BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sastra
lahir
disebabkan
oleh
dorongan
dasar
manusia
untuk
mengungkapkan eksistensi dirinya. Perhatian besar terhadap masalah manusia dan
kemanusiaan serta perhatiannya terhadap dunia realitas yang berlangsung tiap
hari dan sepanjang zaman. Oleh sebab itu, sastra yang telah dilahirkan oleh para
pengarang diharapkan dapat memberikan kepuasan estetik dan intelektual bagi
masyarakat pembaca. Karya sastra merupakan media yang digunakan pengarang
untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Karya sastra menjadi media
transformasi informasi dari pengarang kepada pembaca. Selain itu, karya sastra
diciptakan pengarang untuk dimaknai oleh pembaca. Akan tetapi, sering terjadi
bahwa karya sastra tidak dapat dipahami serta dinikmati sepenuhnya oleh
masyarakat pembaca. Penciptaan karya merupakan refleksi pandangan pengarang
terhadap berbagai masalah yang terjadi di sekitar lingkungannya. Realitas sosial
itu dituangkan oleh pengarang dalam sebuah teks sehingga teks-teks itu
merupakan gambaran fenomena sosial yang akan dibaca dan dimaknai oleh
pembaca. Pengertian karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial
(semua aspek kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah (Quthb,
1980:19) dalam bentuk benda konkret seperti tulisan, dan dapat juga berbentuk
tuturan atau yang dikenal sebagai karya sastra lisan.
1
2
Karya sastra dibedakan dalam tiga genre, yaitu puisi, prosa, dan drama
(Panuti-Sudjiman, 1991:11). Karya sastra yang digunakan dan dibahas dalam
penelitian ini adalah prosa. Prosa merupakan genre yang banyak diminati oleh
masyarakat. Secara umum, prosa dibagi menjadi dua genre lagi, yaitu cerpen dan
novel. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang berupa cerita pendek dan
berbentuk padat. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit daripada dalam
novel. Perbedaan paling jelas dari novel dan cerpen tampak dari panjang
pendeknya tulisan, cerpen terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar puluhan
halaman, sedangkan novel terdiri atas tiga puluh ribu kata atau ratusan halaman.
Dalam membaca cerpen, pembaca diharapkan mampu untuk mengolah
emosi dan mengetahui pikiran pengarang. Karya sastra tidaklah identik dengan
kehidupan, tetapi merupakan imitasi kehidupan yang telah diolah oleh pengarang
dengan memasukkan unsur imajinasi ke dalam karya tersebut. Karya sastra
tidaklah hanya kisah kehidupan sehari hari, tetapi merupakan gambaran imajinasi
peristiwa nyata atau fiktif dalam kehidupan manusia sehari-hari, sedangkan dalam
proses penciptaan, bergantung pada kepekaan pengarang dalam menangkap
fenomena yang telah terjadi di sekelilingnya.
Karya sastra yang dibahas dalam penelitian ini bergenre cerita pendek.
Karya sastra dalam bentuk cerpen menceritakan potret kehidupan masyarakat di
sekitar pengarang biasanya merupakan kenyataan sosial, yang sedang dirasakan
pengarang atau yang sudah terjadi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Cerita
pendek sering kali mengambil tema-tema sederhana yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Ada pengarang yang mengambil tema-tema sosial, mengenai
3
kehidupan perempuan serta menuliskanya dalam karya sastranya itu. Tema dan
topik yang menarik untuk dibaca, adalah tema yang mengangkat kenyataan sosial
yang timbul dan berkaitan dengan kehidupan serta kodrat manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupan. Beragamnya tema yang mengangkat persoalanpersoalan kehidupan manusia banyak ditampilkan dalam karya sastra. Tema yang
menarik adalah tema yang mengangkat persoalan kehidupan perempuan yang
mengalami kekerasan dan ketidakadilan. Karya sastra yang mengangkat tema
mengenai masalah kekerasan terhadap perempuan , kesetaraan gender yang sering
dialami perempuan, juga ketidakadilan gender yang dialami perempuan
merupakan tema-tema feminisme, karya sastra tersebut sangat menarik untuk
dibaca dan dianalisis menggunakan teori kritik sastra feminis.
Feminisme berarti gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya
antara kaum perempuan dan laki-laki (KBBI, 2008: 390). Kehidupan perempuan
dapat dilihat dari sisi positif serta negatif. Dari sisi positif perempuan memiliki
keahlian dalam suatu bidang tertentu yang tidak dimiliki oleh laki-laki, yaitu
mengatur rumah tangga, mengurus anak-anak dan melayani suami, sedangkan sisi
negatifnya, perempuan berkonotasi sebagai alat pemuas laki-laki dan dapat disiasiakan, serta diperlakukan secara tidak adil oleh laki-laki. Berbagai ketidakadilan
gender terhadap perempuan beserta kedudukannya muncul di dalam masyarakat.
Adanya anggapan bahwa kedudukan atau posisi yang dianggap lemah dan tidak
penting menyebabkan perempuan tidak memiliki kepercayaan diri serta
kebebasan untuk menentukan pilihan dalam kehidupannya sendiri.
4
Menurut (Keraf, 1990: 55) kata perempuan berasal dari pu yang kemudian
menjadi empu yang berarti tuan, orang yang dihormati, ahli dalam suatu bidang
dan pemilik, sedangkan menurut Budiman (1993:93-94), kata wanita dapat
dihipotesiskan dengan kosakata bersumber dari bahasa Sanskerta, yaitu vanita
berarti yang diinginkan oleh laki-laki. Dalam bahasa Inggris, terdapat pula kata
vanity yang berarti keangkuhan, dan dalam bahasa Latin vanitas yang artinya
kesia-siaan. Dalam cerpen Memotret Perempuan pembaca diajak untuk ikut
membaca sebagai perempuan atau Reading as a women.
Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia dipilih sebagai
objek penelitian dan menarik untuk dianalisis karena kumpulan cerpen ini
merupakan hasil karya
pengarang
perempuan yang diharapkan dapat
menyuarakan hak-hak perempuan. Hapie Joseph Aloysia adalah seorang penulis
novel muda berbakat yang mencoba mengembangkan hobinya menulis cerpen.
