B A B II KERANGKA TEORI 2. 1 Komunikasi 2. 1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain. Memahami komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, akibat–akibat apa yang terjadi dan akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimumkan hasil–hasil dari kejadian tersebut. Di mana pun kita tinggal dan apa pun pekerjaan kita, kita selalu membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain kapan pun dan di mana pun. Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain di lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain di lingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun non verbal (bahasa tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa). 9 10 Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama, communico, communications atau communicere yang berarti ”membuat sama”. Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin yang mirip5. Banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satu pengertian Komunikasi yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm yang dikutip oleh A.W. Widjaja, bahwa: “Apabila kita mengadakan komunikasi maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain”6. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain–lain yang muncul dibenaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu–raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati7. Dalam kehidupan sehari–hari banyak terjadi kegagalan dalam pekerjaan atau karier, rumah tangga, dll yang disebabkan oleh kegagalan dalam berkomunikasi. Misalnya seseorang dipecat hanya karena gagal dalam berkomunikasi atau seorang ibu tidak dapat berkomunikasi dengan anaknya. Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. 5 Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 41 6 Dalam A.W. Widjaja, Pengantar Studi Ilmu Komunikasi (Jakarta,, Rineka Cipta, 2000) hal. 26 7 Uchyana Effendy, Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung, Pt. Remaja Rosdakarya, 1990) hal. 11 11 Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu–waktu menyampaikan pikiran, perasaan yang tidak terkontrol8. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam konteks inilah kita harus menegaskan kembali persepsi kita bahwa komunikasi itu bukanlah sesuatu hal yang mudah. Karena itu, berbagai upaya terus menerus harus kita lakukan untuk meningkatkan pengetahuan komunikasi kita dan keterampilan kita dalam berkomunikasi. Komunikasi tidak hanya sekedar menyampaikan kata-kata atau berbicara saja tetapi komunikasi dapat dilakukan dengan gesture atau simbol seperti yang dinyatakan oleh Rosady Roeslan dalam bukunya Kampanye Public Relations, “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan lambang atau kata, gambar, grafik, bilangan dan lain-lain”9. Kegiatan dan aktivitas manusia akan terlaksana dengan baik apabila melalui proses komunikasi antar manusia itu sendiri. Komunikan dalam kehidupan manusia merupakan suatu kegiatan untuk melakukan hubungan dengan sesamanya melalui penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa lisan, tulisan atau bahasa isyarat. Akan sangat bernilai lagi komunikasi yang dilakukan apabila di dalam komunikasi tersebut terjadi respon atau feedback yang positif sesuai yang diharapkan oleh kedua belah pihak. 8 9 Ibid Roeslan, Rosady, Kampanya Public Relations (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 17 12 Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan secara lisan, tulisan maupun melalui pengoperan lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan serta untuk mengubah perilaku seseorang. Komunikasi di dalam organisasi memegang peranan yang sangat penting. Suatu organisasi tidak akan ada tanpa adanya komunikasi. Jika tidak ada komunikasi maka kerjasama pun tidak mungkin tercipta karena orang-orang tidak bisa mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaannya. 2.1.2 Fungsi Komunikasi Fungsi adalah potensi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan- tujuan tertentu. Komunikasi sebagai ilmu, seni dan lapangan kerja sudah tentu memiliki fungsi dan dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup10. Fungsi komunikasi tersebut adalah : a. Menyampaikan Informasi (To Inform) Dengan adanya komunikasi, seseorang dapat mengetahui apa yang dia ketahui kepada orang lain, b. Mendidik (To Educate) Komunikasi dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai segala hal, 10 Dalam Cangara, Hafid, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta, PT. Raja Grafindo persada, 2004) hal 55 13 c. Menghibur (To Entertain) Dengan komunikasi, kita dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain, d. Mempengaruhi (To Influence) Komunikasi yang dilakukan setiap orang, dapat memberikan suatu bujukan atau pengaruh terhadap orang lain11. Menurut Robbins, komunikasi menjalankan empat fungsi utama dalam suatu organisasi, yaitu12: a. Kendali (kontrol, pengawasan). Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara. Setiap organisasi mempunyai hirarki wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan. b. Motivasi. Komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar. c. Pengungkapan emosional. