LAPORAN PBL 3 BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMS Tutor : Tutor : Dr. dr. Nendyah R, MKK Kelompok 13 Sylvia Delti Elvira G1A013119 Yunizar Dwi Cahya Nugroho G1A013120 Ika Tyas Agus P G1A013121 Mona Montaz G1A013122 Dewi Wahyu Wulandari G1A013123 RR. Fera Pratiwi G1A013124 M. Ramzy Ghifari G1A013125 Aulia Nurul Izzati G1A013126 Diany Larasati G1A013127 Pratiwi Sekar Andjari G1A013128 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2016 I. PENDAHULUAN Info I: Anamnesis An R 12 tahun datang dengan keluhan pandangan tidak jelas pada kedua matanya. Pandangan tidak jelas ketika membaca tulisan di bangku paling belakang. Namun pasien tidak merasakan keluhan pandangan kabur apabila membaca buku. Keluhan ini disadari pasien setelah ditegur guru, karena tidak dapat mengikuti pelajaran. Menurut ibu penderita sejak kecil pasien suka menonton TV terlalu dekat. Pasien juga suka memicingkan mata saat membaca atau melihat jarak jauh. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 minggu yang lalu, namun tidak pernah diperiksakan ke dokter. Riwayat penyakit keluarga yaitu ayah pasien menggunakan kacamata minus. Info II: Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Baik Status generalis dalam batas normal Pemeriksaan Visus dasar Pinhole Visus koreksi Segmen anterior Fundus reflek Funduskopi Info III: Diagnosis : ODS Miopia DD : Ambliopia Tata laksana : Koreksi kacamata OD S-1 OS S-0,50 Prognosis OD 6/15 Maju 6/6 S-1,00 D, 6/6 Dalam batas normal Dalam batas normal Tidak ada kelainan OS 6/7,5 Maju 6/6 S- 0,50 D, 6/6 Dalam batas normal Dalam batas normal E/E OD OS Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam Quo ad vitam Ad bonam Quo ad kosmetikam Dubia ad bonam II. A. B. PEMBAHASAN Klarifikasi Istilah Batasan Masalah 1. Identitas a. Nama : An. R b. Usia : 12 tahun c. Jenis kelamin : laki-laki 2. RPS a. Keluhan utama : pandangan tidak jelas pada kedua b. c. Onset Kronologis matanya : 1 minggu yang lalu : Pandangan tidak jelas ketika membaca tulisan di bangku paling belakang. Namun tidak merasakan keluhan pandangan kabur d. e. f. apabila membaca buku. Kuantitas :Kualitas :Faktor memperberat : duduk di bangku paling belakang (jarak g. h. jauh) Faktor memperingan : membaca jarak dekat Keluhan Penyerta : suka memicingkan mata saat membaca atau melihat jarak jauh 3. 4. 5. C. RPD RPK Ayah An. R menggunakan kacamata minus. RPSos An. R sejak kecil suka menonton TV terlalu dekat. Sasaran Belajar 1. Anatomi mata beserta bagiannya Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001). Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal,dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu membran muko sa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungt iva palpebra dan bulbar disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006). Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolacrimal yang terletak di sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat parasimpatis dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata yang keluar dari kelenjar air mata melalui berbagai dukt us nasolakrimalis dan menyusuri permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal (Seeley, 2006). Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mata akan mengalir ke saccus lakrimalis yang kemudian menuju duktus nasolakrimalis. Duktus nasolakrimalis berakhir pada meatus inferior kavum nasalis dibawah konka nasalis inferior (Rizzo, 2001). Gambar 2.1 Anatomi Mata Struktur aksesoris mata dapat dilihat pada gambar berikut. Untuk menggerakkan bola mata, mata dilengkapi dengan enam otot ekstrinsik. Otot-otot tersebut yaitu superior rectus muscle, inferior rectus muscle, medial rectus muscle, lateral rectus muscle, superior oblique muscle, dan inferior oblique muscle. Pergerakan bola mata dapat digambarkan secara grafik menyerupai huruf H sehingga uji klinis yang digunakan untuk menguji gerakan bola mata disebut sebagai H test. Superior oblique musclediinervasi oleh nervus troklearis.Lateral rectus muscle diinervasi oleh nervus abdusen. Keempat otot mata lainnya diinervasi oleh nervus okulomotorius (Seeley, 2006). Otot-otot ekstrinsik bola mata dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.2 Anatomi Mata Otot-otot Ekstrinsik Bola Mata (Saladin, 2006). Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagianyakni sclera dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembusoleh pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclerayang telah dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya (Saladin, 2006). Middle vascular layer( tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary bodymerupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2006). Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan lubang yang dibentuk oleh iris ini disebut sebagai pupil. Iris memiliki dua lapisan berpigmen yaitu posterior pigment epithelium yang berfungsi menahan cahaya yang tidak teratur mencapai retina dan anterior border Layer yang mengandung sel-sel berpigmen yang disebut sebagai chromatophores. Konsentrasi melanin yang tinggi pada chromatophores inilah yang memberi warna gelap pada mata seseorang seperti hitam dan coklat. Konsentrasi melanin yang rendah memberi warna biru, hijau, atau abu-abu. Inner layer (tunica interna) terdiri dari retina dan nervus optikus (Saladin, 2006) . Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.3 Anatomi Mata Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari mata yang tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya (refraksi) dan memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini mencakup kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous humor merupakan cairan serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan ini mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin,2006). Lensa tersuspensi dibelakang membentuk cincin yang disebut pupil oleh serat-serat yang suspensory ligament, yang menggantungkan lensa ke ciliary body. Tegangan pada ligamen memipihkan lensa hingga mencapai ketebalan 3,6mm dengan diameter 9,0mm. Vitreous body (vitreous humor) merupakan suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang lensa. Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin, 2006). Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis dan transparan dan tefiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic discadalah lokasi dimana nervus optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrate merupakan tepi anterior dari retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang disebut macula luteadengan diameter kira-kira 3mm. Pada bagian tengah dari macula luteaterdapat satu celah kecil yang disebut fovea centralis, yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm pada arah medial dari macula luteaterdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata akan berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk nervus optikus. Bagian optic disc dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapangan pandang setiap mata (Saladin, 2006). 2. Histologi mata Gambar 2.4 Histologi Mata Bola mata dikelilingi oleh tiga lapisan konsentrik utama (Eroschenko, 2008): a. Lapisan luar jaringan ikat fibrosa kuat yang terdiri dari sklera dan kornea. b. Lapisan tengah atau uvea yang terdiri dari koroid yang sangat vaskular dan berpigmen, badan siliar (terdiri dari prosesus siliaris dan otot siliaris) dan iris. c. Lapisan paling dalam yang terdiri dari retina fotosensitif. Sklera adalah lapisan jaringan ikat putih opak yang kuat terdiri dari serat-serat kolagen Teranyam padat. Sklera mempertahankan kekakuan bola mata dan tampak sebagai bagian "putih' mata. Sambungan antara kornea dan sklera terjadi di daerah transisi yaitu limbus, terletak di bagian anterior mata. Di bagian posterior mata, tempat saraf optic keluar dari kapsul mata, adalah tempat transisi antara sklera bola mata dan jarlngan ikat dura mater susunan saraf pusat (Eroschenko, 2008). Koroid dan badan siliar berbatasan dengan sklera. Pada potongan sagital bola mata, badan siliar tampak berbentuk segitiga dan terdiri dari otot polos siliaris dan prosesus siliaris. Serat-serat otot siliaris memperlihatkan susunan longitudinal, sirkular, dan radial. Prosesus siliaris dibentuk oleh juluran-juluran badan siliar yang berlipat lipat dan mengandung banyak pembuluh darah serta melekat pada ekuator lensa oleh ligamentum suspensorium atau serat zonula lensa. Kontraksi otot siliaris mengurangi tegangan pada serat zonula sehingga lensa mengambil bentuk konveks (Eroschenko, 2008). Iris menutupi lensa secara parsial dan merupakan bagian mata yang berwarna. Serat otot polos sirkular dan radial membentuk lubang di iris yaitu pupil (Eroschenko, 2008). Bagian interior mata di depan lensa dibagi lagi menjadi dua kompartemen: camera anterior terletak antara iris dan kornea, dan camera posterior terletak antara iris dan lensa. Camera anterior dan posterior terisi oleh cairan encer yang disebut humor aquosus. Kompartemen posterior yang besar dalam bola mata terletak di belakang lensa adalah korpus vitreus. Bagian ini terisi oleh bahan gelatinosa, humor vitreus yang transparan (Eroschenko, 2008). Di belakang badan siliar yaitu ora serrata, batas paling anterior yang tegas di bagian fotosensitif retina. Retina terdiri dari banyak lapisan sel, yang salah satunya mengandung sel peka-cahaya, sel batang dan sel kerucut. Di sebelah anterior ora serrata terdapat bagian nonfotosensitif retina yang berlanjut ke depan untuk membentuk lapisan dalam badan siliar dan bagian posterior iris (Eroschenko, 2008). Di dinding posterior mata terdapat makula lutea dan papilla optik atau diskus optikus. Makula lutea adalah bercak kecil berpigmen kuning, seperti terlihat melalui oftalmoskop, dengan cekungan dangkal di tengah yang disebut fovea. Makula lutea adalah bagian mata dengan ketajaman penglihatan paling baik. Bagian tengah fovea tidak mengandung sel batang dan pembuluh darah. Fovea hanya memiliki konsentrasi tinggi sel kerucut. Papilla optlk adalah daerah tempat saraf optik meninggalkan bola mata. Papilla optic tidak memiliki sel batang dan kerucut peka-cahaya dan membentuk "bintik buta" mata. Sklera sebelah luar berbatasan dengan jaringan orbita dan mengandung jaringan ikat longgar, sel adiposa dijaringan lemak orbita, serat saraf, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan kelenjar (Eroschenko, 2008). Gambar 2.5 Histologi Mata Kornea adalah struktur mata yang tebal, transparan, dan nonvaskular. Permukaan anterior kornea dilapisi oleh epitel kornea berlapis gepeng yang tidak berkeratin dan terdiri dari lima atau lebih lapisan sel. Lapisan sel basal adalah kolumnar dan terletak di atas membrana basalis tipis yang ditunjang oleh lamina limitans anterior (Bowman) homogen yang tebal. Stroma kornea (substantia propria) di bawahnya membentuk badan kornea. Bagian ini terdiri dari berkas-berkas sejajar serat kolagen dan lapisan fibroblas gepeng (Eroschenko, 2008). Lamina limitans posterior (Descemet) adalah membrana basalis tebal yang terletak di bagian posterior stroma kornea. Permukaan posterior kornea yang menghadap camera anterior mata dilapisi oleh epitel selapis gepeng yaitu epitel posterior, yang juga merupakan endotel kornea (Eroschenko, 2008). 