit dikemukakan keadaan persisnya. Banyak cara lain yang berkenaan dengan makna, yang berada diluar bidang bahasa. Cara-cara tersebut meliputi baik bentuk-bentuk seni seperti lukisan, ukiran, bunyi-bunyian, tarian dan lain-lainnya. Maupun bentuk-bentuk tingkah laku budaya lainnya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup seni, misalnya ragam pertukaran, pakaian, susunan keluarga dan seterusnya. Ini semua pembawa makna dalam budaya. Sesungguhnya, kami dapat memberi batasan budaya sebagai seperangkat sistem semiotik, sebagai seperangkat sistem makna, yang semuanya saling berhubungan. Tetapi untuk menjelaskan pengertian umum ini, kami tidak dapat melakukannya melalui konsep tanda sebagai suatu kesatuan lahiriah. Kami mau tak mau harus berpikir tentang sistem-sistem makna, yang dapat dipandang sebagai tatanan-tatanan yang bekerja melalui semacam bentuk luar (output) yang kami sebut tanda, tetapi tatanan-tatanan itu sendiri bukan perangkat-perangkat benda tersendiri melainkan merupakan jaringan-jaringan hubungan. Dalam arti inilah saya menggunakan istilah „semiotik‟ untuk memberi batasan sudut pandang, yang kami gunakan untuk melihat bahasa, yaitu bahasa sebagai salah satu dari sejumlah system makna yang secara bersama-sama, membentuk budaya manusia. Kedua tentang istilah „sosial‟ yang dimaksudkan adalah untuk mengemukakan dua hal secara bersamaan. Yang pertama „sosial‟ yang digunakan dalam arti sistem sosial, yang saya artikan sinonim dengan kebudayaan. Jadi bila http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 saya mengatakan „semiotik sosial‟, dalam arti yang pertama ini, saya maksudkan tak lain adalah batasan system sosial, atau kebudayaan, sebagai suatu sistem makna. Tetapi, saya juga menginginkan suatu tafsiran yang lebih khusus tentang kata „sosial‟, untuk menunjukkan bahwa kami memberi perhatian terutama pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari system sosial.39 39 M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, Text and Context: Aspect of Language in a SosialSemiotic Perspective, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hal. 3-5. http://digilib.mercubuana.ac.id/