PERBEDAAN EFEK ANTIMIKROBA PAPACARIE® DAN PAPAIN TERHADAP STREPTOCOCCUS MUTANSin vitro TESIS Titty Sulianti NPM: 1006785332 Pembimbing: Nilakesuma Djauhari, drg, MPH, Sp.KG (K) Bambang Nursasongko, drg, Sp.KG (K) Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta 2012 i Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang dengan limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini perkenankan penulis memberikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan selama ini, antara lain: 1. Rektor Universitas Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan spesialis, serta kepada Prof.Bambang Irawan, drg., PhD dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti program ini. 2. Dr. Ellyza Herda, drg., MSi selaku Manajer Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Dr. Ratna Medyawati, drg., SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Pasca Sarjana FKG UI, Bambang Nursasongko, drg., SpKG(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K) selaku Koordinator Pendidikan Spesialis Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 3. Nilakesuma Djauharie, drg, MPH., SpKG(K) selaku pembimbing I, yang telah memberikan saran dan masukan sebelum, selama penelitan dan penulisan tesis dan meluangkan waktu untuk mengoreksi serta mendorong penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 4. Bambang Nursasongko, drg.,Sp.KG(K) selaku pembimbing II, yang telah bersedia memberikan bimbingan, saran dan masukan sebelum dan selama penelitian. iv Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 5. Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K) selaku ketua penguji tesis yang telah memberikan saran/kritik membangun bagi perbaikan tesis, dan memberikan banyak waktu untuk diskusi berbagai kasus selama penulis menjalankan pendidikan serta dalam pengolahan data penelitian. 6. Prof. Dr. Narlan Sumawinata, drg.,Sp.KG(K) selaku penguji tesis, yang telah meluangkan waktu untuk membaca tesis ini dan memberikan saran dan masukan berharga untuk perbaikannya. 7. Daru Indrawati, drg.,Sp.KG(K) selaku penguji tesis yang telah memberikan saran dan masukan bagi perbaikan tesis ini dan telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing dan berdiskusi tentang banyak kasus tatalaksana pasien selama penulis menjalani pendidikan. 8. Dr. Ariadna Djais, drg.,Ph.D yang memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini. 9. Prof.Dr.Narlan Sumawitana, drg.,SpKG(K), Prof. Dr. Safrida Faruk Husein, drg., SpKG(K) Bambang Nursasongko,drg.,SpKG(K), Kamizar,drg.,SpKG(K), Daru Indrawati S, drg.,SpKG(K), Munyati Usman,drg.,SpKG(K), Dr. Dewi Anggraeni Margono, drg., SpKG(K), Dewa Ayu, drg., SpKG, Dini Asrianti, drg., SpKG yang selama ini telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan. 10. Karyawan FKG UI, khususnya Bagian Administrasi Pendidikan (Ibu Daryati), klinik (Pak Moh. Yani, sdr. Erwin Irawan, Pak Rapin) dan Staf Bagian Konservasi Gigi (sdri. Yuli Kuswandani dan sdri. Devi Wulandari), Bagian Perlengkapan (Pak Sukeri) yang telah banyak membantu kelancaran selama masa pendidikan. 11. Pimpinan perpustakaan FKG UI beserta staf (Pak Asep Rahmat Hidayat, Pak M. Enoh, dan Pak Suryanto) yang selalu siap sedia memberikan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis di FKG UI. 12. Kedua orang tua penulis H. M. Soetiro dan Hj. Emiliati B.A, yang selalu mendoakan, mendukung dan memberi semangat. v Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 13. Suami tercinta, Mochammad Nur, ST, sekaligus sahabat yang senantiasa setia mendengarkan kisah suka duka selama menjalani pendidikan, untuk pengertian, dukungan dan doanya selama penulis menjalani pendidikan. 14. Ananda tersayang: Bita, Keyla dan Royyan yang menjadi penyemangat penulis, rela memberikan kebersamaan dengan ibu yang sibuk membuat tugas juga doa-doa selama pendidikan ini 15. Teman-teman PPDGS Konservasi Gigi 2010: Aditya Wisnu Putranto, Andika Damayanti K, Dwi Artharini, M.Furqan Rizal, Ike Dwi Maharti, Itja Risanti, Nurina Anggraeni Pratiwi, Ratna Hardhitari, Rio Suryantoro, Tity Sulianti, Trini Santi Pramudita, Vastya Ihsani, dan Wahyuni Suci Dwiandhany, yang telah bersama-sama melalui pahit manis perjuangan untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi. 16. drg. Vastya Ihsani, teman penelitian bersama yang telah menemani dalam suka dan duka. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang tak disadari selama menjalani masa pendidikan. Penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian dan pengembangan ilmu di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang konservasi gigi. Jakarta, November 2012 Penulis vi Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 ABSTRAK Nama : Titty Sulianti Program Studi : Ilmu Konservasi Gigi Judul : Perbedaan Efek Antimikroba Antara Papain dan Papacarie Terhadap Streptococcus mutans . invitro Latar belakang: papain dan Papacarie® adalah bahan kemomekanik yang dikembangkan dari bahan alami berupa enzim papain. Enzim papain diperoleh dari getah buah pepaya, mengandung α- I antitrypsin yang hanya bekerja pada jaringan terinfeksi. Bahan kemomekanik yang terbaik adalah yang juga memiliki efek antimikroba karena bakteri dapat tetap hidup pada lesi karies yang telah dipreparasi. Tujuan: membandingkan efek antimikroba antara papain dan Papacarie® terhadap Streptococcus mutans. Material dan metode: kelompok uji adalah papain dan Papacarie® dengan kontrol klorheksidin. Uji analisis dilakukan secara in vitro dengan uji dilusi dan uji difusi yang menghasilkan Kadar Hambat Minimal (KHM), Kadar Bunuh Minimal (KBM) dan zona hambatan. Hasil: KHM papain lebih tinggi dari Papacarie®. KBM papain lebih tinggi dari Papacarie® dan Zona hambatan papain lebih rendah dari Papacarie®.. Kesimpulan: papain sebagai bahan kemomekanik memiliki efek antimikroba yang tidak lebih baik dari Papacarie®. Kata kunci: papain, Papacarie® , klorheksidin, KHM, KBM, zona hambatan viii Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 ABSTRACT Name : Titty Sulianti Study Program: Conservative Dentistry Tittle : The Difference of Antimicrobial Effect Between Papain and Papacarie to Streptococcus mutans . invitro Background: Papain and Papacarie® are chemomechanical removal caries (CMCR) materials that developed from natural material, papain enzim. Papain enzym derived from papaya latex, containing α- I antitrypsin that only works in infected tissue. The best CMCR is also contain antimicrobial material because the bacteri could alive in the caries lesion. Objective: to compare the antimicrobial effects of papain and Papacarie® with dilution and difussion test. Materials and methods: test groups are papain and Papacarie®; control group is chlorhexidine. Analyses are tests with dilution and diffusion tests by in vitro that found the KHM ,KBM and zona hambatan as antimicrobial effects. Result: The KHM of papain is higher than Papacarie. The KBM of papain is higher than Papacarie®. The Zona hambatan of papain is lower than Papacarie®. Conclusion: papain as chemomechanical caries removal has antimicrobial effect but Papacarie® have antimicrobial effect better than papain Key words: papain, Papacarie®e, chlorhexidine, KHM, KBM, zona hambatan ix Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.....................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................ii HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................iii KATA PENGANTAR..................................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................vii ABSTRAK....................................................................................................ix ABSTRACT.....................................................................................................x DAFTAR ISI.................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR....................................................................................xii DAFTAR TABEL........................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xv 1. PENDAHULUAN....................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................4 1.4.1 Pada Bidang Pelayanan Kesehatan..............................4 1.4.2 Pada Bidang Akademis...............................................4 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5 1.1 Karies Gigi............................................................................................5 2.1.1 Etiologi Karies.......................................................................6 2.1.2 Mikrobiologi Karies................................................................8 1.2 Streptococcus mutans............................................................................9 2.2.1 Patogenesis S. Mutans...........................................................11 2.2.2 Identifikasi S mutans pada Pemeriksaan Faktor Risiko Karies.....................................................................................12 x Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 1.3 Intervensi Minimal................................................................................13 1.4 Bahan Kemomekanik (Chemomechanical Removal Caries/ CMCR)..14 2.4.1 Papacarie................................................................................14 2.4.2 Papain....................................................................................17 1.5 Pengukuran Efek Antimikroba Bakteri Melalui Tes Sensitifitas.........21 2.5.1 KHM (Kadar Hambat Minimal)...........................................21 2.5.2 KBM (Kadar Bunuh Minimal)............................ ................21 1.6 Kerangka Teori....................................................................................22 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS........................................24 1.1 Kerangka Konsep................................................................................24 1.2 Hipotesis..............................................................................................24 4. METODE PENELITIAN......................................................................25 4.1. Desain Penelitian..........................................................................25 4.2 Sampel Penelitian..........................................................................25 4.3 Tempat..........................................................................................25 4.4 Waktu Pelaksanaan Penelitian......................................................25 4.5 Variabel.........................................................................................25 4.6 Besar Sampel Penelitian................................................................25 4.7 Alat dan Bahan.............................................................................26 4.8 Definisi Operasional......................................................................26 4.9 Cara Kerja......................................................................................28 4.9.1. Pembuatan Papain..........................................................29 4.9.2. Uji Antimikroba Pada Media Cair (dilusi).....................29 4.9.3. Uji Antimikroba Pada Media Padat (difusi)..................29 4.10 Pengolahan dan Analisi Data.......................................................30 4.11 Alur Penelitian..............................................................................31 5 HASIL.........................................................................................................32 5.1 Hasil Uji Antimikroba Dengan Teknik Dilusi................................32 xi Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 5.2 Hasil Uji Antimikroba Dengan Teknik Difusi.............................36 6 PEMBAHASAN......................................................................................40 7 KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................46 7.1 Kesimpulan...................................................................................46 7.2 Saran.............................