3. Fisiologi penglihatan Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2013). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena seratserat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2013). Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara system saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2013). 4. Fungsi masing masing bagian dari mata Menurut Sherwood (2013) ,berikut adalah bagian-bagian mata beserta fungsinya antara lain : a. Kornea Bagian ini adalah bagian terluar mata. Kornea sendiri memiliki karakteristik kuat dan tembus terhadap cahaya. Fungsi dari kornea sendiri adalah menerima serta meneruskan cahaya yang masuk ke mata dan memberikan perlindungan terhadap bagian sensitif mata yang ada di bawahnya. cahaya yang diterima kornea akan diteruskan ke bagian dalam mata yang kemudian berakhir di b. retina. Aqueoushumor Adalah lensa mata dan cairan kornea, fungsinya adalah membiaskan cahaya ke bagian dalam mata c. Lensa mata Lensa mata ini mempunyai peran yang penting yaitu mengatur letak bayangan supaya jatuh tepat di Fovea. Lensa mata mempunyai d. tugas untuk memfokuskan cahaya dan meneruskanya supaya jatuhnya tepat di bagian retina Iris Selaput ini di bagian tengahnya membentuk celah lingkaran. Fungsi dari iris adalah memberikan warna mata, dan mengatur perbesaran pupil (kondisi ini dilakukan untuk membatasi banyaknya jumlah cahaya yang dapat masuk ke iris). letaknya sendiri berada di tengah bola mata dan tepat di belakang kornea. Jenis ras atau bangsa menjadi faktor yang mempengaruhi warna iris yang beda-beda. e. Pupil Adalah celah yang terbentuk akibat iris, fungsi dari celah ini adalah tempat cahaya masuk. Fungsi dari pupil adalah mengatur jumlah cahaya yang masuk. Fungsinya ini hampir sama dengan diagfragma pada kamera atau alat potret. pupil ini berbentuk f. seperti celah bulat yang letaknya berada di tengah iris. MuskulusSiliaris Otot ini berfungsi untuk mengatur besar dan kecilnya lensa, selain itu juga berfungsi sebagai penyangga lensa mata. g. Vitreushumor Bentuknya seperti cairan bening dan biasanya mengisi rongga h. mata. Fungsinya meneruskan cahaya dari lensa menuju ke retina. Retina Lapisan yang terdapat di bagian belakang dinding bola mata dimana disitu tempat bayangan akan dibentuk. Istilah lain dari bagian ini adalah selaput jala, dimana bagian ini adalah bagian yang peka terhadap cahaya. Terlebih pada bintik kuning, retina sendiri memiliki fungsi untuk menangkap cahaya dan kemudian meneruskannya sampai ke saraf mata. kemudian cahaya akan i. diterima di ujung-ujung saraf yang ada di bagian selaput jala. Fovea Lengkungan yang terdapat di retina dan merupakan bagian yang j. palingpeka. NervusOptikus Syaraf ini berfungsi untuk meneruskan rangsang cahaya yang datang dari retina menuju ke otak. Tugasnya sendiri memang untuk meneruskan rangsang cahaya supaya sampai ke otak. Saraf optik membawa semua informasi yang akan diproses di dalam otak. Pada akhirnya kita dapat melihat suatu objek atau benda. 5. Patofosiologi dan penyebab penurunan visus Visus mata atau visual acuity seseorang pada dasarnya bergantung pada faktor optikal dan neural sehingga apabila terjadi kelainan pada visus mata kemungkinan disebabkan karena kelainan pada (Banun, 2012): a) Refraksi mata b) Kesehatan dan fungsi media refrakta c) Sensitivitas dan kemampuan interpretasi saraf dan otak. Seseorang akan lebih mudah mengalami penurunan visus apabila terdapat riwayat yang sama pada keluarganya. Beberapa hal berikut ini merupakan faktor penyebab penurunan visus beserta prosesnya (Sugiar, 2016) a) Kelelahan Mata Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang intensif pada fungsi tunggal (single funcion) dari mata. Stress yang persisten pada otot akomodasi (ciliary muscle) dapat terjadi pada saat seseorang menginspeksi obyek-obyek berukuran kecil pada jarak dekat dan dalam waktu lama, sedangkan stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan syaraf. General and nervous fatigue ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang akan dilakukan oleh seseorang memerlukan konsentrasi, kontrol otot, dan gerakan-gerakan yang sangat tepat. Kelainan syaraf ditandai oleh waktu reaksi yang memanjang, gerakan-gerakan menjadi lambat dan gangguangangguan pada fungsi-fungsi motor dan psikologis (Sugiar, 2016). Kelelahan mata dapat terjadi pada kualitas pencahayaan yang jelek, misalnya pada pencahayaan pada daerah tugas visual jauh lebih terang dari pada di sekelilingnya. Hal ini berakibat mata harus sering melakukan pengaturan (adaptasi dan akomodasi) pada saat pandangan bergerak dari bagian yang terang kebagian yang gelap. Dari bagian yang gelap kebagian yang terang secara berulang-ulang (Sugiar, 2016). b) Usia dan akomodasi Menurut Siswanto (2000) usia mempunyai pengaruh yang penting terhadap akomodasi dengan meningkatnya