BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

advertisement
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Statistik Deskriptif Penelitian
Penggunaan analisis statistik deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui nilai
minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata dan nilai standar deviasi dari variabel
penelitian. Variabel penelitian ini terdiri dari beta saham dan faktor-faktor
keuangan yaitu; operating leverage, net profit margin, asset size, dividend payout
ratio, dan earning variability. Hasil analisis statistik deskriptif penelitian
ditunjukkan dengan tabel berikut:
Tabel 5.1 Hasil Uji Statistika Deskriptif
Variable
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DOL
-7,452
14,780
1,06057
2,873383
NPM
9,410
36,310
19,60917
6,252128
SIZE
29,347
33,095
30,75068
0,996099
DPR
8,060
94,290
50,54017
17,731466
EVAR
0,800
16,820
6,13300
3,333530
BETA
-0,864
1,667
0,88012
0,507896
Sumber: Output data SPSS
Hasil statistik deskriptif di atas menunjukkan bahwa data net profit margin,
asset size, dividend payout ratio, earning variability dan beta saham menunjukkan
sebaran data yang sudah baik, artinya sampel perusahaan-perusahaan syariah yang
59
60
diambil mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda. Kesimpulan ni didapatkan dari
nilai standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata (mean). Namun variabel
operating leverage menunjukkan sebaran data yang kurang baik dimana standar
deviasi yang diperoleh sebesar 0,922 lebih tinggi dari nilai rata-rata 0,305.
5.1.1. Analisis Statistik Deskriptif Beta Saham Syariah
Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang mengukur sensitivitas return dari
suatu sekuritas dalam merespon pergerakan return pasar. Semakin besar return
suatu saham berfluktuasi terhadap return pasar, semakin besar pula risiko
sistematisnya. Jika fluktuasi sekuritas mengikuti fluktuasi pasar, maka nilai beta
sekuritas tersebut akan mendekati nilai satu. Menurut Blume (1975:790), beta
dikatakan ideal apabila nilai beta mendekati satu, yang berarti bahwa sekuritas
tersebut bergerak sesuai dengan trend pasar. Beta sama dengan satu menunjukkan
bahwa jika return pasar bergerak naik atau turun, return sekuritas (portofolio)
juga bergerak naik atau turun sama besarnya mengikuti return pasar.
Berdasarkan tabel statistik deskriptif diketahui beta saham syariah tertinggi
terdapat pada saham ITMG tahun 2010 sebesar 1,667, sedangkan beta terendah
terdapat pada saham AALI tahun 2014 sebesar -0,864 berlawanan dengan arah
indeks. Beta rata-rata yang diperoleh adalah 0,880. Hasil perhitungan rata-rata
beta saham syariah dalam penelitian ini menunjukkan nilai beta yang rendah
(defensive). Perusahaan-perusahaan dengan nilai beta yang rendah cenderung
tidak mudah terpengaruh oleh kondisi pasar sehingga apabila kondisi pasar terjadi
reses atau krisis, maka risiko yang dihadapi oleh perusahan tetaplah kecil. Nilai
beta rendah ini (β < 1) juga menggambarkan bahwa beta tersebut adalah kategori
61
beta bias yang bisa terjadi karena adanya perdagangan tidak sinkron (nonsynchronous trading). Jogiyanto (2000) dalam Pasaribu (2009:81) menyatakan
bahwa aktifitas perdagangan yang tidak sinkron mengacu pada rendahnya
transaksi perdagangan (thin market). Pasar yang tipis merupakan ciri dari pasar
modal yang sedang berkembang. BEI merupakan pasar modal sedang berkembang
yang perdagangannya masih tipis sehingga terjadi perdagangan yang tidak
sinkron. Pada saat terjadi aktivitas perdagangan yang tidak sinkron, maka
diperlukan penyesuaian terhadap perhitungan nilai beta pasar yang ada.
5.1.2. Analisis Statistik Deskriptif Operating Leverage
Leverage menggambarkan seluruh aset perusahaan dan risiko finansial yang
akan menjadi beban suatu perusahaan di masa yang akan datang. Operating
leverage mengindikasikan sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan untuk
operasional perusahaan. Jika variabel lain dianggap sama, maka perusahaan
dengan nilai degree of operating leverage rendah memiliki kemampuan yang
lebih baik dalam menerapkan financial leverage sehingga risiko yang diperoleh
juga kecil. Sesuai dengan konsep signaling theory bahwa operating leverage
dapat menjadi sinyal kepada pihak luar perusahaan terkait dengan bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan berdasarkan tingkat operating
leverage yang terbentuk.
