BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Struktur Pendanaan 2.1.1.1. Pengertian Struktur Pendanaan Struktur pendanaan mengacu kepada berbagai cara pembiayaan perusahaan. Saleem et al. (2013:31) mengatakan bahwa “Struktur pendanaan menunjuk pada perbedaan pilihan yang digunakan perusahaan untuk membiayai modalnya”. Riyanto (1993:15) mengatakan bahwa “Struktur finansial mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai, dengan demikian struktur finansial tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur finansial mencerminkan pula perimbangan antara keseluruhan modal asing (baik jangka pendek maupun jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri”. Menurut Weston dan Copeland (1996:3) : “Struktur keuangan aktivanya. adalah cara bagaimana perusahaan membiayai Struktur keuangan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca. Ini terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal pemegang saham”. Pada umumnya, pendanaan perusahaan berasal dari ekuitas dan hutang. Pendanaan yang berasal dari ekuitas umumnya disebut dengan pendanaan internal (internal financing), sedangkan pendanaan yang berasal dari hutang disebut juga pendanaan eksternal (external financing). Pendanaan internal dapat berupa penerbitan saham biasa, saham preferen, dana cadangan dan laba ditahan. Sedangkan pendanaan eksternal terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan penerbitan obligasi. Sebagian besar perusahaan mengkombinasikan kedua sumber-sumber pendanaan tersebut dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kekayaan pemegang saham. Kombinasi antara pendanaan internal dan pendanaan eksternal inilah yang disebut dengan struktur pendanaan. Hal ini seperti dikatakan Abor (2008:101) dan Sartono (2001:125). Abor (2008:102) mendefinisikan struktur modal sebagai kombinasi antara hutang dan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam kegiatan operasinya. Sedangkan menurut Sartono (2001:125), “Struktur pendanaan adalah perimbangan antara utang dan modal sendiri”. Dapat disimpulkan bahwa struktur pendanaan adalah penggunaan hutang, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dan ekuitas dalam pembiayaan kegiatan perusahaan. Perusahaan memiliki pilihan untuk meningkatkan modal mereka dengan berbagai cara termasuk dengan dana internal yang dihasilkan, menerbitkan ekuitas baru, atau dengan berbagai jenis hutang. Keputusan untuk memilih sumber pendanaan itu disebut sebagai keputusan struktur pendanaan. Dalam hal ini, manajer keuangan harus membuat keputusan yang tepat agar mencapai struktur modal yang optimal yang selaras dengan kebutuhan perusahaan dalam mengambil keputusan pendanaan yang bernampak positif bagi kinerja perusahaan. Ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur struktur pendanaan, namun dalam penelitian ini rasio yang dipakai adalah debt to equity ratio, yaitu perbandingan antara hutang dengan ekuitas (modal pemegang saham). Formulasi DER adalah sebagai berikut : DER = Total Hutang x 100% Total Ekuitas 2.1.1.2. Faktor-Faktor Pendanaan yang Mempengaruhi Struktur Dalam penetapan struktur pendanaan, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya. Menurut Brigham dan Houston (2001:39), faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mengambil keputusan mengenai struktur pendanaan, yaitu: a. Stabilitas Penjualan Perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang yang penjualannya tidak stabil. b. Struktur Aktiva Perusahaan yang aktivanya dapat dijadikan sebagai jaminan akan cenderung menggunakan lebih banyak hutang. c. Leverage Operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang yang kecil cenderung laebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena perusahaan ini memiliki risiko bisnis yang lebih kecil. d. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan yang tumbuh dengan pesat lebih banyak mengandalkan pendanaan dari sumber eksternal dibandingkan dengan pendanaan dari sumber internal. e. Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif kecil. f. Pajak Penggunaan hutang dalam pendanaan perusahaan dapat mengurangi besarnya pajak yang dibebankan kepada perusahaan. makin tinggi tarif pajak, makin besar manfaat penggunaan hutang. g. Pengendalian Pengendalian manajemen terhadap penggunaan hutang sangat mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan. Dalam kondisi keuangan yang sangat lemah, manajemen biasanya memilih untuk menggunakan sedikit hutang untuk mencegah risiko kebangkrutan. h. Sikap Manajemen Manajemen dapat menentukan sendiri struktur pendanaan yang tepat bagi perusahaannya. Sejumlah manajemen lebih memilih menggunakan hutang yang kecil, namun manajemen yang lain menggunakan hutang dalam jumlah lebih besar untuk mengejar laba yang tinggi. i. Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Penilai Peringkat Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat seringkali mempengaruhi keputusan struktur pendanaan. Perusahaan seringkali membicarakan struktur pendanaannya dan mengikuti saran yang diberikan oleh pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat. j. Kondisi Pasar Perubahan jangka panjang maupun jangka pendek yang terjadi dalam pasar saham dan obligasi sangat berpengaruh terhadap struktur pendanaan perusahaan. Perusahaan yang selalu memperhatikan kondisi pasar biasanya lebih mengerti cara mencapai target struktur pendanaan yang diinginkan. k. Kondisi Internal Perusahaan Kondisi internal perusahaan yang baik akan dapat menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi dalam mencapai struktur pendanaan yang ditargetkan. l. Fleksibilitas Keuangan Fleksibilitas keuangan dapat dicapai dengan mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai. Perusahaan akan selalu menjaga fleksibilitas keuangannya karena hal ini akan mempermudah perusahaan dalam melakukan pinjaman. Anake et al. (2014:56) menyatakan bahwa Following these theoretical standpoints, a number of empirical studies have identified firm level characteristics that affect the capital structure of firms. Among these characteristics are age of the firm, asset structure, profitability, growth, firm risk, tax and ownership structure. Halim (2007:92) menyatakan bahwa Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi struktur keuangan suatu perusahaan antara lain sebagai berikut : tingkat pertmbuhan penjualan, stabilitas penjualan, struktur aktiva, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, kebijakan deviden, pengendalian, perbedaan kegiatan perusahaan, kelas industri, dan ukuran perusahaan. Sedangkan itu, Raza et al. (2013:74) menyatakan bahwa “Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pendanaan adalah profitability, tangibility, size, liquidity, dan growth opportunities”. Menurut Weston dan Copeland (1996:20) menyatakan bahwa “Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pendanaan dari perusahaan adalah tingkat petumbuhan penjualan, stabilitas arus kas, karakteristik industri, struktur aktiva, sikap manajemen dan sikap pemberi pinjaman”. Selain itu Sartono (1996:53) mengemukakan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi struktur pendanaan adalah ukuran perusahaan, kelas industri, operating leverage, resiko bisnis, profitabilitas dan kebijaksanaan dividen. Dari beberapa faktor tersebut peneliti memilih faktor-faktor yang dianggap sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku struktur pendanaan. Faktor-faktor yang diteliti pengaruhnya terhadap struktur pendanaan dalam perusahaan adalah struktur aktiva, return on asset, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, price earning ratio, dan likuiditas. 2.1.1.3. Teori Struktur Pendanaan Dalam memilih sumber pendanaan, apakah berasal dari sumber dana internal atau berasal dari sumber dana eksternal, Brealey, et al (2004:412) menyebutkan bahwa ada dua kerangka teori yang mendasarinya, yaitu: a. The Trade Off-Theory Theory that capital structure is based on a trade off between tax savings and distress costs of debt. This trade-off theory of capital structure recognizes that the target debt ratios may vary from firm to firm. Companies with safe, tangible assets and plenty of taxable income to shield ought to have high target ratios. Unprofitable companies with risky, intangible assets ought to rely primarily on equity financing. Trade-off pendanaan theory yang menggambarkan optimal dapat bahwa struktur ditentukan dengan menyeimbangkan manfaat penggunaan hutang (perlakuan pajak yang menguntungkan) dan biaya kebangkrutan. Teori ini berusaha menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Wolfgang dan Roger (2003:254) menyatakan trade-off theory dari struktur pendanaan menunjukkan bahwa target leverage perusahaan didorong oleh tiga kekuatan, yaitu taxes, cost of financial distress (bankruptcy costs), dan agency conflicts. Menambah jumlah hutang dalam struktur pendanaan perusahaan menurunkan pajak dan meningkatkan arus kas setelah pajak yang tersedia untuk penyediaan modal. Financial Distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut (Atmajaya, 1994:319). Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan asymmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Mirza (1996:52) menyatakan bahwa the trade–off model memang tidak dapat dipergunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan tetapi melalui model ini memungkinkan dibuat 3 model kesimpulan tentang penggunaan leverage (Aji, 2003:31) yaitu : 1. Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang yang lebih besar. 2. Perusahaan yang memiliki tangible assets dan marketable assets seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari itangible assets. Hal ini disebabkan itangible assets lebih mudah untuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress, dibandingkan standar asset dan tangible asset. 3. Perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya dari pada perusahaan yang dibayarkan diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan. b. Pecking Order Theory The pecking order explains why the most profitable firms generally borrow less: It is not because they have low target debt ratios but because they don’t need outside money. Less profitable firms issue debt because they do not have sufficient internal funds for their capital investment program and because debt is first in the pecking order for external finance. Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaanperusahaan yang profitable (menguntungkan) umumnya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal ini bukan karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena memerlukan external financing yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Myers (1996:243) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah : internal fund (dana internal), debt financing (hutang), dan equity issue (modal sendiri) (Anake et al., 2014:55). Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu membuka diri lagi dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh sorotan dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru. Disamping itu, apabila dana eksternal diperlukan, perusahaan lebih menyukai hutang karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru, hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan haraga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. c. Agency Theory Keagenan adalah hubungan antara pemberi kerja (principal) dan penerima tugas untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam kerangka kerja manajemen keuangan, hubungan keagenan terdapat (a) di antara pemegang saham dan manajer, dan (b) di antara pemegang saham dengan kreditor atau pemberi pinjaman. Jika perusahaan berkembang maka sebagian kepemilikannya diberikan kepada publik atau investor luar sehingga jika pendiri dan pengelola melakukan tindakan yang menguntungkan pribadinya akan menimbulkan masalah keagenan. Masalah keagenan ini terjadi karena adanya informasi asimetris antara pemilik dan manjare. Informasi asimetris terdiri dari dua tipe. Pertama adalah adverse selection. Pada tipe ini, pihak yang merasa memiliki informasi lebih sedikit dari pihak lain tidak akan mau melakukan perjainjian. Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibandingkan investor, misalnya dengan menyembunyikan, memanipulasi informasi yang diberikan kepada investor. Tipe kedua adalah moral hazard. Moral hazard terjadi kapanpun manajer melakukan tindakan tanpa sepengetahuan pemilik demi keuntungan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Menurut Gitman (2003:20) menyatakan bahwa “Biaya keagenan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan konflik yang muncul antara pemegang saham dan manajer”. Biaya keagenan ini adalah biaya ekstra yang harus dikeluarkan akibat masalah agen yang timbul, seperti biaya kontrak langsung (biaya trabsaksi, opportunity cost yang hilang, biaya insentif), biaya audit yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen, dan biaya kerugian pemilik akibat penyimpangan tindakan yang lolos dari pengawasan (residual loss). 2.1.2. Struktur Aktiva Struktur aktiva adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masing-masing komponen aktiva, baik dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap. Riyanto (1993:12) menyatakan bahwa “Perbandingan atau perimbangan antara aktiva lancar dengan aktiva tetap menentukan struktur kekayaan (struktur aktiva)”. Variabel ini berhubungan dengan jumlah kekayaan (asset) yang dapat dijadikan jaminan. Investor akan selalu memberikan pinjaman bila ada jaminan. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya terdiri dari aktiva tetap dapat menggunakan lebih banyak hutang karena perusahaan dapat menggunakan aktiva tersebut sebagai jaminan. Myers dan Majluf (1984:256) mengatakan bahwa “Komposisi aset perusahaan mempengaruhi sumber pembiayaan”. Brigham dan Gapenski (1988:190) mengatakan bahwa “Secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang”. Weston dan Copeland (1996 : 363) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, maka perusahaan tersebut akan menggunakan pembiayaan hutang hitpotik jangka panjang, dengan harapan aktiva tersebut dapat digunakan untuk menutup hutangnya. Sebaliknya, perusahaan yang sebagian besar aktiva yang dimilikinya berupa piutang dan persediaan barang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas (penjualan) masing-masing perusahaan, sebaiknya dibiayai dengan pembiayaan hutang jangka pendek. Pada beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuliningrum (2008), Darmayanti (2013), dan Sormin (2013) menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur pendanaan. Dalam penelitian ini, struktur aktiva membandingkan antara aktiva tetap terhadap total aktiva. diukur dengan SA = Aktiva Tetap Total Aktiva x 100% 2.1.3. Return On Asset (ROA) Brigham dan Houston (2001:40) mengatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil.” Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan kebutuhan pendanaan (Sartono, 2001:248). Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum hutang. Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas. Manajer sering mengukur kinerja perusahaan dengan rasio laba bersih terhadap total aset (Brealey et al., 2008: 81). Brigham dan Gapenski (1988:779) menyatakan bahwa “The ratio of net income to total assets measures the return on total assets (ROA) after interest and taxes.” Sedangkan Gitman (2003:65) mengatakan bahwa “Return on Total Assets (ROA) measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets; also called the retun on investment (ROI)”. Aset dalam pembukuan perusahaan dinilai berdasarkan biaya awal (dikurangi penyusutan). Tingkat pengembalian aset yang tinggi tidak selalu berarti bahwa Anda dapat membeli aset yang sama saat ini dan mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi di masa depan. Tingkat pengembalian yang rendah juga tidak mengimlikasikan bahwa aset dapat digunakan dengan lebih baik di tempat lain. Profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu rentable. Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar. Pada penelitian terdahulu, Anake et al. (2014) melakukan penelitian tentang Determinants of Financial Structure. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur denga ROA merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi struktur pendanaan. ROA dihitung dengan menggunakan formulasi berikut. Return On Asset (ROA) = Earning After Tax x 100% Total Aktiva Rasio ini membandingkan laba bersih setelah pajak dengan total asset dan menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan laba berdasarkan ekuitas pemegang saham. 2.1.4 Pertumbuhan Penjualan Pertumbuhan penjualan diartikan sebagai kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu (Kennedy dkk, 2013:24). Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, kecenderungan penggunaan hutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. (Halim, 2007:92). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:39), perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Hal ini disebabkan karena kebutuhan dana yang digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan penjualan semakin besar. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi akan menggunakan sumber pendanaan eksternal sebagi tambahan pendanaan, karena aset yang dimiliki perusahaan terbatas sedangkan permintaan yang terus meningkat. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lusangaji (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur pendanaan baik secara simultan maupun secara parsial. Dalam penelitian ini pertumbuhan penjualan dihitung dengan Sales Growth. Sales Growth = Penjualan (t) – Penjualan (t-1) x 100% P j l ( 1) 2.1.5. Ukuran Perusahaan Menurut Brigham dan Houston (2001:40), perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat hutang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan hutang. Sedangkan menurut Riyanto (1993:230) menyatakan bahwa “Pada perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil.” Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar memiliki tingkat leverage yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang berukuran kecil. Sartono (2001:249) menyatakan bahwa “Perusahaan yang sudah well-established akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula.” Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur pendanaan perusahaan dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi sehingga perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004) memberikan kesimpulan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh paling dominan terhadap struktur pendanaan. Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diproxi dengan logaritma natural dari total aktiva. Formulanya adalah sebagai berikut: Ukuran Perusahan (Firm Size) = Ln(Total Asset) x 100% 2.1.6. Price to Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio antara harga saham (penutupan) per lembar terhadap laba per lembar saham (earning per share). Semakin tinggi PER, perusahaan akan dinilai investor semakin baik oleh investor, tetapi juga mempunyai tingkat risiko yang tinggi pula (Brigham dan Houston, 2001:44). Penilaian saham secara akurat dapat meminimalkan risiko sekaligus membantu investor mendapatkan keuntungan yang wajar, mengingat investasi di pasar modal merupakan jenis investasi yang cukup tinggi, meskipun menjanjikan keuntungan relatif besar investor harus berhati-hati dalam menganalisis sekuritas. Salah satu cara untuk menghitung sekuritas yang baik bagi investor dengan cara menggunakan price earning ratio. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:388), price earning ratio (PER) adalah ukuran kineja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga pasar saham terhadap pendapatan perlembar saham. Pertumbuhan laba dan dividen serta expected rate of return dari suatu saham berubah-ubah nilainya, maka PER diharapkan juga akan berubah sepanjang waktu berjalan dan pada akhirnya menuju suatu tingkat nilai PER rata-rata dari saham-saham yang mempunyai tingkat risiko yang sama. Expected rate of return dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari pihak investor, tinggi rendahnya tingkat laba yang disyaratkan merupakan pencerminan oleh tingkat risiko aktiva dan struktur modal. Sedangkan dari pihak perusahaan, tingkat laba yang diminta merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal dari pemegang saham secara umum bahwa risiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi. Tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang diminta dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bebas risiko (risk free rate) dan risk premium untuk mengkompensasikan risiko yang melekat pada surat berharga. PER mengukur jumlah uang yang akan dibayar oleh investor untuk setiap laba perusahaan. Semakin tinggi PER maka semakin besar kepercayaan investor terhadap masa depan perusahaan sehingga nilai hutang perusahaan juga semakin tinggi. Dalam penelitian ini, PER diformulasikan sebagai berikut. PER = 100% Harga Penutupan Saham L b L b S h x (EPS) Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fitrijanti dan Hartono (2002) menunjukkan bahwa PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur pendanaan. 2.1.7. Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo (Halim, 2007:159). Alat pemenuhan kewajiban keuangan jangka pendek ini berasal dari unsur-unsur aktiva yang bersifat likuid, yakni aktiva lancar dengan perputaran kurang dar satu tahun seperti kas, surat berharga, piutang, dan persediaan. Suatu perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut mempunyai kekuatan membayar (berupa current asset) yang sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban jangka pendeknya yang harus segera dipenuhi (berupa current liabilities). Semakin tinggi likuiditas menunjukkan semakin mampu perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dibayar. Namun bila terlampau tinggi dapat menyebabkan profitabilitas perusahaan menjadi tidak optimal. Likuiditas perusahaan yang tinggi berarti perusahaan memiliki internal financing yang cukup untuk membayar kewajibannya sehingga perusahaan cenderung menggunakan hutang dalam jumlah yang rendah. Hal ini sejalan dengan pecking order theory yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984). Ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan. Dalam penelitian ini likuiditas dihitung dengan current ratio. Current Ratio = 100% Current Assets x Current Liabilities 2.1.8. Kepemilikan Institusional Kepemilikan instituasional adalah kepemilikan saham oleh pihakpihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan pemegang saham lainnya. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan karena investor instituasional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikian instituasional juga memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalkan konflik antara pemegang saham dengan manjaemen adalah melalui peningkatan hutang, dimana peningkatan hutang ini juga akan menurunkan excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Penelitian empiris yang meneliti tentang hubungan struktur kepemilikan dengan hutang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan saham merupakan faktor yang dapat menimbulkan konflik antara pemilik dengan manajemen. Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham antara lain dalam hal pembuatan keputusan pendanaan. Struktur kepemilikan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan equity saja, tetapi juga ditentukan oleh presentasi kepemilikan oleh manajer dan investor institusional. Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut, karena pengeluaran tersebut akan menambah cost perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima. Pemegang saham menginginkan agar cost tersebut dibiayai oleh hutang tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa hutang mengandung risiko yang tinggi. Perbedaan kepentingan itulah maka timbul konflik yang biasa disebut dengan konflik agensi. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingankepentingan yang terkait tersebut. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk menggunakan hutang yang lebih besar dalam pendanaan perusahaannya, karena seperti dikatakan diatas bahwa pemegang saham lebih suka membiayai cost dengan hutang. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Maftukhah (2013) menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur pendanaan. Secara matematis, kepemilikan institusional dapat dirumuskan sebagai berikut. Kepemilikan Institusional = Σ Saham Institusional Σ Saham Beredar x 100% 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sormin (2013) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan terhadap perusahaan sektor farmasi yang terdaftar di Bursa efek Indonesia tahun 2006-2011. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan, current ratio, receivable turn over ratio, fixed assets turn over ratio, net profit margin, return on equity, degree of operating leverage, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan pendanaan. Sedangkan secara parsial, hasil penelitian ini membuktikan bahwa current ratio, fixed assets turn over ratio, net profit margin, return on equity, struktur aktiva, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pendanaan. Jortan (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, dan kebijakan deviden terhadap struktur pendanaan pada industri perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh yang lebih signifikan terhadap struktur pendanaan industri perbankan daripada profitabilitias maupun kebijakan deviden. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa secara simultan struktur pendanaan, profitabilitas, dan kebijakan deviden berpengauh terhadap struktur pendanaan industri perbankan. Darmayanti (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh profitabilitas, pertumbuhan aktiva, dan struktur aktiva terhadap keputusan pendanaan pada perusahaan others di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2011. Hasil dari penelitian ini adalah profitabilitas, pertumbuhan aktiva, dan struktur aktiva secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan. Secara parsial profitabilitas dan pertumbuhan aktiva berpengaruh signifkan terhadap keputusan pendanaan, sedangkan variabel struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan. Anake et al. (2014) melakukan penelitian tentang determinants of finanial structure. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tangibility dan financial structure. Profitability menunjukkan hasil yang negatif terhadap financial structure. Growth of sales dan operating risk (volatility) menunjukkan hasil yang negatif terhadap financial structure pada tahun berjalan, namun hasil ini tidak signifikan. Firm size memiliki hasil yang positif namun tidak signifikan. Raza et al. (2013) melakukan penelitian tentang financing pattern. Hasil penelitian ini adalah profitability dan tangibility memiliki hasil yang signifikan dan berbanding terbalik terhadap semua ukuran leverage, kecuali tangibility yang memiliki hasil positif terhadap long term debt ratio. Size of the firm berkorelasi positif dan signifikan terhadap semua ukuran leverage, kecuali terhadap short term debt ratio. Liquidity berhubungan negatif dan signifikan terhadap debt ratio dan short term debt ratio, tetapi liquidity menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap long term debt ratio. Growth opportunities memiliki hasil sangat tidak signifikan dalam semua model estimasi penelitian ini. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Sormin (2013) Judul Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan Perusahaan Sektor Farmas Variabel Penelitian Variabel Independen : Current Ratio, Receivable Turn Over Ratio, Fixed Asset Turn Over Ratio, Net Profit Margin, Return On Equity, Degree of Operating Leverage, Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Aktiva, Struktur Aktiva, dan Ukuran Perusahaan. Dependen : Keputusan Pendanaan Jortan (2007) Pengaruh Struktur Aktiva Profitabilitas, , dan Kebijakan Deviden Terhadap Struktur Pendanaan Pada Industri Perbankan di Bursa Efek Jakarta Hasil penelitian Secara simultan, current ratio, receivable turn over ratio, fixed asset turn over ratio, net profit margin, return on equity, degree of operating leverage, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan pendanaan. Secara parsial, current ratio, fixed asset turn over ratio, net profit margin, return on equity, struktur aktiva dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pendanaan. Struktur aktiva mempunyai pengaruh yang lebih signifikan struktur Struktur Aktiva, terhadap pendanaan industri Profitabilitas, dan perbankan daripada Kebijakan Deviden profitabilitias maupun kebijakan deviden. Variabel Secara simultan struktur Dependen: pendanaan, Struktur Pendanaan profitabilitas, dan kebijakan deviden berpengauh terhadap Variabel Independen : Lanjutan Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil penelitian struktur pendanaan industri perbankan. Darmayanti (2013) Anake (2014) et Raza et (2013) Variabel Independen : Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva, dan Struktur Aktiva Variabel Dependen : Keputusan Pendanaan Profitabilitas, pertumbuhan aktiva, dan struktur aktiva secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan. Secara parsial profitabilitas dan pertumbuhan aktiva berpengaruh signifkan terhadap keputusan pendanaan, sedangkan variabel struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan. al. Determinants Variabel of Financial Independen : Structure Profitability, Tangibility, Volatility (Operating Risk), Growth Oportunies, dan Firm Size Variabel Dependen: Financial Structure Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tangibility dan financial structure. Profitability menunjukkan hasil yang negatif terhadap financial structure pada tahun berjalan, namun hasil ini tidak signifikan. Firm size memiliki hasil yang positif namun tidak signifikan. Profitability dan tangibility memiliki hasil yang signifikan dan berbanding