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................47 LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................50 xii Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema ilustrasi pembentukan biofilm karena adanya gula yang dapat difermentasi.........................................................8 Gambar 2.2 Tabel pemeriksaan identifikasi S mutans .............................12 Gambar 2.3 Produk Papacarie yang telah dipasarkan...............................16 Gambar 2.4 Penentuan Kadar Hambat Minimal dan Kadar Bunuh Minimal..................................................................................21 Gambar 3.1 Skema kerangka konsep.........................................................25 Gambar 4.1 Skema alur penelitian.............................................................32 Gambar 5.1 Menentukan kadar hambat minimal pada tekhnik dilusi.......35 Gambar 5.2 Pertumbuhan bakteri pada plat agar setelah penggoresan untuk menentukan kadar bunuh minimal................................37 Gambar 5.3 Zona hambat yang terbentuk setelah penetesan sampel uji Pada blank disk.......................................................................40 xiii Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Hasil KHM papain, Papacarie dan klorheksidin (sebagai grup Kontrol).......................................................................................34 Tabel 5.2 Penetapan KBM papain, Papacarie dan klorheksidin berdasarkan Penggoresan pada plat agar darah...............................................36 Tabel 5.3 Tabel distribusi hasil zona hambat (mm) yang terbentuk antara sampel papain, Papacarie dan klorheksidin terhadap S mutans ..38 Tabel 5.4 Tabel kemaknaan masing-masing bahan uji dengan konsentrasi yang berbeda.................................................................................39 xiv Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Metode pembuatan papain....................................................51 Lampiran 2. Pengukuran Enzim Papain.....................................................53 Lampiran 3. Hasil Statistik Penelitian........................................................54 Lampiran 4 Halaman Foto-foto penelitian.................................................62 xv Universitas Indonesia Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedokteran gigi modern telah berkembang menjadi pendekatan intervensi minimal. Intervensi minimal bertujuan untuk mendorong pasien berperan dalam menjaga kesehatan rongga mulut melalui informasi dan motivasi sehingga hanya membutuhkan perawatan yang minimal oleh dokter gigi. Intervensi minimal meliputi prosedur klinik berupa penilaian risiko karies individu, diagnosa karies yang akurat, remineralisasi, desain preparasi kavitas yang minimal, dan memperbaiki tambalan daripada menggantinya. 1,2,3 Ketika terjadi karies, preparasi yang dilakukan adalah seminimal mungkin dengan membuang jaringan email dan dentin yang mengalami demineralisasi dan menumpatnya dengan bahan tambal adhesif. Sedangkan pada pit dan fissure dilakukan sealant untuk mencegah karies.2 Rongga mulut merupakan tempat terdapat berbagai jenis mikroorganisme yang merupakan flora normal. Karies gigi adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas bakteri flora mulut. Mikroorganisme rongga mulut yang merupakan bakteri kariogenik adalah Streptococcus mutans, Actinomyces viscous dan Lactobacillus acidophilus. Salah satu bakteri yang paling berperan pada penyakit karies gigi adalah Streptococcus mutans (S. mutans). Untuk mencegah kemungkinan terjadinya karies adalah dengan menghilangkan populasi 1 Streptococcus mutans. Streptococcus mutans adalah mikroorganisme yang paling banyak dikaitkan dengan terjadinya karies. Habitat utama S mutans adalah permukaan gigi. Bakteri ini biasanya tumbuh terlokalisasi pada bagian tertentu di permukaan gigi, seperti pit, fissura, permukaan oklusal, daerah proksimal, permukaan gigi dekat gusi, atau pada lesi karies.2 Sejak ditemukan bahwa S mutans adalah sebagai bakteri penyebab karies maka perhatian terpusat pada bakteri ini. Salah satu metode untuk mencegah karies adalah penggunaan bahan antimikroba untuk menghilangkan bakteri S mutans. 4 Untuk mendukung prinsip minimal invasif, dikembangkan bahan kemomekanik yang bertujuan untuk membuang jaringan sehat seminimal 1 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 2 mungkin pada preparasi kavitas. Tahun 1998 di Swedia dikembangkan bahan kemomekanik Carisolv. Tetapi kekurangannya adalah memerlukan instrumen yang khusus, kurang ekonomis, banyak pasien menyatakan rasa tidak enak, dan umur bahan yang relatif pendek. Setelah itu, pada tahun 2003 di Brazil dikembangkan bahan kemomekanik berupa Papacarie yang sifatnya memperbaiki kekurangan yang dimiliki Carisolv. Papacarie dengan komponen utama papain, toluidin blue dan kloramin merupakan bahan kemomekanik yang penggunaanya relatif mudah, saat aplikasinya tidak menggunakan instrumen yang khusus, dan harganya lebih ekonomis dibandingkan Carisolv. Selain itu, Papacarie® memiliki sifat antibakteri alami yang didapatkan dari bahan aktif papain. Bahan kemomekanis yang baik seharusnya memiliki efek antimikroba karena bakteri berkoloni pada lesi karies. 11,12. Di Brazil, Papacarie® dikembangkan untuk pembuangan jaringan karies secara kemomekanik dan bahan ini dipakai dalam fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Bahan aktif dari material ini adalah papain, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan dari getah pepaya. Papain selain bekerja dengan cara merusak kolagen dentin terinfeksi, komponen ini juga memiliki sifat antibakteri dengan mempengaruhi sintesis polisakarida ekstraselularnya.11,12 Di Indonesia, pepaya mudah tumbuh dan mudah didapat. Enzim papain diperoleh dari pengeringan getah pepaya melalui metode pemanasan matahari, pemanasan dengan alat, dan spray drying. Pada proses ini, spray drying menunjukkan cara yang paling baik untuk mendapatkan enzim papain karena dapat diperoleh ekstrak yang halus yang lebih mudah larut dalam air sehingga sediaan dalam cairan ini memiliki aktivitas proteolitik yang tinggi.13,14,15 Hal ini sangat penting karena S mutans dapat berkoloni pada lesi karies, sehingga efek bahan selain dapat mendegradasi kolagen dentin juga bersifat sebagai antimikroba pada lesi karies. Proses yang dapat dilakukan melalui prosedur yang relatif mudah ini dapat mengatasi kesulitan dalam memperoleh produk Papacarie® sebagai bahan kemomekanis. Pada penelitian sebelumnya oleh Elisabeth Meilina W pada tahun 2011, telah diteliti perbedaan antara papain 0,1 % dan 0,2% dalam menekan populasi S mutans dalam rongga mulut. Namun belum terdapat penelitian mengenai perbedaan antimikroba Papacarie® dan papain terhadap S mutans. Oleh sebab itu penulis UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 3 tertarik untuk mengetahui perbedaan antimikroba Papacarie® dan papain terhadap S mutans yang dilakukan secara in vitro. Saat ini antimikroba yang digunakan dalam rongga mulut adalah klorheksidin yang tersedia dalam bentuk gel sebagai aplikasi topikal dan cairan sebagai obat kumur. Antimikroba klorheksidin paling banyak direkomendasikan karena dapat menghambat pembentukan plak dan memiliki efek antikaries karena bersifat bekteriostatik dan bakterisid terhadap S mutans. Klorheksidin merupakan antimikroba gold standard terhadap S mutans, sehingga pada penelitian ini klorheksidin digunakan sebagai kontrol. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: S mutans adalah bakteri utama penyebab terjadinya karies. Saat ini konsep perawatan dalam kedokteran gigi berkembang sebagai perawatan Intervensi Minimal (IM ) salah satunya dengan desain kavitas yang minimal. Oleh karena itu berkembang bahan kemomekanis yang mendukung konsep internvensi minimal. Papacarie® merupakan bahan kemomekanis yang juga bersifat antimikroba yang merupakan produk komersial dari Brazil. Papain merupakan bahan alami antimikroba yang terkandung dalam Papacarie® yang juga dapat diperoleh melalui proses yang relatif mudah. Di Indonesia, pepaya sangat mudah tumbuh serta mudah didapat, sehingga mudah untuk memperoleh papain sebagai bahan aktif kemomekanik yang memiliki sifat antimukroba. Kesulitan dalam memperoleh bahan Papacarie® diharapkan dapat diatasi dengan adanya papain. Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa larutan papain 0,1 % dan papain 0,2 % dapat menekan populasi S mutans. Namun saat ini belum ada yang membandingkan efek antimikroba antara Papacarie® dan papain terhadap S mutans. Dari rumusan masalah diatas, timbul pertanyaan apakah terdapat perbedaan efek antimikroba antara Papacarie® dan papain terhadap S mutans? 1.3. Tujuan Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 4 S mutans sebagai bakteri penyebab karies harus dihilangkan dalam rongga mulut. Bahan kemomekanis yang mengandung antimikroba saat ini dikembangkan untuk memenuhi konsep intervensi minimal, salah satunya adalah dengan bahan dasar papain. Perlu diketahui kemampuan antimikroba Papacarie dan papain terhadap S mutans yang paling efektif. Oleh sebab itu dilakukan analisis perbedaan antimikroba antara Papacarie® dan papain terhadap terhadap S mutans. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat pada bidang pelayanan kesehatan gigi Penelitian ini dilakukan untuk dapat memilih bahan kemomekanis yang memiliki efek antimikroba yang lebih baik antara Papacarie® dan papain terhadap S mutans. 1.4.2. Manfaat pada bidang akademis Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan efek antimikroba antara Papacarie® dan papain terhadap S mutans UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karies Gigi Pengertian karies gigi adalah proses demineralisasi pada permukaan gigi yang memiliki akumulasi plak dalam interval waktu yang lama. Proses ini disebabkan oleh ketidakseimbangan tiga faktor yaitu faktor host misalnya kebersihan mulut yang buruk atau penurunan laju aliran saliva; faktor diet yaitu frekuensi asupan karbohidrat yang dapat difermentasi dan adanya bakteri asidogenik dan asidurik dalam plak terutama Streptococcus mutans. Kehilangan struktur mineral yang awal hanya dapat terlihat secara mikroskopis pada email sebagai lesi bercak putih. Kegagalan untuk mengkompensasi kehilangan mineral tersebut akan menyebabkan kavitas. bakteri yang disebabkan 2,16 gangguan Karies merupakan penyakit infeksi keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi. Perubahan ini pertamakali terjadi pada tingkat mikro yaitu peningkatan metabolisme bakteri dan diikuti peningkatan produksi asam dan jumlah bakteri.17,18 Asam laktat sebagai salah satu hasil fermentasi gula dalam interval waktu yang teratur menyebabkan pelarutan kristal apatit email, sehingga mengakibatkan proses demineralisasi struktur gigi. Lesi awal terjadi pada permukaan email dan dapat diremineralisasi oleh adanya ion-ion kalsium, fosfat dan fluor dalam saliva. Pengukuran level bakteri kariogenik dengan pemeriksaan plak merupakan pemeriksaan faktor risiko karies yang sangat penting. Hal ini terjadi karena produk asam dari hasil metabolisme bakteri kariogenik adalah faktor yang sangat signifikan untuk terjadinya proses demineralisasi 19,20, 21,22 Komposisi utama plak adalah mikroorganisme, oleh karena itu plak disebut juga biofilm. Pada biofilm, ditemukan lebih dari 325 spesies bakteri diantaranya adalah streptococcus, Lactobacillus, Actinomyces, Biffidobacter, Prevotellae serta Propionibacterium; tetapi yang paling kariogenik adalah Streptococus mutans karena bakteri yang paling asidurik dan asidogenik. 5 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 6 Mikroorganisme tersebut terdapat diantara matriks interselular yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag dan lekosit. S mutans merupakan bakteri asidogenik yang menghasilkan asam laktat, asam asetat dan asam format sebagai hasil metabolisme sukrosa23 2.1.1. Etiologi Karies Karies merupakan penyakit dengan etiologi multifaktoral, banyak faktor yang berperan dalam inisiasi lesi karies. Faktor-faktor yang berperan tersebut adalah akumulasi dan retensi plak, frekuensi mengkonsumsi karbohidrat, frekuensi terpapar dengan asam, faktor protektif alami pelikel maupun saliva, fluor serta zat-zat lainnya yang dapat membantu mengontrol terjadinya karies.2 Beberapa jenis karbohidrat seperti sukrosa dan glukosa dapat difermentasi oleh mikroorganisme tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu satu sampai tiga menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi sehingga proses karies akan dimulai.20 Karbohidrat berperan sebagai substrat untuk membuat asam bagi mikroorganisme dengan sintesa polisakarida ekstrasel. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajad kariogeniknya. Karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh mikroorganisme. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada tingkat yang menyebabkan demineralisasi email. Sintesa polisakarida ekstrasel dari sukrosa lebih cepat dibandingkan dengan fruktosa, glukosa, dan laktosa. Oleh karenanya sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik.20,24 Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Permukaan email yang terluar lebih tahan terhadap kemungkinan terjadinya karies dibandingkan lapisan email dibawahnya karena lebih keras dan padat. Kekerasan email pada lapisan luar terjadi karena fluor dalam saliva maupun dari aplikasi topikal, berikatan dengan hidroksiapatit pada email bagian luar yang juga akan mencegah terjadinya demineralisasi. Bila proses karies berlanjut ke email yang lebih dalam maka proses karies akan lebih cepat terjadi.2 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 7 Selain itu peran saliva sangat menentukan. Saliva mempunyai peran antara lain terutama dalam proses terjadinya karies gigi yaitu sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme, berperan dalam pengaturan sistem buffer dengan adanya ion bikarbonat dan efek antibakterial. Kapasitas buffer ion bikarbonat yang terdapat dalam saliva berperan dalam menetralisir asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme asidogenik. Saliva mengandung ion Ca2+ dan HPO42- sehingga dapat menggantikan ion pada permukaan gigi sebagai akibat demineralisasi. Saliva juga mengandung ion fluor yang berperan dalam proses maturasi permukaan email sehingga lebih resisten terhadap karies2,20. Albumin dalam saliva merupakan glikoprotein yang kaya dengan prolin yang merupakan sumber pembentukan pelikel, sebagai media perlekatan bakteri. Komponen lain saliva adalah Ig A yang merupakan imunoglobulin terbanyak dalam saliva. Ig A dapat beraksi secara langsung terhadap adhesin dan enzim pada bekteri sehingga menncegah perlekatan bakteri. 