Cerpen pertamanya diterbitkan setelah dia memproduksi beberapa novel yang
cukup mendapatkan tempat di hati pembaca, khususnya kalangan remaja. Hapie
Joseph Aloysia lahir di Semarang, 24 September 1987, Hapie bersekolah di
Semarang. Hapie Joseph Aloysia terlahir dari tiga bersaudara, yaitu Andrie dan
Ratu Selvi Agnesia, dan dia mulai menulis novel sejak remaja berusia 11 tahun.
Novel-novel karya Hapie Joseph Aloysia di antaranya adalah Genk
Brodol, Chrysan, I Love You Bodoh, Don’t Trust Anyone, serta Memotret
Perempuan, dan karya terbarunya Antologi Cermin Arti Sebuah Perpisahan.
Tokoh-tokoh dalam cerpen ini memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Selain itu mereka juga mengangkat tema tema yang erat kaitannya
5
dengan kehidupan perempuan sehingga mudah untuk dianalisis menggunakan
teori kritik sastra feminis, yang membahas ketidakadilan gender, serta kekerasan
terhadap perempuan, Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan di dalamnya juga
terdapat ide-ide feminis. Dalam kumpulan cerpen ini, penulis ingin mengungkap
nilai-nilai kehidupan perempuan yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan
terhadap perempuan. Penulis ingin mengungkap kekerasan terhadap perempuan,
sebagai tema yang menarik, dengan menampilkan tokoh-tokoh utama dan
pendamping di dalam cerita. Pada kumpulan cerpen ini ditetapkan tokoh
perempuan dan tokoh laki-laki. Tokoh utama dalam cerpen ini memberikan
pengalaman-pengalamannya bagi tindak lanjut gerakan perempuan atau gerakan
feminis di Indonesia dan manca negara.
Masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini meliputi bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan, ketidakadilan gender dialami perempuan, aspek
kebahasaan yang digunakan pengarang yang menunjukkan ketidakadilan gender,
sobordinasi dan ide-ide feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.
Relevansi antara penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya
yaitu sama-sama menggunakan teori kritik sastra feminis sebagai alat penelitian.
Kekerasan terhadap perempuan semakin banyak, hampir selalu terjadi
dalam kehidupan masyarakat terutama kaum perempuan, yang sering kali menjadi
sasaran dari tindakan kekerasan. Tindak kekerasan terhadap perempuan
merupakan ancaman yang tidak akan pernah surut bagi perempuan baik di ranah
keluarga, masyarakat, serta negara (Darmawan, 2007: 3). Menurut catatan Komisi
Nasional (Kompas: 2006) lebih dari 80% korban kekerasan terhadap perempuan
6
terjadi di rumahnya sendiri atau yang biasa disebut dengan istilah kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence)
adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga biasanya yang berjenis
kelamin laki-laki (suami) melakukanya berupa penganiayaan secara verbal
maupun fisik pada jenis kelamin perempuan (istri). Menurut Gelles (1990) hampir
semua kasus kekerasan domestik dialami perempuan, dibuktikan melalui lukaluka yang diderita kaum perempuan. Apabila ada kasus laki-laki yang teraniaya
biasanya disebabkan oleh pembelaan diri dari pihak perempuan (Arivia: 1996).
Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak menunjukkan penurunan, melainkan
justru bertambah setiap tahunnya. Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan
isu yang penting dan perlu menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Upaya
untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dapat ditekan
dengan
adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga.
Menurut (Fakih, 2003: 17) kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap
baik fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang
dilakukan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber,
salah satunya disebabkan oleh gender yang direpresentasikan adanya tekanan atau
kekerasan kepada salah satu jenis kelamin tertentu. Kasus kekerasan seperti
pemerkosaan, penyiksaan genital yang mengarah kepada organ alat kelamin,
pelacuran, pornografi, serta pelecehan seksual (Fakih, 2003: 18).
7
Menurut (KBBI, 2008: 677) kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Menurut (Yuarsi dkk, 2002: 8) Bentuk kekerasan terhadap perempuan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekerasan seksual dan kekerasan nonseksual.
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak
seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan
tidak diinginkan oleh korban. Kekerasan nonseksual meliputi segala tindakan
yang bersifat eksploitatif/pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, diskriminatif/
bersifat
membeda-bedakan, intimidatif/gertakan/ancaman/tindakan menakut-
nakuti untuk memaksa orang atau pihak lain untuk bertindak sesuatu dan criminal/
berkaitan dengan kejahatan atau pelanggaran hukum, tetapi tidak disertai dengan
adanya kehendak seksual yang merugikan perempuan, baik secara fisik maupun
psikologis. Apabila kekerasan tersebut terdapat unsur kehendak seksual maka
dikategorikan sebagai kekerasan seksual, tetapi kalau tidak mengandung unsur
kehendak seksual, maka kekerasan tersebut dikategorikan kekerasan non seksual.
Menurut (Fakih, 1996 :21) kekerasan seksual dapat dikategorikan menjadi
pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Pelecehan seksual merupakan
kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat,
perkosaan seringkali merupakan kelanjutan dari pelecehan seksual.
Menurut (Yuarsi dkk, 2008: 9) pelecehan seksual diberi batasan mulai
tingkat yang paling ringan sampai sedang yaitu siulan, kedipan mata, memandangi
8
tubuh mulai dari ujung rambut sampai mata kaki, mencolek, meraba, mencubit.
Serangan seksual dikategorikan sebagai kekerasan seksual dengan intensitas yang
berat. Pada kasus penyerangan seksual, korban mengalami kekerasan seksual yang
berakhir pada hubungan seksual secara paksa, yang meliputi ancaman perkosaan,
percobaan perkosaan, perkosaan, perkosaan disertai kekerasan dan perkosaan
disertai pembunuhan.
