perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN TINGKAT INSOMNIA ANTARA LANSIA DENGAN
KECEMASAN DAN LANSIA TANPA KECEMASAN DI PANTI
WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Ratri Satya Pitrasti
G0008154
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 5
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 16
C. Hipotesis ....................................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 18
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 18
B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 18
C. Subjek Penelitian .......................................................................... 18
D. Teknik Sampling .......................................................................... 19
E. Rancangan Penelitian ................................................................... 20
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Variabel Penelitian ....................................................................... 20
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ..................................... 21
H. Instrumen Penelitian ..................................................................... 21
I.
Cara Kerja ..................................................................................... 22
J.
Teknik Analisis Data .................................................................... 23
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 24
A. Deskripsi Sampel .......................................................................... 24
B. Analisis Statistika ......................................................................... 26
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 29
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 32
A. Simpulan ....................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33
LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ................................................... 25
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 25
Tabel 3. Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Saphiro-Wilk ....................... 26
Tabel 4 Hasil Analisis Data dengan Uji t ............................................................ 27
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar Boxplot Perbedaan Rata-Rata Tingkat Insomnia ................ 28
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3. Informed Consent
Lampiran 4. Biodata responden
Lampiran 5. Kuesioner L-MMPI
Lampiran 6. Kuesioner Kecemasan Skala TMAS
Lampiran 7. Kuesioner Insomnia KSPBJ – Insomnia Rating Scale
Lampiran 8. Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 9. Uji Normalitas Data dan Uji Analisis Data
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ratri Satya Pitrasti, G0008154, 2011. Perbedaan Tingkat Insomnia antara
Lansia dengan Kecemasan dan Lansia tanpa Kecemasan di Panti Wredha Dharma
Bhakti Surakarta.
Tujuan: Lansia memiliki kecenderungan untuk lebih mudah mengalami
kecemasan dan salah satu dampak dari kecemasan adalah adanya gangguan tidur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat insomnia
antara lansia dengan kecemasan dan lansia tanpa kecemasan di Panti Wredha
Dharma Bhakti Surakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah lansia berumur 60 - 80
tahun yang tinggal di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari tiga
macam kuesioner, yaitu kuesioner L-MMPI, kuesioner kecemasan The Taylor
Minnesota Anxiety Scale (TMAS), dan kuesioner Kelompok Studi Pusat Biologik
Jakarta (KSPBJ Insomnia Rating Scale). Analisis statistik menggunakan uji t .
Hasil: Dari 33 jumlah sampel terdiri dari 13 lansia mengalami kecemasan dan 20
lansia tidak mengalami kecemasan. Pada lansia yang mengalami kecemasan
didapatkan rata-rata skor IRS sebesar 12.63 dan SD sebesar 4.565. Pada lansia
yang tidak mengalami kecemasan didapatkan rata-rata skor IRS sebesar 6.25 dan
SD sebesar 3.240. Perbedaan tingkat insomnia antara lansia yang mengalami
kecemasan dan lansia yang tidak mengalami kecemasan menghasilkan nilai
signifikansi (p = 0.007).
Simpulan: Terdapat perbedaan tingkat insomnia yang secara statistik signifikan
antara lansia yang mengalami kecemasan dan lansia yang tidak mengalami
kecemasan (p = 0.007). Tingkat insomnia pada lansia yang mengalami kecemasan
lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami kecemasan.
Kata kunci : insomnia, kecemasan, lansia
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia pada umumnya akan mengalami penuaan. Proses
tersebut merupakan suatu kondisi yang wajar dan tidak dapat dihindarkan
sebagai suatu fase kehidupan manusia. Sebagai suatu proses sudah barang
tentu diperlukan persiapan sejak dini agar memiliki persiapan menghadapi
ketuaan itu (Dermatoto, 2006). Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik
dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh
tertentu, apakah pria/wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri
secara baik/buruk (Hurlock, 2003).