Berdasarkan tabel statistik deskriptif, diketahui nilai DOL tertinggi terdapat
pada saham LSIP tahun 2013 sebesar 14,780, sedangkan nilai terendah terdapat
pada saham ITMG periode 2010 sebesar -7,452. Nilai DOL menunjukkan tingkat
sensitivitas volume penjualan terhadap laba operasinya,sehingga apabila nilai
62
DOL rata-rata diketahui sebesar 1,061 berarti bahwa apabila volume penjualan
berubah (naik atau turun) sebesar 1%, maka pergerakan EBIT akan berubah
searah sebesar 1,061%. Nilai DOL rata-rata yang relatif cukup rendah dari hasil
penelitian disebabkan karena sampel yang digunakan adalah perusahaanperusahaan syariah dengan kategori antara lain: 1) mempunyai umur yang relatif
lama, 2) cenderung memiliki skala ekonomi yang besar, dan 3) perusahaanperusahaan tersebut tidak lagi dalam fase pertumbuhan (growth), tetapi setidaknya
sudah dalam fase pematangan (mature). Perusahaan dengan skala ekonomi yang
besar biasanya memiliki output atau skala operasi yang juga besar. Hal ini
menyebabkan biaya rata-rata operasi perusahaan semakin menurun. Artinya
perusahaan menjadi lebih efisien sehingga kemungkinan return yang diterima
perusahaan dari hasil penjualan menjadi semakin meningkat.
Nilai rata-rata DOL 0,305 yang berada di bawah nilai standar deviasi 0,922
juga menunjukkan bahwa data DOL dari perusahaan-perusahaan syariah di
Jakarta Islamic Index periode 2010-2014 tidak berkelompok atau bervariasi. Nilai
DOL dengan arah negatif pada saham ITMG tahun 2010 menunjukkan bahwa
peningkatan penjualan di perusahaan tersebut tidak menyebabkan peningkatan
EBIT dikarenakan perusahaan harus menanggung biaya tetap yang tinggi. Dengan
kata lain peningkatan penjualan tidak proporsional dengan peningkatan biaya
tetapnya. Perusahaan dengan nilai operating leverage tinggi cenderung memiliki
risiko bisnis yang tinggi. Pada tingkat risiko bisnis tinggi, perusahaan harus
mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mengurangi penggunaan hutang atau
mempertahankan struktur keuangannya (Astuti dan Stella, 2015:4).
63
5.1.3. Analisis Statistik Deskriptif Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio perbandingan jumlah laba bersih
setelah pajak (Earning After Tax, EAT) terhadap penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan. Semakin tingginya rasio NPM, maka akan memberikan gambaran
terhadap semakin produktifnya suatu perusahaan, sehingga perusahaan dinilai
mampu memperoleh laba dan mampu memberikan hasil investasi yang
memuaskan bagi investor. Kepercayaan investor terhadap kemampuan suatu
perusahaan diharapkan dapat menumbuhkan minat investor untuk berinvestasi
pada perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan harga saham perusahaan tersebut
mengalami peningkatan, sehingga return saham yang diperoleh meningkat, dan
risiko yang dihasilkan semakin kecil.
Berdasarkan tabel statistik deskriptif diperoleh nilai NPM tertinggi pada
saham LSIP tahun 2011 sebesar 36,31%, sedangkan nilai terendah terjadi pada
saham UNTR pada tahun 2013 sebesar 9,41%. Nilai rata-rata diperoleh sebesar
19,61% yang berarti bahwa rata-rata kemampuan perusahaan syariah dalam
menghasilkan laba operasi dari penjualan adalah 19,61% atau setiap satu rupiah
penjualan, akan menghasilkan net income sebesar 0,196 rupiah di masing-masing
perusahaan tersebut. Mengingat sampel perusahaan-perusahaan syariah di Jakarta
Islamic Index termasuk dalam kategori perusahaan dengan nilai kapitalisasi yang
besar, sehingga nilai rata-rata NPM yang didapatkan pada periode penelitian
terhitung tinggi. Hal ini sekaligus menegaskan kemampuan perusahaanperusahaan syariah tersebut dalam menghasilkan laba secara langsung bagi
perusahaan tersebut.
64
5.1.4. Analisis Statistik Deskriptif Asset Size
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diperoleh nilai asset size
tertinggi terdapat pada saham ASII pada tahun 2014 sebesar 33,095, sedangkan
nilai terendah terdapat pada saham LSIP pada tahun 2010 sebesar 29,347. Asset
size rata-rata diketahui 30,751 atau senilai Rp. 22,64 Triliun menunjukkan
besarnya nilai kapitalisasi perusahaan-perusahaan syariah di Jakarta Islamic Index
periode 2010-2014. Berdasarkan ketentuan BAPEPAM No. 11/PM/1997, dilihat
dari nilai minimum total asset yang dimiliki, maka perusahaan-perusahaan syariah
yang dijadikan sampel termasuk kategori perusahaan berskala besar. Ukuran
perusahaan berhubungan dengan peluang dan kemampuan untuk masuk ke pasar
modal dan jenis pembiayaan eksternal lainnya yang menunjukkan kemapuan
meminjam perusahaan. Jika suatu perusahaan memiliki kemampuan memperoleh
pinjaman dalam waktu singkat, maka perusahaan dikatakan memiliki fleksibilitas
keuangan yang baik. Perusahaan dengan skala besar diasumsikan memiliki risiko
yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan berskala kecil, karena
perusahaan besar mempunyai akses yang lebih ke pasar modal sehingga memiliki
risiko yang kecil.