16 Faktor modifikasi seperti perubahan pola hidup, kondisi kesehatan umum, keadaan sosial ekonomi, dan kepatuhan pasien juga mempengaruhi terjadinya karies secara tidak langsung.2,16 2.1.2. Mikrobiologi Karies Karies merupakan hasil dari interaksi bakteri spesifik dengan karbohidrat dengan berat molekul rendah dalam biofilm. Sukrosa adalah karbohidrat yang paling kariogenik karena paling mudah difermentasi dan sebagai substrat penyedia polisakarida ekstraselular (PES) dan intraselular (PIS) dalam plak. Fermentasi sukrosa akan menurunkan pH dalam mulut menjadi rendah sehingga populasi mikroflora asidurik dalam plak akan meningkat. Kemudian PES (terutama glukan tidak larut) akan memacu perlekatan bakteri pada permukaan gigi dan melibatkan integritas struktur biofilm. PES akan membuat biofilm lebih porus sehingga gula akan lebih mudah berdifusi ke bagian yang lebih dalam dari biofilm, yang akan menghasilkan pH plak yang rendah. Hal ini menunjukkan fakta bahwa paparan sukrosa dan PES tidak larut berhubungan dengan patogenesis karies. PES merupakan faktor virulensi kritis dalam pembentukan biofilm dengan adanya sukrosa 21. Hubungan antara karies dan PES didukung oleh UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 8 adanya studi klinis secara in situ yang menemukan bahwa sukrosa mengurangi konsentrasi kalsium (Ca), fosfat anorganik (P) dan fluorida (F) dalam biofilm.24 PES memicu akumulasi bakteri pada permukaan gigi dan mempengaruhi sifat fisik dan biokimia biofilm. Sedangkan PIS menyediakan karbohidrat endogen yang dapat dimetabolisme untuk menghasilkan asam selama periode keterbatasan nutrien. PES disintesa oleh sebagian besar GTFs (glukosiltranferase) bakteri dan sedikit FTFs (Fruktosiltranferase) bakteri dari substrat utama, sukrose .22,24 (diurut daftar pustaka) GTFs dari S mutans mensintesa campuran α (1,3) rantai glukan tidak larut dan α (1,6) glukan tidak larut, sedangkan FTFs menghasilkan α (2,6) fruktosa. Oleh karena itu, PES berfungsi untuk meningkatkan perlekatan bakteri dan akumulasi mikrorganisme; menyediakan ketebalan dan integritas struktur biofilm dan meningkatkan keasaman matriks biofilm. PIS memicu pembentukan karies dengan memperpanjang waktu paparan asam organik terhadap permukaan gigi dan menjaga kondisi pH rendah dengan cepat. S mutans memiliki substrat endogen yang menyebabkan penurunan pH lebih lama dan meningkatkan demineralisasi email.20, 24 Pembentukan biofilm kariogenik dapat diperlihatkan dalam skema pada gambar 1. Gambar 2.1 Skema ilustrasi pembentukan biofilm karena adanya gula yang dapat difermentasi. (A) atau adanya sukrosa. (B); PES meningkatkan potensi karogenik pembentukan biofilm adanya sukrosa 24 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 9 2.2. Streptococcus mutans Mikroorganisme yang paling sering dikaitkan dengan penyebab karies adalah Streptococcus mutans sementara lactobacilli berperan dalam perkembangan karies. Streptococus merupakan spesies bakteri pertama yang melekat dan membentuk plak. Plak merupakan biofilm yang melekat kuat pada permukaan gigi karena tertanam dalam matriks polimer ekstraselular. Streptococus mampu memproduksi asam organik dari karbohidrat olahan sehingga disebut asidogenik. Selain itu mikroorganisme tersebut mampu bertahan pada lingkungan asam sehingga disebut asidurik. Streptococcus sobrinus merupakan penghasil asam yang paling cepat namun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Streptococcus mutans.2,17 S. mutans merupakan bakteri gram positif, fakultatif anaerob dengan bentuk kokus ataupun lonjong. S mutans tumbuh optimum pada suhu 37°C dan memiliki pH optimum antara 7,4 - 7,6. Virulensi S mutans dalam kaitannya dengan karies gigi, ditunjukkan melalui kemampuannya membentuk plak gigi (biofilm). Glikoprotein saliva dengan cepat diabsorbsi oleh hidroksiapatit dan menempel dengan solid pada permukaan gigi. Pada tahap awal bakteri fakultatif anaerob yang pertama menempel pada permukaan gigi adalah S mutans. Setelah S mutans mensintesis extra cellular dextran dari sukrosa, kemudian proses penempelan kumpulan bakteri pada permukaan gigi terjadi, dan diikuti bertambahnya koloni. Agregasi bakteri ini terjadi karena adanya reseptor dekstran pada permukaan sehingga terjadi interaksi antarsel selama pembentukan plak gigi. S mutans lebih banyak mensintesis dekstran ikatan α yang tidak larut dalam air, sehingga S mutans lebih efesien dalam membentuk plak gigi daripada S sanguis. S sanguis tidak memiliki reseptor dekstran pada permukaan gigi. 3,22 Di antara berbagai mikroorganisme dalam rongga mulut, bakteri kariogenik adalah S mutans, Actinomyces viscous, dan Lactobacillus acidophilus. S mutans sebagai penyebab proses karies gigi karena mampu untuk mensintesis sukrosa dengan rangkaian α dari sukrosa untuk membentuk asam dan juga untuk menghasilkan asam laktat melalui proses fermentasi. S mutans mampu UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 10 membentuk koloni pada permukaan keras dan lebih asam dibandingkan Streptococcus lainnya. S mutans mampu mengekspresikan berbagai faktor virulensi. Faktor virulensi pada S mutans berfungsi untuk melindungi diri dari pertahanan host dan menjaga ekologi bakteri dalam rongga mulut dengan memiliki kemampuan menyebabkan kerusakan pada host.25 Faktor-faktor virulensi yang dapat diidentifikasi pada S mutans antara lain mampu memproduksi adesin, glukosiltranferase, glucan- binding protein, memproduksi asam (asidogenik) serta dapat bertoleransi dengan konsentrasi asam tinggi (asidurik). Faktor virulensi ini menurut Kuramitsu dan Bin Yang Wan pada tahun 2005, yang dapat membuat bakteri S mutans bertahan hidup dalam biofilm . Biofilm merupakan komunitas berbagai mikroorganisme yang melekat pada matriks ekstraselular dan menunjukkan adanya perubahan fenotip dan genotip mikroorganisme berkenaan dengan perubahan sifat biofilm yang menjadi lebih asidurik.26 Adanya faktor virulensi yang dimiliki S mutans dapat membuat perkembangan spesies bakteri lain dalam biofilm terhambat dan komunitas S mutans tetap terjaga stabil dalam lingkungannya.25,26 Untuk pertumbuhan S mutans sering digunakan media agar mitis salivarius yang ditambahkan kedalamnya 0,2 unit/ml basitrasin dengan konsentrasi akhir 20 % (agar MSB). Media selektif lain digunakan TYC (triptofan-yeast-sistin), TYSB (triptofan-yeast extract-sucrose-bacitrasin), GTSB (glucose-potassium tellurite-sucrose-bacitrasin) TYS20B. Diantara media tersebut, TYS20B (tripticase Yeast Sistein Sucrose Bacitracin with 20 % sucrose) merupakan media yang paling baik untuk isolasi yang lebih baik untuk S mutans karena kandungan 20 % sukrosa dalam media tersebut menghasilkan lingkungan yang asidurik sehingga merupakan media selektif juga bagi bakteri lain.4,15,27 2.2.1. Patogenesis Streptococcus mutans Faktor virulensi S mutans yang diidentifikasi sebagai adesin adalah antigen I/II, PAC, atau P1. Adesin memiliki banyak efek, di antaranya adalah melekatkan S mutans secara awal pada pelikel di permukaan gigi melalui sel reseptor saliva (adhesi secara sucrose- independent) dan berperan dalam koagregasi dengan bakteri lain.28,29 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 11 Faktor virulensi lainnya yaitu glukosiltranferase (GTF), berperan sebagai proses akumulasi S mutans pada biofilm. GTF pada S mutans akan mensintesa sukrosa menjadi adhesif glukan. Glukan merupakan perantara kuat melekatnya sel bakteri ke permukaan gigi dan juga perlekatan antar bakteri sendiri. S mutans menghasilkan tiga tipe enzim GTF yaitu GTFB, GTFC, dan GTFD. GTFB berefek mensintesa glukan yang tidak larut (water- insoluble glucan) berisi banyak α 1,3 –glucose linkage. GTFD mensintesa glukan yang dapat larut (water soluble) berisi α 1,6-glucose linkage sedangkan GTFC menghasilkan polimer dengan sifat dua glukan tersebut. GTFB dan GTFC penting untuk perlekatan S mutans, selain itu GTFC juga berperan dalam kolonisasi bakteri. GTFD mungkin sangat berperan untuk kolonisasi bakteri pada permukaan gigi.25,26 Glucan –binding protein (Gbp) merupakan faktor virulensi yang bertindak sebagai mediasi pengikat sintesa glukan yang dihasilkan oleh enzim glukosiltransferase (GTF). 17 Terdapat empat protein Gbp yaitu GbpA, GbpB, GbpC, dan GbpD. Pada penelitian ditemukan GbpA berpartisipasi dalam perlekatan sel ke permukaan gigi dan juga berpengaruh dalam kohesi pembentukan plak. GbpB berefek menjaga integritas dinding sel atau pemeliharaan dinding sel. Protein GbpC berefek sebagai dinding sel penjangkar (anchorage) protein permukaan dari S mutans dan agregasi S mutans. GbpD ditemukan memiliki homolog tinggi dengan GbpA dan berpengaruh dalam kohesi pembentukan plak. 30,31 Untuk dapat mengerti mekanisme molekular dari patogenesis S mutans dalam menimbulkan penyakit karies, maka diperlukan identifikasi virulensi dari S mutans tersebut sehingga infeksi dan virulensi S mutans dapat dikontrol. 30 Patogenesis S mutans secara molekular sehingga timbulnya penyakit karies dimulai dari perlekatan pertama S mutans pada pelikel gigi yang dimediasi oleh adesin. Proses perlekatan yang terjadi selanjutnya dan akumulasi S mutans disebabkan aktivitas glukosiltransferase (GTFs) dengan menghasilkan glukan. Sebagai mediasi pengikat sintesa glukan pada S mutans diperlukan glukan binding protein (Gbps). Adanya akumulasi S mutans pada permukaan gigi menghasilkan produksi asam laktat sebagai hasil metabolisme fermentasi gula diet dan reservoir sakarida intraselular dan ekstraselular sehingga menyebabkan pH biofilm UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 12 menurun dibawah 5. Faktor virulensi S mutans yang tahan terhadap asam tinggi (asidurik), membuat S mutans tetap bertahan hidup. Sebaliknya mikroorganisme yang non patogen tidak tahan dalam asam tinggi, terhambat pertumbuhannya. selanjutnya produk asam laktat ini menyebabkan demineralisasi gigi dan sejalan dengan waktu akan menyebabkan karies.25 2.2.2. Identifikasi Streptococcus mutans pada Pemeriksaan Faktor Risiko Karies S mutans dapat diidentifikasi dalam pemeriksaan faktor risiko karies pada plak dan saliva. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme bakteri yaitu 1) air: sebagai sumber hidrogen dan oksigen 2) karbon: diperoleh dari karbondioksida dan karbohidrat 3) nutrien organik: karbohidrat dan asam amino 4) nutrien anorganik: magnesium, nitrogen, sulfur, potasium, fosfat dan sedikit selenium 5) faktor lingkungan: temperatur, pH dan potensial redoks 6) saliva: aliran terstimulasi dan tidak terstimulasi, pH, fluor, kalsium dan bikarbonat, serta antibakterial saliva, 7) gigi: anatomi dan alat ortodontik.32 Pemeriksaan S mutans pada plak berdasarkan pada produksi asam sebagai hasil fermentasi dan kondisi pH yang rendah. Terdapat beberapa tekhnik identifikasi S mutans pada plak yang dapat dilihat pada gambar tabel 2 Tekhnik pemeriksaan plak : Biomassa ( ketebalan plak dan kematangan) Pewarnaan dengan pencelup eritrosin 2-tone disclosing (GC plaque Check) Fluorescence (KaVo DIAGNOdent, Durr VistaProof) Produksi asam Tes fermentasi (GC plaque check and pH) Level S mutans Kultur (Ivoclar Vivadent Dentocult SM) Pemeriksaan immun (GC Saliva Check SM) UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 13 Gambar 2. 2 Tabel pemeriksaan identifikasi S mutans Kondisi mikrobial dalam rongga mulut bervariasi pada tempat yang berbeda. Perbedaan ekologi pada tempat yang berbeda tersebut (dipengaruhi oleh pH, level oksigen, dan sistim pertahanan tubuh yang terdapat dalam saliva), menjelaskan mengapa komposisi bakteri dalam plak berbeda pada tempat tertentu. Misalnya pada aspek bukal supragingival gigi molar memiliki pH tinggi dan lingkungan dengan kadar oksigen yang tinggi, sedangkan pada permukaan mesial dan distal gigi yang sama memiliki pH yang rendah dengan kadar oksigen yang rendah; sedangkan permukaan proksimal subgingival memiliki pH tinggi dan kadar oksigen yang rendah. Pada plak yang tebal atau matang, memiliki populasi bakteri fakultatif anaerob yang tinggi, termasuk S mutans. Identifikasi S mutans pada plak yang paling sederhana adalah dengan menggunakan pewarna untuk membedakan plak matang dan plak muda. Produk yang telah beredar saat ini menggunakan campuran bahan pewarna makanan eritrosin dan fast green untuk memberi warna merah pada plak muda dan warna biru pada plak matang. yang diulas pada permukaan gigi. Jika warna yang terjadi merah kebiruan, menunjukkan bahwa plak belum matang yang artinya kadar S mutans pada plak ini tidak banyak. Sedangkan pada plak dengan warna biru menunjukkan bahwa plak sudah matang atau mature yang berarti S mutans sudah sangat kariogenik. 