Seiring dengan perubahan pola kehidupan di masyarakat, maka terdapat
kecenderungan semakin banyak keluarga dengan berbagai alasan dan
pertimbangan memasukkan anggota keluarganya yang lanjut usia di panti
werdha yang juga akan mempengaruhi perubahan–perubahan fisik, psikososial
dan spiritual. Kehilangan adalah tema yang menonjol yang menandai
pengalaman emosional pada lanjut usia. Seorang lanjut usia harus menghadapi
kesedihan akibat berbagai kehilangan (kematian pasangan, teman, keluarga,
dan rekan kerja), perubahan status pekerjaan dan prestasi, dan menurunnya
kemampuan fisik dan kesehatan. Seorang usia lanjut menggunakan sebagian
besar energi emosional dancommit
fisik todalam
user berduka cita, menghilangkan
1
perpustakaan.uns.ac.id
2
digilib.uns.ac.id
kesedihan, dan beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan kehilangan
tersebut. Hidup sendiri adalah suatu stress besar yang mempengaruhi kira-kira
10 persen lanjut usia (Kaplan dan Sadock, 1997).
Suatu peristiwa dirasakan sebagai penyebab stres adalah tergantung
pada sifat peristiwa dan kekuatan seseorang, pertahanan psikologis, dan
mekanisme mengatasi. Berdasarkan data National Institute of Mental Health
(2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan
kecemasan pada usia 18 tahun hingga lanjut usia. Sedangkan prevalensi
gangguan kecemasan di Indonesia berkisar pada 6 - 7% dari populasi umum.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung
bervariasi dari orang ke orang (Kaplan dan Sadock, 1997).
Seseorang yang mengalami kondisi psikiatrik seperti kecemasan sering
mengalami gangguan tidur yang sering disebut sebagai insomnia. Orang
tersebut biasanya memiliki gangguan tidur pada saat akan memulai tidur atau
disebut juga kesulitan jatuh tidur (Kaplan dan Sadock, 1997).
Insomnia merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering
dikeluhkan oleh masyarakat umum, praktik kedokteran, dan psikiatri (Buysse
et al., 2005). Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Kenyataannya,
insomnia bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang
tidur karena orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lebih lama dari
yang diperkirakan, tetapi kualitasnya kurang. Prevalensi gangguan tidur setiap
tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan
commit to user
3
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40 - 50%
dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur sering
menyertai gangguan jiwa seperti kecemasan, depresi, dan berbagai gangguan
jiwa lain (Maramis, 1998).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis ingin meneliti adakah
perbedaan tingkat insomnia antara lansia dengan kecemasan dan lansia tanpa
kecemasan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian: Apakah terdapat perbedaan tingkat insomnia
antara lansia dengan kecemasan dan lansia tanpa kecemasan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat insomnia
antara lansia dengan kecemasan dan lansia tanpa kecemasan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini memberikan informasi mengenai perbedaan tingkat
insomnia pada lansia dengan kecemasan dan lansia tanpa kecemasan demi
pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya.
commit to user
4
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis
a. Bagi panti wredha
1) Mengetahui masalah kecemasan dan insomnia pada lansia
2) Mengatasi masalah kecemasan dan insomnia pada lansia
b. Bagi profesi kedokteran
Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran mengenai
gangguan kecemasan dan gangguan tidur yang terjadi pada usia lanjut,
sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan manajemen
terhadap lansia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lanjut Usia
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang
hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak
dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 2003). Disebutkan dalam
undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa
lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
b. Batas-batas Lanjut Usia
1) Batasan usia menurut WHO (dalam Ismayadi, 2004) meliputi :
a) usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun
b) lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c) lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
d) usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
2) Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia
setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain”.
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun ke atas.
c. Perubahan mental dan psikososial pada lanjut usia
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lanjut usia:
1) Perubahan fisik
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (Hereditas)
5) Lingkungan
(Ismayadi, 2004)
Ismayadi (2004) mengemukakan selain perubahan mental, pada
lanjut usia juga terjadi perubahan psikososial seperti :
1) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun, orang tersebut akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
a)
Kehilangan finansial (income berkurang).
b)
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
c)
Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
d)
Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5) Meningkatnya
biaya
hidup
pada
penghasilan
yang
sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan family.