Ada beberapa alasan memilih kumpulan cerpen Memotret Perempuan
sebagai obyek penelitian dan dikaji dengan kritik sastra feminis. Pertama, dalam
Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan diasumsikan mengandung bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan yang dapat dikaji menggunakan teori kritik sastra
feminis sehingga diharapkan dapat menjadi sumber masukan baru bagi gerakan
feminisme, melalui penelitian terhadap karya sastra bergenre prosa berbentuk
cerpen pembaca menjadi mengerti bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan
serta berbagai cara untuk menanggulanginya. Kedua, dari hasil identifikasi dan
studi pustaka, belum terdapat penelitian mengenai kekerasan terhadap perempuan
dan ide-ide feminis yang dilakukan pada kumpulan Cerpen Memotret Perempuan
karya Hapie Joseph Aloysia dengan kajian Kritik Sastra Feminis. Hal itu
disebabkan kumpulan cerpen ini baru diterbitkan pada tahun 2012, sehingga
belum pernah diteliti. Ketiga, terdapat wacana bahwa dalam
cerpen
satu
diantaranya berkisah tentang sosok perempuan lemah tidak berdaya disebabkan
adanya budaya patriarki, tetapi juga terdapat tokoh perempuan yang kedudukan
atau posisinya setara dengan laki-laki, dan berkarya mempertahankan tradisi
tersebut tanpa melupakan kodratnya.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, melalui penelitian ini dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1
Bagaimana karakter tokoh profeminis dan kontrafeminis baik
tokoh laki-laki maupun perempuan dalam kumpulan cerpen
Memotret Perempuan?
1.2.2
Bagaimana bentuk-bentuk, kekerasan terhadap perempuan dan
ide-ide feminis yang berkaitan dengan ketidakadilan gender
yang dialami perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret
Perempuan?
1.2.3
Bagaimana aspek kebahasaan yang digunakan pengarang yang
menunjukkan ketidakadilan gender, kekerasan dan ide-ide
feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan
praktis. Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter tokoh
tokoh profeminis dan kontrafeminis, baik tokoh laki-laki maupun tokoh
perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan. Kedua untuk
menganalisis ketidakadilan gender, kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide
feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan tersebut. Ketiga,
mendeskripsikan ide-ide feminis dan aspek kebahasaan yang menunjukkan
10
ketidakadadilan gender, kekerasan terhadap perempuan, pada kumpulan cerpen
Memotret Perempuan.
Tujuan praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
memberikan sumbangan pemikiran studi mengenai perempuan, khususnya tentang
ketidakadilan gender, kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide feminis pada
Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan. Kedua, penelitian ini bertujuan
memasyarakatkan pemahaman dan membuka wacana konstruksi tentang
feminisme dalam masyarakat luas.
1.4 Tinjauan Pustaka.
Penelitian terhadap kumpulan cerpen Memotret Perempuan karya Hapie
Joseph Aloysia dengan menggunakan teori feminisme. Perlu diketahui bahwa
sampai penulisan skripsi ini belum pernah dilakukan penelitian oleh siapapun,
baik dalam bentuk skripsi, tesis, maupun penelitian lainnya.
Teori feminisme terhadap penelitian karya sastra telah banyak digunakan
dalam bentuk skipsi. Beberapa skripsi yang menggunakan teori tersebut adalah
sebagai berikut.
Dalam skripsi Muhamad Yasir Al Haris (2012) yang berjudul “Ketidak
adilan Gender dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di dalam Gelas
karya Andrea Hirata : Kajian Kritik Sastra Feminis“ menggunakan teori kritik
sastra feminis perspektif feminis liberal untuk menganalisis permasalahan yang
muncul berupa ketidakadilan gender dalam masyarakat yang bersistem patriarkat.
Kritik sastra feminis perspektif feminis liberal menolak segala bentuk
11
diskriminasi terhadap perempuan. Dengan menggunakan kritik sastra feminis
liberal sebagai landasan teori, tema feminis yang terdapat dalam dwilogi novel
tersebut, yaitu berupa ketidakadilan gender dalam masyarakat bersistem patriarkat
dapat terungkapkan secara keseluruhan, tokoh-tokoh dalam novel PB dan CDG
memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Seluruh keterkaitan antar tokoh
pembaca. Ide-ide feminis tersebut tergambarkan melalui peristiwa karakter tokohtokoh dan latar sosial budaya yang terbangun didalam dwilogi novel tersebut. Ide
utama feminis yang ingin disampaikan kepada pembaca adalah pengutamaan
kesetaraan gender, hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, menentang
dominasi budaya patriarkat yang ada dan melawan segala bentuk ketidakadilan
gender yang terjadi di Belitung.
Sementara dalam skripsi milik Swacahyani yang berjudul “Malam-malam
Nina dan Pantat” karya Lan Fang yang membahas adanya subordinasi perempuan
dalam kedua cerpen Lan Fang di atas dan adanya pandangan-pandangan tentang
perempuan dalam sebuah lingkungan dan kedudukannya di dalam budaya
Patriarkat. Dalam skripsi ini juga terdapat ide-ide feminis dalam cerpen Malammalam Nina dan Pantat yang menjelaskan gerakan perempuan dalam kehidupan
sosialnya. Teori kritik sastra feminis sosialis dianggap mampu memecahkan
masalah penelitian pada skripsi milik Swacahyani tersebut. Cerpen “Malammalam Nina dan Pantat” menunjukan bahwa pergerakan perempuan untuk
menyamakan kedudukan dengan laki-laki, sudah tampak ketertindasan perempuan
akibat budaya patriarkat dan sistem kapitalis yang dipermasalahkan oleh feminis
sosialis berhasil dilewati oleh tokoh perempuan dalam kedua cerpen tersebut.
12
Ketiadaan seorang suami dalam hidup perempuan bukan suatu penghalang bagi
perempuan untuk terus bergerak
maju. Pembagian kerja perempuan
dalam
bidang yang sesuai pun dapat terlihat dari kedua cerpen ini. Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen “Malam-malam Nina dan Pantat” adalah
cerpen yang memiliki unsur feminis sosialis.
Skripsi yang ditulis oleh Dian Saraswati (2011) yang berjudul” Kekerasan
Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Wajah Sebuah Vagina (WSV) karya
Naning Pranoto. Analisis Kritik sastra Feminis. Dalam novel WSV merupakan
sebuah novel yang menampilkan bagaimana perempuan mendapat tindak
kekerasan yang dilakukan tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga dilakukan oleh
perempuan. Dalam novel WSV pengarang ingin menyampaikan bahwa kekerasan
yang terjadi diberbagai belahan dunia cenderung perempuanlah yang selalu
menjadi korban. Untuk sastra feminis sosialis berupaya untuk membebaskan
perempuan dari budaya patriarki yang selama ini menganggap perempuan hanya
sebagai kelas kedua dan laki-laki berada pada kelas pertama.