32,33 Saat ini yang terbaru adalah dengan menghitung jumlah S mutans dalam saliva (GC Saliva Check mutans). Identifikasi S mutans dalam saliva merupakan uji diagnostik langsung untuk deteksi cepat kadar tinggi S mutans dalam sampel salivaterstimulasi. Kadar tinggi ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan ekologi plak gigi dengan pergeseran ke arah organisme yang lebih bnayak menghasilkan asam dan lebih tahan terhadap asam. Sebuah hasil positif ,menunjukkan adanya S mutans dengan kadar diatas 500.000 cfu/ ml saliva.33 2.3. Intervensi Minimal Kedokteran Gigi Pada tahun 2001 lembaga kesehatan National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat menetapkan pergeseran paradigma penatalaksanaan karies dalam UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 14 konferensi yang bertema Diagnosis and Management of Dental Caries Throught Life. Konsep intervensi minimals terdiri dari diagnosis karies yang akurat; klasifikasi keparahan karies dengan menggunakan radiografi dan alat bantu; penilaian risiko karies individu; menghentikan lesi aktif; remineralisasi dan observasi lesi kavitas yang telah terhenti; merestorasi gigi dengan lesi kavitas, menggunakan desain kavitas yang minimal dan penilaian penatalaksanaan penyakit.6 Tyas pada tahun 2000 menggambarkan untuk menerapkan intervensi minima, dibutuhkan pengetahuan tentang proses karies. Hal ini merupakan salah satu elemen intervensi minimal, sehingga diperlukan pengetahuan dalam perkembangan karies untuk dapat menilai faktor risiko individual. Faktor-faktor lokal berupa saliva (kualitas dan kuantitas); diet (intak karbohidrat dan paparan asam); paparan terhadap fluorida; serta akumulasi dan retensi plak. Sedangkan faktor modifikasi adalah riwayat gigi geligi, riwayat medis, gaya hidup, status sosio-ekonomi. Faktor-faktor lokal tersebut dapat dinilai dengan menggunakan berbagai instrumen dan material yang telah dipasarkan oleh berbagai pabrik. Salah satu yang telah diterapkan untuk penilaian faktor risiko tersebut adalah penilaian terhadap biofilm (plak).5 Salah satu konsep intervensi minimal adalah desain preparasi kavitas yang minimal. Pengambilan jaringan sehat saat preparasi kavitas harus sesedikit mungkin. Untuk mendukung konsep ini, berkembanglah preparasi kemomekanik untuk mengubah metode preparasi mekanik. Preparasi ini menggunakan kombinasi bahan kimia dan pengambilan jaringan secara mekanik dengan ekscavator. Pembuangan jaringan karies dengan bahan kemomekanik (chemomecanical cariesremoval/ CMCR) merupakan tekhnik noninvasif untuk membuang dentin terinfeksi (infected dentine) melalui bahan kimia. Pada prosedur ini, affected dentine ditinggalkan. Affected dentine adalah lapisan dibawah infected dentin, merupakan lapisan yang keras dengan konsistensi seperti kulit. Dentin ini mengalami demineralisasi sebagian tetapi serat-serat kolagennya masih intak. Pada dentin ini masih bisa mengalami remineralisasi sehingga harus dipertahankan. Pada pewarnaan dengan indikator karies, dentin ini tidak terwarnai. Lapisan ini tidak terdapat bakteri, hanya toksinnya saja. Affected dentin UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 15 harus dipertahankan. Sedangkan pada infected dentine, adalah lapisan yang berada diatas jaringan karies, konsistensinya lunak dengan penetrasi bakteri yang banyak. Pada infected dentine tidak akan terjadi remineralisasi, dengan indikator karies akan terwarnai. Seluruh dentin ini telah mengalami demineralisasi dengan seratserat kolagen yang telah rusak. Pada preparasi kavitas, seluruh daerah ini harus dibuang. 2.4. Bahan Kemomekanik (Chemomecanical caries removal/CMCR) Konsep perlindungan terhadap perlindungan struktur gigi selama preparasi kavitas berkembang pesat dengan sistim bonding resin adhesif. Sifat dari material adhesif menghindari perluasan pembuangan jaringan yang bertujuan untuk retensi dan resistensi. Metode kemomekanik untuk pembuangan karies pertamakali dikenalkan pada tahun 1927 oleh Habib et.al menggunakan natrium hipoklorit 5%, yang diikuti dengan GK-101, sistim Caridex® dan Carisolv®. Metode ini dikenal dengan kemomekanis atau chemicomecanical caries removal (CMCR) yaitu pengambilan jaringan karies dengan menggunakan kombinasi bahan kimia dan dilakukan secara mekanik. 2.4.1 Papacarie® Bahan kemomekanik yang telah dipakai sebelumnya berupa Carisolv® memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak tahan lama, memiliki sifat korosif yang tinggi, memerlukan instrumen yang khusus, dan harganya yang mahal, sehinggan pada tahun 2003 di lakukan penelitian di Brazil oleh Bassadori dan teman-teman, mengembangkan formula baru untuk pembuangan jaringan karies secara kemomekanik dan mendukung untuk penggunaannya dalam public health pada fasilitas kesehatan masyarakat, yang dalam merk dagang dikenal dengan Papacarie®; dengan bahan aktif enzim papain yang merupakan endoprotein berefek bakterisid, bakteriostatik dan memiliki efek anti inflamasi serta berisi kloramin sebagai desinfektan. Papacarie® memberikan perlindungan maksimal pada struktur gigi dengan efek antibakteri dan antiinflamasi. Papacarie® adalah biomaterial yang digunakan untuk membuang karies secara atraumatik. Keuntungan Papacarie® sangat mudah aplikasinya dan tidak membutuhkan UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 16 instrumen yang khusus. Pada penelitian sebelumnya, telah dibandingkan penggunaan Carisolv® dan Papacarie®.13,14,15 Produk Papacarie® yang telah dipasarkan dapat dilihat pada gambar 2.3 . Penyimpanan Papacarie® yang baik adalah pada suhu ruang. Instruksi pemakainannya adalah dengan meletakkan pada permukaan dentin yang rusak selama 30 detik kemudian mengerok dentin yang telah lunak tersebut sampai indikator warna biru menghilang. Gambar 2. 3 Produk Papacarie® yang telah dipasarkan Evaluasi secara in vitro yang dilakukan oleh Bussadori dkk. pada toksisitas Papacarie® menggunakan kultur fibroblas pada konsentrasi yang berbeda (2, 4, 6, 8, dan 10%) papain memperoleh hasil yang sama yaitu non toksik. 35 Penelitian tentang mikroorganisme, lebih dari 20 sampel bakteri terdeteksi pada empat sampel dengan metode pembuangan karies secara kemomekanik dan lebih melindungi struktur dentin daripada metode konvensional. Hal ini mungkin menyebabkan adanya nonkorosi alami.15 Tekhnik pembuangan karies pada restorasi gigi berkembang ke arah biologis dan konservatif. Konsep preparasi minimal menjadi dasar perkembangan ini yang melindungi jaringan menggaung, sehingga hanya karies dentin yang dibuang; pembuangan area sensitif dari dentin menggaung dapat dihindari. Produk terbaru kemomekanis berkembang di Brazil berupa Papacarie® yang telah diuji terhadap spesies bakteri asidogenik (S. mutans dan S. sobrinus) sebagai bakteri yang mengawali karies, yang efektivitasnya telah terbukti. Papain merupakan komposisi utama Papacarie®, merupakan enzim yang menyerupai pPESin UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 17 manusia yang juga digunakan pada tekhnologi pangan, farmasi dan industri kosmetik. 34,35 Sebagai tambahan, Papacarie® juga berisi kloramin, toluidin blue, salts dan thickening vehicle. Kloramin berefek bakterisid dan memiliki aksi desinfektan. Efek antiseptik kloramin telah diuji secara in vitro. Maragakins dkk. melakukan penelitian dan menyatakan bahwa terjadi degradasi kolagen sebagian pada karies dentin terklorinasi menggunakan cairan kemomekanis. Klorin mempengaruhi struktur kolagen sekunder dan kuartener dengan memutus ikatan hidrogen sehingga mempermudah pembuangan jaringan karies.14,15 Efektivitas Papacarie® dibandingkan dengan metode pembuangan karies secara konvensional terhadap waktu pembuangan karies dan persPESi rasa sakit telah dievaluasi. Hasilnya bahan kemomekanis ini memiliki waktu pembuangan karies yang lebih lama secara siknifikan yaitu 3,25 menit lebih lama. Berdasarkan hasil penelitian ini, Jawa D et al dan Bassadori et al menyatakan bahwa Papacarie® sebaiknya diaplikasikan lebih dari satu kali untuk mengefektifkan masa kerjanya. Carillo et al mencatat bahwa pembuangan karies menggunakan kemomekanis Papacarie® membutuhkan waktu 8 menit/ gigi. 13,15 Pada analisis persPESi rasa sakit selama pembuangan karies, ditemukan bahwa pasien menyatakan kenyamanan yang lebih baik pada penggunaan kemomekanis dibandingkan dengan metode konvensional. Silva et al menyatakan bahwa Pembuangan karies menggunakan Papacarie® secara bermakna mengurangi rasa sakit dibandingkan dengan metode konvensional. Hal ini disebabkan Papacarie® hanya beraksi pada sel-sel infeksi yang telah mati dan tidak membahayakan jaringan sehat. 35 Secara klinis, dentin rusak yang lunak diutamakan untuk dibuang untuk persiapan restorasi. Kriteria untuk pembuangan jaringan karies secara sempurna pada beberapa negara berbeda-beda. Saat ini, beberapa peneliti menetapkan bahwa dentin yang bebas karies dan sejumlah mikroorganisme yang tertinggal dalam kavitas, tidak akan mempercepat berkembangnya penyakit. Pada saat lesi diekskavasi, sejumlah organisme akan terangkat dengan lebih banyak dentin nekrotik. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada preparasi kavitas yang bebas bakteri sehingga tidak mungkin membuang seluruh jaringan terinfeksi. 13,15 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 18 Meskipun pembuangan karies dapat tercapai dengan bahan kemomekanis dan secara konvensional, namun Jawa D et al mengamati dengan mikroskop cahaya dan menyatakan bahwa kerusakan tubuli dentin pada penggunaan Papacarie® terlihat lebih sedikit. Pengamatan Bassadori et al menggunakan studi SEM memperlihatkan bahwa pembuangan jaringan karies secara konvensional akan meninggalkan smear layer residual sedangkan pada bahan kemomekanis Papacarie® menghasilkan lebih banyak struktur dentin yang terlindungi dengan bakteri yang telah terbuang. 13,35 2.4.2 Papain Papain adalah enzim yang menyerupai pPESin manusia, digunakan pada tekhnologi pangan, farmasi dan kosmetik. Guzman dan Guzman meneliti gambaran klinis pasien dengan lesi kulit yang disebabkan karena terbakar dan mengamati bahwa aksi enzimatik papain sangat baik untuk area dengan nekrotik dan pada proses purulen. Papain dapat menambah pembersihan jaringan nekrotik dan sekresinya, memperpendek periode perbaikan jaringan. Papain beraksi hanya pada jaringan yang rusak daripada adanya protease anti plasmatik, α- Iantitrypsin, yang menghalangi aksi proteolitik pada jaringan normal. Tanpa adanya α- I- antitrypsin pada jaringan terinfeksi karena papain memutus sebagian molekul-molekul. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa papain memiliki efek bakterisid dan bakteriostatik yang menghambat pertumbuhan organisme gram positif dan negatif. 34,35 Papain merupakan enzim yang dihasilkan dari getah buah pepaya (Carica papaya). Papain diperoleh melalui penyadapan getah buah pepaya yang berumur minimal 3 bulan. Kemudian getah dikeringkan pada suhu 60 – 70° Celcius selama 12 jam. Mutu papain tergantung jenis pepaya, jumlah torehan, interval penyadapan, cara pengeringan, dan penyimpanan. Pepaya yang memiliki kandungan proteolitik tertinggi adalah pepaya sibinong yang mencapai 113,02 unit/gram British Standard. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terhadap bagian tanaman, kandungan getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang baik terdapat pada bagian buah, batang dan daun. Enzim papain dihasilkan melalui pengeringan getah pepaya melalui pengeringan dibawah matahari, dengan pemanasan api dan spray drying. Proses spray dryng adalah yang paling baik UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 19 karena menghasilkan material yang lebih halus sehingga lebih mudah larut dalam air. Papain yang diproses dengan teknologi spray dryer atau freeze drying berkualitas tinggi akan menghasilkan papain dengan warna putih susu yang dapat bertahan hingga 10 tahun. Sebaliknya, papain yang diperoleh dari hasil pengeringan sinar matahari akan berwarna cokelat dan dalam 3 hari saja warna akan menjadi lebih gelap dan mengeluarkan bau tidak sedap. Papain adalah campuran dari enzim proteolitik. Papain menghidrolisis protein menjadi bentuk oligopeptida dan asam amino. Papain juga berisi enzim chymopapain proteolitik yang memberi karakteristik papain berupa mobiliti elektroporetik, kelarutan dan substrat yang spesifik. Papain memiliki aktivitas antiinflamasi dan bekerja berdasarkan hidrolisis kasein.34,35 Aksi papain adalah proteolitik, ditandai dengan kemampuan menghidrolisis protein besar menjadi peptida yang lebih kecil. Papain adalah enzim proteolitik yang dapat membersihkan protein plak saliva. Protein menghidrolisis protein, amida dan asam amino ester, serta aktivitasnya berhubungan dengan adanya kelompok sulphyl bebas (--SH) sebagai pusat keaktifan. Untuk menghasilkan pasta gigi dengan invensi enzim ini, digunakan papain dengan aktivitas proteolitik sekitar 6,000 U-USP/mg (Units of United States Pharmacopea). Temperatur optimum supaya enzim ini dapat bekerja adalah antara 40°-65 °C; papain dapat beraksi pada protein multipel pada pH 3 sampai 9. Papain memiliki aksi membersihkan plak bakteri dan tartar dengan memutus rantai glikoprotein dan lipoprotein cairan saliva sebaik aktivitasnya pada aktivitas bakteri yang menghasilkan substansi mucylaginose (kapsul) yang berefek untuk penempelan sebagai kolonisasi pada email.35 Pada penelitian sebelumnya, setelah berkumur dengan larutan kumur enzim papain dengan konsentrasi 0,1% dan 0,2% setelah 1 dan 2 minggu, ternyata dapat menurunkan jumlah bakteri S mutans (Elizabeth Meilina Waluyatrie, 2011). 