10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan fisik dan fisiologis pada lanjut usia
Proses menjadi tua ini dinamakan senescence (dari kata yunani
yang artinya menjadi tua) dan proses ini ditandai khas oleh penurunan
fungsi seluruh sistem tubuh yang bertahan secara bertahap sistem
kardiovaskuler, pernafasan, kemih, endokrin, dan sistem imun.
Perubahan-perubahan menjadi tua, karena adanya reaksi alat-alat
tubuh yang berubah karena telah mengalami proses degenerasi. Ini tak
lain dari proses bahwa makin tinggi usia, makin banyak terjadi
perubahan-perubahan di dalam tubuh. Perubahan yang paling umum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
adalah kelelahan, berkurangnya ketegapan dan kekuatan, kenaikan berat
badan, berkurangnya kelenturan pada persendian, penurunan kemauan
dan
kemampuan
seks,
datangnya
menopause
(pada
wanita),
berkurangnya penglihatan dan pendengaran, penurunan keterampilan,
dan berkurangnya stamina pada umumnya. Misalnya sel mengecil atau
menciut, jaringan ikat baru menggantikan sel-sel yang menghilang atau
menciut dengan akibat timbulnya kemunduran fungsi organ tubuh.
Menurut Harsuki (2003), proses penuaan menyebabkan tubuh
manusia menjadi:
1) Kulit tubuh menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis lagi
2) Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering, dan tidak
mengkilat
3) Jumlah otot berkurang, ukuran menjadi menciut, volume otot secara
keseluruhan menyusut dan fungsinya menurun
4) Otot-otot jantung mengalami degenerasi, ukuran jantung mengecil,
kekuatan memompa darah berkurang
5) Pembuluh darah mengalami kekakuan
6) Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu getar saluran
pernafasan, gelembung paru-paru menjadi kurang elastis
7) Tulang menjadi keropos (osteoporosis)
8) degenerasi dari persendian, permukaan tulang rawan sendi menjadi
kasar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
9) Karena proses degenerasi ini maka jumlah nefron (saluran fungsional
dari ginjal yang membersihkan darah) menurun, yang berakibat
kemampuan mengeluarkan air seni berkurang
2. Kecemasan (anxietas)
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan
adalah
suatu
sinyal
yang
menyadarkan
yang
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan
atau anxietas tersebut berupa campuran perasaan yang sangat tidak enak,
khawatir, cemas, gelisah yang disertai satu atau lebih keluhan badaniah
(Kaplan dan Sadock, 1997). Kecemasan juga dapat diartikan sebagai
suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi (Nevid, 2005).
Kecemasan merupakan status perasaan tidak menyenangkan yang
terdiri atas respon-respon psikofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
tidak riil atau yang terbayangkan, secara nyata disebabkan oleh konflik
intrapsikik yang tidak diketahui. Penyerta fisiologis mencakup denyut
jantung
bertambah
cepat,
kecepatan
pernapasan
tidak
teratur,
berkeringat, gemetar, lemas dan lelah. Penyerta psikologis meliputi
perasaan-perasaan akan ada bahaya, tidak berdaya, terancam, dan takut
(Dorland, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
b. Penyebab Kecemasan
Menurut Sadock dan Kaplan (1997), faktor penyebab kecemasan
adalah:
1). Faktor Biologis
Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan
dengan naiknya sistem simpatis, terjadi peningkatan pelepasan
kotekalamin.
2). Faktor Psikologis
Ditinjau dari aspek psikoanalisis kecemasan dapat muncul akibat
impuls-impuls bawah sadar (misalnya: sex, agresi, dan ancaman)
yang masuk ke alam sadar. Mekanisme pembekalan ego yang tidak
sepenuhnya berhasil juga dapat menimbulkan kecemasan yang
mengambang. Reaksi pergeseran dapat mengakibatkan reaksi fobia.
3). Faktor Sosial
Menurut teori belajar emosi dapat terjadi oleh karena frustasi,
tekanan, konflik atau keadaan yang menurutnya tidak disukai oleh
orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya.
c. Gejala dan Tanda
Kaplan dan Sadock membagi gejala utama dari gangguan
kecemasan umum menjadi:
1) Kecemasan
2) Ketegangan motorik
Ketegangan
motorik paling sering
commit to user
dimanifestasikan
sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
kegemetaran, kegelisahan, dan nyeri kepala.