Skripsi yang ditulis oleh Hendinar Naida M.S. pada tahun 2010 dengan
judul Perahu Kertas karya Dewi Lestari : Analisis Kritik Sastra Feminis yang
mengemukakan representasi perempuan melalui citra perempuan. Perempuan
dicitrakan dalam ranah publik ataupun ranah domestik. Selanjutnya, dalam ide-ide
feminis yang terdapat dalam cerpen ini sangat baik untuk dipelajari. Melalui ideide feminis yang terdapat dalam skripsi ini sesuai dengan cita-cita feminis liberal,
yakni dengan bekerja dan berkarir perempuan dapat meningkatkan potensi yang
dimilikinya sebagai manusia secara utuh dan pembebasan dari dominasi laki-laki.
13
Dari skripsi tersebut, dapat diketahui bahwa penulis menggunakan analisis kritik
sastra feminis liberal yang hal itu sama halnya dengan yang digunakan dalam
menganalisis kumpulan cerpen Memotret Perempuan.
Meskipun ada persamaan penggunaan teori analisis, tetapi ada juga
perbedaan yang terdapat dalam analisis ini, yaitu jika dalam skripsi yang ditulis
oleh Hendinar melalui ide-ide feminis dapat diketahui adanya cita-cita feminis
liberal. Akan tetapi, melalui pembacaan novel dapat diketahui karakter tokoh serta
upaya tokoh perempuan untuk mandiri dan menyetarakan dirinya dengan lakilaki, sehingga analisis kritik sastra feminis liberal dapat digunakan untuk analisis
dalam cerpen ini.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Ludfi Krisnawati, 2006 dengan judul
Presentasi Isu Perempuan dan Ide Feminisme Novel Dari Parangakik ke
Kampuchea Karya N.H. Dini : Analisis Kritik Sastra Feminis. Yang
mengemukakan diskripsi dan identifikasi tokoh membagi tokoh dalam dua
golongan, yaitu tokoh profeminis dan kontrafeminis. Tokoh profeminis adalah
tokoh baik laki-laki maupun perempuan yang mendukung atau memunculkan ideide
feminisme.
Adapun
kontrafeminis
adalah
tokoh
yang
berusaha
mempertahankan tradisi patriarki dalam masyarakat. Analisis isu perempuan dan
tema feminisme menampilkan permasalahan-permasalahan perempuan yang
diangkat pengarang dalam novel tersebut. Analisis isu perempuan tersebut akan
membawa pada identifikasi perjuangan perempuan menghadapi permasalahannya
tersebut. Analisis tersebut yang selanjutnya membawa pada tema feminisme.
Tema feminisme yang diangkat
adalah perempuan harus mampu menjadi
14
personhood. Manusia seutuhnya baik secara politis maupun ekonomis, tanpa
bergantung ataupun berada dalam kekuasaan laki-laki. Dalam skripsi tersebut
menampilkan adanya patriarkisme terhadap perempuan dan usaha perempuan
memperjuangkan dirinya di tengah kuasa laki-laki. Permasalahan dan gerakan
perempuan untuk mentransformasikan kondisi pemarginalisasi perempuan menuju
pembebasan dan kesetaraan menunjukkan adanya tema feminis. Tema-tema
feminis terimplementasikan dalam ide-ide feminis terhadap perempuan di tengah
patriarkisme, juga melalui tindakan konkrit ( the factual act) atau gerakan
personal perempuan melawan dominasi laki-laki.
Sementara dalam skripsi Christina Diah Kumalasari berjudul “Perjuangan
Perempuan Melawan Ketidakadilan Gender dalam Novel Ronggeng karya Dewi
Linggasari”, analisis menggunakan teori feminis sosialis. Skripsi ini mengkaji
novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, dan mengidentifikasi tokoh-tokoh
profeminis dan kontra feminis yang terdapat dalam novel tersebut diatas.
Perjuangan tokoh-tokoh tersebut terutama tokoh perempuan untuk melawan
ketidakadilan gender termuat dalam ide-ide feminis dalam novel Ronggeng
tersebut.
Selain itu, dalam skripsi milik Yoana Fransisca Desy Pratiwi Purnomowati
yang meneliti novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini pada skripsinya yang
berjudul “Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini : Analisis Kritik Sastra
Feminis” berdasarkan kajian kritik sastra feminis secara umum. Pada skripsi ini
dipaparkan relasi gender antara perempuan dan laki-laki, berdasarkan kesamaan
objek kajian penelitian mengenai kumpulan cerpen Memotret Perempuan karya
15
Hapie Joseph Aloysia belum pernah ditemukan penggunaan objek material serta
teori feminisme yang sama, walaupun terdapat satu skripsi milik Nesa Riska
Pangesti yang membahas mengenai pelabelan negatif terhadap tokoh perempuan
dalam Novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia, tetapi berbeda obyek
materialnya karena penulis disini menggunakan obyek Kumpulan Cerpen
Memotret Perempuan, yang baru diterbitkan bulan Februari 2012 tetapi diteliti
menggunakan teori yang sama yaitu teori kritik sastra feminis, hanya pada
penelitian ini menggunakan perspektif feminis, sementara dalam skripsi milik
saudari Nesa Riska Pangesti menggunakan perspektif feminis liberal.
Teori kritik sastra feminis mampu memberikan pandangan-pandangan
baru terutama yang berkaitan dengan bagaimana karakter-karakter perempuan
dalam karya sastra, yang sepanjang sejarah, perempuan mengalami tindak
kekerasan dan perlakuan sewenang-wenang dalam setiap segi kehidupan, baik
sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Penulis memilih Kumpulan Cerpen
Memotret Perempuan sebagai obyek penelitian karena merupakan obyek yang
baru dan dapat dikaji dengan kritik sastra feminis karena didalamnya memuat
kekerasan terhadap
perempuan, ketidakadilan gender, kesetaraan gender,
subordinasi, stereotipe, marginalisasi, ide-ide feminis, aspek kebahasaan dan
diksi.
