BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai kajian pustaka yang merupakan penelitian
sejenis berupa tesis ataupun jurnal penelitian terkait dengan penelitian yang
dilakukan. Konsep penelitian dijabarkan agar persepsi antara peneliti dan
pembaca menjadi sejalan. Selain itu dibahas juga mengenai landasan teori yang
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian serta model penelitian.
2.1
Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis yang
terdahulu. Kajian pustaka ini digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi
suatu penelitian. Selain itu juga sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan
penelitian selanjutnya. Hasil-hasil penelitian yang digunakan adalah penelitian
yang terkait dengan infrastruktur pada permukiman kumuh di Denpasar Barat
secara umum.
2.1.1 Pola penanganan infrastruktur pada kawasan permukiman kumuh
(studi kasus kawasan bantaran sungai Winongo)
Penelitian ini merupakan jurnal dari Amos Setiadi pada tahun 2011,
Program Studi Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tujuan dari
penelitian ini adalah, (1) menemukenali pola penanganan yang efektif pada
infrastruktur permukiman berdasarkan tipe kawasan, diharapkan dapat membantu
dalam
penyediaan
pengembangan
infrastruktur
8
permukiman
kota
yang
9
komprehensif dan terintegrasi dengan sistem perkotaan, sehingga dapat menjamin
keberlanjutan kegiatan pembangunan kawasan perkotaan; (2) memberikan
pendampingan bagi perangkat perencana dan pelaksana pembangunan kota, dalam
menyusun rencana pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan, yang
terintegrasi dengan sektor pembangunan lain, sesuai dengan peran, fungsi dan
kontribusi yang diharapkan dalam mencapai tujuan pengembangan kawasan
perkotaan.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pemilihan lokasi (lokus) spesifik di
bantaran sungai Winongo, Kelurahan Pakuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota
Yogyakarta. Kasus studi yaitu kawasan permukiman tidak terencana (informal)
atau kampung Kuncen. Pengumpulan data menggunakan teknik survei data primer
dan data sekunder. Data dianalisis dengan cara deskriptif yang mencakup seluruh
hasil pengamatan, selanjutnya diidentifikasi semua variabel data yang mencakup
komponen faktor input (variable indicator), komponen faktor proses berupa
variabel penanganan, dan komponen faktor manfaat berupa variabel output
sebagai sebab akibat/dampak penanganan.
Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukenali nilai rendah pada masalah
ketersediaan pengolahan limbah rumah tangga (limbah domestik), air bersih,
persampahan, drainase, dan ketersediaan ruang terbuka hijau. Tipe faktor penentu
kawasan permukiman kumuh yaitu: skala spasial, lahan milik pribadi, ketiadaan
jaminan kepemilikan lahan, penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukkan
lahan, kondisi ekonomi masyarakat relatif sama (homogen) yaitu golongan
10
ekonomi bawah, kepadatan penduduk 12263 jiwa/ha, daya dukung kawasan yang
belum memadai.
2.1.2 Partisipasi masyarakat kampung kota untuk meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman (kasus: permukiman kampung kota di
Bandung)
Penelitian ini merupakan jurnal dari Sri Handayani pada Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor pada tahun 2008. Tujuan
penelitian adalah untuk: (1) mengidentifikasi karakteristik fisik permukiman
kampung kota dan menganalisis modal sosial masyarakatnya; (2) mengidentifikasi
persepsi masyarakat tentang kualitas lingkungan dan menganalisis motivasi
masyarakat
untuk
meningkatkan
kualitas
lingkungan
permukiman,
(3)
mengidentifikasi tingkat kebutuhan akan rumah dan permukiman pada masyarakat
permukiman kampung kota; (4) mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman kampung kota
dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhinya; dan (5) menyusun
strategi pemberdayaan yang sesuai dengan masyarakat kampung kota sehinga
dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukimannya.
Penelitian
berbentuk
explanatory
research
yang
bertujuan
untuk
menjelaskan hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian melalui pengujian
hipotesis dengan uji statistik. Pendekatan kualitatif dilakukan dalam upaya
menjelaskan substansi hasil uji statistik yang didapat. Hasil studi menunjukkan
bahwa karakteristik fisik permukiman kampung kota ditandai dengan: (a)
minimnya ketersediaan sarana prasarana permukiman dan (b) rendahnya kualitas
kondisi sarana prasarana permukiman yang tersedia. Hasil penelitian lainnya
11
adalah berupa ciri-ciri dari masyarakat kampung kota, persepsi tentang kualitas
lingkungan yang buruk, kategori kebutuhan akan rumah pada masyarakat
kampung kota berada, bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas
lingkungan, faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap partisipasi, inovasi
sosial berbasis masyarakat, strategi proses penyadaran masyarakat.