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggota–anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka. Oleh karena itu, komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dan perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial. 11 Uchyana Effendy, Onong, op. cit, hal. 8 Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi (Jakarta, Prelahindo, 1996) hal 5-6 12 14 d. Informasi. Komunikasi mempermudah berhubungan pengambilan keputusan. dengan perannya Komunikasi dalam memberikan informasi yang diperlukan dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan–pilihan alternatif. Jadi dengan adanya seluruh fungsi komunikasi di atas, terlihat bahwa komunikasi memang memiliki banyak kegunaan atau peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia untuk melakukan berinteraksi atau berhubungan dengan sesama. Dengan melaksanakan fungsi komunikasi di atas, maka kita saling membutuhkan satu sama lain tidak bisa bekerja sendiri (independen) karena di dalam organisasi sangat memerlukan tingkat kerjasama yang tinggi. 2.1.3 Tujuan Komunikasi Seperti yang telah diuraikan bahwa komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan interaksi diantara sesama manusia, maka di dalam melakukan setiap kegiatan tentunya kita memiliki tujuan yang ingin dicapai. Begitu pula dengan kegiatan komunikasi. Tujuan komunikasi tersebut adalah : a. Perubahan Sikap (Attitude Change) b. Perubahan Pendapat (Opinion Change) c. Perubahan Perilaku (Behaviour Change) d. Perubahan Sosial (Social Change)13 13 Ibid hal 8 15 Dari tujuan komunikasi tersebut dapat menjelaskan bahwa dengan komunikasi seseorang melakukan komunikasi untuk dapat mempengaruhi orang lain dengan tujuan agar orang tersebut dapat melakukan perubahan, seperti perubahan sikap dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan pendapat dari tidak setuju menjadi setuju, perubahan perilaku dari suka menjadi tidak suka, serta perubahan sosial dimana dengan komunikasi kita dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan siapa saja tanpa membedakan status sosial. 2.1.4 Prinsip Komunikasi Untuk dapat memahami hakikat suatu komunikasi perulu diketahui prinsip dari komunikasi tersebut. Menurut Seiler, ada empat prinsip dasar dari komunikasi, yaitu14: 1. Komunikasi adalah Suatu Proses Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kegiatan yang terus menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah. Komunikasi juga bukanlah suatu barang yang dapat ditangkap dengan tangan untuk diteliti. 2. Komunikasi adalah Sistem Komunikasi terdiri dari beberapa komponen, yang mempunyai tugas masingmasing. Tugas dari komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. 14 Dalam Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi (Jakarta, Bumi Aksara, 2005) hal. 19-21 16 3. Komunikasi Bersifat Interaksi dan Transaksi Yang dimaksud dengan istilah interaksi adalah saling bertukar komunikasi. Misalnya seseorang berbicara kepada temannya mengenai sesuatu, kemudian temannya yang mendengar memberikan reaksi atau komentar terhadap apa yang sedang dibicarakan itu. Begitu selanjutnya berlangsung secara teratur ibarat orang yang bermain melempar bola. 4. Komunikasi Dapat Terjadi Disengaja Maupun Tidak Disengaja Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan. Tetapi apabila pesan yang tidak disengaja dikirimkan atau tidak dimaksudkan untuk orang tertentu untuk menerimanya maka itu dinamakan komunikasi tidak disengaja. 2.2 Organisasi Ada bermacam-macam pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan organisasi. Schein mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Schein juga mengatakan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengkoordinasi aktivitas dalam organisasi tersebut. Sifat tergantung antara satu bagian dengan bagian lain menandakan bahwa organisasi yang dimaksudkan Schein ini adalah merupakan suatu sistem15. 15 Ibid, hal. 23 17 Sedangkan menurut Weick menyatakan bahwa, “Kata organisasi adalah kata benda, kata ini juga merupakan mitos. Bila anda mencari organisasi, anda tidak akan menemukannya. Yang akan anda temukan adalah sejumlah peristiwa yang terjalin bersama-sama, yang berlangsung dalam kawasan nyata, urutanurutan peristiwa tersebut, jalur-jalurnya dan pengaturan temponya, merupakan bentuk-bentuk yang seringkali kita nyatakan secara tidak tepat bila kita membicarakan organisasi”16. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut: a. Chester I. Barnard dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa: “Organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis”17. b. Sedangkan menurut Kochler, bahwa organisasi adalah “Sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu18. c. Menurut Wright, organisasi adalah “Suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama19. 