1.5 Landasan Teori
Feminisme merupakan gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya
antara kaum perempuan dan laki-laki (KBBI, 2011 :390). Feminisme merupakan
16
gerakan perempuan dalam menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan,
disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam
tarapan politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya. Gerakan feminisme
memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada
umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki, dan otonomi untuk
menentukan apa yang baik bagi dirinya. Dalam banyak hal perempuan mengalami
tindak kekerasan, sering diperlakukan kedudukannya di dalam masyarakat lebih
rendah dari pada laki-laki. Mereka dianggap sebagai the second sex, warga kelas
dua. Dalam pengambilan keputusan di banyak bidang yang mendapatkan
kesempatan hanyalah masyarakat laki-laki. Perempuan dipaksa tunduk dan
mengikuti mereka. Selama ini perempuan masih saja dianggap sebagai makhluk
yang hanya mengurusi rumah tangga dan berada satu tingkat di bawah laki-laki ,
karena anggapan tersebut maka munculah gerakan feminisme yang mulai
mengangkat harkat dan martabat perempuan agar sederajat dengan laki-laki.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, feminisme berarti gerakan yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki,
(KBBI, 2008: 390-395). Kehidupan perempuan dapat dilihat dari sisi positif
serta negatifnya, dari sisi positifnya perempuan memiliki keahlian dalam suatu
bidang tertentu yang tidak dimiliki oleh laki-laki, yaitu mengatur rumah tangga,
mengurus anak anak dan melayani suami. Sedangkan sisi negatifnya, perempuan
berkonotasi sebagai alat pemuas laki-laki dan dapat disia-siakan, serta
diperlakukan secara tidak adil oleh laki-laki.
17
Feminisme merupakan kajian yang diperuntukkan untuk menyetarakan hak antara
kaum perempuan dengan laki-laki, persamaan seperti ini lebih dikenal dengan
persamaan gender. Dalam mengkaji feminisme perlu dibedakan antara feminisme
dengan emansipasi, hal itu penting karena emansipasi dengan feminisme
mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut (Ratna, 2007 : 219-220),
emansipasi mempunyai persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi
dalam kenyatannya selalu dikaitkan dengan kaum perempuan menuntut
persamaan hak dengan laki-laki. Emansipasi cenderung lebih banyak berkaitan
dengan masalah-masalah praktis yang terjadi dalam masyarakat, sedangkan
feminisme lebih bersifat teoritis. Menurut (Ratna, 2007: 220-221 ) mendefinisikan
feminisme berasal dari kata femme, berarti perempuan. Kemudian timbul gerakan
feminis yang secara khusus menyediakan konsep dan teori dalam kaitannya
dengan analisis dengan kaum perempuan. Menurut (Geofe, 1986: 837)
mendefinisikan feminisme sebagai teori tentang persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan di bidang politik, ekonomi dan sosial, suatu kegiatan terorganisasi
yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Sedangkan oleh
(Fakih, 2012:106-107) gerakan feminisme lahir pada tahun 60 an dan muncul
pertama kali diAmerika sebagai bagian dari kultur radikal termasuk gerakan hakhak sipil dan kebebasan seksual. Gerakan feminisme ini berkembang di Eropa,
Kanada dan Australia yang selanjutnya menjadi gerakan global yang
menggoncang Dunia Ketiga. Dampak feminism dirasakan dalam kurun waktu 20
tahun dengan mulai adanya perubahan dan perkembangan yang menyangkut
nasib kaum perempuan. Sebagai gerakan yang berangkat dari asumsi dan
18
kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta
harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut.
Gerakan feminisme berangkat dari apa yang disebut ketimpangan gender
antar laki-laki dan perempuan. Gender dipahami berbeda dengan seks. Gender
didefinisikan sebagai perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang
terbentuk melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Menurut (Fakih,
2012:7-8). Pengertian seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu.
Peterson dan Runyan (1993: 5) menyatakan bahwa tidak seperti biologis
yang memisahkan laki-laki dan perempuan, gender mengacu pada pembelajaran
tingkah laku secara sosial dan dugaan-dugaan yang membedakan perempuan serta
laki-laki ke dalam ranah yang kemudian disebut dengan feminitas dan
maskulinitas. Melalui sosialisasi, gender tumbuh dalam pembelajaran bagaimana
menjadi feminine dan maskulin serta menganggapnya sebagai identitas seorang
perempuan dan laki-laki. Peterson dan Runyan (1993:12) menyatakan bahwa
selain gender dipahami sebagai hal yang dapat dipertukarkan, gender dimengerti
sebagai sebuah kontruksi sosial, bukan kontruksi fisiologis. Feminitas dan
maskulinitas adalah salah satu istilah yang menunjukkan adanya gender.
Feminitas dan maskulinitas mengacu pada seperangkat karakteristik dan tingkah
laku yang ditunjukkan kepada jenis kelamin tertentu oleh masyarakat dan
dipelajari dari pengalaman sosialisasi.
19
Ide-ide Feminis.
Kritik sastra feminis adalah sebuah kritik yang memandang sastra dengan
kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan
budaya, sastra dan kehidupan manusia. ( Sugihastuti 2015 : 20). Kritik sastra
feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon
atas berkembang luasnya feminis di berbagai penjuru dunia. ( Sugihastuti 2015 :
61). Kritik sastra feminis dianggap sebagai kehidupan baru dalam kritik
berdasarkan perasaan, pikiran dan tanggapan yang keluar dari pada “ pembacaan
sebagai perempuan” berdasarkan penglihatannya terhadap peran dan kedudukan
perempuan dalam dunia sastra ( Sugihastuti 2015: 68). Ide-ide feminis adalah
hasil pikiran /gagasan dari seseorang yang berpandangan bahwa perempuan
sepatutnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan laki-laki, atau pemikiran
dari seseorang yang bercita-cita untuk mengubah posisi perempuan kedalam
masyarakat yang menggolongkan laki-laki dan perempuan ke dalam perbedaan
ruang-ruang sosial budaya agar tidak ada lagi ketimpangan diantara keduanya. (
Skripsi Edlina Adiaty ) Ide-ide feminis dalam cerpen “ Jangan Panggil Aku
Peremuan Jalang “ pada Kumpula Cerpen” Memotret Perempuan” digambarkan
melalui rangkaian peristiwa atau konflik yang melibatkan gagasan penulis yang
direpresentasikan oleh pemikiran dan tindakan tokoh. Ide-ide feminis lebih tertuju
pada potensi perempuan untuk melawan budaya patriarki. Keberadaan perempuan
sebagai subyek yang berhubungan dengan bidang kehidupan demi mencapai
pembebasan diri dari stereotipe yang dibentuk oleh budaya patriarki. Tokoh Aku
adalah
tokoh
perempuan
yang
mengalami
ketidakadilan
gender
yang
20
mengakibatkan perempuan berada dalam pihak lemah. Akan tetapi jika dilihat dari
pendekatan feminis, terdapat usaha perempuan / tokoh Aku untuk melawan
berbagai ketidakadilan gender yang menimpanya, dan menciptakan kesetaraannya
antara posisi perempuan dengan laki-laki dengan menempuh pendidikan S2 di
Kanada sampai selesai dengan predikat Culaude dan dapat bekerja sebagai
advokad. Dalam usaha tersebut, mampu mempresentasikan bahwa perempuan
juga memiliki keberanian dan kekuatan untuk melawan berbagai ketidakadilan
gender yang terjadi padanya. Dari usaha dalam mencapai kesetaraan gender
tersebut, dapat dilihat bahwa ternyata perempuan memiliki keberanian dan
kekuatan untuk memperoleh hak
dalam menenentukan nasibnya sendiri,
memperbaiki kehidupannya.
