BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan Bank Kinerja keuangan adalah penentuan secara periodik tampilan keuangan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Mengukur kinerja keuangan digunakan analisis keuangan karena analisis keuangan melibatkan penilaian terhadap keuangan dimasa yang akan datang, dan untuk menentukan keunggulan suatu kinerja Bank. Kinerja keuangan bank dapat dinilai dari kinerja untuk tahun yang lalu maupun yang sedang berjalan dengan menganalisis laporan keuangan. Penilaian kinerja keuangan dapat dinilai dengan perhitungan rasio keuangan. Rasio keuangan yang menghubungkan dua data keuangan (laporan keuangan), yaitu neraca dan laporan laba rugi. Nilai rasio keuangan tersebut yang nantinya dibandingkan dengan tolok ukur yang telah ada. Analisis dan interpretasi nilai rasio keuangan yang telah diperoleh dapat memberikan pandangan yang lebih baik dan mendalam tentang kinerja keuangan. Analisis kinerja keuangan bank mempunyai tujuan antara lain (Abdullah, 2005: 120): 1) Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya. 12 13 2) Untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua aktiva yang dimiliki dalam menghasilkan profit. Adanya informasi yang benar dan pemahaman mengenai kinerja bank maka diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan semakin meningkat. Perhitungan yang dilakukan untuk menganalisis kinerja keuangan bank dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang umum dilakukan yaitu dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Membandingkan nilai rasio keuangan yang diperoleh dari tahun ke tahun merupakan langkah berikutnya. Langkah ini perlu dilakukan guna mengetahui kondisi hasil perhitungan tersebut apakah baik atau kurang baik. Perkembangan kinerja keuangan perusahaan akan dapat dilihat dari tahun ke tahun sehingga dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan dapat membuat rencana-rencana untuk masa yang akan datang dan perkembangan yang tidak diinginkan haruslah segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Langkah selanjutnya setelah melakukan perbandingan adalah melakukan interpretasi terhadap hasil yang diperoleh berlaku. Hasil interpretasi mencerminkan keberhasilan maupun permasalahan yang dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan keuangannya. Pemahaman atas masalah keuangan dihadapi oleh perusahaan akan dapat memberikan solusi yang tepat. 14 2.2 Laporan Keuangan Setiap jenis usaha atau perusahaan mempunyai catatan laporan keuangan yang berguna untuk menguji dan mengetahui serta menilai kondisi dan posisi keuangan perusahaan tersebut. “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”(Kasmir, 2012:7). Analisis laporan keuangan sangat bergantung pada informasi yang diambil dari laporan keuangan. Baridwan (2000: 17) “Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan. Merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.” Ikatan Akuntansi Indonesia (2002:2), mendefinisikan laporan sebagai berikut: Laporan keuangan merupakan bagian dari proses keuagan pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi/laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian dari laporan keuangan. Rangkuman dari berbagai definisi tersebut adalah bahwa laporan keuangan pada dasarnya merupakan suatu daftar yang didalamnya berisi ringkasan atas transaksi yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan pokok meliputi neraca, laporan rugi/laba, dan laporan perubahan posisi keuangan. Neraca menunjukkan jumlah aktiva,kewajiban dan modal suatu perusahaan. Laporan rugi/laba menunjukkan hasil yang telah dicapai perusahaan serta biaya-biaya yang 15 dikeluarkan selama periode tertentu,sedangkan laporan perubahan posisi keuangan menunjukk an sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan. 2.3. Return On Assets (ROA) Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return On Asset (ROA). Return On Asset (ROA) digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan dan dijadikan sebagai variable dependen karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Mawardi,2005). Ketentuan BCTL no.3/2011, ratio ROA dapat diukur dengan perbandingan antara keseluruhan laba sebelum pajak terhadap total aset (total aktiva). Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak. Total aset yang digunakan untuk mengukur ROA adalah jumlah keseluruhan dari aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan.Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. Banco de central de timor-leste (BCTL) selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return On Asset (ROA). Return On Asset (ROA) digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan dan dijadikan sebagai 16 variable dependen karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Riyadi (2006), ROA adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aset bank. Dalam bukunya, Mishkin (2008) menyatakan bahwa, because owners of a bank must know whether their bank is being managed well, they need good measures of bank profitability. A basic measure of bank profitability is return on assets (ROA). Total assets merupakan komponen yang terdiri dari kas, dan giro pada BNCTL. Bank dengan total aset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik (Mawardi, 2005). Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap asset yang digunakan, dengan rasio ini kita bisa menilai apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasionalnya. Suatu bank dapat dikategorikan sehat apabila memiliki rasio ROA minimal 1,5%. ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam meng hasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva/aset yang dimilikinya.Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, 17 semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. 2.4. Loan To Deposit Ratio (LDR) Likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank, hal tersebut disebabkan karena dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana dari masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Likuiditas suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban (Siamat, 2005). Ali (2006), pengaturan likuiditas terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi kewajibankewajibannya yang harus segera dibayar.Sebagaimana rasio likuiditas yang digunakn dalam perusahaan secara umum juga berlaku bagi perbankan.Namun perbedaannya dalam likuiditas perbankan tidak diukur dari acid test ratio maupun current ratio, tetapi terdapat ukuran khusus yang berlaku untuk menentukan likuiditas bank sesuai dengan peraturan BCTL. Rasio likuiditas yang lazim digunakan dalam dunia perbankan terutama diukur dari LDR. LDR merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). LDR juga merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin tinggi 18 kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Semakin tinggi LDR maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke pihak ketiga. Dengan penyaluran dana ke pihak ketiga yang besar maka pendapatan (ROA) bank akan semakin meningkat. Menurut ketentuan Banco Central de Timor-leste, bank yang sehat memiliki LDR 80%-110%. Penelitian terdahulu, Basran Desfian (2003) Melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh efisiensi, LDR, terhadap ROA. Pengujian penelitian dilakukan menggunakan regresi linier berganda dengan ordinary least square (OLS) atau persamaan kuadrat terkecil. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa LDR, akan meningkatkan profitabilitas secara signifikan, atau dengan kata lain LDR, berpengaruh positif signifikan terhadap ROA.Pandu Mahardian (2008) Melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh NPL, dan LDR terhadap ROA. Pengujian penelitian dilakukan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. 2.5 Dana Pihak Ketiga (DPK) Salah satu kegiatan industry perbankan adalah pemberian kredit. Siamat (2005), proporsi pendapatan terbesar bank berasal dari pendapatan bunga kredit yang disalurkan. Sedangkan jumlah kredit yang disalurkan tersebut didanai oleh beberapa 19 sumber yaitu modal sendiri, pinjaman dari lembaga lain dan pihak ketiga atau masyarakat. Dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank. Dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank dan bisa mencapai 80%-100% dari seluruh dana yang dikelola bank. Seiring dengan banyaknya dana pihak ketiga yang dikumpulkan dari masyarakat maka akan semakin meningkatkan LDR melalui kredit yang disalurkan sehingga laba (ROA) juga akan semakin meningkat. Dana dari masyarakat yang sering disebut dengan dana pihak ketiga terdiri atas beberapa jenis yaitu Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit) dan Deposito (Time Deposit). a) Giro (Demand Deposit) Undang-Undang Perbankan indonesia No. 10 tahun 1998, giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro dan surat perintah pembayaran lainnya atau pemindah bukuan. 20 b) Tabungan (Saving Deposit) Abdullah (2005), tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan melalui syarat-syarat tertentu. Penarikan tabungan dapat dilakukan dengan selip penarikan atau card atau ATM dan sejenisnya. Bunga tabungan umumnya lebih tinggi dari jasa giro tapi lebih rendah dari deposito berjangka. c) Deposito (Time Deposit) Abdullah (2005), deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan. Dana Pihak Ketiga adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank (Kuncoro, 2002). Kasmir (2002:64), dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank. Kasmir (2002:65) mengemukakan bahwa dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan dan deposito. Dendawijaya (2009:49) 21 mengungkapkan dana-dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (mencapai 80% yang dikelola oleh bank). Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2010) diperoleh bahwa DPK tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA, sedangkan penelitian Pauzi (2011) diperoleh bahwa DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA. Fitri Pertiwi (2009) Pengaruh Dana Pihak Ketiga, dan Penyaluran Kredit Terhadap Return On Asset (Studi Kasus Pada Bank BNI 46). Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukan bahwa Dana pihak ketiga secara parsial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Return On Asset (ROA). 2.6 Non Performing Loan (NPL) Tingkat kelangsungan usaha bank berkaitan erat dengan aktiva produktif yang dimilikinya, oleh karena itu manajemen bank dituntut untuk senantiasa dapat memantau dan menganalisis kualitas aktiva produktif yang dimilikinya. Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi oleh bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya. Kolektibilitas dapat diartikan sebagai keadaan pembayaran kembali pokok, angsuran pokok atau bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterima kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau 22 penanaman lainnya. Sedangkan tingkat kolektibilitas dapat dibedakan menjadi empat tingkat, yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan, atau macet. Pembedaan tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya suatu kerugian yang diakibatkan oleh adanya kredit yang tidak terbayarkan atau kredit bermasalah. Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur.Salah satu risiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya non performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau risiko kredit semakin besar (Mawardi, 2005). Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Non Performing loan (NPL) adalah rasio yang menunjukkan perbandingan jumlah kredit bermasalah dengan total kredit. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Riyadi (2004), risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dan bunga yang harus dibayarnya. Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. NPL yang tinggi akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga mengakibatkan LDR menjadi rendah dan bank akan mengalami kerugian. Semakin tinggi rasio ini 23 maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. BCTL menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat. Dendawijaya (2009), kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu: 1) Dari pihak perbankan Dalam hal ini pihak analis kredit kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasiorasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. 2) Dari pihak Nasabah Kemacetan kredit yang disebabkan nasabah diakibatkan 2 hal yaitu: a. Adanya unsur kesengajaan b. Adanya unsur tidak sengaja Siamat (2005) risiko kredit atau sering disebut kredit bermasalah dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Untung (2005) menetapkan jenjang kualitas kredit sebagai berikut : 1) Kredit lancar merupakan pembayaran yang tepat waktu. 24 2) Kredit yang dalam perhatian khusus terdapatnya tunggakan pembayaran pokok pinjaman dan bunga sampai dengan 90 hari. 3) Kredit kurang lancar terdapatnya tunggakan pembayaran pokok pinjaman dan bunga yang telah melampaui 90 sampai dengan 180 hari. 4) Kredit diragukan terdapatnya tunggakan pembayaran pokok pinjaman dan bunga yang telah melampaui 180 sampai dengan 270 hari. 5) Kredit macet terdapatnya tunggakan pembayaran pokok pinjaman dan bunga yang telah melampaui 270 hari. Risiko kredit dihitung, suatu bank dapat dihitung dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) dengan rumus : NPL = Total kredit bermasalah X 100% Total kredit yg diberikan Penelitian yang dilakukan oleh Agustiningrum, Riski. (2013) diperoleh hasil bahwa NPL berpengaruh signifikan terhadap LDR. Sedangkan penelitian oleh Prayudi (2011) diperoleh bahwa NPL tidak berpengaruh terhadap LDR. Penelitian Ponco (2008) memperlihatkan hasil bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adriyanti (2011) yang menunjukkan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap ROA. Wisnu Mawardi (2005) Melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh risiko kredit, risiko pasar, dan modal terhadap kinerja keuangan (ROA). Pengujian penelitian dilakukan menggunakan regresi linier berganda. Variabel dependen adalah 25 ROA sebagai indikator performance atau kinerja keuangan. Sedangkan variabel independennya terdiri dari Resiko kredit yang diproksi dengan Non Performing Loan (NPL). Hasil temuan dalam penelitian ini menyebutkan bahwa secara parsial, NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.