.
5.1.5. Analisis Statistik Deskriptif Dividend Payout Ratio
Kebijakan
dividen
adalah
keputusan
pembayaran
dividen
yang
mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang.
Besarnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada
kebijakan dividen yang diambil masing-masing perusahaan. Kebijakan dividen
perusahaan bagi investor merupakan salah satu indikator dalam menilai prospek
65
perusahaan. Kebijakan dividen memberikan pilihan untuk memberikan laba
sebagai dividen atau menahan laba untuk investasi lebih lanjut. Kebijakan dividen
ini tercermin pada dividend payout ratio (DPR) yaitu persentase laba setelah pajak
dalam bentuk tunai yang akan dibagikan kepada para pemengang saham. DPR
merupakan instrument perusahaan untuk menentukan jumlah laba yang ditahan
untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Besar kecilnya DPR akan berpengaruh
kepada pemegang saham untuk melakukan keputusan investasi dan akan
berpengaruh terhadap risiko saham.
Berdasarkan hasil analisis statistika deskriptif diperoleh nilai dividend payout
ratio (DPR) tertinggi terdapat pada saham INTP pada tahun 2014 sebesar 94,29,
sedangkan nilai terendah terdapat pada saham LSIP pada tahun 2010 sebesar 8,06.
Nilai rata-rata sebesar 50,54 menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan syariah
tersebut mempunyai rasio pembayaran dividen 50,54%, sehingga dividen dengan
jumlah saham beredar perusahaan memiliki nilai berimbang. Nilai rata-rata DPR
dengan arah positif menunjukkan bahwa peningkatan earning per share diikuti
peningkatan pembagian dividen kepada pemegang saham. Nilai rata-rata DPR
yang tinggi memberikan indikasi adanya pengaruh yang sangat kuat terhadap beta
saham syariah.
5.1.6. Analisis Statistik Deskriptif Earning Variability
Earning variability menunjukkan variabilitas laba per lembar saham
perusahaan antar periode pengamatan. Variabilitas laba dianggap sebagai risiko
perusahaan. Perusahaan dengan earning variability tinggi, mengindikasikan risiko
tinggi yang harus ditanggung investor. Variabel earning variability dalam
66
penelitian ini diukur dengan standar deviasi price earning ratio (PER), yaitu hasil
perbandingan harga per lembar saham dengan laba per lembar saham (earning per
share, EPS). Semakin tinggi rasio PER suatu perusahaan, jika harga saham
dianggap tetap berarti keuntungan per lembar sahamnya semakin tinggi, namun
jika keuntungan per lembar sahamnya tetap berarti harga sahamnya semakin kecil.
PER juga berfungsi sebagai ukuran untuk menentukan bagaimana pasar memberi
nilai atau harga pada saham perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif diketahui nilai earning
variability tertinggi terdapat pada saham ITMG pada tahun 2010 sebesar 16,820,
sedangkan nilai terendah terdapat pada saham ASII pada tahun 2013 sebesar
0,800. Nilai rata-rata sebesar 6,133 menunjukkan bahwa persentase perubahan
(variabilitas) laba per lembar saham pada perusahaan-perusahaan syariah yang
dijadikan sampel penelitian berada pada kisaran 6,133%. Perusahaan dengan
standar deviasi PER yang rendah menunjukkan fluktuasi PER yang kurang
signifikan selama periode pengamatan, sehingga risiko yang ditanggung oleh
pemegang saham semakin kecil.
5.2. Analisis Uji Asumsi Klasik
5.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang diteliti memiliki
distribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas bisa dilakukan dengan
beberapa model. Pada penelitian ini uji normalitas residual dilakukan dengan
menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi
normal jika terpenuhi persyaratan nilai p-value (Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05.
67
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test
Requirement
Unstandardized Residual
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.490
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Berdasarkan output pada tabel 5.2, diketahui nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,490 > 0,05 yang berarti Ho diterima dan H1 ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi secara normal.
5.2.2. Uji Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas antar variabel
independen yang digunakan, maka dilakukan uji multikolinearitas dengan TOL
(Tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai TOL > 0,1 dan VIF <
10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas. Hasil uji
multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinieritas, Autokorelasi dan Heteroskedastisitas
Model
Dependent Variable: ABS_RES
Collinearity Statistics
t-hitung
Sign.