3) Hiperaktivitas otonomik
Hiperaktivitas sering kali dimanifetasikan oleh sesak napas, keringat
berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal.
4) Kewaspadaan kognitif
Ditandai oleh sifat lekas tersinggung dan mudahnya pasien
dikejutkan.
Selain gejala-gejala di atas, Nugroho (2008) juga menyebutkan
gejala-gejala umum yang ditemukan pada kecemasan yaitu:
1) Perubahan tingkah laku
2) Bicara cepat
3) Meremas-remas tangan
4) Berulang-ulang bertanya
5) Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan
6) Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan
7) Gelisah
8) Keluhan badan
d. Kecemasan pada Lansia
Penelitian ECA telah menemukan bahwa prevalensi gangguan
kecemasan 1 bulan pada orang usia 65 tahun dan lebih adalah 5,5%.
Sejauh ini gangguan yang paling sering adalah fobia (4 - 8%). Angka
gangguan panik adalah 1%. Gangguan kecemasan dimulai pada masa
dewasa awal atau pertengahan, tapi beberapa tampak untuk pertama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
kalinya setelah usia 60 tahun. Onset awal gangguan panik pada lanjut
usia adalah jarang tetapi dapat terjadi (Kaplan dan Sadock, 1997).
Menurut Kartono (2000), penyebab kecemasan dapat ditimbulkan
karena:
1) Ancaman integritas biologi
Meliputi gangguan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan,
minum, dan kehangatan.
2) Ancaman terhadap keselamatan diri
a) Kehilangan integritas diri
b) Tidak menemukan status dan prestise
c) Tidak memperoleh pengakuan dari orang lain
d) Ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata
3) Kecemasan dapat juga disebabkan oleh:
a) Rasa takut dan cemas yang berkepanjangan disebabkan trauma
terhadap kegagalan dalam hidup
b) Represi dari masalah emosional tertahan
c) Cenderung kepribadian dengan harga diri rendah
d) Ada dorongan seksual yang terhambat dan mengakibatkan konflik
batin
3. Insomnia
a. Definisi
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan
tidur di mana periode singkat insomnia paling sering berhubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
dengan kecemasan, baik secara sekuel terhadap pengalaman yang
mencemaskan atau dalam menghadapi pengalaman yang menimbulkan
kecemasan (Kaplan dan Sadock, 1997).
b. Fisiologi dan Siklus Tidur Normal
Pola siklus tidur dan bangun (irama sikardian), adalah bangun
sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap.
Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap terang. Stimulasi
cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian
di hipothalamus yang disebut nucleus supra-chiasmatic (NSC). NSC
akan mengeluarkan neurotransmitter yang mempengaruhi pengeluaran
hormon pengatur temperatur badan, kortisol, Growth Hormone (GH) dan
lain-lain yang mempengaruhi peranan untuk bangun dan tidur. NSC
bekerja seperti jam meregulasi segala kegiatan bangun dan tidur. Jika
pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang
menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol, dan GH sehingga
orang terbangun. Jika malam tiba, NSC merangsang pengeluaran
hormon melatonin sehingga orang tertidur. Hormon melatonin adalah
hormon yang mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan
temperatur dan kortisol (Rahayu, 2006).
c. Klasifikasi dan Etiologi Insomnia
Insomnia dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Insomnia sementara (tidak lebih dari beberapa malam),
2) Insomnia akut (kurang dari 3 - 4 minggu), dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
3) Insomnia kronis (lebih dari 3 - 4 minggu).
(Gammack et al., 2006)
Selain klasifikasi di atas, oleh Nuhriawangsa (2004) macammacam insomnia dapat dibagi menjadi:
1) Insomnia inisial (initial insomnia)
Kesulitan untuk masuk tidur, biasanya terdapat pada gangguan jiwa
dengan ansietas.
