jika nilai R² semakin dekat pada nilai 0 maka pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas akan semakin lemah. BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 oleh Purwanto Waliyo dan Agus Pamungkas dengan judul “Analisis Prilaku Brandswitching Konsumen Universitas Sumatera Utara Dalam Pembelian Produk Handphone di Semarang.” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction dan media search terhadap pembentukan swiching behaviour dalam pembelian produk handphone. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hamper semua variabel independen berpengaruh signifikan positif terhadap variabel dependen, kecuali variabel pengetahuan produk dan kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media. B. Pengertian Brand (Merek) Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 (Tjiptono, 2005: 2), merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Chernatony dalam Tjiptono (2005: 99) mengidentifikasi setidaknya 14 intepretasi terhadap merek, yaitu merek sebagai logo, instrument hukum perusahaan, shorthand, risk reducer, positioning, kepribadian, sekelompok nilai indentitas, citra, relasi dan envolving entity. Pada buku prinsip dan dinamika pemasaran (Diana, Tjiptono, 2000:39) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/ lambang/ logo, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan difrensiasi yang membedakannya dengan produk pesaing. Pada dasarnya merek juga merupakan janji produsen untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri/ fitur, manfaat dan layanan tertentu kepada para konsumen. Dalam buku prinsip dan Universitas Sumatera Utara dinamika pemasaran (Diana, Tjiptono, 2000:39) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/ lambang/ logo, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan difrensiasi yang membedakannya dengan produk pesaing. Pada dasarnya merek juga merupakan janji produsen untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri/ fitur, manfaat, dan layanan tertentu kepada para konsumen. Menurut Kotler dalam Simamora (2002:3) merek adalah nama, tanda simbol, desain atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk mengidentifikasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang layanan penjual lain. Merek (Rangkuti, 2002:4) adalah entitas yang mudah dikenali dalam menyajikan nilai-nilai tertentu, yang artinya : 1. Dapat dikenali Anda dapat dengan mudah memisahkan satu barang yang serupa dengan yang lainnya melalui beberapa cara. Biasanya berupa sepatah kata, warna atau simbol (logo) yang dapat anda lihat. 2. Entitas Sesuatu yang memiliki eksistensi yang khas dan berbeda. 3. Janji-janji tertentu Sebuah produk atau jasa membuat klaim mengenai apa yang dapat diberikannya kepada anda. Klaim-klaim tersebut, baik itu nafas yang segar, delivery tepat waktu, tax return bebas stres atau layanan dokter gigi yang lebih ramah adalah janji. 4. Nilai Universitas Sumatera Utara Apapun yang anda dapatkan pasti merupakan sesuatu yang anda peduli hingga batas tertentu. Senada dengan itu Aaker dalam Simamora (2002:14) mengatakan ada tiga nilai yang dijanjikan sebuah merek, yaitu: 1. Nilai Fungsional Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan oleh produk atau layanan kepada konsumen. 2. Nilai Emosional Kalau konsumen mengalami perasaan positif (positif feeling) pada saat memberi atau menggunakan suatu merek, maka merek tersebut memberikan nilai emosional. Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan positif apa yang dirasakan konsumen saat membeli produk. 3. Aaker dalam Simamora (2002:14) mengakui bahwa nilai ekspresi diri merupakan bagian dari nilai emosi. Kalaupun dibedakan, menurutnya itu bukan merupakan tanpa alasan. Jika nilai emosional berkaitan dengan perasaan positif (misalnya: nyaman, bahagia, bangga), maka ekspresi diri berbicara tentang “bagaimana saya dimata orang lain maupun diri sendiri”. C. Peran, Tujuan dan Makna Merek 1. Peran Merek Universitas Sumatera Utara Merek memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor (Durianto,dkk,2001:2): a. Emosi konsumen terkadang turn-naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil. b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek). d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah prilaku konsumen. e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah Universitas Sumatera Utara membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. f. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. 2. Tujuan Merek Penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan (Diana, 2000:39): a. Sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing, sehingga pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang. b. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk (misalnya dengan bentuk desain dan warna-warni yang menarik). c. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan, kualitas, serta citra prestise tertentu kepada konsumen. d. Untuk mengendalikan dan mendominasi pasar. Artinya, dengan membangun merek yang terkenal, bercitra baik dan dilindungi hak ekslusif berdasarkan hak cipta/ paten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas konsumen. 3. Makna Merek Dalam suatu merek terkandung enam macam makna (Kotler dalam Diana 2000:40), yaitu: a. Atribut Universitas Sumatera Utara Merek menyampaikan atribut-atribut, misalnya Mercedes mengisyaratkan tahan lama (awet), mahal, desain berkualitas, nilai jual kembali yang tinggi, prestisius, cepat dan sebagainya. b. Manfaat Merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, sebab yang dibeli konsumen adalah manfaat, bukannya atribut. Atribut harus diterjemahkan kedalam manfaat fungsional dan emosional/ psikologis. c. Nilai-nilai Merek juga menyatakan nilai-nilai yang dianut oleh produsennya. d. Budaya Dalam merek terkandung pula budaya tertentu. e. Kepribadian Merek bisa pula memproyeksikan kepribadian tertentu. Apabila suatu merek divisualisasikan dengan orang, binatang, atau suatu obyek apa yang akan terbayangkan? Mercedes memberi kesan pimpinan yang berwibawa (orang), singa yang berkuasa (binatang) atau istana yang megah (obyek). D. Klasifikasi Merek Dan Manfaat Merek 1. Klasifikasi Merek Secara garis besar, terdapat tiga klasifikasi merek yang masing-masing memiliki citra merek yang berbeda. Ketiga tipe tersebut attribute brands, Universitas Sumatera Utara aspirational brands, dan experience brands (Whitewell dalam Tjiptono, 2005:99). a. Attribute Brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu mengkomunikasikan keyakinan terhadap atribut fungsional produk. Seringkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara objektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga mereka cenderung memilih merek-merek yang kelihatannya sesuai dengan kualitasnya. b. Aspirational Brands, yaitu merek-merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakinan yang dipegang oleh konsumen adalah dengan memiliki merek maka akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan kelompok aspirasi tertentu (misalnya golongan kaya, prestisius dan terkenal). Dalam hal ini, status pengakuan social dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar nilai fungsional produk. Salah satu contoh merek tipe ini adalah arloji Rolex dan jaringan toserba Harrods. c. Experience Brands, mencerminkan merek-merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama (shared association and emotions). Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual. Universitas Sumatera Utara ExperienceBrands yang sukses mengekspresikan individualitas dan pertumbuhan personal. 2. Manfaat Merek Manfaat merek dapat dibagi atas tiga (Ambler dalamTjiptono, 2005:100), yaitu: a. Manfaat Ekonomis yaitu: 1. Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar. 2. Konsumen memilih merek berdasarkan Value for money yang ditawarkan berbagai macam merek. 3. Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan. Premium harga bias berfungsi layaknya asuransi resiko bagi perusahaan. Sebagian besar konsumen lebih suka memilih penyedia jasa yang lebih mahal, namun diyakininya bakal memuaskan ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya. b. Manfaat Fungsional yaitu: 1. Merek membrikan peluang bagi difrensiasi. Selain itu memperbaiki kualitas (difrensiasi vertical), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (difrensiasi horizontal). Universitas Sumatera Utara 2. Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka akan ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya. 3. Pemasar merek berempati dengan cara pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan. 4. Merek memfasilitasi ketersediaan prosuk secara luas. 5. Merek memudahkan iklan dan sponsorship. c. Manfaat Psikologis yaitu: 1. Merek merupakan penyederhanaan atau simplikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen. 2. Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra social) memainkan peran dominant dalam keputusan pembelian. 3. Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai/ pemiliknya. 4. Brand Symbolizm tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan objek tertentu. E. Peralihan Merek (Brandswitching) Konsep yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas merek yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan prilaku berpindah-pindah atau Universitas Sumatera Utara peralihan merek (brandswitching). Brandswitching adalah saat dimana seseorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek produk tertentu ke merek produk lainnya (Aaker dalam Simamora, 2002:27). Senada dengan itu, Sumarketer (www.swasembada.com) mengatakan bahwa brandswitching adalah perpindahan merek yang digunakan pelanggan untuk setiap waktu penggunaan. Semakin tinggi tingkat brandswitching maka semakin tidak loyal seorang pelanggan, yang mengakibatkan semakin berisiko merek yang dikelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan. Tingkat brandswitching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Menurut Bilson Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brandswitching) dalam pembeliannya termasuk dalam tipe prilaku pembelian yang mencari keragaman (variety seeking buying behaviour). Peralihan merek (brandswitching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendifrensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brandswitching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau prilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek Universitas Sumatera Utara (brand conviction), tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand familiarity). F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brandswitching Menurut Rangkuti (2002:61) tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen Switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian). Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal. Senada dengan itu Aaker dalam simamora (2002:28) mengatakan bahwa resiko dari pelanggan yang loyal dapat dipengaruhi pesaing jika penampilan produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena konsumen mungkin akan memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya. Tindakan manajemen yang dilakukan perusahaan adalah melakukan usaha-usaha untuk menghindari celah distribusi (out of stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen untuk memutuskan berpindah-pindah merek (brandswitching). Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik yang diyakini memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pemasaran, apakah itu untuk tujuan menaikkan penjualan, membentuk citra merek (brand image building), mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing lainnya. Menurut Phillip Kotler Universitas Sumatera Utara (2002:205) ada lima jenis kegiatan promosi yang sering disebut juga bauran promosi, yaitu: 1. Periklanan 2. Promosi Penjualan 3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas 4. Penjualan Secara Pribadi 5. Pemasaran Langsung G. Peran Merek Merek memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen, dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor: (Durianto, dkk, 2001:2), yaitu: 1. Emosi konsumen terkadang naik-turun. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil. 2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. 3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan Universitas Sumatera Utara semakin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentu memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek). 4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah prilaku konsumen. 5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. 6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. H. Proses Pembelian Proses pembelian yang spesifik dan urutan terjadinya terlihat pada gambar 2.1 berikut ini (Nugroho, 2003:16). Mengenali Pencarian Evaluasi Keputusan Prilaku Pasca Kebutuhan Informasi Alternatif Pembelian Pembelian Sumber: Nugroho (2003:16) Gambar 2.1 Proses Pembelian Gambar 2.1 menjelaskan konsumen melewati kelima tahap seluruhnya pada setiap pembelian, namun dalam pembelian yang lebih rutin, konsumen Universitas Sumatera Utara seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengenalan Masalah Proses pembelian diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. 2. Pencarian Informasi Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak mengenai produk tersebut. 3. Evaluasi Alternatif Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. 4. Keputusan Pembelian Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan. 5. Prilaku Pasca Pembelian Sesudah pembelian suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk. Universitas Sumatera Utara Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motovasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa berupa hal-hal sebagai berikut: 1. Commercial Cues Kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan. 2. Social Cues Stimulus yang didapatkan dari kelompok refrensi yang dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang. Kelompok refrensi bias diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori, diantaranya frekuensi kontak, sifat keanggotaan, formalitas dan kemampuan atau kebebasan anggota kelompok untuk memilih. 3. Physical Cues Stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah dan biological cues lainnya. Universitas Sumatera Utara