DOL
0,446
0,657
0,881
1,135
NPM
0,819
0,416
0,902
1,109
SIZE
0,604
0,548
0,640
1,562
DPR
1,856
0,069
0,930
1,075
EVAR
0,676
0,502
0,685
1,460
# Durbin-Watson (D-W) = 1,8432
Tolerance
VIF
68
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa variabel independen yaitu
DOL, NPM, SIZE, DPR dan EVAR memiliki nilai Tolerance > 0,1 dan hasil
perhitungan VIF menunjukkan nilai < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada multikolinieritas yang terjadi antar variabel independen dalam model regresi.
5.2.3. Uji Autokorelasi
Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
Durbin-Watson (dW). Hasil regresi diperoleh dengan menggunakan 5 variabel
independen, jumlah data n = 60, dan level of significance 0.05 (a = 0.05).
Berdasarkan output data pada tabel 5.3, diperoleh nilai Durbin-Watson (dW)
sebesar 1,8432. Selanjutnya nilai ini dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi
5%, dengan jumlah sampel n = 60, dan jumlah variabel independen K = 5.
Dengan menggunakan tabel D-W, diperoleh nilai dL = 1,4083 dan 4 - dL = 2,5917,
nilai dU = 1,7671 dan 4 - dU = 2,2329. Oleh karena nilai dU < dW < 4-dU, maka
disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar variabel independen yang
digunakan dalam model penelitian.
5.2.4. Uji Heteroskedastisitas
Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan untuk uji gejala
heteroskedastisitas diantaranya yaitu uji Park, uji Glesjer, dan uji koefisien
korelasi Spearman. Pada penelitian ini digunakan adalah metode Glejser.
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui nilai signifikansi variabel DOL, NPM, SIZE,
69
DPR, dan EVAR terhadap absolut residual lebih besar dari 0,05 yang berarti
bahwa pada model regresi tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
5.3. Analisis Regresi Linier Berganda
5.3.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model
regresi yang digunakan. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1.
Koefisien determinasi dinyatakan dalam nilai adjusted R2 yaitu nilai R square
yang telah disesuaikan, yang nilainya selalu lebih kecil dari R square dan bisa
memiliki harga negatif. Nilai adjusted R2 menunjukkan tingkat kemampuan dari
model penelitian untuk memprediksi variabel dependen (Y) oleh seluruh variabel
independen (X). Menurut Santoso (2010:168) bahwa untuk regresi dengan lebih
dari dua variabel bebas digunakan nilai adjusted R2 sebagai koefisien determinasi.
Hasil uji determinasi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Regresi Variabel Fundamental terhadap Beta
Saham di Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014
No
Variabel
Koefisien Regresi
t-hitung
Sign.
1
DOL
-0,024
-1,052
0,297
2
NPM
0,018
1,727
0,090
3
SIZE
0,172
2,215
0,031
4
DPR
-0,006
-1,715
0,092
5
EVAR
0,050
2,219
0,031
(Constant)
#
#
-4,736
F-hitung
2,630
F-Signifikan
0,034
R
2
0,121
70
#
SEE (Standard Error of the Estimate) = 0,476083
Sumber: Data Sekunder (diolah)
Berdasarkan output tabel 5.4, diketahui nilai R2 sebesar 0,121 atau 12,1%.
Nilai ini menunjukkan persentase atau sumbangan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen sebesar 12,1% atau dapat disimpulkan bahwa variasi
variabel independen (DOL, NPM, SIZE, DPR, dan EVAR) yang digunakan dalam
model mampu menjelaskan sebesar 12,1% variasi variabel dependen (BETA),
sedangkan sisanya yaitu sebesar 87,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang
tidak dimasukkan dalam model penelitian. Nilai Standard error of the estimate
(SEE) yang diperoleh sebesar 0,476083. Semakin kecil nilai regresi, semakin
tepat suatu model regresi dalam memprediksi variabel dependen.
5.3.2. Uji Model Regresi
Berdasarkan tabel pengujian regresi 5.4 di atas, dapat diperoleh model
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
β = -4,736 - 0,024DOL + 0,018NPM + 0,172SIZE - 0,006DPR + 0,050EVAR + e
Interpretasi dari model persamaan tersebut adalah:
1) Nilai konstanta dari persamaan regresi ini adalah negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel dependen BETA bernilai konstan jika variabel independen
DOL, NPM, SIZE, DPR dan EVAR bernilai nol. Sedangkan nilai konstanta
sebesar -4,736, menunjukkan bahwa apabila variabel independen diabaikan
atau tidak ada, maka beta saham bernilai negatif sebesar 4,736.