usia, elastisitas lensa akan semakin berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan menurunnya kemampuan lensa untuk menfokuskan obyek pada retina sehingga titik dekat akan bergerak menjauhi mata. Sedangkan titik jauh umumnya tidak mengalami perubahan (Sugiar, 2016). c) Masa kerja Mata yang sering terakomodasi dalam waktu lama akan cepat menurunkan kemampuan melihat jauh, sehingga dalam ruang kerja perlu diciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi mata (Sugiar, 2016). d) Jarak pandang kerja Pandangan mata terhadap obyek yang terlalu dekat dan terus menerus lebih dari dua jam dapat menyebabkan kelelahan mata terutama didalam ruangan yang penerangannya kurang dari 200 lux (Sugiar, 2016). e) Perawatan mata Mencegah ketegangan mata akan mengurangi peluang kehilangan penglihatan untuk menghindari ketegangan, mata sebaiknya beristirahat dengan menfokuskan pada obyek lain beberapa menit. Mata sebaiknya dibiarkan basah dengan cara mengkedip, karena pada saat berkedip air mata akan diratakan keseluruh permukaan dan dialirkan keseluruh mata. Air mata dapat memperbaiki tajam penglihatan sesaat setelah berkedip. Konsumsi makanan yang mengandung banyak vitamin A juga sangat baik untuk mata (Sugiar, 2016). f) Riwayat pekerjaan Keperluan membaca atau melakukan pekerjaan tangan yang rumit seperti, menjahit, melukis dan sebagainya disarankan menggunakan penerangan dengan bola lampu susu 40 watt, karena sinar yang dipancarkan dipusatkan ke obyek bacaan atau pekerjaan yang dilakukan (Sugiar, 2016). g) Riwayat penyakit Jumlah penyakit dan gangguan mata ada lebih dari 200 macam, tetapi hampir semua penyakit mata masih dapat dicegah. Kerusakan pada syaraf berawal dari pergerakan mata. Masalah kerusakan mata yang menyebabkan kejulingan biasanya terjadi pada seseorang yang mengidap kencing manis dan tekanan darah tinggi. Diabetes menyebabkan gangguan pada retina atau bisa disebut retinopati diabeticum. Diabetes menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makanan pada retina mata bagian belakang. Pembuluh darah yang lemah ini dapat bocor dan menyebabkan keluarnya cairan atau darah yang dengan sedirinya membuat bagian tertentu pada retina membesar. Retina adalah tempat cahaya difokuskan, maka cahaya yang masuk melalui lensa mata tersebut akan membentuk bayangan kabur. Gambar bayangan kabur itulah yang akan dikirim ke otak sehingga tidak dapat diterjemahkan dengan sempurna (Sugiar, 2016). Katarak, glaucoma, serta konjuctivitis merupakan beberapa penyakit yang juga menyebabkan penurunan visus. Di Indonesia, penurunan visus karena penyakit-penyakit tersebut masih banyak (Sugiar, 2016). 6. Macam macam pemeriksaan mata Pemeriksaan pada mata (RISKESDAS, 2013) : A. Anamnesis Perlu dilakukan pernyataan pada pasien yang meliputi : 1) Keluhan Utama 2) Riwayat penyakit sekarang 3) Riwayat penyakit dahulu yang berhubungnan dengan penyakit sekarang 4) Riwayat pemakaian obat – obatan 5) Riwayat penyakit keluarga Secara garis besar keluhan mata terbagi menjadi 3 kategori, yaitu 1) Kelainan penglihatan 2) Penurunan tajam penglihatan 3) Aberasi penglihatan Kelainan penampilan mata berupa mata merah, perubahan lokal dari mata seperti ptosis, bola mata menonjol, pertumbuhan tidak normal. Kelainan sensasi mata (nyeri, gatal, panas, berair, mengganjal) B. Inspeksi Setelah melakukan uji penglihatan, lakukan teknik pengkajian berikut. Inspeksi kelopak mata, bulu mata, bola mata, dan apartus lakrimal. Inspeksi juga konjungitva, sklera, kornea, ruang anterior, iris dan pupil. Gunakan oftalmoskop untuk mengkaji humor vitreous dan retina. 1) Inspeksi kelopak mata, bulu mata, dan apartus lakrimal a) Kelopak mata harus konsisten dengan corak klien, dengan tanpa oedema atau lesi. Lipatan palpebra harus simetris dengan tidak ada kelambatan kelopak b) Bulu mata harus terdistribusi rata di sepanjang kelopak c) Bola mata harus cerah dan jernih d) Apartus lakrimal harus tidak mengalami inflamasi, pembengkakan atau air mata yang berlebihan 2) Inspeksi konjungtiva A. Periksa konjungtiva palpebra hanya jika anda mencurigai adanya benda asing atau jika klien mengeluh nyeri kelopak mata. Untuk memeriksa bagian dari konjungtiva ini, minta klien untuk melihat ke bawah sementara anda menarik dengan perlahan bulu mata tengah ke depan dan ke atas dengan ibu jari dan jari telunjuk anda. B. Sambil memegang bulu mata, tekan tepi tarsal dengan lidi kapas untuk membalikkan kelopak mata keluar. Teknik ini membutuhkan keterampilan untuk mencegah klien merasa tidak nyaman. Tahan bulu mata ke arah alis dan periksa konjungtiva, yang seharusnya berwarna merah muda dan bebas dari pembengkakan. C. Untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi normalnya, lepaskan bulu mata dan minta klien untuk melihat ke atas. Jika hal ini tidak membalikan kelopak mata, pegang bulu mata dan tarik dengan perlhan ke arah depan. D. Untuk menginspeksi konjungtiva bulbar, buka kelopak mata dengan perlahang dengan ibu jari atau jari telunjuk anda. Minta klien untuk melihat ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke kanan, sementara anda memeriksa keseluruhan kelopak mata bagian bawah. 