2.1.3 Kepedulian masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan
permukiman kumuh di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai
Penelitian ini merupakan tesis dari Tety Juliany Siregar pada Program
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas
Diponegoro Semarang tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
bagaimana kepedulian masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan
permukiman kumuh di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Adapun
sasarannya mengkaji keberhasilan perubahan perilaku masyarakat dalam
perbaikan sanitasi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepedulian
masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan permukiman kumuh. Dalam
penelitian ini digunakan metode penelitian ini kualitatif diawali pendekatan
positivistik, yaitu dengan cara berpikir dari depan dengan melihat dan mengkaji
variabel-variabel penelitian berdasarkan kajian literatur secara komprehensif
kemudian variabel-variabel tersebut dianalisis pada fenomena yang terjadi di
lapangan.
Hasil temuan penelitian kepedulian masyarakat dalam perbaikan sanitasi
lingkungan di Kelurahan Matahalasan ditandai dari perilaku masyarakat yang
selalu bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan orang lain. Bentuk
12
kepedulian masyarakat terlihat dari peran dan tindakannya terlibat dalam 8 proses
perbaikan sanitasi lingkungan dimulai dari porses inisiasi awal sampai pada
pengawasan dalam penggunaan MCK.
2.1.4 Analisis ketersediaan dan kapasitas pemenuhan infrastruktur di
kawasan bisnis Beteng Surakarta
Penelitian ini dilakukan oleh Retno Tri Nalarsih Program Magister Teknik
Sipil Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2007 yang disusun dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan program magister teknik sipil.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ketersediaan dan
menganalisis kapasitas pemenuhan infrastruktur: jalan, air bersih, persampahan,
drainase, listrik dan telekomunikasi di Kawasan
Bisnis Beteng Surakarta,
berdasarkan pendapat responden dan perhitungan kapasitas pemenuhan. Analisis
dilakukan pada tiap infrastruktur, dimana menghasilkan sintesa masing-masing
sesuai dengan karakteristik ketersediaan, kebutuhan dan pemenuhan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode gabungan
antara kuantitatif dan kualitatif. Teknik kuantitatif dipergunakan untuk mengukur
data berupa angka atau kualitatif diangkakan berkenaan dengan tingkat pelayanan
dari infrastruktur. Sedangkan teknik kualitatif digunakan untuk menjelaskan dan
mengetahui hal-hal yang tidak bisa dijelaskan secara kuantitatif.
Hasil analisis jaringan jalan didapat rata-rata memiliki derajat kejenuhan
0,80 menunjukkan bahwa melebihi standar jalan perkotaan yaitu 0,75. Fasilitas
trotoar dan fasilitas penyeberangan responden menyatakan 53% membutuhan
perbaikan. Hasil analisis air bersih didapat rata-rata 60% telah memenuhi
13
kebutuhan. Hasil analisis persampahan didapat bahwa pewadahan 65% terpenuhi.
Hasil analisis drainase didapat bahwa responden 60% menyatakan kurang lancar.
Hasil analisis jaringan listrik didapat bahwa responden menyatakan 60% sangat
baik, dan 65% menyatakan pemenuhan listrik sangat baik, dan berdasarkan
perhitungan kebutuhan daya listrik dan pemakaian memenuhi kebutuhan. Hasil
analisis
telekomunikasi
didapatkan
bahwa
responden
menyatakan
80%
menyatakan kurang baik, karena belum terpasang, pada penggunaan alat
komunikasi lain 65% Global System for Mobile (GSM) dan 65% Code Division
Multi Acess (CDMA). Berdasarkan hasil analisis masing-masing infrastruktur di
atas dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam pengembangan selanjutnya.
14
Tabel 2.1 Kajian pustaka penelitian yang sejenis
No.
Nama
Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi
Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan dengan
penelitian yang akan
dilakukan
- Studi mengenai
infrastruktur pada
permukiman kumuh
1.