2) Middle insomnia
Bangun pada tengah malam dan dapat tidur lagi dengan susah payah,
biasanya terdapat pada depresi.
3) Late insomnia (terminal insomnia)
Terbangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali, biasanya
terdapat pada depresi.
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia
berkaitan dengan gangguan klinik sebagai berikut (Prayitno, 2002):
1) Apnea tidur
2) Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan
mendadak pada tingkat yang berulang, keluhan berupa “tungkai
gelisah” (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau
miopatia dan defisiensi asam folat dan besi.
3) Berbagai
konflik
emosional
dan
psikofisiologik dari insomnia.
commit to user
stres
merupakan
penyebab
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
4) Gangguan psikiatrik berat terutama depresi seringkali menimbulkan
bangun terlalu pagi dan dapat bermanifestasi sebagai insomnia dan
hipersomnia.
5) Keluhan penyakit-penyakit organik, seperti nyeri karena arthritis,
penyakit keganasan, nocturia, penyakit hati atau ginjal dan sesak
napas dapat mengakibatkan bangun berulang pada tidur malam.
6) Sindrom otak organik yang kronik seringkali menimbulkan insomnia.
Penyakit Parkinson terganggu tidurnya 2 - 3 jam.
7) Zat seperti alkhohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan betablockers dapat menginterupsi tidur.
Gangguan tidur banyak terjadi pada usia lanjut. Penyebab dari
gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor,
baik fisik, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun
penyakit penyerta lain yang diderita (Rahayu, 2006). Beberapa faktor
penyebab gangguan tidur pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1) Perubahan-perubahan irama sirkadian
2) Penyakit-penyakit fisik (hipertiroid, arthritis)
3) Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas)
4) Pengobatan polifarmasi. Alkohol, kafein
5) Demensia
6) Kebiasaan hygiene tidur yang tidak baik
d. Perubahan Tidur Akibat Proses Menua
Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
tidur (berbaring lebih lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan
mempunyai lebih sedikit atau lebih pendek waktu tidur nyenyaknya.
Pada penelitian laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu
tidur yang dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih
lama. Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam
akibat penurunan fisis karena usia dan penyakit yang dideritanya,
sehingga kualitas tidur secara nyata menurun.
Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur
normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap terang.
Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur
tubuh menjadi berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormon
yang diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur
menurun dengan meningkatnya umur (Rahayu, 2006).
B. Kerangka Pemikiran
Pria/wanita 60 - 80 tahun
Perubahan fisik
dan psikologis
Tinggal di lingkungan baru
Perpisahan dengan
Adaptasi lingkungan
orang-orang terdekat
dan orang baru
Cemas
Tidak cemas
commit to user
Gangguan tidur ↑
Gangguan tidur ↓
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan tingkat insomnia antara lansia dengan kecemasan
dan lansia tanpa kecemasan. Lansia dengan kecemasan memilki tingkat
insomnia lebih tinggi daripada lansia tanpa kecemasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
metode korelasional dan pendekatan studi cross sectional, yaitu peneliti
mempelajari perbedaan antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel
terikat (efek) yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief,
2003).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.
C. Subyek Penelitian
1. Kriteria inklusi :
a. Pria atau wanita usia 60 - 80 tahun
b. Tinggal di Panti Wredha Surakarta minimal selama 6 bulan
c. Lolos tes L-MMPI (skor kurang dari 10)
d. Bersedia menjadi responden penelitian
2. Kriteria eksklusi :
a. Tidak kooperatif
b. Immobilisasi (karena keterbatasan fisik atau karena sakit berat)
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini data/sampel yang digunakan diambil dengan
purposive sampling, Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling, yaitu subjek diambil dalam satu daerah yang
sudah ditentukan namun hanya subjek yang mendekati ciri-ciri di atas yang
dapat dijadikan sampel. Hal ini sesuai dengan definisi teknik purposive
sampling adalah teknik pengambilan subjek dengan mendasarkan pada ciriciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hidayat, 2007).
