BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 3.1.1 Hubungan Antar Variabel 3.1.1.1 Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik (Robert Ang, 1997). Hal ini sejalan dengan penelitian Hardiningsih et al. (2002) juga menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurut Sri Adiningsih (1998) bahwa, menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar US memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan termasuk pasar modal, serta naiknya tingkat bunga akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi dipasar modal. Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008). 39 Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan. Jadi, dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. 40 Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ajayi dan Mougoue (1996), Sudjono (2008), serta Sitinjak dan Kurniasari (2003) telah membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 3.1.1.2 Hubungan antara Tingkat Suku Bunga Riil dengan IHSG Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Lee (1992) maupun Sitinjak dan Kurniasari bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Tingkat suku bunga atau interest rate merupakan rasio pengembalian atas sejumlah investasi sebagai bentuk imbalan yang diberikan kepada investor (Suad Husnan, 2005). Besarnya tingkat suku bunga bervariatif sesuai dengan kemampuan debitur dalam memberikan tingkat pengembalian kepada kreditur. Tingkat suku bunga tersebut dapat menjadi salah satu pedoman investor dalam pengambilan keputusan 41 investasi pada pasar modal. Sebagai wahana alternatif investasi, pasar modal menawarkan suatu tingkat pengembalian (return) pada tingkat resiko tertentu. Dengan membandingkan faktor keuntungan dan resiko pada pasar modal dengan faktor tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor keuangan, investor dapat memutuskan bentuk investasi yang mampu menghasilkan keuntungan yang optimal. Berbagai informasi yang masuk di pasar modal maupun kejadian-kejadian yang tidak berhubungan dengan pasar modal dapat mempengaruhi volatilitas atau naik turunnya harga saham. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal seperti pergerakan tingkat suku bunga begitu juga dengan pergerakan indeks saham luar negeri dipercaya telah menjadi faktor dominan yang mempengaruhi IHSG. Sedangkan faktor internal lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam negeri seperti ekspektasi rasional investor serta pengaruh dari pergerakan variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar (money supply). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang berlangsung cukup tinggi. Tidaklah secara otomatis mengakibatkan membaiknya situasi pasar modal. Tidak mungkin atau mustahil untuk melihat sebuah persamaan di mana Indeks Harga Saham Gabungan menjadi fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Rendahnya tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan posisi pembayaran. Karena itu, dibutuhkan penjelasan yang tidak bersifat persamaan atau bersifat ekonometris, namun tetap mengandung nalar, dalam pengertian masih dapat dijelaskan hubungan-hubungan tersebut dalam konsep ilmu 42 ekonomi. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung timbul adalah menyangkut segi-segi yang sulit dikategorikan sebagai konsep ekonomi atau ilmu ekonomi. Maksudnya bagaimana menempatkan regulasi, perlindungan hukum dan pengaturan transaksi dalam kaitannya dengan perkembangan bursa. Jadi, bila IHSG merosot terusmenerus, sementara pertumbuhan ekonomi berlangsung cukup tinggi dan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga deposito menurun, maka memerlukan faktor penjelas yang mungkin sekali berada di luar masalah ekonomi. Seiring dengan kenaikan inflasi yang bergerak pada kisaran yang lebih tinggi dan juga adanya kecenderungan pemerintah untuk menurunkan tingkat suku bunga, maka penurunan tingkat suku bunga ini akan mendorong pertumbuhan uang beredar. Hal itu diikuti pula dengan melemahnya nilai rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan, karena belum bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi. Namun untuk perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mengalami kenaikan. Karena adanya minat dari investor untuk menanamkan modalnya di bursa efek. Bila suku bunga cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank. Sebaliknya, bila suku bunga sudah melemah maka orang akan beralih ke lantai bursa. Jadi, bila tingkat suku bunga cukup tinggi, lebih tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa, orang akan memilih menyimpan uangnya di bank dan IHSG turun. Sebaliknya jika suku bunga sudah melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa (Yuniarta, 2008). 43 Dengan demikian tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyarakatkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito (Tandelilin, 2007). Kenaikan tingkat suku bunga sektor keuangan diprediksikan akan memberikan pengaruh negatif terhadap harga saham (Robert Ang, 1997). Penelitian dari Mudji Utami dan Mudjilah Rahayu (2003) juga menunjukkan bahwa suku bunga mempunyai hubungan negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurut Cahyono (2000) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham yang secara otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan. 44 3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Nilai Tukar Riil (X1) Tingkat Hubungan Saham Gabungan, IHSG (Y) Tingkat Suku Bunga Riil (X2) Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: a. Nilai tukar riil mempunyai pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum dan sesudah krisis global. b. Tingkat suku bunga riil mempunyai pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum dan sesudah krisis global. c. Nilai tukar riil dan tingkat suku bunga riil secara bersama-sama (secara simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap Indeks 45 Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum dan sesudah krisis global. 46