3) Inspeksi kornea, ruang anterior, dan iris A. Untuk menginspeksi kornea dan ruang anterior, arahkan cahaya senter ke dalam mata klien dari beberapa sudut sisi. Normalnya, kornea dan ruang anterior bersih dan transparan. Hitung kedalaman ruang anterior dari samping dengan menggambarkan jarak antara kornea dengan iris. Iris harus teriluminasi dengan cahay dari samping. Permukaan kornea normalnya tampak bercahaya dan terang tanpa adanya jaringan parut atau ketidakteraturan. Pada klien lansia, arkus senilis (cincin abu-abu putih di sekeliling tepi kornea) merupakan hal yang normal. B. Uji sensitivitas korneal, yang menunjukkan keutuhan fungsi saraf kranial V (saraf trigemeinus) dengan sedikit mengusapkan kapas di permukaan kornea. Kelopak di kedua mata harus menutup ketika anda menyentuh kornea. Gunakan kapas yang berbeda untuk setiap mata untuk menghindari kontaminasi silang. C. Inspeksi bentuk iris, yang harus tampak datar jika dipandang dari samping, dan juga warnanya. 4) Inspeksi pupil A. Periksa kesamaan ukuran, bentuk, reaksi terhadap cahaya, dan akomodasi pada pupil masing-masing mata. Untuk menguji reaksi pupil terhadap cahay, gelapkan ruangan dan dengan klien menatap lurus ke arah titik yang sudah ditentukan, sorotkan senter dari samping mata kiri ke tengah pupilnya. Kedua pupil harus berespons; pupil yang menerima cahaya langsung berkonstriksi secara langsung, sementara pupil yang lain berkonstriksi secara bersamaan dan secara penuh. B. Sekarang uji pupil mata kanan. Pupil harus bereaksi segera, seimbang, dan cepat (dalam 1 sampai 2 detik). Jika hasilnya tidak meyakinkan, tunggu 15 sampai 30 detik dan coba lagi. Pupil harus bundar dan sama sebelum dan sesudah kelihatan cahaya. C. Untuk menguji akomodasi, minta klien menatap objek di seberang ruangan. Normalnya pupil akan dilatasi. Kemudian minta klien untuk menatap jari telunjuk anda atau pada pensil yang berjarak 60 cm. Pupil harus berkonstriksi dan mengumpul seimbang pada objek. Ingat bahwa pada klien lansia, akomodasi dapat berkurang. C. Palpasi 1) Palpasi dengan perlahan adanya pembengkakan dan nyeri tekan pada kelopak mata. Kemudian, palpasi bola mata dengan menempatkan kedua ujung jari telunjuk di kelopak mata di atas sklera sementara klien melihat ke bawah. Bola mata harus teras sama keras. 2) Kemudian, palpasi kantong lakrinal dengan menekankan jari telunjuk pada lingkar orbital bawah pada sisi yang paling dekat dengan hidung klien. Sambil menekan, observasi adanya regurgitasi abnormal materi purulen atau air mata yang berlebihan pada punctum, yang dapat mengindikasikan adanya sumbatan nasolakrimal. D. Ketajaman (Visus) 1) Pemeriksaan tajam penglihatan dalam duktus a) Lakukan uji penglihatan dalam ruangan yang cukup tenang, tetapi anda dapat mengendalikan jumlah cahaya. b) Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan jarak 6 meter c) Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan d) Mata kiri responden ditutup dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan bolamata e) Responden disarankan membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20) f) Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil 20/20 (tulis 020/020) g) Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E kurang dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya. h) Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E lebih dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut. 2) Pemeriksaan uji penglihatan dengan hitung jari a) Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen atau kartu E maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis 03/060). b) Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060). Bila belum juga terlihat maka lakukan goyangan tangan pada jarak 1 meter (tulis 01/300) c) Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah responden dapat melihat sinar senter (jika ya tulis 01/888) d) Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut buta total (tulis 00/000) 3) Uji penglihatan jarak jauh a) Untuk menguji penglihatan jarak jauh pada klien yang dapat membaca bahasa inggris, gunakan grafik alfabet Snellen yang berisi berbagai ukuran huruf. Untuk klien yang buta huruf atau tidak dapat berbicara bahasa inggris, gunakan grafik Snellen E, yang menunjukkan huruf-huruf dalam berbagai ukuran dan posisi. Klien menunjukkan posisi huruf E dengan menirukan posisi tersebut dengan jari tangannya. b) Uji setiap mata secara terpisah dengan terlebih dahulu menutup satu mata dan kemudian mata yang lain dengan kartu buram berukuran 3 x 5 atau penutup mata. Setelah itu, uji penglihatan binokular klien dengan meminta klien membaca gambar dengan kedua mata terbuka. Klien yang normalnya memakai lensa korektif untuk penglihatan jarak jauh harus memakainya untuk uji tersebut. c) Mulai dengan baris yang bertanda 20/20. Jika klien salah membaca lebih dari dua huruf, pindahlah ke baris berikutnya 20/25. Lanjutkan sampai klien dapat membaca baris tersebut dengan benar dengan kesalahan yang tidak lebih dari dua. Baris tersebut menunjukkan ketajaman penglihatan jarak jauh klien. 4) Uji penglihatan jarak dekat Uji penglihatan jarak dekat klien dengan memegang grafik Snellen atau kartu dengan kertas koran berukuran 30,5 sampai 35,5 cm di depan mata klien, klien yang normalnya memakai kacamata baca harus memakainya untuk uji ini. Seperti pada penglihatan jarak jauh, uji setiap mata secara terpisah dan kemudian bersamaan. 5) Uji persepsi warna Minta klien untuk mengidentifikasi pola bulatan-bulatan warna pada plat berwarna. Klien yang tidak dapat membedakan warna tidak akan mendapatkan polanya. 