Besar sampel menggunakan total sampling yaitu mengambil sampel dari
keseluruhan populasi (Arikunto, 2006). Pemilihan total sampling tersebut
dikarenakan sampel yang ada dalam populasi kurang dari 100 orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
E. Rancangan Penelitian
populasi
eksklusi
inklusi
sampel
Formulir biodata
Kuesioner TMAS +
Kuesioner KSPBJ-IRS
Analisis data:
Uji komparasi t test
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: Kecemasan
2. Variabel tergantung
: Insomnia
3. Variabel pengganggu
:
a.
Terkendali
: Usia
b.
Tak terkendali
: Lingkungan, faktor psikis, faktor keturunan,
religius, obat-obatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecemasan
Kecemasan merupakan perasaan cemas pada lansia yang diukur
menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang menggunakan acuan the
Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) dengan 50 item pertanyaan.
Skala pengukuran : nominal dengan skor antara 0-50
2. Insomnia
Insomnia di sini adalah kesulitan tidur pada lansia yang akan diukur
dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Kelompok Studi Pusat
Biologik Jakarta (KSPBJ Insomnia Rating Scale) yang terdiri dari 8
pertanyaan.
Skala pengukuran : numerik dengan skor antara 0 - 26
H. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner.
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab (Sugiono, 2006).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kuesioner berisi biodata
Kuesioner biodata di sini berfungsi untuk mengetahui identitas responden
dan mengetahui apakah responden memiliki kriteria yang termasuk dalam
kriteria eksklusi sehingga dapat juga digunakan sebagai alat bantu untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
menyaring responden.
2. Kuesioner L-MMPI
Kuesioner L-MMPI berisi 15 item pertanyaan yang digunakan untuk
mengetahui angka kebohongan sampel. Bila responden menjawab “tidak”
maka diberi nilai 1. Bila didapatkan angka lebih besar atau sama dengan 10
maka responden invalid dan dikeluarkan dari sampel penelitian.
3. Kuesioner TMAS
Kuesioner TMAS berisi 50 item pertanyaan yang berfungsi untuk
mengetahui angka kecemasan. Skor bernilai 1 untuk jawaban ’ya’ dan
bernolai 0 untuk jawaban ’tidak’. Sampel dikatakan cemas apabila skor
TMAS >21.
4. KSPBJ – IRS
Kuesioner KSPBJ – IRS berisi 8 item pertanyaan yang berfungsi untuk
mengetahui adakah insomnia pada responden. Penilaian skor sudah tertera
pada setiap pilihan jawaban pada kuesioner. Sampel dikatakan mengalami
insomnia apabila skor IRS >10
I. Cara Kerja
1. Responden mengisi kuesioner data pribadi yang telah disediakan
2. Responden
mengisi
kuesioner
L-MMPI untuk
mengetahui
angka
kebohongan sampel.
3. Responden mengisi Kuesioner TMAS untuk mengetahui angka kecemasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
4. Responden mengisi KSPBJ IRS untuk mengetahui adakah insomnia pada
responden.
J. Teknik dan Analisis Data
Untuk menguji perbedaan tingkat insomnia berdasarkan ada tidaknya
kecemasan pada lansia digunakan uji statistik uji t dan akan diolah dengan
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel
Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2011 di panti
Wredha Dharma Bhakti Surakarta. Subjek penelitian adalah lansia berumur 60
- 80 tahun penghuni Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Pada penelitian ini
didapatkan populasi sampel sebanyak 85 orang. Dari 85 orang tersebut, sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian sebanyak 33 orang,
sedangkan sampel yang gugur karena eksklusi sebanyak 52 orang. Sampel
gugur tersebut terdiri dari 20 orang mengalami psikosis, 17 orang dirawat di
ruang isolasi, 4 orang tidak lulus kuesioner L-MMPI, 4 orang berusia di atas 80
tahun, 2 orang tidak bersedia menjadi responden dan 5 orang tidak dapat
berkomunikasi.
Dari 33 orang yang diberikan kuesioner TMAS, diambil sampel dengan
hasil skor TMAS 25% tertinggi dan 25% terendah sehingga hanya 16 sampel
yang dilakukan pengujian dengan SPSS 17.00 for Windows. Hal tersebut
bertujuan untuk mendapatkan sampel dengan perbedaan kecemasan yang
signifikan.