16 Dalam Wayne R Pace & Faules F Don, Komunikasi Oraganisasi Strategi Meningkatkan Kinerja perusahaan (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 78 17 Dalam Wayne R Pace & Faules F Don, op.cit, hal. 56 18 Dalam Muhammad, Arni, op. cit, hal. 24 19 Ibid 18 Dalam hal ini peneliti menyimpulkan organisasi merupakan suatu wadah yang melibatkan orang–orang yang melakukan kegiatan yang sama demi mewujudkan tujuan bersama. Setiap orang dalam organisasi mempunyai peranan dan status masing–masing. Karena peranan dan status seseorang menentukan pula cara kita berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi. Dan untuk mencapai tujuan bersama tersebut dibutuhkan komunikasi yang sehat. 2.3 Komunikasi Organisasi Para ahli memiliki definisi yang berbeda–beda mengenai komunikasi organisasi. Bermacam–macam definisi mereka tentang komunikasi organisasi, seperti20 : 1. Menurut Redding dan Sanborn, menyatakan bahwa komunikasi organisasi adalah ”Pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks”. 2. Sedangkan menurut Katz dan Kahn, bahwa ”Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi”. 3. Definisi Zelko dan Dance menyatakan.bahwa ”Komunikasi organisasi adalah suatu sistem saling bergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal”. 4. Menurut Thayer, ”Komunikasi organisasi sebagai arus data yang akan melayani organisasi dan proses interkomunikasi dalam beberapa cara”. Dia memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi, yaitu : 20 Dalam Muhammad, Arni, op. cit, hal. 66 19 a. Berkenaan dengan kerja organisasi b. Berkenaan dengan pengaturan organisasi c. Berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi. Meskipun bermacam–macam definisi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, tapi dari semua itu terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa: a. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks dan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal dan eksternal. b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya tujuan, arah dan media. c. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungan perasaannya dan hubungan dan keterampilannya. Salah satu tantangan besar dalam komunikasi organisasi adalah bagaimana menyampaikan informasi ke seluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian informasi. Proses informasi ini berhubungan dengan aliran informasi. Proses aliran informasi merupakan proses yang rumit. Apa yang dikemukan dalam struktur dapat saja bukan yang sebenarnya terjadi. Dalam komunikasi organisasi kita berbicara tentang jaringan komunikasi formal. Pesan dalam jaringan komunikasi formal, seperti21: 21 Dalam Wayne R Pace & Faules F Don, op.cit. hal. 183-184 20 a. Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mngalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Kahn): 1. Informasi bagaimana melakukan pekerjaan 2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan 3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi 4. Informasi mengenai kinerja pegawai 5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas. b. Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan: 1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya (Sharma). 2. Memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka (Planty & Machaver). 21 3. Memungkinkan-bahkan mendorong- omelan dan keluh kesah muncul kepermukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya (Conboy). 4. Membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut (Harriman). 5. Dll. c. Komunikasi Horisontal Komunikasi horisontal terdiri dari penyampaian informasi diantara rekan-rekan individu sejawat dalam unit kerja yang sama. Tujuan komunikasi horisontal, yaitu: 1. Untuk mengkoordinasi penugasan kerja 2. Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan 3. Untuk memecahkan masalah 4. Untuk memperoleh pemahaman bersama 5. Untuk mendamaikan, berunding dan menengahi perbedaan 6. Untuk menumbuhkan dukungan antarpesona d. Komunikasi Lintas-Saluran Dalam kebanyakan organisasi, muncul keinginan pegawai untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Misalnya, bagian seperti teknik, penelitian, personalia mengumpulkan laporan, data, laporan, rencana persiapan, kegiatan koordinasi dan memberi nasihat kepada manajer mengenai pekerjaan pegawai 22 disemua bagian organisasi. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka. Mereka tidak memiliki otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka. Namun, mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi; mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal (Davis). 