6) Uji fungsi otot ekstraokuler Untuk mengkaji fungsi otot ekstraokuler klien, perawat harus melakukan tiga tes : enam posisi kardinal tes penglihatan, tes terbuka-tertutup, dan tes refleks cahaya korneal. 7) Enam posisi kardinal tes penglihatan a) Duduk langsung di depan klien, dan pegang objek silindris, seperti pensil, tepat di depan hidung klien, dan menjauh sekitar 46 cm dari hidung klien. b) Minta klien untuk memperhatikan objek tersebut pada saat dan menggerakkannya searah jarum jam melewati enam posisi kardinal-medal superior, lateral superior, lateral, lateral inferior, dan medial-kembalikan objek ke titik tengah setelah setiap gerakan. c) Melalui tes ini, mata klien akan tetap paralel pada saat bergerak. Perhatikan adanya temuan abnormal, seperti nistagmus, atau deviasi salah satu mata yang menjauh dari objek. 8) Tes tertutup-terbuka a) Minta klien menatap suatu objek pada dinding yang jauh yang berhadapan. Tutupi mata kiri klien dengan kartu buram dan observasi mata kanan yang tidak ditutp akan adanya gerakan atau berputar-putar. b) Kemudian, lepas kertas dari mata kiri. Mata harus tetap diam dan berfokus pada objek, tanpa bergerak atau berputar-putar. Ulangi proses tersebut dengan mata kanan. 9) Tes refleks cahaya korneal Minta klien untuk melihat lurus ke depan sementara anda mengarahkan sinar senter ke batang hidung klien dari jarak 30,5 sampai 38 cm. Periksa untuk memastikan apakah kornea memantulkan cahaya di tempat yang tepat sama di kedua mata. Refleks yang tidak simetris menunjukkan ketidakseimbangan otot yang menyimpang dari titik yang benar. 10) Uji penglihatan perifer menyebabkan mata a) Duduk berhadapan dengan klien, dengan jarak 60 cm dengan mata anda sejajar dengan mata klien. Minta klien menatap lurus ke depan. b) Tutupi satu mata anda dengan kertas buram atau tangan anda dan minta kien untuk menutup matanya yang tepat bersebrangan dengan mata anda yang ditutup c) Kemudian, ambil sebuah objek, misalnya pensil dari bidang superior perifer ke arah lapang pandang tengah. Objek tersebut harus berada pada jarak yang sama di antara anda dan klien d) Minta klien untuk mengatakan pada anda saat objek tersebut terlihat. Jika penglihatan perifer anda utuh, anda dan klien akan melihat objek tersebut pada waktu yang bersamaan. e) Ulangi prosedur searah jarum jam pada sudut 45 derajat, periksa lapang pandang superior, inferior, temporal, dan nasal. Ketika menguji lapang pandang temporal, anak akan mengalami kesulitan menggerakkan objek sampai cukup jauh sehingga anda dan klien tidak dapat melihatnya. Jadi lakukan uji lapang pandang temporal ini dengan meletakkan pensil sedemikian rupa di belakang klien dan di luar lapang pandang klien. Bawa pensil tersebut berkeliling secara perlahan sampai klien dapat melihatnya. E. Pemeriksaan buta warna Menggunakan buku pseudoisokhromatic ishihara, dimana penderita akan membaca sebuah angka dalam lingkaran warna yang akan menunjukkan terdapatnya kelainan atau tidak pada F. mata (fotopigmen) dalam membedakan warna yang ada. Reflek pupil 1) Pasien disuruh melihat jauh 2) Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter / diberi cahaya dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil 3) Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung 4) Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh G. Pemeriksaan sensibilitas kornea 1) Tujuan : Untuk mengetahui apakah sensasi kornea normal, atau menurun 2) Alat : Kapas steril 3) Cara : Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea disentuh Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang tidak sakit 4) Hasil : Pada tingkat sentuhan tertentu reflek mengedip akan terjadi. Penilaian dengan membandingkan sensibilitas kedua mata pada pasien tersebut. H. Eversi kelopak mata Pemeriksaan untuk menilai konyungtiva tarsalis. Cara Pemeriksaan : 1) Cuci tangan hingga bersih 2) Pasien duduk didepan slit lamp 3) Sebaiknya mata kanan pasien diperiksa dengan tangan kanan pemeriksa. 4) Ibu jari memegang margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan meraba tarsus, lalu balikkan 5) Setelah pemeriksaan selesai kembalikan posisi kelopak mata. I. Biasakan memeriksa kedua mata. Pemeriksaan dengan oftalmoskop 1) Untuk melakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop, tempatkan klien di ruang yang digelapkan atau setengah gelap, anda dan klien tidak boleh memakai kacamata kecuali jika anda sangan miop atau astigmatis. Lensa kontak boleh dipakai oleh anda atau klien. 2) Duduk atau berdiri di depan klien dengan kepala anda berada sekitar 45 cm di depan dan sekitar 15 derajat ke arah kanan garis penglihatan mata kanan klien. Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan anda dengan apertura penglihat sedekat mungkin dengan mata kanan anda. Letakkan ibu jari kiri anda di mata kanan klien untuk mencegah memukul klien dengan oftalmoskop pada saat anda bergerak mendekat. Jaga agar telunjuk kanan anda tetap berada di selektor lensa untuk menyesuaikan lensa seperlunya seperti yang ditunjukkan di sini. 3) Instruksikan klien untuk melihat lurus pada titik sejajar mata yang sudah ditentukan di dinding. Instruksikan juga pada klien, bahwa meskipun berkedip selama pemeriksaan diperbolehkan, mata harus tetap diam. Kemudian, mendekat dari sudut oblik sekitar 38 cm dan dengan diopter pada angka 0, berfokuslah pada lingkaran kecil cahaya pada pupil. Cari cahaya oranye kemerahan dari refleks merah, yang harus tajam dan jelas melewati pupil. Refleks merah menunjukkan bahwa lensa bebas dari opasitas dan kabut. 