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
No
Kelompok
Jumlah
Persentase
1
60 - 70
13
39,4 %
2
> 70 - 80
20
60,6 %
33
100 %
Total
Sumber : data primer, 2011
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Kelompok
Jumlah
Persentase
1
Laki-laki
17
51,5 %
2
Perempuan
16
48,5 %
33
100 %
Total
Sumber : data primer, 2011
Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah lansia dengan rentang
usia 60 - 80 tahun agar sampel lebih homogen sehingga hasil penelitian lebih
valid. Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel yang berumur antara 60 - 70 tahun
sebanyak 13 orang dan yang berumur di antara 70 - 80 tahun sebanyak 20
orang. Sedangkan pada tabel 2 menunjukkan distribusi sampel berdasar jenis
kelaminnya. Dari tabel 2 tersebut dapat diketahui bahwa sampel laki-laki lebih
banyak daripada perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
B. Analisis Statistika
Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji tindependent yang merupakan uji parametrik dengan program SPSS 17.00 for
Windows. Uji ini digunakan bila skor kedua kelompok tidak berhubungan satu
sama lain. Adapun syarat uji t-independent adalah data berskala numerik,
terdistribusi secara normal, dan variansi kedua kelompok dapat sama atau
berbeda (untuk 2 kelompok). Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi
normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data dikatakan
mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0.05 pada masing-masing
kelompok tersebut. Uji normalitas yang dilakukan pada masing-masing sebaran
data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun analitik. Cara analitik
memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji SaphiroWilk. Uji Saphiro-Wilk dilakukan jika sampel kurang dari 50 sampel (Dahlan,
2005).
Tabel 4. Uji Normalitas Penyebaran Data dengan Saphiro-Wilk
Data
Nilai p
Keterangan
Cemas
0.833
Distribusi normal
Tidak Cemas
0.092
Distribusi normal
Sumber : Data primer 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Pada uji normalitas penyebaran data dengan Saphiro-Wilk, skor cemas
mempunyai nilai p = 0.833 dan tidak cemas p = 0.092 Karena nilai p pada skor
cemas dan tidak cemas > 0.05, dapat disimpulkan bahwa data tersebut
terdistribusi normal dan dapat memenuhi syarat untuk dilakukan pengolahan
dengan uji t.
Tabel 4. Hasil Analisis Data dengan Uji t
Skor TMAS
n
Mean
SD
Cemas
8
12.63
4.565
Tidak cemas
8
6.25
3.240
t
p
3.221
0.007
Sumber : Data primer 2011
Pada tabel 4, hasil data dianalisis dengan uji statistik uji t dengan
menggunakan program SPSS 17.0 for Windows untuk mengetahui perbedaan
tingkat insomnia. Dari uji statistik didapatkan nilai kemaknaan (p) sebesar
0.007 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
insomnia yang secara statistik signifikan pada lansia yang mengalami
kecemasan dan yang tidak mengalami kecemasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Gambar 3. Gambar Boxplot Perbedaan Rata-Rata Tingkat Insomnia
Gambar boxplot di atas menunjukkan dengan lebih jelas perbedaan
tingkat insomnia berdasarkan tingkat kecemasan. Gambar tersebut memberikan
informasi bahwa lansia dengan tingkat kecemasan yang tinggi mengalami
kejadian insomnia lebih tinggi daripada lansia tanpa kecemasan dengan ratarata skor insomnia pada kecemasan 12.63 dan tidak cemas 6.25.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan September - November dengan jumlah
sampel sebanyak 33 orang. Dari 33 sampel tersebut didapatkan 13 orang
mengalami kecemasan dan 20 orang lainnya tidak mengalami kecemasan di mana
dari 13 orang yang mengalami kecemasan sebagian besar mengalami insomnia.