Ide-ide feminis adalah hasil pemikiran atau gagasan dari seseorang yang
berpandangan bahwa perempuan sepatutnya mendapatakan perlakuan yang sama
dengan laki-laki atau pemikiran dari seseorang yang bercita-cita untuk mengubah
posisi perempuan ke dalam masyarakat yang menggolongkan laki-laki dan
perempuan ke dalam perbedaan ruang sosial budaya agar tidak ada lagi
ketimpangan di antara keduanya.
Kontruksi sosial gender dipahami sebagai sebuah sistem kekuatan yang
tidak hanya membagi laki-laki dan perempuan ke dalam ranah maskulin dan
feminine. Akan tetapi secara tipikal, menurut (Peterson dan Runyan, 1993:18)
menempatkan laki-laki dengan identitas kemaskulinannya di atas perempuan
beserta atribut feminitasnya. Asumsi-asumsi yang menempatkan laki-laki dan
perempuan secara dikotomis, laki-laki dengan privilese di atas perempuan
21
menimbulkan praktik-praktik pembedaan
perlakuan terhadap keduanya. Jenis
kelamin laki-laki mendapat perlakuan, hak, dan
status istimewa, adapun
perempuan dengan kondisi sebaliknya, sering menjadi korban dengan berbagai
mutilasi hak dan perendahan status.
Praktik-praktik pembedaan perlakuan tersebut kemudian kita sebut
dengan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender dipelihara dengan bermacam
cara, menurut Peterson dan Runyan (1993:18) menyebutkan praktik-praktik
ketidakadilan gender seperti kekerasan langsung (perkosaan, kekerasan domestik)
dan diskriminasi structural (pemisahan atau pembagian kerja, serta tidak adanya
jaminan kesejahteraan atau kesehatan). Ketidakadilan gender bekerja pula pada
tindakan-tindakan seperti humor, seksis, korban timpaan segala kesalahan dan
penginternalan stereotype menindas yang semuanya ditujukan pada perempuan.
Menurut (Fakih, 2012:148-150) menyatakan bahwa subordinasi adalah gambaran
bagaimana kaum perempuan selalu diletakkan pada kedudukan yang lebih rendah
dari pada kaum laki-laki, posisi kaum perempuanditentukan dan dipimpin oleh
kaum laki-laki. Subordinasi ini tidak hanya terdapat dalam birokrasi pemerintah,
masyarakat, maupun rumah tangga tetapi juga secara global.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yaitu
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak
penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype merupakan suatu
bentuk penindasan ideologi dan kultural. yakni pemberian label yang
memojokkan kaum perempuan, kekerasan dan penyiksaan kaum perempuan baik
secara fisik/pemerkosaan maupun secara mental. Proses ketidakadilan gender
22
yang tumbuh secara mengglobal tesebut menjadi alasan utama munculnya gerakan
feminis di dunia. Gerakan ini berusaha memosisikan perempuan dalam derajat
yang sama dengan laki-laki. Gerakan ini selanjutnya berkembang ke dalam
berbagai aliran pemikiran. Pertama adalah feminisme liberal yang merupakan akar
dari perkembangan gerakan feminisme, lalu feminisme radikal, sosialis, marxis
dan berbagai aliran feminis baru lainnya.
Feminisme liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang
pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta
kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan
kaum perempuan (Fakih, 2012: 81). Adapun kerangka kerja feminis liberal dalam
memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan
hak yang sama bagi setiap individu, termasuk di dalamnya kesempatan dan hak
perempuan.
Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan hak perempuan ini
penting bagi mereka dan karenanya tidak perlu pembedaan. Asumsinya karena
perempuan adalah makluk rasional juga (Fakih, 2012: 82).
Feminisme radikal yang sejarahnya muncul sebagai reaksi atas kultur
sexism atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat muncul pada
tahun 1960, khususnya sangat penting melawan kekerasan seksual dan pornografi
(Brownmiller via Fakih, 2012: 84-85). Para penganut feminisme radikal tidak
melihat adanya perbedaan antara tujuan personil dan politik, unsur-unsur seksual
atau biologis. Akibatnya, dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan
23
terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar pada
jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian
kaum laki-laki secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan.
Feminisme Marxis menganggap patriarki sebagai hal yang universal dan
merupakan akar dari segala penindasan, yang bertentangan dengan feminis radikal
yang menyatakan biologis sebagai dasar pembedaan gender. Bagi mereka,
penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan
produksi. Persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas
kapitalisme (Fakih, 2012: 85-86). Fakih (2012: 89) mengatakan bahwa emansipasi
perempuan terjadi jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus
rumah tangga. Dengan demikian, proses itu hanya terjadi melalui industrialisasi.
Feminisme sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun,
bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan.
Atas dasar itu mereka menolak visi Marxis klasik yang meletakkan eksploitasi
ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya,feminisme tanpa kesadaran
kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karena itu, analisis patriarki perlu
dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian, kritik terhadap eksploitasi
kelas dari sitem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai
kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi, dan
marginalisasi atas kaum perempuan (Fakih, 2012: 90).
Menurut (Wiyatmi, 2012: 112) di kalangan feminis, pada umumnya
dibedakan antara istilah seks, gender dan seksualitas, walaupun pada dasarnya
24
pehaman seksualitas bisa mencakup keduanya: seks dan gender (Munti, 2002: 2).