4) Bergerak mendekat pada klien, ubah lensa dengan jari telunjuk untuk menjaga agar struktur retinal tetap dalam fokus. 5) Ubah diopter positif untuk melihat viterous humor, mengobservasi adanya opasitas. 6) Kemudian, lihat retina, menggunakan lensa negatif yang kuat. Cari pembuluh darah retina dan ikuti pembuluh darah tersebut ke arah hidung klien, rotasi selektor lensa untuk menjaga agar pembuluh darah tetap dalam fokus. Karena fokus tergantung pada anda dan status refraktif klien maka diopter lensa berbeda-beda untuk sebagian besar klien. Periksa dengan cermat seluruh struktur retina, termasuk pembuluh darah retina, diskus optikus, latar belakang retina, makula dan fovea. 7) Periksa pembuluh darah dan struktur retina untuk warna, perbandingan ukuran arteri dan vena, refleks cahaya arteriol, dan persilangan arteriovenosa. Mangkuk fisiologis normalnya berwarna kuning-putih dan dapat terlihat. 8) Periksa makula pada bagian akhir karena sangat sensitis J. terhadap cahaya. Pemeriksaan fisik mata pada anak 1) Goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata bayi terbuka. 2) Periksa jumlah, posisi atau letak mata 3) Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna 4) Periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada kornea 5) Katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat. 6) Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat mengindikasikan adanya defek retina 7) Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina 8) Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan 9) Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami sindrom down. 2. Definisi miopia Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur ketika melihat benda yang jauh. Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sklera menipis dan pada keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal (Isfandyari, 2014). Gambar 2.6 Refraksi pada Penderita Miopi (Isfandyari, 2014). 3. Patofisiologi miopia Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat dari (Curtin, 2002): 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter anteroposterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih 2. panjang ) disebut sebagai miopia aksial Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih 3. kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada 4. diabetes mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma 4. Klasifikasi miopia Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia dapat dibagi menjadi: a. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan b. miopia fisiologi. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007). Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu: A. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi. B. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia. C. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa koreksi. D. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. E. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya. Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksikannya (Sidarta, 2007): 1) Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri 2) Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. 3) Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Miopia juga dapat di klasifikasi berdasarkan umur kejadian, klasifikasi tersebut dibagi menjadi (Sidarta, 2007): 1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak. 2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun. 3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun. 4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun). 5. Komplikasi miopia Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, strabismus, ambliopia, perdarahan vitreous dan perdarahan koroid (Ilyas, 2009;PDT, 2006). 6. Penatalaksanaan miopia A. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. menggunakan Meskipun lensa kontak, banyak pasien kacamata miopia masih tinggi dibutuhkan. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil dengan yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal, misalnya seorang pasien dikoreksi dengan 2,5 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan juga dengan s-2,75 maka lensa koreksi yang diberikan 2,5 untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2009). Penderita miopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris concave ( - ) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Karena dengan koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang miopia akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi. Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata (Hardiansyah, 2009). Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata miopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil akan memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar dapat memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi (Eva & Witcher, 2010). Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. Penggunaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi (Patchul,2012). B. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri (Patchul,2012). Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate) (Hartono,2007). Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit (Hartono,2007). Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman (Hartono,2007). Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dknya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut (Hartono,2007). Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis 1) Lapang Pandang Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer (Patchul,2012). 2) Ukuran Bayangan di Retina Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi lebih kecil (Patchul,2012). 3) Akomodasi Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya (Patchul,2012). Pemilihan Lensa Kontak Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras Lensa Kontak Lunak Lensa Kontak Keras Pemakaian lensa kontak pertama Gagal dengan lensa kontak kali Pemakaian sementara lunak Iregularitas kornea Bayi dan anak-anak Alergi dengan bahan lensa Orang tua kontak lunak Dry eye Terapi terhadap kelainan kornea Astigmatisme (sebagai bandage) Keratokonus Pasien dengan overwearing problem C. Koreksi Miopia Tinggi dengan Pembedahan/operatif 1) Radial Keratotomy Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara (Hardiansyah, 2009). membuat sayatan pada kornea 2) Photorefractive Keratectomy Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Excimer 3) Laser (Hardiansyah, 2009). LASIK LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme) (SEC,2012). Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu (SEC,2012): a) Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak b) Kelainan refraksi: Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri. Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri c) Usia minimal 18 tahun d) Tidak sedang hamil atau menyusui e) Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun f) Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulan g) Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma dan ambliopia h) Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens). Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain (SEC,2012): a) Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil. b) Sedang hamil atau menyusui. c) d) e) f) g) h) i) Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis. Riwayat penyakit glaukoma. Penderita diabetes mellitus. Mata kering Penyakit : autoimun, kolagen Pasien Monokular Kelainan retina atau katarak Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan tindakan LASIK (SEC,2012). Persiapan calon pasien LASIK: a) Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan funduskopi b) Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan c) Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK d) Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain (Sarraf, 2012): a) Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction) Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan. b) Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira- kira seminggu setelah tindakan. c) Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata. d) Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan. Kelebihan Bedah Refraksi LASIK (SEC,2012): a) b) c) d) e) f) g) Anestesi topikal (tetes mata) Pemulihan yang cepat (Magic Surgery) Tanpa rasa nyeri (Painless) Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless) Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy) Komplikasi yang rendah Prosedur dapat diulang (Enhancement) antara lain DAFTAR PUSTAKA Banun, Nuna. 2012. Bahan Koas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Curtin B.J., 2002. The Myopia. Philadelphia : Harper & Row. 348. Eroschenko, V. Atlas Histologi difiore. Jakarta: EGC; 2008. Eva, P.R and Whitcher, J.P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Goss, D.A., et all., 2006. Care Of The Patient With Myopia.USA : American Optometric Assoaciation. 5-7,21-22. Hardiansyah, E. 2009. Miopia. Jombang : Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Jombang. Hartono, et al. 2007. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI Isfandyari, A. (2014). Faktor-Faktor Risiko Miopi pada Anak Usia 7-11 Tahun Siswa SDN Tembalang Kota Semarang (Doctoral dissertation, Diponegoro University). Khurana A. Comprehensif Opthalmologi. New Delhi: New Age International Publisher; 2007. p. 28-32. Lang GK. Opthalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000. p. 436-40. Mescher ,Anthony L. 2013. Junqueira Basic Histology Text and Atlas. Jakarta :EGC Patchul C. 2012. High Miopia-Nearsighted Vision. http://www.lensdesign.com/ [diakses tanggal 24 Maret 2016]. Riordan P. Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam: Vaugan dan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC.2009. RISKESDAS Indonesia, K. K. R. (2013). Riset kesehatan dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Rizzo, D.C., 2001. Delmar’s Fundamentals of Anatomy & Physiology. USA: Delmar Thomson Learning. Saladin, K.S., 2006. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3 rd ed. New York: McGraw-Hill. Seeley, R.R., Stephens, T.D., Tate, P., 2006. Anatomy and Physiology. 7 th ed. New York: McGraw-Hill. Semarang Eye Centre. 2012. Tindakan Bedah LASIK. www.semarang-eyecentre.com/ [diakses tanggal 24 Maret 2016] Sherwood ,Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia. Jakarta :EGC Sugiar, Agus. 2014. Penurunan Visus. Diakses melalui: http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/4/ jhptump-a-agussugiar-160-2-babii.pdf