Amos
Setiadi,
2011
Pola Penanganan Infrastruktur
Pada Kawasan Permukiman
Kumuh (Studi Kasus Kawasan
Bantaran Sungai Winongo)
Kualitatif
Deskriptif
- Identifikasi nilai rendah pada masalah ketersediaan
pengolahan limbah, air bersih, persampahan, drainase, dan
ketersediaan ruang terbuka hijau.
- Tipe faktor penentu kawasan permukiman
2.
Sri
Handayani,
2008
Partisipasi Masyarakat
Kampung Kota Untuk
Meningkatkan Kualitas
Lingkungan Permukiman
(Kasus: Permukiman
Kampung Kota Di Bandung)
Metode kualitatif
dan explanatory
research.
- Karakteristik fisik permukiman kampung kota ditandai
dengan: (a) minimnya ketersediaan sarana prasarana
permukiman dan (b) rendahnya kualitas kondisi sarana
prasarana permukiman yang tersedia.
- persepsi tentang kualitas lingkungan yang buruk, bentuk
partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas
lingkungan.
- Studi mengenai
kualitas lingkungan
permukiman pada
Kampung Kota
3.
Tety
Juliany
Siregar,
2010
Kepedulian Masyarakat dalam
Perbaikan Sanitasi
Lingkungan Permukiman
Kumuh di Kelurahan
Matahalasan Kota
Tanjungbalai
Kualitatif dengan
pendekatan
positivistik
- Hasil temuan berupa perilaku masyarakat yang selalu
bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan orang
lain.
- Bentuk kepedulian masyarakat terlihat dari peran dan
tindakannya terlibat dalam 8 proses perbaikan sanitasi
lingkungan
- Bahasan mengenai
sanitasi (bagian dari
infrastruktur) pada
permukiman kumuh
4.
Retno Tri
Nalarsih,
2007
Analisis Ketersediaan dan
Kapasitas Pemenuhan
Infrastruktur di Kawasan
Bisnis Beteng Surakarta
Metode
gabungan antara
kuantitatif dan
kualitatif
- Berupa presentase ketersediaan jaringan infrastruktur yang
tersedia di Kawasan Bisnis Beteng Surakarta
- Studi mengenai
ketersediaan
infrastruktur pada
suatu kawasan
15
2.2
Kerangka Berpikir dan Konsep
Kerangka berpikir merupakan suatu alur pikir peneliti mulai dari awal
dalam menemukan tema-tema penelitian hingga dilakukannya penelitian tersebut.
Sedangkan konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan acuan dalam
melakukan suatu penelitian yang dilakukan.
2.2.1 Kerangka berpikir
Kerangka berpikir merupakan tahapan-tahapan suatu penelitian mulai dari
grand tour atau observasi awal ke lapangan, kemudian proses menemukan
fokus/masalah penelitian, merumuskan tujan dan sasaran penelitian, menentukan
teori-teori yang digunakan sebagai dasar terkait dengan penelitian yang dilakukan,
tahap mengumpulkan data, kemudian menganalisis data, hingga memperoleh
suatu hasil penelitian, dan terakhir merumuskan kesimpulan, rekomendasi studi
dan saran.
16
Grand tour (observasi awal)
Konteks Studi :
- Infrastruktur sebagai bagian penting sebuah permukiman
- Ketidak layakan pengadaan infrastruktur di permukiman kumuh
- Bagaimana kondisi ini berkontribusi terhadap tingkat ke-kumuh-an permukiman kumuh
- Apa yang mempengaruhi kondisi infrastruktur tersebut
Infrastruktur Permukiman Kumuh
di Kecamatan Denpasar Barat
Rumusan masalah 1:
Bagaimana kondisi
infrastruktur pada
permukiman kumuh di
Kecamatan Denpasar Barat
saat ini?
Data :
Studi Literatur
Observasi Lapangan
Wawancara
Rumusan masalah 2:
Bagaimana proses pengadaan
infrastruktur pada permukiman
kumuh di Kecamatan Denpasar
Barat serta siapa saja pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya?
Rumusan masalah 3:
Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi
infrastruktur tersebut pada
permukiman kumuh di
Kecamatan Denpasar Barat?