terbalik terhadap semua ukuran leverage, kecuali tangibility yang memiliki hasil positif terhadap long term debt ratio. Size of the firm berkorelasi positif dan Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva, dan Struktur Aktiva terhadap Keputusan Pendanaan pada Perusahaan Others di Bursa Efek Indonesia. al. Financing Pattern in Developing Nations Empirical Evidence from Pakistan. Variabel Independen: Profitability Tangibility, Liquidity, Size and Growth Opportunities Variable Dependen: Leverage (Debt Lanjutan Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti 2.3. Judul Penelitian Variabel Penelitian Ratio, Short Term Debt Ratio and Long Term Debt Ratio) Hasil penelitian signifikan terhadap semua ukuran leverage, kecuali tangibility yang memiliki hasil positif terhadap long term debt ratio. Size of the firm berkorelasi positif dan signifikan terhadap semua ukuran leverage, kecuali terhadap short term debt ratio. Liquidity berhubungan negatif dan signifikan terhadap debt ratio dan short term debt ratio, tetapi liquidity menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap long term debt ratio. Growth opportunities memiliki hasil sangat tidak signifikan dalam semua model estimasi penelitian ini. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka, dan hasil penelitian terdahulu, maka penulis membuat kerangka konseptual sebagai berikut. Variabel Independen Variabel Dependen Struktur Aktiva (X1) Return On Asset (X2) Pertumbuhan Penjualan (X3) H2 H1 Struktur Pendanaan (Y) Ukuran Perusahaan (X4) Price Earning Ratio (X5) Likuiditas (X6) H2 Kepemilikan Institusional (Z) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Dalam penetitian ini, struktur pendanaan menjadi variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Alasan peneliti memilih struktur pendanaan sebagai variabel dependen adalah karena pendanaan adalah fondasi utama berdirinya suatu perusahaan. Dimana untuk dapat mengembangkan perusahaannya dan meningkatkan produktifitas, perusahaan harus menentukan proporsi yang optimal dari struktur pendanaannya. Sedangkan variabel-variabel independen yang yang mempengaruhi variabel dependen dalam penelitian ini adalah: 1. Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Pendanaan Variabel ini berhubungan dengan jumlah kekayaan (asset) yang dapat dijadikan jaminan. Investor akan selalu memberikan pinjaman bila ada jaminan. Perusahaan yang sebagian besar aktivanya terdiri dari aktiva tetap dapat menggunakan lebih banyak hutang karena perusahaan dapat menggunakan aktiva tersebut sebagai jaminan. 2. Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Struktur Pendanaan Return On Assets (ROA) merupakan salah satu rasio yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. 3. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur Pendanaan Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi cenderung menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan dana yang digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan penjualan semakin besar, sehingga perusahaan membutuhan pembiayaan eksternal sebagai sumber pendanaan tambahan. 4. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Pendanaan Besar kecilnya ukuran perusahaan turut mempengaruhi struktur pendanaan suatu perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan akan memberikan kemungkinan bagi perusahaan untuk memiliki hutang yang semakin besar pula. Hal ini dikarenakan perusahaan besar yang sudah well-established akan lebih mudah memperoleh pinjaman atau dana eksternal. 5. Pengaruh Price Earning Ratio (PER) terhadap Struktur Pendanaan Peningkatan PER yang dinilai oleh investor menunjukkan kinerja yang semakin baik, juga berdampak semakin menarik perhatian calon kreditor. Meningkatnya perhatian kreditor terhadap perusahaan, maka sangat dimungkinkan jumlah hutang akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah hutang yang relatif besar dari modal sendiri akan meningkatkan PER. 6. Pengaruh Likuiditas terhadap Struktur Pendanaan Semakin tinggi likuiditas menunjukkan semakin mampu perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dibayar. Perusahaan dengan likuiditas yang tinggi biasanya memiliki internal financing yang cukup untuk membayar kewajibannya sehingga perusahaan cenderung menggunakan hutang dalam jumlah yang rendah. 7. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Struktur Pendanaan Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam pendanaannya. Hal ini disebabkan karena investor institusional lebih suka membiayai cost dengan hutang. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H1 : Struktur Struktur Aktiva, Return On asset (ROA), Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio (PER) dan Likuiditas berpengaruh positif terhadap Struktur Pendanaan baik secara simultan maupun parsial. 2. H2 : Kepemilikan Instituasional mampu memoderasi hubungan Struktur Aktiva, Return On asset (ROA), Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio (PER) dan Likuiditas dengan Struktur Pendanaan.