71
2) Hasil model regresi ini menunjukkan arah pengaruh dari setiap variabel
independen yaitu faktor keuangan terhadap variabel dependen yaitu beta
saham. Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa beta dipengaruhi
secara positif oleh net profit margin, asset size dan earning variability, dan
dipengaruhi secara negatif oleh operating leverage dan dividend payout ratio.
3) Operating leverage (DOL) dengan nilai koefisien beta -0,024 berarti setiap
kenaikan rasio 1% variabel operating leverage pada setiap perusahaan JII
akan menurunkan beta saham atau risiko pasar pada Indeks JII sebesar 2,4%.
4) Net profit margin (NPM) memiliki nilai koefisien beta 0,018 berarti setiap
kenaikan rasio 1% variabel net profit margin pada setiap perusahaan JII akan
meningkatkan beta saham atau risiko pasar pada Indeks JII sebesar 1,8%.
5) Asset size (SIZE) memiliki nilai koefisien beta 0,172 berarti setiap kenaikan
rasio 1% variabel asset size pada setiap perusahaan JII akan meningkatkan
beta saham atau risiko pasar pada Indeks JII sebesar 17,2%.
6) Dividend payout ratio (DPR) menunjukkan nilai koefisien beta -0,006 berarti
setiap kenaikan rasio 1% variabel dividend payout pada setiap perusahaan JII
akan menurunkan beta saham atau risiko pasar pada Indeks JII sebesar 0,6%.
7) Earning variability (EVAR) menunjukkan nilai koefisien beta 0,050 berarti
setiap kenaikan rasio 1% variabel earning variability pada setiap perusahaan
JII akan meningkatkan beta saham atau risiko pasar sebesar 5,0%.
5.4. Pengujian Hipotesis
5.4.1. Uji Koefisien Regresi Simultan (Uji F)
72
Hasil uji F setelah dilakukan perbaikan atas pelanggaran uji asumsi
normalitas dan autokorelasi dapat dilihat pada tabel 5,4 di atas. Berdasarkan
output pada tabel tersebut, diketahui nilai F-hitung sebesar 2,630. Dengan
menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df1 (jumlah variabel-1) atau 8-1 =
7, dan df 2 (n-k-1) atau 60-7-1 = 52 (n adalah jumlah kasus dan k adalah jumlah
variabel independen), diperoleh nilai F-tabel sebesar 2,192, Karena F-hitung > Ftabel (2,630 > 2,192), maka Ho ditolak, artinya variabel-variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh terhadap beta. Nilai signifikansi sebesar 0,034
atau 0,034 < 0,05 maka variabel independen DOL, NPM, SIZE, DPR, dan EVAR
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap beta.
5.4.2. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji-t)
Hasil uji-t setelah dilakukan perbaikan atas pelanggaran uji asumsi normalitas
dapat dilihat pada tabel 5,4 di atas. Interpretasi hasil uji-t untuk masing-masing
variabel independen adalah sebagai berikut:
1)
Pengujian Hipotesis Operating Leverage (H1)
Berdasarkan ouput tabel uji t parsial, diketahui hasil t-hitung untuk variabel
DOL sebesar -1,052. Tabel distribusi t dicari pada α = 2,5% (uji 2 sisi) dengan
derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 60-7-1 = 52 (n adalah jumlah kasus dan k adalah
jumlah variabel independen). Dengan pengujian 2 sisi (tingkat signifikansi =
0,025) diperoleh nilai untuk t-tabel sebesar 2,007. Oleh karena nilai minus thitung > minus t-tabel (-1,052 > -2,007) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya
secara parsial DOL tidak berpengaruh terhadap beta. Nilai signifikansi sebesar
73
0,297 atau 0,297 > 0,05 mendukung kesimpulan bahwa secara parsial variabel
DOL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap beta.
2)
Pengujian Hipotesis Net Profit Margin (H2)
Berdasarkan output tabel uji t parsial, diperoleh nilai t-hitung untuk variabel
NPM sebesar 1,727. Oleh karena nilai t-hitung < t tabel (1,727 < 2,007), maka Ho
diterima dan H2 ditolak, artinya secara parsial NPM tidak berpengaruh terhadap
beta. Dengan nilai signifikansi sebesar 0,09 atau 0,09 > 0,05 maka disimpulkan
bahwa secara parsial variabel NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap beta.
3)
Pengujian Hipotesis Asset Size (H3)
Berdasarkan tabel uji t parsial, diperoleh nilai t-hitung untuk SIZE sebesar
2,215. Oleh karena nilai t-hitung > t-tabel (2,215 > 2,007), maka Ho ditolak dan
H3 diterima, artinya secara parsial SIZE berpengaruh terhadap beta. Diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,03 atau 0,03 < 0,05 yang mendukung kesimpulan
bahwa secara parsial variabel SIZE berpengaruh signifikan terhadap beta.