Data dan Analisis :
Studi literatur
Observasi Lapangan
Wawancara
Analisis :
Analisis data dari
rumusan masalah 1
dan rumusan masalah
2
Tabulasi data
Landasan
teori
Metodologi penelitian
Analisis data
Hasil, kesimpulan, dan saran
Gambar 2.1 Diagram kerangka berpikir
17
2.2.2 Konsep
Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan suatu penelitian, sehingga nantinya tidak menyimpang dari lingkup
penelitian yang dilakukan. Konsep juga digunakan untuk menyamakan persepsi
dari peneliti kepada pembaca mengenai topik penelitian. Beberapa konsep yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)
Infrastruktur permukiman kumuh
Infrastruktur dapat dibedakan menjadi infrastruktur fisik dan infrastruktur
sosial. Infrastruktur fisik meliputi, penyediaan air bersih, jaringan jalan,
pengelolaan persampahan, sistem drainase, jaringan listrik dan telekomunikasi,
sanitasi, serta sistem pembuangan air limbah. Sedangkan infrastruktur sosial
meliputi, fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan,
pelayanan umum, peribadatan, rekreasi, kebudayaan, olahraga, dan lapangan
terbuka (Grigg, 2000).
Infrastruktur merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam
mengidentifikasi permukiman kumuh di perkotaan. Kondisi yang terjadi pada
infrastruktur permukiman kumuh misalnya, kurangnya akses layak terhadap air
bersih dan listrik, kondisi jalan lingkungan yang seadanya, sistem sanitasi yang
tidak baik, sistem drainase, sistem persampahan, dan pembuangan air limbah (UN
Habitat, 2008). Pemerintah seringkali mengabaikan pengadaan infrastruktur pada
permukiman kumuh akibat dari perkembangan titik-titik kumuh yang begitu
pesatnya dan muncul begitu saja di sela-sela permukiman yang sudah ada maupun
pada lahan sewa yang memiliki nilai jual yang rendah. Pendapatan adalah
18
prioritas utama bagi kaum pendatang yang menghuni tempat kumuh ini, sehingga
kualitas tempat tinggal dan infrastruktur bukan lagi menjadi prioritas utama.
Kondisi seperti ini akan mengakibatkan menurunnya kualitas ruang permukiman
pada titik-titik kumuh yang ada di Denpasar khususnya.
Dalam penelitian ini nantinya akan dianalisis mengenai infrastruktur fisik
yaitu, penyediaan air bersih, jaringan jalan, pengelolaan limbah (drainase, limbah
rumah tangga, persampahan), serta sarana mandi cuci kakus (MCK). Hal-hal yang
akan diteliti nantinya yaitu mengenai kondisi infrastruktur permukiman kumuh
saat ini, proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh di Denpasar
Barat serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dan yang terakhir adalah
faktor-faktor penentu kondisi infrastruktur pada permukiman kumuh di
Kecamatan Denpasar Barat.
2)
Permukiman kumuh di Kota Denpasar
Menurut Khomarudin (1997), permukiman kumuh didefinisikan sebagai
lingkungan permukiman yang berpenghuni padat (melebihi 500 orang /ha) dengan
jumlah rumah yang juga sangat padat dan ukuran di bawah standar, kondisi sosial
ekonomi rendah, prasarana lingkungan hampir tidak ada atau tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Walikota Denpasar tanggal 23 Juli 2012 No.
188.45/509/HK/2012 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh di Kota Denpasar, terdapat 35 titik permukiman kumuh yang
ada di Kota Denpasar. Warga pemukiman kumuh mayoritas dihuni oleh warga
pendatang yang berasal dari luar Denpasar maupun Bali. Semakin banyaknya
19
permukiman kumuh di Kota Denpasar, sangat berdampak buruk bagi kota dan
kualitas lingkungannya baik dari segi sosial budaya, ekonomi, serta masalah fisik
yang banyak terjadi dewasa ini.
Permasalahan yang banyak terjadi pada titik kumuh di Kecamatan
Denpasar Barat yaitu masalah kondisi infrastruktur yang kurang memadai.
Seringkali masyarakat penghuni titik kumuh ini memanfaatkan lingkungan
sekitarnya sebagai sarana pembuangan. Seperti misalnya, sungai yang ada di
sekitar permukiman dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah rumah
tangga dan limbah padat. Lahan kosong juga sering digunakan sebagai tempat
pembuangan sampah secara tidak bertanggung jawab, bahkan mereka tidak segansegan memanfaatkan areal rumahnya sendiri sebagai tempat pembuangan. Aspekaspek inilah yang diteliti pada permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar Barat.
2.3
Landasan Teori
Landasan teori merupakan suatu teori-teori yang digunakan sebagai dasar
ataupun batasan dalam melakukan suatu penelitian. Teori merupakan serangkaian
asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial
secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Menurut
definisi ini teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah serangkaian proposisi
antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara
sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep.
Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep
mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk
hubungannya (Singarimbun, 2006).
20
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai
definisi dari permukiman kumuh, infrastruktur permukiman secara umum dan
infrastruktur permukiman kumuh.
2.3.1 Permukiman kumuh
Permukiman kumuh adalah permukiman dengan rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar
kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air
bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka,
serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007).
Menurut Sinulingga (2005) ciri-ciri pemukiman kumuh yaitu, penduduk
sangat padat antara 250-400 jiwa/ha. Kondisi jalan-jalan pada permukiman kumuh
yang sempit (±1,5 meter), sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat,
dan terkadang jalan ini tersembunyi dibalik atap-atap rumah yang sudah
bersinggungan satu sama lain. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, bahkan
terdapat jalan-jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan
mudah akan tergenang oleh air. Fasilitas pembuangan air kotor sangat minim,
terdapat diantaranya yang langsung membuang air kotor ke saluran yang dekat
dengan rumah, ataupun ke sungai yang terdekat. Fasilitas penyediaan air bersih
sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal, air hujan atau membeli secara
kalengan. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada
umumnya tidak permanen dan banyak yang berupa bangunan darurat.
21
Kepemilikan hak atas lahan sering tidak legal, artinya status tanahnya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apapun.
2.3.2 Infrastruktur permukiman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), infrastruktur dapat
diartikan sebagai sarana dan prasarana umum. Sarana secara umum diketahui
sebagai fasilitas publik seperti rumah sakit, jalan, jembatan, telepon, sanitasi dan
lainnya. Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan
ekonomi (Grigg, 1988).
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem
sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sistem infrastruktur juga dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas
atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat menunjuk pada suatu keberlangsungan dan
keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana infrastruktur fisik mewadahi
interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungannya (Grigg, 2000).
Suripin (2007) menyatakan bahwa:
"... Infrastructure (perkotaan) adalah bangunan atau fasilitas-fasilitas
dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan
dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik
yang dirancang dalam sistem sehingga mampu memberikan pelayanan
prima pada masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur
pada dasarnya sangat luas dan sangat banyak, namun secara umum terdiri
dari 12 komponen sesuai dengan sifat dan karakternya".
Associated General Contractor of America (AGCA), mendefinisikan
infrastruktur adalah semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh Pemerintah
setempat, Pemerintah Daerah maupun Pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para
22
pengusaha. Menurut Chapin (1995), guna lahan harus memiliki akses terhadap
jaringan umum dan struktur umum serta pelayanan umum . Struktur umum disini
disebut dengan infrastruktur, fasilitas umum atau terkadang disebut sebagai
fasilitas pelayanan umum. Secara umum istilah infrastruktur biasanya
berhubungan dengan air bersih, fasilitas air limbah, jalan raya, dan transportasi
umum, sementara fasilitas umum berhubungan dengan sekolah, taman, dan
fasilitas lain yang sering dikunjungi masyarakat. Terkadang fasilitas umum dapat
digunakan secara bergantian dengan infrastruktur untuk menunjukan segala
sesuatu yang terkandung dalam bangunan umum baik secara fisik maupun sistem
pelayanannya. Kita sering menggunakan istilah fasilitas umum (communal
facility) guna mempersatukan keduanya, infrastruktur dan struktur dan tempat
dimana pelayanan masyarakat dilakukan.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Infrastruktur
merupakan fasilitas-fasilitas publik yang diadakan oleh pemerintah maupun
swasta merujuk pada sistem fisik seperti jaringan jalan, air bersih, drainase,
telekomunikasi, listrik, limbah, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik
yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam
lingkup sosial dan ekonomi.
Elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta Karya, secara
garis besar dapat dikelompokkan dalam infrastruktur fisik, antara lain:
1)
Jaringan jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
23
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah atau air serta di atas permukaan air (Adji Adisasmita, 2012:79).
Dalam suatu kota, pola jaringan jalan biasanya terbentuk melalui proses yang
sangat panjang dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pola yang ada
sebelumnya (Rinaldi Mirsa, 2011:54).