2.4 Public Relations 2.4.1 Pengertian Public Relations Pada dasarnya public relations (hubungan masyarakat-humas) merupakan bidang atau fungsi tertentu yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial (perusahaan) maupun organisasi yang nonkomersial. Mulai dari yayasan, perguruan tinggi, dinas militer, sampai dengan lembaga-lembaga pemerintah, bahkan pesantren dan usaha bersama seperti Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) pun memerlukan humas. Kebutuhan akan kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak, karena public relations merupakan salah satu elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif. Arti penting public relations sebagai sumber informasi terpercaya kian terasa pada era globalisasi dan ”haus akan informasi” seperti saat ini. 23 Humas, yang merupakan terjemahan bebas dari istilah Public Relations atau PR – kedua istilah ini akan dipakai secara bergantian – itu terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya. Setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami humas, kecuali jika ia adalah sejenis tarzan yang tidak pernah bertemu atau menjalin kontak dengan manusia lainnya. Menurut definisi kamus terbitan Institute of Public Relations (IPR), yakni sebuah lembaga humas terkemuka di Inggris dan Eropa, terbitan bulan November 1987, ”Humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan saling pengertian antara suatu organsisasi dengan segenap khalayaknya”. Jadi, humas adalah suatu rangkaian kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa, sebagai suatu rangkaian kampanye atau program terpadu dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan dan teratur22. Pada pertemuan asosiasi-asosiasi Humas seluruh dunia di Mexico City, Agustus 1978, ditetapkan definisi humas sebagai berikut, ”Humas adalah suatu seni sekaligus disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memprediksi setiap kemungkinan konsekuensi dari setiap kegiatannya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi dan mengimplementasikan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan khalayaknya”23. Menganalisa kecenderungan mengisyaratkan bahwa dalam humas kita juga perlu menerapkan teknik-teknik penelitian ilmu sosial dalam merencanakan suatu program atau kampanye kehumasan. Definisi tersebut juga menyejajarkan 22 Dalam Anggoro, M Linggar, Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia (Jakarta, Bumi Aksara, 2000) hal. 2 23 Ibid 24 aspek-aspek kehumasan dengan aspek-aspek ilmu sosial dari suatu organisasi, yakni menonjolkan tanggung jawab organisasi kepada kepentingan publik atau kepentingan masyarakat luas. Setiap organisasi dinilai berdasarkan aspek sepak terjangnya. Humas itu jelas berkaitan dengan niat baik dan reputasi24. Menurut The International Public Relations Associations (IPRA) sebuah organisasi profesi ditingkat internasional, memberi definisi bahwa Public Relations adalah fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara kesinambungan yang oleh organisasi-organisasi dan lembagalembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada sangkut pautnya dengan cara memiliki opini public mereka, dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih produktif dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien dengan kegiatan penerangan, yang berencana dan tersebar luas25. Dari definisi-definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Public Relations merupakan fungsi manajemen yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam membina hubungan baik dengan para stakeholdernya yang dilakukan secara berkesinambungan dan mendapatkan timbal balik, sehingga tercipta citra yang positif. 24 Ibid Dalam Kusumastuti, Frida, Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat (Bogor, Ghalia Indonesia, 2004) hal. 14 25 25 2.4.2 Tujuan Public Relations Tujuan yang tepat tidak muncul begitu saja. Kita tidak bisa menemukan tujuan yang paling tepat hanya dengan duduk-duduk di belakang meja dan memerintahkan orang-orang lain untuk melakukan ini atau itu. Ruang lingkup tujuan humas itu sendiri ternyata sedemikian luas. Namun sehubungan dengan keterbatasan sumber daya, maka kita harus selalu membuat skala prioritas. Dari sekian banyak hal yang bisa dijadikan tujuan kegiatan humas dari sebuah perusahaan, beberapa diantaranya yang pokok adalah sebagai berikut26: a. Untuk mengubah citra umum dimata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan. b. Untuk meningkatkan bobot/kualitas para calon pegawai (perusahaan) atau anggota (organisasi) yang hendak direkrut. c. Untuk menyebarluaskan suatu cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan. d. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas serta membuka pasar-pasar baru. e. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan oleh perusahaan, agar masyarakat luas mengetahui betapa perusahaan itu mengutamakan kualitas dalam berbagai hal. f. Untuk menyebarluaskan angka informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pimpinan perusahaan/organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari g. Dll. 26 Anggoro, M Linggar, op.cit. hal. 72 26 Sedangkan menurut Frida, rumusan mengenai tujuan Public Relations adalah27: 1. Terpelihara dan Terbentuknya Saling Pengertian (Aspek Kognisi) Saling pengertian dimulai dari saling mengetahui atau mengenal. Ungkapan tak kenal maka tak sayang pada banyak fenomena memberikan jalan disitulah Public Relations berawal. 2. Menjaga dan Membentuk Saling Percaya (Aspek Afeksi) Tujuan ini lebih pada tujuan emosi, yakni pada sikap saling percaya. Untuk mencapai tujuan saling percaya ini, maka perlu diterapkan komunikasi persuasive. 