4)
Pengujian Hipotesis Dividend Payout Ratio (H4)
Berdasarkan tabel uji t parsial, diperoleh nilai t-hitung untuk DPR sebesar -
1,715. Oleh karena nilai minus t-hitung > minus t-tabel (-1,715 > -2,007), maka
Ho diterima dan H4 ditolak, artinya secara parsial DPR tidak berpengaruh
terhadap beta. Nilai signifikansi sebesar 0,092 atau 0,092 > 0,05 mendukung
kesimpulan bahwa secara parsial variabel DPR tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap beta.
5)
Pengujian Hipotesis Earning Variability (H5)
74
Berdasarkan tabel uji t parsial pada tabel 5.4, diperoleh nilai t-hitung untuk
EVAR sebesar 2,219. Oleh karena nilai t-hitung > t-tabel (2,219 > 2,007), maka
Ho ditolak dan H5 diterima, artinya secara parsial EVAR berpengaruh terhadap
beta. Pengujian atas EVAR menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,03 atau 0,03
< 0,05 menyimpulkan bahwa variabel EVAR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap beta.
5.5. Pembahasan Hasil Penelitian
5.5.1. Pengaruh Operating Leverage terhadap Beta Saham Syariah
Berdasarkan output data regresi, variabel DOL tidak berpengaruh signifikan
terhadap beta saham syariah. Arah koefisien regresi DOL dalam penelitian
bernilai negatif, tidak sesuai dengan hipotesis yang diduga positif.
Secara teoritis variabel operating leverage mempunyai pengaruh positif
terhadap risiko sistematik perusahaan, namun demikian penelitian ini gagal
mendukung dugaan tersebut. Penyimpangan ini kemungkinan disebabkan oleh
faktor-faktor berikut:
1)
Homogenitas sampel penelitian.
Semakin homogen perusahaan dalam suatu industri, biaya tetap yang
ditanggung oleh perusahaan akan semakin seragam atau sama jumlahnya. Dalam
kondisi tersebut fluktuasi laba perusahaan hanya dipengaruhi oleh fluktuasi
penjualan yang erat kaitannya dengan fluktuasi biaya variabel. Sampel dalam
penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan berbasis syariah dalam kelompok
industri yang bervariasi di mana output atau barang yang diproduksi oleh
kelompok perusahaan tersebut berbeda-beda. Dengan melihat bermacam-macam
75
output yang dihasilkan oleh perusahaan, dapat disimpulkan bahwa perusahaanperusahaan tersebut mempunyai biaya tetap yang relatif berbeda.
2)
Adanya pengaruh pasar yang fluktuatif
Keadaan ekonomi yang tidak menentu (fluctuate) selama periode observasi
2008-2010, dimungkinkan menjadi penyebab perusahaan-perusahaan skala besar
(perusahaan berbasis syariah dengan kapitalisasi besar) untuk menggunakan EBIT
dalam menjalankan biaya operasional, sehingga nilai DOL akan tetap kecil dan
risiko yang diperoleh juga kecil. Selain itu kemampuan perusahaan-perusahaan
syariah untuk tetap mengontrol biaya perusahaan menyebabkan perusahaan tidak
mengalami kerugian meskipun terjadi penurunan dalam nilai EBIT. Oleh karena
itu, perubahan variabel DOL tidak cukup berpengaruh terhadap naik atau
turunnya beta saham.
3)
Kemampuan perusahaan-perusahaan syariah menghasilkan laba
Perusahaan berskala besar mampu untuk melakukan perubahan yang dapat
meningkatkan laba bersih perusahaan dari aktivitas penjualan yang dilakukan.
Keuntungan yang diperoleh dari penjualan ini menyebabkan perusahaan
mempunyai cukup dana yang digunakan untuk membiayai biaya operasional
tanpa harus meminjam dari eksternal perusahaan. Fenomena tersebut bisa
dikaitkan dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan lebih
menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud
laba ditahan) daripada pendanaan dari luar. Strategi ini tidak terlepas dari usaha
untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata pihak eksternal karena
hutang memberikan risiko yang tinggi, artinya perusahaan harus mampu
76
mengambil keputusan di tengah tawaran akan manfaat dari leverage atau menjaga
kesejahteraan pemegang saham, dengan menjauhkannya dari risiko tersebut.
Dalam kondisi demikian, nilai DOL tidak mempengaruhi minat investor dan tidak
menjadi pertimbangan dalam berinvestasi, sehingga menyebabkan hasil uji
pengaruh yang tidak signifkan.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Mandelker dan Rhee
(1984), Huffman (1987), Widyorini (2003), Brimble dan Allan (2005), dan
Kartikasari (2007). Jika dibandingkan dengan sampel yang diambil pada kelima
penelitian tersebut, jenis sampel pada penelitian ini mempunyai karakteristik yang
berbeda, sehingga memungkinkan hasil penelitian untuk tidak konsisten dengan
hasil ketiga penelitian tersebut. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Takarini (2003), Suseno (2009), Hadianto dan Tjun (2009), dan Musavi dan Iman
(2013) yang menyimpulkan tidak adanya hubungan antara operating leverage
dengan risiko sistematik.