Ketentuan-ketentuan berkaitan dengan sistem perencanaan jaringan jalan
adalah sebagai berikut (Adji Adisasmita, 2012:91):
a) Secara umum sistem jaringan jalan dalam suatu kawasan harus
menunjukkan adanya pola jaringan jalan yang jelas antara jalanjalan utama dengan jalan kolektor/lokalnya, sehingga orientasi dari
kawasan-kawasan fungsional yang ada dapat terstruktur.
b) Fungsi penghubung dalam peranan jaringan jalan pada suatu
kawasan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
c) Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar
bangunan dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan,
penghijauan, dan lain-lain.
d) Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan
identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas
pedestrian.
2)
Sistem drainase
Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem
drainase terdiri dari saluran penerima (interseptor drain), saluran pengumpul
(colector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain)
dan badan air penerima (receiving waters) (Grigg, 1988).
Air hujan yang jatuh di suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, dengan
membuat saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan
tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih
24
besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga
dan dan sistem saluran bangunan infrastruktur lainnya, sehingga apabila cukup
banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment).
Seluruh proses tersebut di atas yang disebut dengan sistem drainase (Kodoatie,
2003).
3)
Jaringan air bersih
Jaringan air bersih di permukiman merupakan suatu prasarana yang sangat
penting untuk menunjang keberlangsungan suatu permukiman tersebut untuk
berkembang. Pesatnya pembangunan serta tingginya laju pertumbuhan penduduk
menyebabkan meningkatnya kebutuhan permukiman dengan prasarana yang
mendukungnya. Sejalan dengan meningkatnya permukiman, maka kebutuhan
untuk air bersih pun meningkat, baik dalam kualitas maupun kuantitas (Kodoatie,
2002).
Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka
kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu (Lukmanul Hakim, 2010):
a) Syarat fisik: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak berasa, suhu antara 10°-25° C (sejuk).
b) Syarat kimiawi: tidak mengandung bahan kimiawi yang
mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang
berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5-9,2 39.
c) Syarat bakteriologi: tidak mengandung kuman-kuman penyakit
seperti disentri, kolera dan bakteri patogen penyebab penyakit.
4)
Pengelolaan sampah
Sampah adalah sesuatu yang sudah tidak dapat digunakan lagi, tidak
terpakai, tidak disenangi dan sesuatu yang sudah dibuang yang berasal dari
aktifitas manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (American Public Health
25
Association, 1976). Sampah adalah limbah yang bersifat padat yang berasal dari
zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola
agar tidak menganggu lingkungan (Tri Nalarsih, 2007).
Pengelolaan sampah atau limbah padat pada dasarnya dibagi menjadi dua
sistem, yaitu sistem on-site dan off-site (Istiawan, 1996). Sistem on-site yaitu
pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masing-masing sumber dan umumnya
pada lokasi masing-masing sumber, baik dengan cara dibakar, ditimbun, dan
didaur-ulang. Sistem off-site yaitu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
sumber pada lokasi tertentu dan mempunyai jarak yang cukup jauh.
5)
Pengolahan air limbah
Kriteria air limbah domestik yang berasal dari pusat permukiman dan non
permukiman antara lain:
a) Air mandi, air cucian, air dapur merupakan air limbah grey water
b) Air jamban/water closet (WC) merupakan air limbah black water
Kriteria pengumpulan dan pengaliran air limbah dibedakan menjadi: (1)
sistem sanitasi terpusat (off site system) dimana air limbah yang dikumpulkan dari
sambungan rumah adalah dari air mandi, cuci, dapur dan jamban. Pengumpulan
air limbah domestik dari sambungan rumah dialirkan ke pipa pengumpul dengan
kecepatan aliran minimum 0,6 m/det dan maksimum 3 m/det. Air limbah dari pipa
pengumpul dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL); (2) sistem
sanitasi setempat (on site system) dimana pengumpulan air limbah (Black Water)
melalui kakus ke bangunan tangki septik dan cubluk. Pengaliran air limbah (grey
water) langsung ke saluran drainase kota, atau diresapkan ke tanah.
26
Pengumpulan/penyedotan lumpur tinja dengan truk tinja untuk dibawa ke Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
2.3.3 Infrastruktur permukiman kumuh
UN Habitat (2008) mendefinisikan rumah tangga kumuh sebagai suatu
tempat/rumah yang dihuni oleh sekelompok orang, dan tidak memiliki satu atau
lebih dari lima kondisi yaitu, rumah dari bahan permanen di lokasi yang tidak
rawan bencana, area huni yang layak, akses ke air bersih, akses ke sanitasi yang
layak, serta kepemilikan lahan yang aman dan legal. Dari sekian indikator yang
disebutkan diatas, infrastruktur merupakan salah satu dari indikator suatu hunian
dapat dikatakan kumuh.