3. Memelihara dan Menciptakan Kerjasama (Aspek Psikomotoris) Tujuan berikutnya adalah dengan komunikasi diharapkan akan terbentuknya bantuan dan kerjasama nyata. Artinya, bantuan dan kerjasama ini sudah dalam bantuan perilaku atau termanifestasikan dalam bentuk tindakan tertentu. Pada dasarnya tujuan sentral PR adalah untuk menunjang manajemen yang berupaya mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Meskipun tujuan setiap organisasi berbeda tergantung dari sifat organisasi tersebut, tetapi dalam kegiatan humas terdapat kesamaan yakni membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dalam membentuk citra positif. 27 Kusumastuti, Frida, op.cit, hal 20-22 27 2.4.3 Fungsi Public Relations Membicarakan tentang fungsi Public Relations, sama dengan berbicara tentang kegunaan Public Relations dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Cultip dan Center mengatakan bahwa fungsi Public Relations meliputi hal-hal sebagai berikut28: a. Menunjang kegiatan manjemen dan mencapai tujuan organisasi b. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahan kepada publik dan menyalurkan opini public kepada perusahaan c. Melayani public dan memberikan nasihat kepada pimpinan organisasi untuk kepentingan umum. d. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dan public, baik internal maupun eksternal. 2.5 Kepemimpinan 2.5.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan memiliki peranan penting dalam suatu organisasi. Karena seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan serta memberikan motivasi tinggi kepada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kepemimpinan, di bawah ini akan dikutip beberapa pendapat dari para ahli mengenai kepemimpinan yaitu: 28 Dalam Kusumastuti, Frida, op.cit, hal. 35 28 1. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi29. 2. Kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh indivudu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya30. 3. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu31. Dari definisi di atas, menunjukkan bahwa kepemimpinan dibutuhkan adanya kecocokan antara pemimpin dan karyawan karena kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif dan pemberi dorongan atau motivator untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2.5.2 Fungsi Kepemimpinan Kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu kemampuan memimpin atau mempengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Ada tiga tugas pokok kepemimpinan, meliputi32: a. Menangani situasi tertentu dalam organisasi perusahaan b. Menilai situasi tertentu 29 Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi (Jakarta, Bumi Aksara, 2003) hal. 170 30 Danim, Sudarman, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas (Jakarta, Rineka Cipta, 2004) hal. 55 31 Arep, Ishak, Manajemen Motivasi (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2004) hal. 93 32 Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 2003) hal. 29 c. Menentukan sikap atau tindakan dalam menghadapi dan mengatasi situasi tersebut. Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan tentu saja harus memperhitungkan kepentingan organisasi dengan berdasrkan atas azas-azas yang berlaku serta berpegang pada tujuan organisasi. 2.6 Gaya Kepemimpinan 2.6.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahan untuk mencapai tujuan organisasi memerlukan suatu gaya kepemimpinan yang tepat dan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya. Setiap pemimpin dalam memimpin bawahannya mempunyai cara atau gaya tersendiri yang bersifat khas. Kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang dipimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah atau sikap terhadap anak buah sesuai dengan keadaan atau pun kemampuan anak buahnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat33. Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya34. 33 34 Thoha, Miftah, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta, Rajawali Pers, 1983) hal. 51-52 Mulyasa, Manajeman Berbasis Sekolah (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 108 30 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. 2.6.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan Menurut Kurt Lewin yang dikutip oleh Maman Ukas mengemukakan tipe- tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu35: 1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan. 3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari 35 Dalam http://kawakib06.multiply.com/journal/item/6/Makalah_Kepemimpinan_dalam_Manajemen_ Pendidikan 31 para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan. Gaya kepemimpinan berarti suatu pola total dari tindakan pemimpin yang dirasakan oleh pegawai mereka. Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat pengendalian yang digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap para anggota kelompok, gaya kepemimpinan terbagi atas lima ciri, yaitu36: 1. Otoriter 2. Birokratik 3. Diplomatik 4. Demokratis 5. Laissez Faire Sedangkan tipe-tipe gaya kepemimpinan dalam buku Sudarwan Danim, sebagai berikut37: a. Pemimpin Otoriter Sebagai tindakan menurut kemauan sendiri, setiap produk pemikiran dipandang benar, keras tanggung jawab penuh terhadap organisasi, pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung kepada dirinya. Pemimpin otokratik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Beban kerja organisasi pada umunya ditanggung oleh pemimpin. 