Seks atau seksual dapat berarti ganda. Disamping mengacu perbedaan jenis
kelamin, juga mengacu hubungan intim atau erotis antara dua jenis kelamin yang
berlainan. Seksualitas juga mencakup seluruh kompleksitas emosi, perasaan,
kepribadian dan sikap atau watak sosial, berkaitan dengan perilaku dan orientasi
atau preferensi seksual. Sementara itu, gender lebih mengacu pada konsep
maskulin, feminin atau androgini (ada unsur maskulin dan feminin), sebagai hasil
dari suatu proses sosialisasi yang merumuskan peran-peran dan karakteristikkarakteristik yang beraneka ragam dan cara-cara yang dipertukarkan (Munti,
2000: 2)
Secara khusus seks dalam konteks ini mengacu kepada bagaimana hal-hal
yang berhubungan dengan organ-organ (alat) kelamin dan aktivitas, serta
pengalaman hubungan kelamin yang dideskripsikan dalam karya sastra.
Munculnya fenomena seks dalam karya sastra, khususnya karya sastra
Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Hal ini karena fenomena seks
merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia riil. Karena
sastra senantiasa bersumber dari kehidupan manusia riil, maka seks pun juga
mewarnai cerita dalam karya-karya sastra.
Fenomena seks dalam karya sastra, sejumlah kritikus sastra telah banyak
dibicarakan. Berdasarkan pada karya-karya sastra pada masa 1960 an, ketika
ulasan/kritik dibuat, Satyagraha Hoerip (1969: 249-271) mengemukakan adanya
perbedaan antara karya (cerpen) sastra dan non sastra dalam menggambarkan seks
25
dalam karya sastranya. Pada cerita non sastra (karya sastra yang bernilai rendah)
adegan seks sering kali dilukiskan dengan detail, sehingga bagi pecinta sastra
sering terasa memuakkan. Dalam cerpen sastra akan dijumpai 3 ciri yang akan
membuat pembaca berharap memperoleh sensasi seksual selagi membacanya
akan kecewa.Ketiga ciri tersebut adalah : 1. Adegan seks pada cerpen sastra tidak
dilukiskan urut sebagaimana dalam realitas, dari awal hingga berakhir.Pelukisan
berhenti pada tahap pengantar, sedangkan proses berikutnya pembaca diminta
mengerti sendiri. 2. Seks dilukiskan secara subtil, sugesti, terselubung atau
simbolik. 3. Seks tak selalu dalam adegan terjadinya hanyalah suplementer belaka
dari sekian faktor.yang ada, yang dalam totalitas cerpen itu justru faktor lain itulah
yang terbukti akan lebih dominan.
Menurut (Wiyatmi 2012: 90) kontruksi gender yang bersifat patriarkat
menempatkan perempuan sebagai kelas dua, inferior, dan harus selalu mengalah
dalam hubungannya dengan laki-laki sangat jelas. Dalam masyarakat yang
patriarkis relasi gender dilandasi hukum kebapakan.Walby (1989:213-220) bahwa
patriarkat adalah sebuah system dari struktur sosial praktek yang menempatkan
laki-laki dalam posisi dominan, menindas dan mengekploitasi perempuan. Isu
gender menjadi salah satu hal yang mendapatkan perhatian cukup besar di
masyarakat, munculnya sejumlah novel yang mengangkat isu tersebut merupakan
hal yang tidak dapat dihindari. Isu gender secara langsung maupun tidak langsung
juga menunjukkan adanya kepedulian para pengarang Indonesia terhadap
problem-problem yang berhubungan dengan isu gender. Dalam masyarakat karya
sastra memiliki salah satu fungsi sebagai sarana menyuarakan
hati nurani
26
masyarakat, disamping fungsi-fungsi lainnya. Karya sastra dipersepsi sebagai
produk masyarakat yang mampu memberi makna bagi kehidupan, menyadarkan
masyarakat akan arti hidup, meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan
(Soeratno,1994b:14). Melalui konstruksi gender
dapat membuat masyarakat
pembaca menjadi lebih peka dan responsiv terhadap berbagai masalah relasi dan
ketidakadilan gender yang ada disekitarnya.
Menurut ( Fakih 2013 : 17-20) Kekerasan ( volence) adalah serangan atau
invasi (assault ) terhadap fisik maupun integritas seseorang. Kekerasan terhadap
sesame manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu
kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh bias gender.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence.
Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang
ada dalam masyarakat.
Menurut Khairuddin dkk ( 2002: 11) beberapa faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap perempuan, diantaranya, adalah sebagai berikut:
a. Faktor Psikologi individual pelaku. Dalam hal ini sering terjadi
kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk perkosaan secara sadis
dan pelecehan seksual bersifat kriminal. Pelaku melakukan hal tersebut
kemungkinan karena pelaku kondisi psikologisnya dengan sengaja
atau tidak sengaja melakukan hal tersebut.
b. Faktor kekuasaan dari pihak pelaku.
27
c. Faktor sosial budaya yang dianggap oleh budaya masyarakat yang
bersuku dan setiap sukunya mempunyai cara pandang yang berbeda
dalam menilai perempuan.
Bentuk –bentuk kekerasan terhadap perempuan: ( Riant Nugroho 2008 :13-15)
a. Bentuk pemerkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk
mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan.
b. Tindakan pemukulan dan serangan fisik terhadap perempuan.
c. Pelacuran (prostitution) merupakan bentuk kekerasan terhadap
perempuanoleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum
perempuan.
d. Kekerasan dalam bentuk purnografi termasuk kekerasan non fisik
yakni pelecehan terhadap perempuan di mana tubuh perempuan
dijadikan obyek demi keuntungan seseorang.
e. Kekerasan
terselubung
(molestation),
yakni
memegang
atau
menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara
dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.
f. Pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment. Suatu
tindakan yang tidak menyenangkan bagi perempuan.
Bentuk Ketidakadilan gender (Menurut Fakih 2013:12-!6) meliputi
1. Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan
tidak penting dalam keputusan politik. Marginalisasi ekonomi kaum
perempuan contoh sistem tebang menggunakan sabit tidak memungkinkan
28
lagi panen dengan ani-ani padahal alat tersebut melekat dan digunakan
oleh kaum perempuan , sehingga kaum perempuan termarginalisasi
semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan pada
musim panen.
2. Subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu
irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin
berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi
tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala
macam bentuk yang berbeda dari tempat dan dari waktu ke waktu. Contoh:
perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya akan ke dapur
juga.
3. Stereotipe adalah pelabelan negative
atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu. Stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan
ketidakadilan contoh stereotipe : Perempuan bersolek adalah dalam rangka
memancing perhatian lawan jenis.
4.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan
atau mungkin berakibat kesengsaraan atau mungkin , kekerasan
perempuan secara fisik , seksual , psikologis , ancaman perbuatan tertentu ,
pemakasaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di lingkungan
masyarakat maupun lingkungan rumah tangga.
Jenis-jenis kekerasan (yudhim.blogspot.co.id/2008/01/sekilas kekerasan thd
perem.html) meliputi :
29
1. Kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai , menyiksa atau
menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku
(tangan , kaki) atau dengan alat-alat lain. Bentuk-bentuk kekerasan fisik
yang dialami perempuan meliputi tamparan , pemukulan , penjambakan ,
mendorong secara kasar , penginjakan , penendangan , pencekikan ,
pelemparan menggunkan benda keras , penyiksaan menggunakan benda
tajam , seperti pisau , gunting, setrika, tindakan tersebut menyebabkan rasa
sakit , jatuh sakit, dan luka berat bahkan sampai meninggal dunia.
2. Kekerasan psikologis : tindakan yang bertujuan merendahkan citra seorang
perempuan baik melalui kata-kata maupun perbuatan baik melalui katakata maupun perbuatan ucapan menyakitkan , kata-kata kotor , bentakan ,
penghinaan , ancaman yang menekan emosi perempuan. Tindakan tersebut
menyebabkan ketakutan , hilangnya rasa percaya diri , hilangnya
kemampuan untuk bertindak , rasa tidak berdaya dan akan penderitaan
psikis berat pada seseorang.
3. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang bernuansa seksual , termasuk
berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan mempunyai makna seksual
yang disebut pelecehan seksual maupun berbagai bentuk pemaksaan
hubungan seksual yang disebut sebagai perkosaan. Tindakan kekerasan ini
bisa diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikologis .
Contoh tindak kekerasan seksual meliputi :
a. Pemaksaan hubungan seksual ( perkosaan ) yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
30
Perkosaan hubungan seksual yang terjadi tidak dikehendaki
oleh korban.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersiil / tujuan tertentu.
c. Pelecehan seksual
: segala macam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
dengan kemauaan oleh orang yang menjadi sasaran.
d. Kekerasan ekonomi : dalam bentuk penekanan ekonomi
dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalam jumlah yang
cukup , membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah , sehingga korban di bawah kendali
orang tersebut.
Penyebab terjadinya kekerasan bisa berbagai macam cara
pertama karena kondisi dan situasi dalam kondisi kemiskinan
perempuan mudah terjebak pada pelacuran . Sebagai implikasi
maraknya teknologi informasi , perempuan terjebak pada kasus
pelecehan seksual , pornografi , dan perdagangan.
1.6 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik
(hubungan timbal balik) yaitu hubungan antara faktor-faktor yang terkandung
dalam teks sastra disini berupa cerpen dengan realita emperis disebut hubungan
dialogis tak langsung dengan pengarang sebagai perantara.
31
Langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metoda dan pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut.
1.6.1
Membaca Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie
Joseph Aloysia.
1.6.2
Menentukan obyek formal sebagai alat untuk analisis.
1.6.3
Melakukan studi pustaka terkait dengan obyek formal.
1.6.4
Mengidentifikasi tokoh – tokoh pro feminis dan kontra feminis
baik tokoh laki-laki dan perempuan dalam Kumpulan Cerpen
Memotret Perempuan.
1.6.5
Menganalisis obyek penelitian ketidak adilan gender yang dialami
perempuan, aspek kebahasaan yang digunakan pengarang yang
menunjukkan ketidak adilan gender, subordinasi dan isu- isu
feminis dalam kumpulan cerpen memotret perempuan berdasarkan
teori, metode dan pendekatan yang telah ditentukan.
1.6.6
Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan.
1.7 Populasi, sampel dan data
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah kumpulan cerpen
feminis yang ditulis oleh cerpenis Hapie Joseph Aloysia diterbitkan oleh
Lembayung Senja. Cerpen-cerpen itu, antara lain, Memotret Perempuan, Memar
Hati Seorang Perempuan, Mata Tajam dan Senyum Mahalnya, Jangan Panggil
Aku Perempuan Jalang, Binatang di Tubuh Perempuan, Panggilan Hidup Lain,
Ada Senja Di Pelupukmu, Surtini, Bayang Yang Takkan Mampu Kau Buang,
32
Tuhan Tanpa Nama, Lelaki Akademisi dan Perempuan Seniwati, Apa Salahnya
Mencintaimu, Aku Sayangimu Selamanya (amin). Berdasarkan populasi dan
sampel di atas, dipilih cerpen yang dianggap cukup mewakili untuk diteliti aspek
feminis, yakni 5 cerpen dari Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan, antara
lain, yaitu 1. Cerpen Memar Hati Seorang Perempuan, 2. Cerpen Jangan Panggil
Aku Perempuan Jalang. 3. Cerpen Binatang di Tubuh Perempuan. 4. Cerpen
Surtini, 5. Cerpen Lelaki Akademisi dan Perempuan Seniwati.
Kelima cerpen
tersebut dianggap cukup mewakili dari aspek substansi feminis cerpen-cerpen
yang terdapat pada populasi dan sampel
Di dalam Kumpulan Cerpen “Memotret Perempuan”ada 5 sampel yang
mewakili seperti tersebut diatas, adapun cerita yang ada dapat dibaca pada
sinopsis.
1.8 Sistematika Laporan Penelitian
Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Pembagian bab tersebut adalah sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, populasi sampel
dan data, serta sistematika laporan penelitian.
Bab II berisi identifikasi tokoh perempuan dan tokoh laki-laki yang memiliki
potensi bersikap profeminis dan kontrafeminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret
Perempuan.
33
Bab III berisi bentuk bentuk kekerasan, ketidakadilan gender/subordinasi terhadap
perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.
Bab IV berisi ide-ide feminis dan analisis aspek kebahasaan yang terdapat dalam
Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.
Bab V berisi kesimpulan
Download