Perbaikan prasarana permukiman kumuh yang ada merupakan prioritas
utama pada kebijakan fisik dalam upaya memperbaiki rona sebuah permukiman.
Di dalam kompleks permukiman kumuh pada umumnya prasarana permukiman
kumuh dalam kondisi yang sangat jelek sehingga memerlukan perbaikan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Beberapa prasarana
permukiman yang menjadi prioritas untuk perbaikan antara lain (Sabari Yunus,
2008):
1)
Jaringan sanitasi
Jaringan sanitasi yang sangat memerlukan perbaikan adalah saluran
pembuangan air limbah cair yang kondisinya sangat memprihatinkan. Kemiskinan
yang mendera penduduk permukiman kumuh ini, mereka tidak mampu membuat
tempat pembuangan air besar di dalam rumah sehingga dalam beberapa hal
terlihat adanya pemanfaatan saluran pembuangan limbah cair digunakan untuk
27
buang air besar. Kondisi seperti ini akan akan sangat rentan terhadap pengendapan
dan penyumbatan yang nantinya akan mengakibatkan banjir pada saat musim
hujan.
2)
Jaringan air minum
Jaringan air minum dapat dikatakan tidak ada dan sebagian besar penduduk
membeli air bersih dari pedagang air keliling. Pengadaan jejaring perpiaan air
minum merupakan hal seharusnya menjadi prioritas untuk dibangun karena
merupakan kebutuhan vital penduduk.
3)
Mandi cuci kakus (MCK)
Demikian pula halnya dengan pengadaan fasilitas MCK yang sangat
menyedihkan keadaannya. Walaupun mereka merupakan penduduk miskin,
namun sebagai warga kota dalam permukiman legal mempunyai hak yang sama
untuk menikmati fasilitas yang dibangun oleh pemerintah. Pengadaan fasilitas
MCK diharapkan berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat dan
produktivitas kerja dan kemudian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
penghuninya.
4)
Jalur pendekat
Jalur pendekat dalam hal ini dimaksudkan adalah jalan lingkungan yang
kondisi pada umumnya sangat sempit (±1,5 meter) berkelok-kelok yang
diistilahkan sebagai jalan tikus dan sangat menghambat mobilitas penduduk dan
barang.
28
5)
Jaringan pelistrikan
Jaringan pelistrikan di dalam kompleks permukiman kumuh memang
memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh karena sangat rentan memicu
timbulnya hubungan arus pendek yang dapat menimbulkan kebakaran.pada
umumnya jejaring pelistrikan internal dikembangkan oleh pemilik bangunan
sendiri sehingga tidak memenuhi persyaratan teknik dan keselamatan (Sabari
Yunus, 2008).
2.4
Model Penelitian
Model penelitian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan dalam
suatu penelitian karena dapat dipergunakan sebagai kerangka kerja atau pola pikir
dalam penelitian. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan pada
infrastruktur permukiman kumuh di Denpasar Barat yang kurang layak atau tidak
memadai. Berdasarkan pada latar belakang tersebut kemudian dilakukan langkah
berikutnya yaitu menentukan bagian-bagian dari infrastruktur yang akan diteliti
yaitu, infrastruktur jaringan jalan, jaringan air bersih, pengelolaan limbah, serta
sarana MCK. Setelah itu dirumuskan fokus-fokus permasalahan dari infrastruktur
tersebut yang terdiri dari kondisi infrastruktur, proses pengadaan, pihak-pihak
terkait, serta faktor-faktor pengaruh kondisi dan pengadaan infrastruktur tersebut.
29
Fenomena Infrastruktur
pada permukiman kumuh di Denpasar Barat
KASUS 1
Kondisi eksisting
infrastruktur
Jaringan jalan
Jaringan air bersih
Proses pengadaan
Pengelolaan limbah
Pihak yang terlibat
KASUS 2
Sarana MCK
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
KASUS 3
LANDASAN TEORI
1. Permukiman kumuh
2. Infrastruktur permukiman
3. Infrastruktur permukiman
kumuh
INFRASTRUKTUR
PERMUKIMAN KUMUH
DI KECAMATAN
DENPASAR BARAT
Gambar 2.2 Diagram model penelitian
Download