2. Bawahan hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh memberikan ide-ide baru. 36 37 Onong, Uchyana, Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Jakara, Mandar Maju, 1993) Danim, Sudarwan, Op. Cit., hal. 52 32 3. Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar kerja keras dan tidak kenal lelah. 4. Memiliki kepercayaan rendah terhadap karyawan. 5. Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang. 6. Menentukan kebijakan sendiri. 7. Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu arah. b. Pemimpin Demokratis Pada tipe ini pemimpin yang demokratis berusaha untuk lebih banyak melibatkan anggota kelompoknya dalam memacu tujuan-tujuan inti dari demokrasi adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh dan untuk bersama. Tugas dan tanggung jawab dibagi-bagi menurut bidang masing-masing. Pemimpin demokratis memiliki ciri-ciri: 1. Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi itu. 2. Bawahan, oleh pimpinan dianggap sebagai komponen pelaksana dan secara internal harus diberi tugas dan tanggung jawab. 3. Disiplin, akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama. 4. Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan. 5. Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah. 33 c. Kepemimpinan Permisif Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pimpinan ini biasanya terlalu banyak mengambil muka dengan dali untuk mengenakan individu yang dihadapinya. Pimpinan memberikan kebebasan kepada manusia organisasional, begini boleh, begitu boleh dan sebagainya. Bawahan tidak mempunyai pegangan yang jelas, informasi yang simpang siur dan tidak konsisten. Pemimpin permisif mempunyai ciri-ciri: 1. Tidak ada pegangan kuat dan kepercayaan pada diri sendiri rendah. 2. Mengiyakan semua saran. 3. Lambat dalam mengambil keputusan. 4. Banyak mengambil muka kepada bawahan. 5. Ramah dan tidak menyakiti. Menurut Wahjosumidjo, pada dasarnya tidak ada pemimpin yang baik yang ada adalah pemimpin yang efektif, yaitu pemimpin yang selalu berubahubah perilakunya sesuai dengan tingkat perkembangan kedewasaan bawahannya. Oleh karena itu, seorang pemimpin dapat berperilaku efektif, akan lebih cocok apabila pemimpin itu dapat menerapkan ajaran teori kepemimpinan situasi. Dan teori kepemimpinan situasi sendiri pada hakikatnya merupakan teori yang dikembangkan dari teori kepemimpinan perilaku. Sedang teori kepemimpinan perilaku berdasarkan perkembangannya bersumber pada ajaran-ajaran yang dihasilkan oleh teori kepemimpinan sifat38. 38 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987) hal. 219 34 Gaya kepemimpinan seseorang dapat berubah-ubah tergantung dari pengikut dan situasinya. Dengan kata lain seorang pemimpin dapat mempergunakan sejumlah pola perilaku yang berbeda-beda dalam mempengaruhi pola pengikutnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, pemimpin perlu dan harus berusaha agar menjadi panutan dan dalam melaksanakan tugasnya seorang pemimpin perlu kerjasama yang baik antara sesama kelompok atau bantuan berupa staff. Dan harus memiliki kesanggupan dan berkomunikasi dengan orang lain secara jelas. 2.6.3 Pendekatan Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin dengan kepemimpinannya harus mampu mempengaruhi, mengubah dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Pendekatan dengan model sifat didasari asumsi kondisi fisik dan karakteristik tertentu adalah penting bagi kesuksesan pemimpin, hal tersebut akan menjadi penetu yang membedakan antara seorang pemimpin dengan bukan pemimpin : Sifat-sifat pokok itu biasanya meliputi39: 1. Kondisi fisik : Energik, tegap, kuat dan lain-lain 2. Latar belakang sosial, berpendidikan dan berwawasan dan lingkungan social yang dinamis 39 Sujak, Abi, Kepemimpinan Manajer (Jakarta, PT. Rajawali Pers 1999) hal. 3 35 3. Kepribadian : Adaptasi, agresif, emosi stabi, popular dan kooperatif 4. Karakteristik yang menerima tanggung jawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas dan cakap dalam komunikasi interpersonal. Sedangkan menurut teori Jhon D. Millet, mengelompokkan sifat yang harus harus dimiliki oleh setiap pemimpin yaitu meliputi40: 1. Kemampuan untuk melihat organisasi secara keseluruhan 2. Kemampuan untuk mengambil keputusan 3. Kemampuan untuk mendelegasikan wewenang 4. Kemampuan menanamkan kesetiaan Dari teori-teori diatas pada kesimpulannya adalah sama yaitu bahwa seorang pemimpin dalam melakukan pendekatan sifat harus bisa melihat organisasi secara keseluruhan dapat memberikan keputusan dengan jelas dan menyelesaikan masalah dengan cepat dan menemukan inovasi serta memiliki pemikiran yang kreatif. 2.7 Motivasi Kerja 2.7.