Sesuai dengan analisis perhitungan statistik yang telah dikemukakan, didapatkan
adanya perbedaan tingkat insomnia antara lansia yang mengalami kecemasan dan
tidak mengalami kecemasan. Hasilnya adalah tingkat insomnia pada lansia yang
mengalami kecemasan lebih tinggi daripada lansia yang tidak mengalami
kecemasan
Dari hasil perhitungan skor, didapatkan bahwa skor insomnia pada lansia
dengan kecemasan lebih tinggi (>10) dibandingkan dengan lansia yang tidak
mengalami kecemasan (≤10). Hasil statistik tersebut sesuai dengan hipotesis di
mana pada orang yang mengalami kecemasan lebih sering mengalami insomnia
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kecemasan. Tingkat insomnia
yang lebih tinggi pada lansia dengan kecemasan dikarenakan meningkatnya
hormon kortisol pada orang yang mengalami kecemasan. Hormon kortisol yang
biasa disebut juga dengan hormon stres ini meningkat apabila seseorang sedang
cemas di mana salah satu efek dari hormon ini adalah menyebabkan terjadinya
gangguan tidur (Sandi, 2011).
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Penelitian yang telah dilakukan juga menemukan bahwa pada beberapa
kasus, ditemukan lansia yang tidak mengalami kecemasan akan tetapi mengalami
insomnia (lampiran 8). Hal tersebut juga dapat terjadi, sesuai dengan teori di mana
pada usia lanjut terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi
kurang sensitif dengan perubahan gelap terang. Pada usia lanjut, hormon kortisol
dan GH serta perubahan temperatur tubuh menjadi berfluktuasi dan kurang
menonjol. Melatonin, hormon yang diekskresikan pada malam hari dan
berhubungan dengan tidur menurun dengan meningkatnya umur (Rahayu, 2006).
Adanya gangguan tidur pada lansia yang tidak dikarenakan oleh kecemasan
dapat juga dikarenakan faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang
dimaksud di sini dapat bersifat organik seperti nyeri, gatal-gatal dan penyakit
tertentu yang mengganggu tidur. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah lingkungan.
Lingkungan yang kurang kondisif seperti terlalu ramai atau kurang nyaman dapat
menyebabkan gangguan pada tidur (Darmojo, 2000).
Hasil penelitian yang telah dilakukan ini juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yang menjelaskan adanya perbedaan pola tidur pada lansia dengan
kecemasan (Prayitno, 2002). Dari penelitian tersebut didapatkan adanya
perubahan pola tidur pada lansia dengan kecemasan terutama dalam hal
kedalaman tidur dan lama masuk tidur. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, yaitu terdapat perbedaan tingkat
insomnia yang secara statistik signifikan pada lansia dengan kecemasan dan lansia
tanpa kecemasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal lokasi cakupan yang
sempit sehingga sampel yang didapatkan juga kurang mencukupi. Hal tersebut
dikarenakan terbatasnya jumlah Panti Wredha di Surakarta dan terbatasnya jumlah
lansia yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Pemilihan lansia sebagai sampel
memiliki kendala seperti banyaknya yang telah menderita penyakit kronis dan
tidak bisa diberikan kuesioner serta adanya kesulitan dalam berkomunikasi
dengan beberapa lansia. Terbatasnya waktu juga menjadi salah satu kendala
mengapa penelitian hanya dilakukan di satu panti wredha saja. Selain itu terdapat
juga faktor-faktor lain yang dapat merancukan hasil penelitian yang digolongkan
dalam variabel luar tidak terkendali seperti lingkungan, faktor psikis, keturunan,
religius, dan obat-obatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan tingkat insomnia yang secara statistik signifikan antara
lansia yang mengalami kecemasan dan lansia yang tidak mengalami
kecemasan (p < 0.05). Tingkat insomnia pada lansia yang mengalami
kecemasan lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami
kecemasan.
B. Saran
1. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi praktisi, khususnya di bidang
psikiatri, psikologi serta konseling, dalam penanganan kasus-kasus insomnia
pada lansia baik yang mengalami kecemasan ataupun tidak.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lokasi cakupan penelitian
yang lebih luas, termasuk juga dilakukannya analisis terhadap variabelvariabel perancu lain, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan
semakin memperkecil bias.
commit to user
32
Download