5.5.2. Pengaruh Net Profit Margin terhadap Beta Saham Syariah
Secara teori NPM yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba tinggi, tetapi investor juga memperhatikan faktor lain seperti
hutang dan beban pajak dari perusahaan tersebut. Jika hutang dan beban pajak
tersebut tinggi, maka investor menjadi tidak tertarik terhadap saham yang dimiliki
perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien regresi dengan
arah positif menunjukkan bahwa apabila nilai NPM meningkat, maka beta saham
77
syariah juga meningkat. Namun berdasarkan output uji regresi, variabel NPM
dinyatakan tidak berpengaruh signifikan terhadap beta saham syariah.
Hasil penelitian empiris ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya nilai
NPM suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap beta saham syariah.
Kesimpulan hasil ini kontradiktif dengan teori yang mendasari bahwa variabel
NPM berpengaruh negatif terhadap beta saham. Secara teori ketersediaan laba
dianggap oleh para investor di pasar modal sebagai bahan evaluasi apakah
perusahaan yang bersangkutan profitable atau sebaliknya. Besar atau kecilnya
laba suatu perusahaan dapat dipakai oleh investor sebagai tolok ukur untuk
menentukan keputusan investasinya, namun demikian hasil penelitian empiris ini
membuktikan sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa investor pasar
modal syariah cenderung kurang memperhatikan nilai NPM perusahaan sebagai
rasio yang selalu dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Tandelilin (1997),
dan Julduha (2013) yang menyatakan bahwa secara parsial variabel NPM
berpengaruh positif terhadap beta saham. Sebaliknya Ramasamy dan Chun (1989)
menyatakan bahwa NPM berpengaruh negatif terhadap beta saham. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian Kustini (2010), dan Hatta (2012) yang
menyatakan bahwa NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap beta saham.
5.5.3. Pengaruh Asset Size terhadap Beta Saham Syariah
Berdasarkan output persamaan regresi, diperoleh kesimpulan bahwa secara
parsial variabel asset size berpengaruh signifikan terhadap beta saham syariah.
Koefisien parameter yang didapatkan positif, tidak sesuai dengan hipotesis yang
78
diharapkan. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai asset size, maka akan
semakin besar beta saham yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Hasil koefisien yang bernilai positif bertentangan dengan pendapat yang
menyatakan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin kecil
risiko perusahaan. Penyimpangan hasil kesimpulan ini dimungkinkan karena
sampel yang digunakan ini adalah perusahaan-perusahaan berskala besar yang
mempunyai akses lebih ke pasar modal untuk mendapatkan dana eksternal.
Perusahaan besar juga mudah mendapatkan penambahan dana dengan menjual
salah satu atau lebih asset yang dimilikinya. Kalau hal di atas dikaitkan dengan
teori signalling, aset besar akan ditangkap oleh investor sebagai sinyal negatif
yang harus dihindari.
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan arah koefisien regresi adalah
karena masih adanya pengaruh beberapa kali fluktuasi ekonomi selama periode
observasi. Perusahaan besar cenderung lebih mudah terkena dampak perubahan
lingkungan yang kompetitif, sehingga nilai aset perusahaan-perusahaan tersebut
mengalami penurunan. Karena beban tetap atas hutang meningkat sesuai inflasi
dan biaya tetap atas aktiva tetap juga akan tetap, maka perusahaan-perusahaan
besar tersebut akan menghadapi risiko sistematik yang sama besar.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Beaver,
Kettler dan Scholes (1970), Kartikasari (2007), dan Rowe dan Kim (2010) yang
menyatakan bahwa secara parsial variabel asset size mempunyai hubungan yang
positif dengan beta saham. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Kartikasari
(2007) bahwa asset size berpengaruh negatif terhadap beta saham pada kondisi
79
perekonomian krisis. Parmono (2001) dan Suseno (2009) menyimpulkan bahwa
asset size tidak berpengaruh terhadap beta saham. Kartikasari (2007) lebih dalam
menyimpulkan bahwa asset size berpengaruh secara tidak signifikan terhadap
risiko sistematik pada saat perekonomian dalam kondisi normal.