36 Pada tahun 2011, DR Sanjeet Singh dan teman-teman, melakukan penelitian mengenai efektivitas bahan kemomekanis Papacarie® terhadap pengurangan bakteri kariogenik S viridans dan S pneumonia. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa Papacarie® efektif menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. 15 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 20 Papain hanya beraksi pada jaringan terinfeksi, karena pada area ini anti protease plasmatik berupa alpha-I- antitrypsin sangat sedikit sehingga yang menghalangi aksi proteolitik pada jaringan normal .15 Tanpa adanya alpha-Iantitrypsin pada jaringan terinfeksi, papain memutuskan sebagian molekulmolekul terdegradasi. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa papain memiliki efek bakteriosid dan bakteriostatik yang menghambat pertumbuhan organisme gram positif dan negatif.35 2.5. Pengukuran Efek Antimikroba Bakteri Melalui Tes Sensitivitas Pengukuran efek antimikroba bakteri dapat dilakukan melalui tes sensitivitas bakteri dengan dua teknik yaitu teknik dilusi dan difusi. Tes sensitivitas dengan teknik dilusi digunakan untuk menentukan kadar hambat Minimal (KHM) Papacarie® dan papain, sedangkan teknik difusi untuk menentukan zona hambat. Uji KHM adalah uji untuk mengetahui konsentrasi antimikroba Papacarie® dan papain yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan S mutans dan menginidikasikan dosis yang efektif dalam mengontrol infeksi. Metode dilusi kemudian dilanjutkan dengan pembiakan ulang atau subkultur pada media agar guna menentukan nilai Kadar Bunuh Minimal (KBM), yaitu konsentrasi yang efektif suatu bahan uji yang tidak terdapat S mutans yang masih hidup. 2.5.1 Kadar Hambat Minimum (KHM)/ Minimal Inhibitory Concentration (MIC) Persiapan media perbenihan S mutans berupa BHI yang dicampur dengan darah domba 2 %. Setelah S mutans diambil dari sampel induk S mutans, dilakukan pembiakkan pada media perbenihan. Kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 37ºC dalam suasana anaerob selama 2 x 24 jam. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan saline yang kekeruhannya distandardisasi dengan MC Farland. KHM adalah kadar minimum dari bahan obat atau senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Menentukan kadar hambat minimum dari bakteri S mutans dimulai dengan cara membiak bakteri UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 21 kedalam deretan medium yang sudah ditambahkan Papacarie® ,papain dan klorheksidin dengan kadar yang semakin menipis. Caranya adalah dengan membuat berbagai konsentrasi Kemudian semua tabung biakan dieramkan secara anaerob, pada suhu 35° - 37° selama 24 – 72 jam. Setelah pengeraman, dilihat pada tabung mana yang tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri (warna perbenihan tetap jernih), ini berarti pada konsentrasi tabung yang jernih telah dapat terhambat pertumbuhan bakteri S mutans. Pada tabung tersebut yang mengandung kadar ketiga bahan uji tersebut itulah yang disebut KHM/ MIC. 2.5.2 Kadar Bakterisidal Minimum (KBM) / Minimal Bactericidal Concentration (MBC) KBM adalah kadar minimal dari bahan obat atau senyawa kimia yang dapat membunuh pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Menentukan kadar bakterisidal minimum yaitu biakan pada tabung KHM sampai tabung yang mengandung kadar Papacarie®, papain dan klorheksidin tertinggi atau tabung yang jernih, dibiak ulang pada media perbenihan agar, kemudian dieram secara anaerob selama 24 – 72 jam pada suhu 37°C. Setelah pengeraman dilihat adakah pertumbuhan koloni pada lempeng agar, bila tidak maka disebut kadar bunuh minimum (KBM). Penentuan kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum dapat dilihat pada gambar 2.4 . 100% 50% Papacarie, papain dan klorheksidin masing-masing dalam medium BHI cair yang berisi bakteri S mutans dalam jumlah yang sama 25% 12,5% 6,25% 3,12% Menentukan KHM secara manual Metode dilusi 50% 25% 12,5% 6,25% KHM Membaca KBM UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 22 25% 50% 100% 50% 25% 12,5% 6,25% 12,5% Dilakukan pengenceran pada masing‐masing bahan uji yang berbentuk dalam beberapa konsentrasi supaya bahan uji tersebut dapat dilakukan untuk uji antibakteri metode difusi Cara penghitungan zona hambat : Diameter terluar – diameter disk 2 X = diameter terluar Bahan uji yang telah diencerkan, dipilih pada konsentrasi yang terdapat pengenceran dengan hasil yang tidak pekat atau berupa cairan yang dapat berpenetrasi melalui blank disk. Y = diameter disk Z X Y Z = zona hambat Metode difusi Gambar 2.4 Penentuan KHM dan KBM; serta zona hambatan UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 23 2.6. Kerangka Teori Intervensi minimal merupakan konsep yang berkembang saat ini. Konsep ini terdiri dari penilaian risiko karies individu, diagnosa dini lesi karies, remineralisasi, preparasi minimal, dan memperbaiki restorasi bukan mengganti. Menggunakan desain kavitas minimal merupakan salah satu konsep intervensi minimal. Dahulu desain kavitas banyak membuang jaringan gigi yang sehat. Seiring dengan perkembangan konsep intervensi minimal dilakukan riset secara berkelanjutan untuk dapat memenuhi desain kavitas yang minimal. Pembuangan jaringan karies yang minimal adalah dengan hanya membuang dentin terinfeksi, sedangkan affected dentin tidak dibuang. Penemuan tentang bahan kemomekanis atau chemicomecanic caries removal (CMCR) merupakan terobosan mutakhir untuk mendukung desain kavitas yang minimal. Penggunaan bahan-bahan alami dikembangkan untuk mendukung konsep ini yang sebelumnya digunakan bahan sintetik berupa asam. Riset tentang pengembangan bahan alami telah menghasilkan Papacarie® sebagai bahan kemomekanis yang terkini. Kendala dari pengembangan untuk aplikasi bahan kemomekanis ini adalah sulitnya mendapatkan Papacarie®, yang merupakan produksi dari Brazil. Komposisi utama dari bahan ini adalah papain yang merupakan enzim yang dapat dihasilkan dari getah pepaya. Di Indonesia, pepaya sangat mudah tumbuh dan didapatkan. Papain ini ternyata memiliki efek antimikroba yang efektif terhadap S mutans. Karena kendala sulitnya mendapatkan Papacarie®, maka penulis mencoba untuk membuat papain yang diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan kemomekanis. Efek antimikroba pada papain telah diteliti sebelumnya bahwa pada konsentrasi 0,1% dan 0,2% ternyata tidak berbeda bermakna terhadap S mutans. Komposisi utama Papacarie® dan papain adalah enzim papain. Papain memiliki aksi proteolisis yang dapat melisikan membran bakteri sehingga berefek sebagai bakterisid. Sedangkan aksi yang lain adalah membentuk kapsul mucylaginosa sehingga enzim ini berefek bakteriostatik. Efek antimikroba ini efektif terhadap S mutans. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 24 ‐Penilaian risiko karies individu ‐Diagnosa dini lesi karies Konsep intervensi minimal ‐Remineralisasi Preparasi Minimal ‐ Preparasi minimal ‐memperbaiki restorasi, bukan mengganti Bahan kemomekanis Papacarie papain Aktivitas proteolisis Antimikroba Melisiskan membran sel bakteri Streptococcus mutans Uji difusi Zona hambatan Uji dilusi Menghasilkan substansi mucylaginose Bakteri terhambat Bakter mati KHM Penggoresan plat agar KBM Gambar 2.5 Skema kerangka teori UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep Pengujian terhadap sifat antimikroba terhadap S mutans pada Papacarie®, papain dan menggunakan klorheksidin sebagai kontrol dilakukan melalui metode dilusi dan difusi. Kedua metode ini dilakukan supaya mendapatkan hasil berupa KHM dan KBM sebagai informasi mengenai efek antimikroba bahan-bahan yang diuji. Skema mengenai kerangka konsep ini dapat dilihat pada gambar 3.1. Papacarie®, papain Efek antimikroba S mutans Gambar 3.1. Skema kerangka konsep 3.2. Hipotesis : Efek antimikroba antara Papacarie® dibandingkan dengan papain adalah lebih baik terhadap S mutans. 25 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Disain Penelitian Disain penelitian yang digunakan berupa eksperimental laboratorik 4.2. Sampel Penelitian Penelitian menggunakan S mutans serotipe C yang kemudian dilakukan uji bakteri dengan metode dilusi dan difusi. 4.3. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Sub Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 4.4. Waktu Pelaksanaan Penelitian Waktu penelitian : September 2012 – Oktober 2012. 4.5. Variebel Penelitian Variabel bebas : Papacarie® dan papain Variabel terikat : efek antimikroba Papacarie® dan papain terhadap S mutans 4.6. Besar Sampel Penelitian Jumlah sampel dihitung dengan rumus Frederer (t – 1)(n – 1) ≥ 15 Dengan t = jumlah kelompok perlakuan, n = jumlah sampel atau pengulangan t = 3 kelompok perlakuan yaitu Papacarie®, papain dan klorheksidin sebagai kontrol, sehingga jumlah ulangan pada masing-masing kelompok dihitung sebagai berikut : (3 – 1)(n – 1) ≥ 15 26 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 27 2n - 2 ≥ 15 2n ≥ 17 n ≥ 8,5 Berdasarkan rumus Frederer jumlah sampel yang diperoleh adalah 9 4.7. Alat dan Bahan Bahan : 1. Koloni S mutans serotipe C (XC) yang diambil dari stock strain pada penyimpanan -80ºC 2. Media kultur cair dan agar BH, plat agar darah 3. Papacarie® 4. Papain 5. Klorheksidin 2% (merk ConcPESis, batch no 1-800-552-5512) Alat : 1. Inkubator 2. Vial steril 3. Timbangan (skala gram) 4. Freezer 5. Micropipet 6. Bench 7. Blank disk diameter 8 mm 8. Cawan petri 9. Vortex 4.8 . Definisi Operasional No Variabel Batasan Cara Pengukuran Skala opersional 1. komersil Papacarie® diencerkan Numerik Bebas: Produk Papacarie® papain dari Brazil dengan aquades dalam yang telah konsentrasi 50%, 25%, UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 28 dipasarkan. 12,5% Aktivitas enzim 3,125% yang diukur sejumlah 7,2563 6,25% dan mmol/ mg jam 3 diencerkan Numerik Ekstrak papain dari Papain Papain spesies carica dengan aquades dalam papaya varietas konsentrasi 50%, 25%, dalam 12,5%, california 6,25%, dan bentuk cair yang 3,125% dibuat di Lab. IPB, Bogor. Aktivitas enzim yang diukur sejumlah 4,4482 mmol/ mg jam 4 Galur Terikat: S S mutans serotipe mutans Melihat c hasil (XC) pencampuran dibiakkan bahan dengan isolat yang laboratorium dalam medium agar beberapa konsentrasi darah (dilusi). Dilanjutkan dengan penggoresan uji dalam padaplat agar darah. Meletakkan pada plat agar darah, kemudian diletakkan blank disk 5 Efek yang telah ditetes bahan Antimikroba: uji (difusi) Kadar Hambat kadar minimum Melihat tabung jernih Minimal dari bahan obat yang berbatasan dengan (KHM) atau senyawa yang tabung keruh, setelah dapat menghambat media selektif ditambah pertumbuhan dan dengan S mutans (%) UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 29 perkembangbiakan bakteri Kadar Bunuh kadar minimal dari Setelah diperoleh atau tabung dengan cairan Minimal bahan obat (KBM) senyawa kimia yang jernih/ pada tabung yang dapat KHM, dalam membunuh maka larutan tabung jernih dan dibiakkan pertumbuhan dalam plat perkembangbiakan agar. Jika tidak ada bakteri koloni bakteri setelah dieram 24 jam, maka antimikroba berupa bakterisid ( %) yang Cara Zona Zona hambatan terbentuk blank menghitungnya numerik antara adalah disk yang mengukur diameter luar telah ditetes dengan kemudian bahan biakan dengan dikurangi dan diameter blank disk, lalu uji bakteri dibagi dua (mm). dalam plat agar 4.9. Cara Kerja Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap pekerjaan, yaitu: 4.9.1 Pembuatan papain Sebelum pembuatan papain , dilakukan penyadapan getah buah pepaya untuk memperoleh papain. Penyadapan getah ini dilakukan pada pukul 5 sampai 6 pagi, dengan menoreh buah pepaya. Kemudian getah buah pepaya ini ditampung. Setelah mendapatkan getah pepaya yang maksimal, dilakukan ekstraksi dengan sistim perbedaan polaritas cairan melalui penambahan aceton. Hasil ekstraksi ini kemudian ditampung dalam tabung Elemeyer. Setelah itu didapatkan endapan UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 30 yang terpisah, kemudian dilakukan freeze drying untuk menghilangkan cairan dalam material endapan tersebut. Pada pembuatan papain, peneliti tidak melakukan sendiri tapi diperoleh dari lab. Kimia IPB, Bogor. 4.9.2. Uji Antimikroba pada Media Cair (Dilusi) 4.9.2.1 Persiapan Sampel Kuman Sejumlah koloni S mutans dalam jumlah yang sama dimasukkan kedalam tabung berisi larutan BHI yang telah disterilkan yang akan diberi perlakuan dengan dimasukkan bahan uji Papacarie®, papain dan klorheksidin (sebagai kontrol). 4.9.2.2 Perlakuan Sampel Bahan Uji Disiapkan 27 tabung reaksi, kemudian dibagi dalam 3 kelompok dan diberi perlakuan (tiap kelompok terdiri dari 9 sampel) dengan diisi campuran bahan uji dan media BHI kemudian dilakukan pengenceran secara berseri. Setelah itu dimasukkan koloni bakteri S mutans dalam jumlah yang sama. Selanjutnya semua tabung dimasukkan dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam dalam suasana anaerob. 