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi berasal dari motive atau dengan prakata bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti “mengerahkan”. Menurut Martoyo, motivasi pada dasarnya adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan yang kita inginkan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) disini dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan 40 Dalam Sujak, Abi, Ibid, hal. 3 36 kecendrungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia41. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu. Shemeron dalam bukunya mengatakan bahwa motivasi adalah sebuah tema yang dapat dianggap paling populer dalam wacana dan perbincangan masalah komunikasi, manjemen dan kepemimpinan dalam suatu organisasi42. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins, motivasi adalah, ”Kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual”43. Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil tindakan yang dikehendaki44. Dalam ”Teori Hirarki Kebutuhan Marslow” menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi oleh 5 (lima) kebutuhan umum yang dapat diklasifikasikan ke dalan deficiency atau growth need45: Deficiency Needs: 1. Fisiologis: merupakan kebutuhan yang paling mendasar yang terpusat pada kebutuhan untuk mempertahankan diri(survive) termasuk kebutuhan akan oksigen, makanan, minuman, tidur dan lain-lain. 2. Keamanan dan rasa aman: kebutuhan pada tahap kedua ini berkaitan dengn keamanan dan rasa aman seseorang secara fisik maupun emosi. 41 Dalam http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/15/motivasi-kerja/ Shermerhon, Motivasi dalam Perusahaan (Jakarta, Rineka Cipta, 1992) hal. 32 43 Robbins, Stephen P, op. cit, hal. 198 44 Dalam Onong, Uchyana, Effendy, op.cit, hal.69 45 Dalam Yuwono, Ino dkk, Psikologi Industri & Organisasi (Surabaya, Fakultas Psikologi Industri & Organisasi Universitas Airlangga, 2005) hal. 68-69 42 37 Kebutuhan ini meliputi keinginan akan stabilitas, keteraturan, bebas dari ancaman dan lain-lain. 3. Rasa memiliki: kebutuhan tahap ketiga ini yang berkaitan dengan keinginan seseorang untuk diterima oleh orang lain, bersahabat dan dicintai. Dalam organisasi dapat berupa kebutuhan untuk berinteraksi dengan teman sekerja dan lain-lain. Growth Needs : 4. Harga diri dan ego: adalah kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Dalam organisasi dapat berupa kebutuhan untuk memperoleh status yang tinggi dan dikenali sebagai seseorang yang berhasil. 5. Aktualisasi diri: merupakan tingkat kebutuhan yang tertinggi, yaitu kebutuhan untuk merealisasikan seluruh potensi yang dimiliki. Dalam organisasi dapat berupa kebutuhan untuk mengatasi tugas-tugas yang menantang, kreatif dan inofatif. Dalam ”Teori Learned Need McClelland”, individu memperoleh sejumlah kebutuhan dari budaya masyarakat yang dipelajari melalui sesuatu yang mereka alami, khususnya pengalaman di masa awal kehidupan. Ada empat kebutuhan yang dipelajari seseorang dari lingkungan, yaitu46: 1. Kebutuhan Berprestasi (n Ach) Sebagai perilaku ke arah kompetisi dengan standar yang memuaskan. Ada empat karakteristik dari individu yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berprestasi, yaitu: a. Memiliki keinginan yang kuat untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas pengambilan keputusan atau penyelesaian tugas 46 Ibid, hal. 72-73 38 b. Cenderung membuat tujuan dengan tingkat kesulitan yang sedang dan memperhitungkan resiko c. Keinginan yang kuat untuk mendapat umpan balik yang konkret d. A single minded preocupation with task accomplishment. 2. Kebutuhan untuk Berkuasa (n Pow) Didefinisikan sebagai kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan, mempengaruhi perilaku orang lain dan mengambil tanggung jawab atas mereka. Individu yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berkuasa, memiliki karakteristik: a. Berkeinginan kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan orang lain b. Memiliki perhatian untuk menjaga hubungan atasan-bawahan. 3. Kebutuhan untuk Berafilasi (n Aff) Didefinisikan sebagai suatu ketertarikan pada orang lain yang bertujuan untuk meyakinkan perasaan bahwa dirinya dapat diterima oleh mereka. McClelland mengidentifikasikan tiga karakteristik orang yang memiliki kebutuhan berafilasi yang tinggi: a. Keinginan yang kuat untuk bersepakat dan memperoleh dukungan dari orang lain b. Cenderung menyesuaikan diri terhadap harapan dan norma orang lain saat ”ditekan” oleh hubungan persahabatan yang mereka nilai berharga c. Memiliki keinginan yang tulus untuk menjaga perasaan orang lain. 39 4. Kebutuhan untuk Otonom (n Aut) Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan untuk independent. Individu dengan n Aut tinggi cenderung ingin bekrja sendiri, mengendalikan sendiri lingkungan kerjanya dan tidak suka terlalu terikat pada aturan dan prosedur kaku. Karyawan dengan n Aut tinggi akan berkomitmen terhadap tujuan organisasi, selama mereka diberi kebebasan untuk menentukan sendiri kontribusinya dan tidak tuntut untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok. Seperti telah disebutkan di atas bahwa motivasi bisa bersumber dari dalam orang atau bersumber dari luar diri orang. Dengan adanya kejelasan gaya kepemimpinan di perusahaan, karyawan akan memberikan motivasinya kepada perusahaan karena dengan dia memberikan motivasi berarti memberikan keuntungan juga untuk karyawan tersebut. Motivasi kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja dalam organisasi menurut Herzberg dibagi atas dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu47: 1. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja a. Prestasi Sejauh mana karyawan merasa terpacu untuk menunjukkan hasil kerja terbaiknya dan karyawan mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan. b. Pengakuan 47 Dalam Malayu. S.P Hasibuan , Organisasi dan Motivasi Dasar Produktivitas ( Jakarta, Bumi Aksara, 2001) hal. 105 40 Sejauh mana karyawan dihargai dan diakui kinerja yang telah diciptakan dengan mendapatkan reward/penghargaan. c. Tanggung Jawab Sejauh mana karyawan tetap bekerja dengan baik tanpa harus selalu diawasi atasan dan karyawan tidak menunda-nunda pekerjaan. d. Pekerjaan Itu Sendiri Sejauh mana karyawan merasa pekerjaannya sangat berarti bagi dirinya dan merasa pekerjaannya yang dilakukan memang pekerjaan yang diinginkannya. e. Pengembangan Potensi Individu Sejauh mana karyawan mendapat kesempatan mengembangkan kemampuan dan mendapat pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan keahlian dan pekerjaan. 2. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja a. Gaji atau Upah b. Kualitas Supervisi c. Kondisi kerja d. Kebijakan dan administrasi perusahaan e. Hubungan Antarpribadi Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemimpin harus memusatkan perhatiannya kepada faktor motivator dan terus memotivasi pegawai dengan cara membentuk hubungan yang baik dan menyesuaikan pekerjaan dengan lingkungan kerja untuk menghindari faktor ketidakpuasan. Dengan memotivasi pegawai, pemimpin perlu menemukan cara untuk memberi pegawai lebih banyak 41 kebebasan dalam melakukan pekerjaan mereka, atau setidaknya memberi mereka lebih banyak penghargaan atas pekerjaan yang telah dilakukan48. 2.8 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Salah satu cara untuk mengetahui bahwa kepemimpinan berhasil adalah dengan mengetahui seberapa tinggi presentasi yang dapat dicapai oleh perusahaan yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan dalam organisasi mempunyai peran yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan melalui gaya kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahan agar meningkatkan kinerjanya. Untuk membawa bawahan sesuai dengan kemampuan pemimpin, maka seorang pemimpin harus mampu memotivasi pegawai. Pemimpin dalam memotivasi harus menyadari bahwa karyawan mau bekerja keras dengan harapan karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan-keinginannya dari hasil pekerjaannya. Seorang pemimpin yang baik selalu membuat tujuan organisasi yang dipimpinnya jelas dan terarah. Seluruh pegawainya pun mengetahui pula dengan jelas, mereka menyetujui dan berusaha mencapai tujuan tersebut. Jadi dengan kata lain seorang pemimpin yang baik dalam menerapkan gaya kepemimpinannya pada perusahaan dapat melihat keinginan pada bawahnnya terlebih dahulu, kemudian dapat memberikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan karyawan, sehingga terciptanya suasana yang harmonis antara atasa dengan bawahan dalam suatu perusahaan dan dengan 48 Ibid 42 terciptanya suasana yang harmonis tersebu maka pengaruhnya sangat kuat terhadap pencapaian tujuan perusahaan. 2.9 Kerangka Pemikiran Perusahaan/ Organisasi Peningkatan Kerja Pemimpin dan Pegawai Gaya Motivasi Kerja Kinerja Pegawai Penurunan Kerja Dari gambar di atas adalah hasil dari komparasi beberapa teori gaya kepemimpinan dan teori motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini,. Peneliti mencoba menjelaskan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja yang berdampak pada kinerja pegawai yang menuju kepada arah peningkatan atau penurunan. Menurut peneliti, seorang pemimpin harus dapat menimbulkan/memberikan motivasi kepada pegawainya agar tujuan organisasi dapat tercapai49. 49 Dalam Arki, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Pusat humas Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Pusat humas Depnakertrans (Jakarta, UMB, 2008) hal. 26 43 2.10 Hipotesis Teoritis Dalam penelitian ini gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Gaya kepemimpinan sebagai variabel independen dan motivasi kerja karyawan sebagai variabel dependen. Model kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut: Konsep Analis X Y Variabel Independen Gaya Kepemimpinan 1. Otoriter Motivasi kerja karyawan Variabel Dependen 2. Demokratis 3. Permisif Dari konsep analisis tersebut, menghasilkan hipotesa teoritis sebagai berikut: 1. “Terdapat pengaruh antar gaya kepemimpinan otoriter terhadap motivasi kerja karyawan“. 2. “Terdapat pengaruh antar gaya kepemimpinan demokratis terhadap motivasi kerja karyawan“. 3. “Terdapat pengaruh antar gaya kepemimpinan permisif terhadap motivasi kerja karyawan“.