5.5.4. Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Beta Saham Syariah
Peningkatan DPR akan berpengaruh terhadap turunnya risiko sistematik. Hal
ini dikarenakan perusahaan dengan kebijakan pembayaran dividen meningkat
akan ditafsirkan oleh investor bahwa kemampuan perusahaan membagikan
dividen dalam jumlah lebih tinggi akan meningkatkan return saham yang dimiliki
oleh investor. Sesuai dengan teori bird in the hand, bahwa pembagian laba
perusahaan yang berupa dividen akan lebih disukai oleh investor daripada jika
perusahaan menahannya pada laba ditahan. Jika minat investor terhadap suatu
saham tertentu meningkat, maka harga saham meningkat, dan peningkatan harga
saham akan menurunkan risiko yang dihadapi oleh investor. Meskipun demikian
hasil penelitian ini berbeda dengan kajian teoritis yang disebutkan di atas.
Berdasarkan output persamaan regresi, disimpulkan bahwa secara parsial variabel
DPR tidak berpengaruh terhadap beta saham syariah. Perbedaan hasil ini bisa
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1)
Adanya perbedaan terutama dalam hal pengambilan periode waktu penelitian,
jangka waktu yang digunakan, pengaruh kondisi ekonomi dan politik selama
periode observasi.
80
2)
Sisi teoritis seperti yang dijelaskan oleh Husnan (2009:112) bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi risiko sistematis (beta) hanya ada tiga yaitu
cyclicality, operating leverage, dan financial leverage.
3)
Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan syariah dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga perusahaan ini dianggap tidak
mengalami kesulitan untuk membayar dividen kepada investor. Karena
pembagian dividen perusahaan syariah tersebut konsisten (sebagai syarat
untuk masuk dalam kategori saham di Jakarta Islamic Index), maka investor
tidak menganggap besar kecilnya DPR sebagai faktor untuk berinvestasi.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Beaver et al. (1970), Eskew (1979), Elger (1980), Tandelilin (1997), Widyorini
(2003), dan Riswandi (2011) bahwa secara parsial variabel dividend payout
berpengaruh signifikan terhadap beta saham. Mutia dan Muhammad (2010) yang
meneliti hubungan DPR dengan risiko perusahaan syariah dan non syariah
menyatakan bahwa secara parsial DPR berpengaruh terhadap risiko saham syariah
dan non syariah. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bowman (1979), Gudono dan Nunik (2001), Dwiarti (2009) bahwa secara parsial
variabel dividend payout tidak berpengaruh secara signifikan terhadap beta saham.
5.5.5. Pengaruh Earning Variability terhadap Beta Saham Syariah
Berdasarkan output persamaan regresi, diperoleh kesimpulan bahwa secara
parsial variabel earning variability (EVAR) berpengaruh terhadap beta pada
tingkat signifikansi 0,05. Arah koefisien regresi bernilai positif sesuai dengan
hipotesis yang diajukan. Hasil analisis ini mengisyaratkan bahwa semakin tinggi
81
variabilitas laba, risiko yang akan ditanggung perusahaan semakin besar, sehingga
risiko sistematis juga meningkat.
Earning variability adalah penerimaan pendapatan dalam jangka waktu
tertentu yang sifatnya dapat berubah-ubah bergantung pada situasi dan
kondisinya. Hasil penelitian empiris ini menunjukkan bahwa dalam melakukan
investasi, investor tidak hanya memperhatikan kinerja perusahaan-perushaan
syariah yang saat ini yang tercermin pada laba perlembar sahamnya, tetapi juga
memperhatikan prospek kinerja perusahaan tersebut di masa depan. Perusahaanperusahaan syariah yang dijadikan sampel penelitian merupakan perusahaan besar
dengan prospek masa depan yang jelas sehingga investor merasa yakin dengan
kemampuan perusahaan tersebut untuk mempertahankan laba yang dihasilkan saat
ini untuk keuntungan di masa mendatang.
Hasil penelitian empiris ini mendukung penelitian Beaver et al., (1970),
Parmono (2001), Brimble dan Allan (2205), dan Fidiana (2006). Hasil penelitian
ini tidak konsisten dengan penelitian Gudono dan Nunik (2001), Widyorini
(2003), dan Suseno (2009) yang menyatakan bahwa secara parsial earning
variability tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematik.
5.5.6. Pengaruh Simultan Variabel Fundamental terhadap Beta Saham
Dari hasil pengujian hipotesis simultan, diketahui bahwa secara seluruh
variabel independen yaitu operating leverage, net profit margin, dividend payout
ratio, asset size, dan earning variability secara bersama-sama berpengaruh
terhadap beta saham syariah. Hasil pengujian simultan ini membuktikan bahwa
sebagian besar investor masih menggunakan rasio keuangan dalam pengambilan
82
keputusan investasi saham. Jika dikaitkan dengan teori signaling, maka pada saat
rasio keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index
(JII) memberikan sinyal yang baik bagi investor, harga saham cenderung dapat
diestimasi saat akan naik atau turun, sehingga investor mampu mengantisipasi
risiko yang dapat terjadi.
Download