4.9.2.3 Pengamatan dan Pengukuran Setelah 24 jam tabung reaksi dikeluarkan dari dalam inkubator dan dilihat kekeruhan masing-masing tabung untuk megukur pertumbuhan kuman, dari setiap tabung reaksi yang jernih, dilakukan pembiakkan dalam media agar darah. 4.9.3. Uji Antimikroba pada Media Padat (difusi) 4.9.3.1 Persiapan Sampel Kuman ` S mutans diambil dari stok strain, ditanam dalam media agar darah dan diinkubasikan dengan temperatur 37°C selama 24 jam dalam suasana anaerob. Lima koloni kuman dimasukkan pada tabung reaksi yang telah diisi dengan 10 ml larutan salin, kemudian kekeruhannya disesuaikan dengan standard Mc Farland 0,5 ( setara dengan 10 8 CFU/ml). UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 31 4.9.3.2 Persiapan Sampel Bahan Uji Disiapkan 3 tabung yang berisi bahan uji dan dilakukan pengenceran berseri untuk mendapatkan bahan uji yang dapat berpenetrasi pada blank disk. 4.9.3.3 Persiapan Sampel Agar Sementara itu telah disiapkan plat agar BHI. Masing-masing plat dibagi dalam beberapa bagian dan diberi label nama bahan uji. 4.9.3.4 Persiapan Sampel Cakram Bahan Uji Bahan uji yang telah diencerkan, diteteskan dalam blank disk kosong dengan diamter 6 mm dan diletakkan sesuai pasangan masing-masing. 4.9.3.5 Perlakuan Sampel Blank disk yang telah ditetesi dengan bahan uji diletakkan pada agar BHI yang telah disebarkan bakteri, selanjutnya dimasukkan dalam inkubator dengan suhu 37°C dan dieramkan selama 24 jam dalam suasana anaerob. 4.9.3.6 Pengamatan dan Perlakuan Setelah 24 jam plat agar dikeluarkan dari inkubator selanjutnya diukur diameter zona hambat yang terbentuk dari masing-masing sampel. Penghitungan zona hambat adalah dengan mengurangi diameter terluar dari hambatan yang terbentuk dikurangi dengan diameter blank disk, kemudian dibagi dua. 4.10Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data ada 2 macam yaitu: 2. Pengolahan data secara deskriptif Pengolahan data secara deskriptif dilakukan pada data : uji Kadar hambat Minimal ( bakteriostatik ) dan Kadar Bunuh Minimal ( bakterisid ). UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 32 3. Pengolahan data secara analisis Data pada penelitian ini berupa skala numerik, bila terdistribusi normal maka dilakukan uji ANOVA dan bila tidak terdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Kruskal Walis. 4.11. Alur Penelitian Papacarie® papain Klorheksidin Pengenceran Pengenceran Pengenceran S mutans S mutans S mutans Inkubasi 2x24 jam, anaerob, 37° C Metode dilusi keruh KHM Blank disk bening Plat agar darah + bakteri Media agar darah Zona hambatan Metode difusi KBM Gambar 4 Skema alur penelitiaan UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB V HASIL Penelitian ini dilakukan di di Laboratorium Biologi Oral Sub Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan berlangsung selama periode September - Oktober 2012. Subjek berupa S mutans serotipe C yang diperoleh dari penyimpanan induk dan dibiakkan sendiri dengan media TSB dan darah domba 2 %. Setelah itu dilakukan standardisasi sesuai MC Farland dengan cara mengencerkan dengan normal Salin dan siap untuk dilakukan pengujian antimikroba. 5.1. Hasil Uji Antimikroba dengan Teknik Dilusi Untuk menentukan efek bakteriostatik, dilakukan teknik dilusi yang menghasilkan nilai KHM (Kadar Hambat Minimal) Papacarie® dan papain yang melalui pengenceran sampel dalam 5 konsentrasi yaitu 50 %, 25 % 12,5 %, 6,25 % dan 3,062 % yang disiapkan dalam 5 tabung (I,II,III,IV, dan V). Uji KHM dilakukan dengan pengamatan visual untuk melihat kekeruhan pada tabung reaksi. Kekeruhan menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri (tanda +), sedangkan tanda (-) menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bekteri. Pada Papacarie®dan papain, tabung I (konsentrasi 50 %), tabung II (konsentrasi 25 %) dan tabung III (konsentrasi 12,5 %), terlihat bening. Sehingga hasil KHM Papacarie® dan papain diperoleh pada konsentrasi 12,5 % artinya konsentrasi minimal Papacarie® dan papain yang dapat menghambat pertumbuhan S mutans adalah 12,5 %. Sedangkan pada kontrol dengan klorheksidin, terlihat seluruh tabung bening, sehingga diperoleh hasil bahwa KHM pada klorheksidin adalah konsentrasi 3,12 %. Untuk hasil pengujian KHM pada masing-masing sampel dapat dilihat pada 33 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 34 tabel 5.1. sedangkan untuk memperlihatkan pengamatan kekeruhan secara visual dapat dilihat pada gambar 5.1. Tabel 5.1 Hasil KHM papain, Papacarie® dan klorheksidin (kontrol) no Kelompok bahan uji Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 1 Papain 50 % _ _ _ 2 Papain 25 % _ _ _ 3 Papain 12,5 % _ _ _ 4 Papain 6,25 % _ + + 5 Papain 3,12 % 6 7 8 9 + + + ® _ _ _ ® Papacarie 50% Papacarie 25 % _ _ _ ® _ _ _ ® _ _ + ® Papacarie 12,5 % Papacarie 6,25 % 10 Papacarie 3,12 % + + + 11 Klorheksidin 50 % _ _ _ 12 Klorheksidin 25 % _ _ _ 13 Klorheksidin 12,5 % _ _ _ 14 Klorheksidin 6,25 % _ _ _ 15 Klorheksidin 3,12 % _ _ _ Keterangan: a. (‐) = tidak ada pertumbuhan S mutans (bening) b. (+) = ada pertumbuhan S mutans (keruh) c. KHM papain dan Papacarie® terhadap S mutans adalah 12,5 % sedangkan KHM klorheksidin terhadap S mutans adalah 3,12 % Uji dilusi untuk menentukan KHM dapat dilihat pada gambar 5.1. Pada papain, tabung yang bening terdapat pada tabung I (50 %), II (25 %), dan III (12,5 %); sehingga didapatkan nilai KHM papain terhadap S mutans adalah 12,5 %. Pada Papacarie®, tabung yang bening terdapat pada tabung I (50 %), II (25 %) dan III (12,5 %); sehingga didapatkan nilai KHM Papacarie® terhadap S mutans adalah 12,5 %. Pada klorheksidin tabung yang bening terdapat pada tabung I (50 %), II (25 %), III (12,5 %), IV (6,25 %) dan V (3,12 %); sehingga didapatkan nilai KHM klorheksidin terhadap S mutans adalah 3,12 %. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 35 ( a ) ( b ) ( c ) Gambar 5.1. Menentukan Kadar Hambat Minimal pada teknik dilusi. Terlihat tabung yang bening yang berbatasan dengan tabung keruh. Konsentrasi masing-masing sampel adalah 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25 % dan 3,063 % (a) papain: bening pada tabung I,II dan III. (b) Papacarie® : bening pada tabung I,II, dan III. (c) Klorheksidin: bening pada tabung I,II,III,IV dan V Setelah itu dilakukan penggoresan sampel bahan uji tabung-tabung yang bening pada plat agar darah, kemudian dinkubasi pada suhu 37º C selama 2 x 24 jam dalam suasana anaerob, dilihat apakah ada pertumbuhan bakteri pada plat agar darah tersebut. Plat yang tidak ditumbuhi bakteri menunjukkan adanya efek bakterisid sehingga diperoleh KBM (Kadar Bunuh Minimal) pada sampel yang diuji. Pertumbuhan koloni bakteri setelah dibiak ulang pada perbenihan agar darah, diperlihatkan pada tabel 5.2. Papain pada konsentrasi 50 %, 25 % dan 12,5 % memperlihatkan tanda (+), yang berarti pada konsentrasi ini masih terdapat pertumbuhan bakteri, sehingga papain pada konsentrasi ini tidak memiliki efek bakterisid (tidak terdapat nilai KBM). Papacarie® pada konsentrasi 50 % dan 25 % memperlihatkan tanda (-) sedangkan pada konsentrasi 12,5 % memperlihatkan tanda (+), yang berarti masih terdapat pertumbuhan bakteri sehingga didapatkan efek bakterisid UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 36 (nilai KBM) pada konsentrasi 25%. Klorheksidin pada konsentrasi 50 %, 25%, 12,5 %, 6,25 % dan 3,12% memperlihatkan tanda (-), yang berarti tidak terdapat pertumbuhan S mutans pada tabung I, II, III, IV, dan V; sehingga didapatkan nilai KBM (bakterisid) klorheksidin terhadap S mutans adalah pada konsentrasi 3,12%. Tabel 5.2 Penetapan KBM papain dan Papacarie® berdasarkan penggoresan pada plat agar darah no Kelompok bahan uji Plat 1 Plat 2 Plat 3 1 Papain 50 % + + + 2 Papain 25 % + + + 3 Papain 12,5 % 4 5 + + + ® _ _ _ ® _ _ _ Papacarie 50% Papacarie 25 % ® 6 Papacarie 12,5 % + + + 7 Klorheksidin 50 % _ _ _ 8 Klorheksidin 25 % _ _ _ 9 Klorheksidin 12,5 % _ _ _ 10 Klorheksidin 6,25 % _ _ 11 Klorheksidin 3,12 % _ _ _ _ Keterangan : a. (‐) = tidak ada pertumbuhan S mutans (tidak terdapat titik‐titik putih) b. (+) = terdapat pertumbuhan S mutans (terdapat titik‐titik putih) c. Papain tidak memiliki nilai KBM terhadap S mutans. KBM Papacarie® terhadap S mutans adalah 25 %. KBM klorheksidin terhadap S mutan adalah 3,12 % Pada plat agar setelah penggoresan, jika terdapat pertumbuhan bakteri, maka akan memperlihatkan titik- titik putih yang merupakan gambaran pertumbuhan S mutans. Pada plat agar penggoresan sampel uji papain, terdapat titik-titik putih pada konsentrasi 50 %, 25 % dan 12,5%, yang memperlihatkan pertumbuhan S mutans. Hal ini menyatakan bahwa pada konsentrasi ini papain tidak memiliki efek bakterisid. Pada plat penggoresan sampel uji Papacarie® , terdapat titik-titik putih pada konsentrasi 12,5 %, yang memperlihatkan pertumbuhan S mutans , sedangkan pada konsentrasi 50 % dan 25 % tidak terdapat titik-titik putih. Hal ini menyatakan bahwa Papacarie® memiliki efek bakterisid pada konsentrasi 25%. Pada plat penggoresan sampel kontrol klorheksidin, tidak terdapat titik-titik putih pada semua konsentrasi, sehingga dapat dinyatakan bahwa efek bakterisid klorheksidin terdapat pada konsentrasi 3,12 %. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 37 ( a ) ( b ) ( c ) Gambar 5.2. Pertumbuhan bakteri pada plat agar setelah pembiakkan, untuk menentukan Kadar Bunuh Minimal (a). papain: Terdapat pertumbuhan bakteri pada semua konsentrasi ; ® (b) Papacarie : Terdapat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 12,5 %; (c) Klorheksidin : Tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada semua konsentrasi 5.2. Hasil Uji Antimikroba dengan Teknik Difusi Pada uji anti mikroba dengan teknik difusi akan dihasilkan zona hambatan. Pengujian statistik pada penelitian ini menggunakan uji ANOVA karena memiliki lebih dari dua kelompok data. Setelah dilakukan uji normalitas, ternyata data yang dihasilkan adalah p < 0,05 sehingga diambil kesimpulan bahwa distribusi ketiga kelompok data adalah tidak normal. Setelah itu dilakukan transformasi data. Karena proses transformasi data untuk mengusahakan distribusi data menjadi normal tidak berhasil, maka uji nonparametrik Kruskall-Wallis. Oleh karena nilai p < 0,05 diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan zona hambat pada kelompok sampel uji. Tabel distribusi zona hambat yang terbentuk antara sampel uji dan S mutans diperlihatkan pada tabel 5.3. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 38 Tabel 5.3. Tabel distribusi hasil zona hambatan (mm) yang terbentuk antara sampel papain, Papacarie® dan klorheksidin terhadap S mutans Kelompok bahan uji n X±SD 95% CI for mean upper Lower dan konsentrasi Papain 12,5 % 9 0,6944±0,20833 0,5343 0,8546 Papain 6,25 % 9 0,6667±0,17678 0,5308 0,8025 ® 9 2,444±0,80795 1,8234 3,0655 ® 9 1,7778±0,26352 1,5752 1,9803 Papacarie 3,062 % 9 1,2778±0,36324 0,9986 1,5550 Klorheksidin 12,5% 9 2,8889±0,3333 2,6327 3,1451 Klorheksidin 6,25% 9 2,6667±0,39528 2,3628 2,9705 Klorheksidin 3,062 % 9 1,5833±0,39528 1,2795 1,8872 Papacarie 12,5 % Papacarie 6,25 % ® p 0,00 Keterangan: uji Kruskall Wallis dengan tingkat kemaknaan p < 0,05,n: jumlah sampel Pada tabel ini terlihat bahwa semakin meningkatnya konsentrasi sampel uji yang dipaparkan terhadap S mutans , maka diameter zona hambat yang dihasilkan semakin besar. Diameter zona hambat terbesar dihasilkan oleh klorheksidin pada konsentrasi 12,5 %, yang menghasilkan rata-rata zona hambat sebesar 2,889 mm. Sedangkan zona hambat papain pada konsentrasi 12,5 % ratarata adalah 0,6944 mm dan zona hambat Papacarie® pada konsentrasi 12,5 % adalah 2,444 mm. Sedangkan untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan, maka dilakukan analisis Post Hoc dengan uji Mann- Whitney. Tabel kemaknaan pada mesing-masing kelompok bahan uji ditunjukkan pada tabel 5.4. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 39 Tabel 5.4 Nilai kemaknaan masing-masing bahan uji dengan konsentrasi yang berbeda. No Kelompok bahan uji dan konsentrasi ® n p 1 Papain 12,5 % vs Papacarie 12,5 % 9 0,000 2 Papain12,5 % vs klorheksidin 12,5 % 9 0,00 9 0,222 3 ® Papacarie 12,5% vs klorheksidin 12,5 % ® 4 Papain 6,25 % vs Papacarie 6,25 % 9 0,000 5 Papain 6,25% vs klorheksidin 6,25 % 9 0,000 9 0,001 6 ® Papacarie 6,25% vs klorheksidin 6,25 % ® 7 Papain 3,12 % vs Papacarie 3,12 % 9 0,000 8 Papain 3,12 % vs klorheksidin 3,12 % 9 0,000 9 0,001 9 ® Papacarie 3,12 % vs klorheksidin 3,12 % Keterangan: n = jumlah sampel Uji kemaknaan menggunakan uji Mann‐Whitney, dengan tingkat kemaknaan p≤0,05 Hasil pengujian dengan Uji Post Hoc pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hanya pada kelompok Papacarie® 12,5 % dengan klorheksidin 12,5 % , adalah p ≥ 0,05 sehingga pada kelompok ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna. Zona hambat yang terbentuk disekeliling blank disk pada plat agar, dapat dilihat pada Gambar 5.3. Blank disk yang ditetesi dengan papain pada konsentrasi 12,5 % terlihat zone hambat yang terbentuk berupa daerah translusen diantara daerah keruh yang menunjukkan bakteri terhambat pertumbuhannya. Demikian juga pada blank disk yang ditetesi Papacarie® pada konsentrasi 6,25 % dan 3,12%. Sedangkan pada blank disk yang ditetesi klorheksidin, terlihat zona hambat yang paling besar yang terbentuk. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 40 (a) (b) (c) Gambar 5.3. Zona hambat yang terbentuk setelah penetesan sampel uji pada blank disk (a)plat agar darah dengan blank disk yang telah ditetesi papain (b) plat agar darah dengan blank disk yang telah ditetesi Papacarie® (c) plat agar darah dengan blank disk yang telah ditetesi dengan klorheksidin UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan studi tentang analisis efek antimikroba antara Papacarie® dan papain terhadap S mutans, dengan kontrol klorheksidin. Papacarie® memiliki bahan aktif papain yang terbukti memiliki efek bakterisid dan bakteriostatik dalam kadar tertentu. Peneliti menggunakan Papacarie® sebagai salah satu sampel yang diteliti karena Papacarie® merupakan bahan kemomekanik yang saat ini digunakan dengan tujuan memenuhi prinsip minimal invasif, yaitu dengan pengambilan jaringan sehat yang seminimal mungkin. Papacarie® juga merupakan bahan yang memiliki kandungan alami papain yang ditemui pada getah pepaya. Sedangkan papain yang digunakan peneliti diperoleh dari ekstrak getah buah pepaya yang dimurnikan, tanpa penambahan bahan aktif lainnya. Metode ekstraksi bahan alam dengan pelarut dibedakan menjadi cara pendinginan dan pemanasan. Pelarut adalah substansi cair yang mampu melarutkan substansi lain tanpa mengalami perubahan kimia. Pelarut yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dalam menarik zat, tidak mempengaruhi zat berkhasiat dan sesuai dengan regulasi. Pada penelitian ini, bahan pelarut yang digunakan adalah aceton. Selain itu, pepaya merupakan pohon yang mudah tumbuh di Indonesia sehingga bahan papain mudah didapatkan.34,35 Klorheksidin diambil sebagai sampel untuk kelompok kontrol karena merupakan anti mikroba gold standard yang digunakan dalam rongga mulut. Efek anti mikroba klorheksidin terbukti efektif untuk bakteri gram positif maupun negatif. Klorheksidin memiliki potensi melawan S mutans dengan mempengaruhi aktivitas metabolismenya. Pada konsentrasi rendah memiliki aksi bakteriostatik terhadap S mutans, yaitu dengan sifat hidrofobik-hidrofilik akan mengganggu 41 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 42 transport membran selular serta konstituen intraselularnya. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, klorheksidin bersifat bakterisid, dengan cepat akan mengendapkan sitoplasma secara ireversibel.31 Bakteri S mutans dalam jenis ini adalah strain C karena merupakan strain yang dominan dalam rongga mulut. Media bakteri yang digunakan adalah BHI yang ditambah dengan darah domba 2 % dan plat agar darah karena media ini cepat untuk membiakkan S mutans. Setelah diperoleh koloni bakteri yang cukup untuk penelitian, maka dapat dilakukan langkah penelitian selanjutnya berupa analisis bahan pengujian dengan menggunakan S mutans.31 Pada teknik dilusi, setelah mengukur bahan uji, koloni bakteri yang dimasukkan dalam bahan uji, terlebih dahulu distandardisasi dengan Mc Farland, dengan dilihat kekeruhannya. Kemudian setelah dieramkan pada suhu 37ºC dalam suasana anaerob selama 2 x 24 jam, akan diperoleh konsentrasi yang menunjukkan Kadar Hambat Minimal (KHM) yang kemudian dilakukan uji Kadar Bunuh Minimal dengan cara membiakkan pada media plat agar darah untuk memastikan apakah kuman terhambat tumbuhnya atau sekaligus mati. Pada teknik ini hanya dapat menunjukkan secara visual nilai KBM dan KHM , tapi tidak dapat dihitung secara statistik nilai kadar tersebut. Teknik difusi merupakan metode pengujian yang hanya ditujukan pada satu jenis mikroorganisme, tekhnik ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dan lebih ekonomis. Pada teknik difusi, koloni bakteri yang diletakkan pada plat agar tidak boleh terlalu padat atau terlalu banyak jumlahnya, sehingga koloni tersebut perlu distandardisasi yang juga dilakukan dengan menggunakan Mc Farland. Pada penelitian ini bakteri yang diuji hanya S mutans, sehingga dilakukan uji ini untuk menentukan nilai zona hambatan pada masing-masing bahan uji dan dapat dibandingkan secara statistik. Pada teknik difusi, mulai dilakukan pengamatan pada konsentrasi 12,5 % karena setelah melalui trial error ternyata Papacarie® pada konsentrasi 50% dan 25% masih terlalu kental karena terdapat vehicle thickening sehingga tidak dapat berpenetrasi pada medium agar. Oleh karena itu konsentrasi bahan uji antibakteri yang dilakukan dimulai pada konsentrasi 12,5%, 6,25 % dan 3,062 %. Besar kecilnya daya hambat dipengaruhi UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 43 oleh konsentrasi senyawa antimikroba, jumlah mikroba, suhu, waktu, jenis mikroba, pH dan zat atau bahan organik terlarut. 36 Pada penelitian ini, efek antimikroba papain terhadap S mutans, lebih rendah daripada Papacarie® dan klorheksidin. Efek antimikroba Papacarie® terhadap S mutans, lebih rendah dari klorheksidin tapi lebih tinggi dari papain. Sedangkan efek antimikroba klorheksidin terhadap S mutans adalah yang paling tinggi daripada Papacarie® dan papain. Hal ini selain terlihat dari pengamatan teknik dilusi yang diperkuat dengan penilaian zone hambatan pada teknik difusi. Pada teknik dilusi, papain pada konsentrasi 12,5% baru terdapat daerah yang bening, kemudian Papacarie® pada konsentrasi 12,5 % dan klorheksidin yaitu pada konsentrasi 3,062 %. Sehingga efek bakteriostatik papain adalah 12,5 % sama dengan Papacarie® sedangkan klorheksidin 3,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa efek bakteriostatik papain dan Papacarie® adalah sama yaitu dengan nilai KHM pada konsentrasi 12,5 %. Sedangkan klorheksidin telah memiliki efek bakteriostatik pada konsentrasi 3,12 %, hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah, klorheksidin tetap memiliki efek anti mikroba yang lebih baik dibandingkan kedua sampel uji. Pada penelitian mengenai efek bakterisid, dilakukan pembiakkan sampel uji tabung bening pada plat agar darah. Setelah pengeraman, ternyata pertumbuhan bakteri terjadi pada papain pada setiap konsentrasi dan Papacarie® dengan konsentrasi 12,5%. Hal ini menunjukkan bahwa papain tidak memiliki efek bakterisid, sedangkan Papacarie® pada konsentrasi 25 % memiliki efek bakterisid. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Papacarie® memiliki efek antimikroba yang lebih baik dibandingkan papain. Hal ini dapat disebabkan karena komposisi Papacarie® yang telah menambahkan bahan antimikroba lain. Selain mengandung bahan aktif papain, Papacarie® juga mengandung kloramin yang memiliki efek bakterisid dan antiseptik. Desinfektan kloramin T, sebuah campuran klorin aktif yang cukup dikenal telah dibuktikan dapat menginaktifasi bakteri gram positif dan gram negatif in vivo dan juga bakterisid in vivo ketika diaplikasikan pada luka-luka yang terkontaminasi. Pada teknik difusi, bertujuan untuk menghitung zona hambatan yang terbentuk antara sampel uji terhadap S mutans. Papain dapat menghambat UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 44 pertumbuhan bakteri karena papain dapat mencerna protein mikroorganisme yaitu dengan mengkatalisis ikatan peptida pada protein menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Enzim papain termasuk dalam golongan enzim protease sulfuhidril yang artinya mempunyai residu sulfuhidril pada lokasi aktifnya yang bekerja pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri.37,38 Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa hambatan pada Papacarie® lebih besar dibandingkan pada papain, tetapi hambatan yang terbesar adalah pada klorheksidin. Hal ini dapat terjadi karena pada Papacarie® kandungan papainnya memiliki aktivitas enzim sebesar 7,2563 mmol/ mg jam yang lebih besar dibandingkan papain dengan aktivitas enzim sebesar 4,482 mmol/ mg jam sehingga Papacarie® memiliki efek bakteriostatik yang lebih baik dibandingkan papain. Papain yang digunakan peneliti adalah crude papain yang merupakan pemurnian tahap pertama dari getah pepaya. Aktivitas enzim papain dapat ditingkatkan nilainya melalui proses pemurnian yang berulang sampai mendapatkan aktivitas enzim yang diinginkan. Pada tabel 5.24 terdapat nilai kemaknaan antara Papacarie® dan klorheksidin pada konsentrasi 12,5 % ternyata memiliki perbedaan tidak bermakna, hal ini dapat disebabkan karena kandungan Papacarie® yang memiliki bahan tambahan kloramin memiliki efek anti mikroba yang hampir sama dengan klorheksidin pada konsentrasi yang sama. Nilai zona hambatan pada papain terlihat yang paling rendah dibandingkan kedua sampel karena papain yang dibuat selain tidak memiliki tambahan kandungan anti mikroba lain juga aktivitas enzimnya lebih rendah daripada Papacarie® . Zona hambatan papain yang tertinggi adalah pada konsentrasi 12,5 % dan terlihat perbedaan yang bermakna antara masing-masing sampel dengan konsentrasi yang sama. Pada penelitian ini memiliki kelemahan karena pada penelitian zona hambatan, sampel papain diuji pada konsentrasi yang rendah yaitu mulai dari 12,5 % , 6,25 % dan 3,12 %, sehingga zona hambat pada konsentrasi yang tinggi justru tidak diukur. Hal ini disebabkan karena pada sampel uji lain (Papacarie®), konsentrasi 50 % dan 25 % tidak dapat berpenetrasi pada media agar sehingga diperoleh hasil false negatif, terhadap S mutans. Oleh karena itu, pengujian difusi UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 45 yang dilakukan, dimulai pada konsentrasi 12,5 % pada semua sampel uji dan kontrol. Nilai aktivitas enzim pada papain yang diteliti jauh lebih rendah dari Papacarie® sehingga efek antimikroba yang didapatkan melalui pengujian zona hambatan terhadap S mutans juga sangat berbeda bermakna. Hal ini mungkin dapat diatasi dengan meningkatkan aktivitas enzim papain melalui pemurnian lebih lanjut, tetapi kendalanya adalah memerlukan biaya yang besar juga tekhnologi yang lebih tinggi. 35 Pada penelitian ini efek antimikroba papain lebih rendah dibandingkan Papacarie®. Sedangkan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, papain dan Papacarie® memiliki efek yang lebih rendah dibanding klorheksidin. Walaupun papain memiliki efek antimikroba yang lebih rendah dibanding Papacarie®, namun tetap dapat dipertimbangkan sebagai bahan kemomekanik pada pengambilan jaringan karies yang memiliki efek bakteriostatik. UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada konsentrasi yang sama, efek bakteriostatik papain sama dengan Papacarie 2. Pada konsentrasi yang sama, papain tidak memiliki efek bakterisid sedangkan Papacarie® memiliki efek bakterisid yang lebih baik yaitu pada konsentrasi 25 %. 3. Pada pengukuran zona hambat yang bertujuan untuk mendapatkan nilai efek bakteriostatik, papain pada konsentrasi yang sama memiliki zona hambat yang lebih rendah dibandingkan dengan Papacarie®. 7.2 Saran 2. Papain memiliki efek antimikroba yang lebih rendah dibandingkan Papacarie®, karena itu mungkin dapat ditambahkan bahan antimikroba alami lainnya yang bekerja sinergis untuk meningkatkan efek antimikroba papain 3. Penggunaan papain sebagai bahan antimikroba tidak lebih baik dari Papacarie® tetapi mungkin efek degradasi kolagennya lebih baik sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif bahan kemomekanik pada pembuangan karies yang memiliki sifat bekteriostatik. 46 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 DAFTAR PUSTAKA 1. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia Pada Pelita VI, Jakarta Departemen Kesehatan RI. 1999: 16 -17 2. Mc Intyre J. Dental Caries- The Major Cause of Tooth Damage, In Mount GJ, Hume WR, editors. Preservation and Restoration of Tooth structure. 2ed Sandgate: Knowledge Books and Software:2005. P21-34 3. Bratthall D Mutans Streptococci- Oral Health. Dapat dilihat di www.db.od.mah.se/mutans/mutgen.html (November 2006) 4. Tanzer JM, Thompson A, Wen ZT. Streptococcus mutans: Fructose Transport, Xylitol Transportase and Virulance. Journal of Dental Restorations 2006; 85 (4): 369-373 5. Tyas MJ, Anusavice KJ, Frencken JE, Mount GJ. Minimal Intervention Dentistry- a review. FDI Comission Project 1-97. International Dentistry Journal 2000; 50:1-12 6. Mount GJ, Ngo H. Minimal Intervention: a new concept for operative dentistry. Quintessence Int. 2000; 31:527-533 7. Kinc AN, McLean ME. Minimally invasive dentistry. Journal of American Dental Association 2003; 134: 87-95 8. Chalmers JM. Minimal Intervention Dentistry: Part 1. Strategic for Adressing The New Caries Challenge in Older Patient. Journal of Canada Dental Association 2006; 72 (5): 427-433 9. M.M Fani, J Kohanteb, M Dayaghi. Inhibitory Activity of Garlic (Alium sativum) Extract on Multi Drug Resistant Streptococcus mutans. Journal Indian Social Pedodontics Prevent Dentistry. Des 2007: 164-168 10. Hoffer D, Sener B, Attin T, Schmidlin PR. Biofilm Reduction and Staining Potential of a 0,05 % Chlorhexidine Containing Essential Oil. International Journal Dental Hygiene 9, 2011: 60-67 11. Smullen J, Koutsu GA, Foster HA.The Antibacterial Activity of Plant Extractcontaining Polyphenol Against Streptococcus mutans. Caries Restorations 2007; 41 :342-349 47 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 48 12. Luciana OD, Eloiza BSA, Luis LF. Effect of Arabica on Streptococcus mutans Adherence to Dental Enamel and Dentine. Brazil Journal Oral Scientence. Oct-Dec 2007 6 (23): 1438-1441 13. Jawa D, Singh S, Somani R, Jaidka S. Comparative Evaluation of The Efficacy of Chemomecanical Caries Removal Agent (Papacarie) and Conventional Method of Caries Removal: An in vitro study. Journal Indian Social Pedodontics Prevent Dentistry. 2010.(2) 73-77 14. Rajesh K. Assessment of The Efficacy of An Indigenous CMCR Agent with That of Conventional Methode Reducing The Cariogenic Flora (S mutans and L acidophillus). International Journal Paediatric Dentistry 2011; 16 (3): 161-167 15. Sanjeet S, Deepti SJ, Shipra J. Comparative Clinical Evaluation of CMCR Agent Papacarie with Conventional Method Among Rural Population in India –in vivo study. Brazil Journal Oral Science. Sept 2011 (10): 193198 16. Fejerskov O, Kidd EAM. Dental Caries The Disease and its Clinical Management. Denmark, Blackwell Munksgaard 2003 17. Mickenautsch S An Introduction to Minimum Intervention dentistry Singapore Dental Journal 2005; 27 (1): 1-6 18. Caroll MA, Marry ME. Minimally Invasive Dentistry. Journal America Dental Associations. 2003. Vol 134; p 87-95 19. Joel MW, Stephen. Rationally and Treatment Approach in Minimally Invasive Dentistry. Journal of America Dental Associations. 2000. Vol 131; p 13-19 20. Newburn E. Cariology. 3rd ed. Baltimore: Quintessence Publishing Co.Inc 1989; 63-88 21. Brotosuseno S. Peran Serta Mikroorganisme Dalam Proses Terjadinya Karies Gigi. Jurnal Kedokteran Gigi . Jakarta: FKG UI, 1997; 804-8 22. Haake HS. Periodontal Microbiology, Clinical periodontology 8th Ed. Philadelpia; WB Saunders Co, 1990: 84-101 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 49 23. Renata MS, AdrianaM, Regina SN. The Effect of 1% CHX Varnish and 40% Xylitol Solution on Streptococcus mutans and Accumulation Plaque in Children. Paedodontic Dental Journal 2011, (7); 484-489 24. Paes Leme, Koo HA, Bellato CM, Bedi G. The Role of Sucrose in Cariogenic Dental Biofilm Formation-New Insight: Journal of Dental Restorations 2006 85 (10): 878-887 25. AjdicD, McShan WM, McLaughlin RE, Savic G, et al. Genome Sequence of S mutans UA159, a Cariogenic Dental Pathogen. PNAS 2002; 99(22); 14434-9 26. HK Kuramitsu, Bin yang Wan. Virulence Properties of Cariogenic Bacteria. BMC Oral Health 2006; p 1-4 27. De Soet JJ. Streptococcus sobrinus and Dental Caries. Vrye Universiteit, Amsterdam. 1990: 11-20, 96-7 28. Nakano K,nomura R,NakagawaI, Hamada S, Ooshima T. Role of glucose side chains with serotype-specific polisaccharde in the cariogenicity of S mutans. Journal Caries Restorations 2005; 39: 262-8 29. Pecharki D, peterson C, Assev S, S Schie A. Involvement of antigen I/II surface protein in S mutans and S intermedius biofilm formation. Journal Oral Microbiology and Immunology 2005; 20: 366-71 30. Matsumura M, Izumi T, Matsumoto M, Tsuji M, Fijiwara, Ooshima. The role of glucan-binding proteins in cariogenicity of S mutans. Microbiol Immun 2003: 47 (3): 213-5 31. Lynch DJ, Fountain TL, Mazurkiewicz JE, Banas JA. Glucan-binding protein are Essential for Shaping S mutans Biofilm Architecture. FEMS Microbial Lett 2007; 268 (2): 158-65 32. Laurence JW. Dental Plaque Fermentation and Its Role In Caries Risk Assessment. International Dent. SA. Volume 8 (5) 34 – 40 33. Laurence JW. Recent Developments in Chairside Diagnostics for Dental Plaque Assessment. Dental Inc. Sept/Okt 2009. 34. Lopez MC, Mascarini RC, de Silva BM. Effect of Papain Based Gel for Chemomecanical Caries Removal on Dentin Shear Bond Strength. Journal Dentistry of Children. 2007 . 93-7 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 50 35. Bussadori SK, Castro LC. Papain Gel: A New Cemo-mechanical Caries removal agent. Journal Clinical Pediatatric Dentistry. 2005 (2) 115-9 36. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 2008, hal 220-240 37. Taylor and Francis; Solvent Extraction and Ion Exchange, 2006 vol 29 hal 112 38. Z2 Buchari, Eti Testiati dan Aminudin Sulaeman. Pengaruh Pelarut dan Temperatur Terhadap Transport Europium Melalui Membran Cair Berpendukung. Matemetika dan sains 2003; 8, 151-156. 39. Rizal MF. Serotipe mutans Streptococci dan Level Mucin MG2 Saliva sebagai Indikator Karies Pada Anak Usia 3-5 tahun Yang Mempunyai kebiasaan minum susu botol; juni 2009 (Disertasi) 40. Wilson SG, Dick HM. Topley and Wilson. Principle of Bacteriology, Virology, and Immunity 7 th Ed London: Edward Arnold Ltd 1984 hal 84 41. Klein I .A Mixed Bacteria Ecological Approach to Understanding The Role of The Oral Bacteriain Dental Caries Cautiosation; an Alternative to Streptococcus mutans and The Spesiesific Plaque Hypothesis Oral Biol. Medical 2002; 13; 108-125 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 51 Lampiran 1. Metode Percobaan Isolasi Enzim Papain dari Getah Papaya Getah papaya diperoleh dari buah papaya muda dengan cara menggores menggunakan pecahan kaca secara memanjang. Penyadapan dilakukan pada jam 06.00 WIB. Getah ditampung dalam beaker gelas dan langsung diencerkan dengan akuades dengan perbandingan 1: 4, diaduk dan didiamkan selama 20 menit. Saring filtrate kemudian campur dengan aseton 85% (1:6) didiamkan selama 24 jam pada temperature 10oC. Endapan merupakan enzim papain dipisahkan dengan cara penyaringan. Endapan dikeringkan dengan cara pengeringan. Penentuan Aktivitas Enzim Papain (Bergmeyer 1983) Bahan : 1. NaOH 1 M Dibuat melarutkan 4 gram NaOH dengan akuades menjadi 100 ml 2. Buffer phosphat pH 7 Campuran larutan NaH2PO4, 0,2 M (0,24 gram NaH2PO4, dalam 100 ml akuades), NaOH 0,2 M (0,8 gram NaOH dalam 100 ml akuades) dan akuades (perbandingan 5 : 3 : 2). Disimpan dalam lemari es. 3. Larutan kasein dengan konsentrasi 0,2 % dalam larutan buffer phosphat 7,0 4. Penimbangan 30 gram TCA kemudian dilarutkan ke dalam 100 ml akuades 5. Na2CO3 0,4 M Dibuat melarutkan 4.24 gram Na2CO3 dalam akuades menjadi 100 ml 6. Tirosin 5 mM Dibuat dengan melarutkan 0,09 gram tirosin dalam akuades menjadi 100 Ml Ada tiga perlakuan analisis yang dilakukan. yaitu blanko, standar dan sampel. Sebanyak 50 μl larutan enzim ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 250 μl kasein dan 250 μl buffer phosphate dengan pH 7. Perlakuan pada blanko dan standar, enzim digantikan dengan akuades dan tirosin 5 mM. kemudian larutan diinkubasi pada suhu dan UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 52 waktu tertentu. Reaksi hidrolisis dihentikan dengan cara penambahan 500 μl TCA 5%. Pada blanko dan standar ditambahkan 50 μl larutan enzim, sedangkan pada sampel ditambahkan 50 μl akuades. Selanjutnya larutan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 10 menit, dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm dan suhu 4°C selama 10 menit. Sebanyak 375 μl supernatan ditambahkan ke dalam tabung berisi 1,25 ml Na2CO3 0,4 M dan 250 μl Folin Ciocalteau (1:2), lalu diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 20 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasailkan satu μmol produk tirosin per-menit pada kondisi pengukuran. Aktivitas enzim dihitung berdasarkan persamaan berikut UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 53 L Lampiran 2 2. H Hasil uji aktiv vitas enzim paapain : S Sampel papa in : standar pap pain : 5 1. 0,185 1. 0 0,249 2. 0,209 9 2. 0 0,412 S Sampel Papac carie : standar pap pacarie : 1. 0,211 1 1. 0 0,287 2. 0,059 9 2. 0 0,309 H Hasil rata‐rat pain : a sampel pap r rataan sampe el papain = = 0,197 r rataan sampe el papacarie == 0, 211 r rata‐rata stan ndar papain == = 0,3305 r rata‐rata stan ndar papacariie = 980 = 0,29 U Unit Aktivitas s Enzim dalam m mmol/mg.m menit x 5 m mM x 0,05 ml x x 5 mM M x 0,05 ml xx jam xx = = 4,4482 mmo ol/mg jam jam x = 7,2563 mmoll/mg jam j jumlah mikro ogram tirosin yang dirilis seelama satu jam per mg k karena : 10 m mg x = 0,05 mg UNIVERSITASS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 54 Lampiran 3 Uji Statistik Penelitian b Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) Statistic df Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. papain 12.5% .269 9 .059 .808 9 .0 papain 6.25% .272 9 .054 .805 9 .0 papacarie 12.5% .199 9 .200* .930 9 .4 papacarie 6.25%% .356 9 .002 .655 9 .0 papacarie 3.06% .333 9 .005 .763 9 .0 CHX12.5% .212 9 .200* .826 9 .0 CHX 6.25% .139 9 .200* .971 9 .9 CHX 3.06% .139 9 .200 * .971 9 .9 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. zona hambatan (mm) is constant when konsentrasi bahan antibakteri = papain 3.06%. It has been omitted. Test of Homogeneity of Variances zona hambatan (mm) Levene Statistic df1 6.650 df2 8 Sig. 72 .000 Dilakukan transformasi data karena distribusi data yang tidak homogen Test of Homogeneity of Variances trn_zona Levene Statistic 3.292 df1 df2 7 Sig. 64 .005 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 55 Test Statisticsa,b zona hambatan (mm) Chi-Square 70.300 Df 8 Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Uji kemaknaan dengan Mann Whitney Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 12.5% 9 5.11 46.00 papacarie 12.5% 9 13.89 125.00 Total Test Statistics 18 b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U 1.000 Wilcoxon W 46.000 Z -3.530 Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000 .000a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 56 Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 12.5% 9 5.00 45.00 CHX12.5% 9 14.00 126.00 Total Test Statistics 18 b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 45.000 Z -3.621 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000 a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papacarie 12.5% 9 8.00 72.00 CHX12.5% 9 11.00 99.00 Total 18 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 57 Test Statistics b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U 27.000 Wilcoxon W 72.000 Z -1.220 Asymp. Sig. (2-tailed) .222 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .258 a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 6.25% 9 5.00 45.00 papacarie 6.25%% 9 14.00 126.00 Total 18 Test Statisticsb zona hambatan (mm) Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 45.000 Z -3.672 Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000 .000a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 58 Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 6.25% 9 5.00 45.00 CHX 6.25% 9 14.00 126.00 Total 18 Test Statisticsb zona hambatan (mm) Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 45.000 Z -3.619 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000a Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papacarie 6.25%% 9 5.28 47.50 CHX 6.25% 9 13.72 123.50 Total Test Statistics 18 b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U Wilcoxon W 2.500 47.500 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 59 Z -3.442 Asymp. Sig. (2-tailed) .001 .000a Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 3.06% 9 5.00 45.00 papacarie 3.06% 9 14.00 126.00 Total Test Statistics 18 b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 45.000 Z -3.876 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000 a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 3.06% 9 5.00 45.00 CHX 3.06% 9 14.00 126.00 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 60 Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papain 3.06% 9 5.00 45.00 CHX 3.06% 9 14.00 126.00 Total 18 Test Statisticsb zona hambatan (mm) Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 45.000 Z -3.827 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000a Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri Ranks konsentrasi bahan antibakteri zona hambatan (mm) N Mean Rank Sum of Ranks papacarie 3.06% 9 7.44 67.00 CHX 3.06% 9 11.56 104.00 Total Test Statistics 18 b zona hambatan (mm) Mann-Whitney U 22.000 Wilcoxon W 67.000 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 61 Z -1.685 Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .092 .113a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: konsentrasi bahan antibakteri UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 62 Lampiran 4 Persiapan tabung reaksi untuk Sampel bahan uji: Papacarie, papain Media perbenihan BHI + darah domba 2 % Hasil perbenihan dari stok strain Pengambilan bakteri untuk distandardisasi dengan Mc Farland Pengenceran bakteri sesuai standar Mc Farland UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 63 Teknik dilusi, inkubasi setelah memasukkan bakteri dalam sampel Blank disk yang digunakan pada teknik difusi Pengambilan blank disk saat akan melakukan teknik difusi Penetesan sampel uji pada blank disk Penyebaran bakteri pada agar yang akan diletakkan blank disk Persiapan inkubasi setelahdilakukan uji dengan teknik difusi UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012 64 UNIVERSITAS INDONESIA Perbedaan efek..., Titty Sulianti, FKG UI, 2012