Document

advertisement
Volume 9
• No. 4 • October - December 2015
ISSN 1978 - 3744
Published every 3 month
Trust Board :
Board of Direction :
President :
Finance :
Secretary :
Artistic :
Production Manager :
Chief Editor :
Editor-in-Chief :
Editor :
Editorial Coordinator :
Peer-Reviewer :
Vice President of “Dharmais” Cancer Hospital
HRD and Education Director
Medical and Treatment Director
General and Operational Director
Finance Director
Dr. dr. M. Soemanadi, Sp.OG
dr. Sariasih Arumdati, MARS
dr. Kardinah, Sp. Rad
dr. Edy Soeratman, Sp.P
dr. Zakifman Jack, Sp.PD, KHOM
dr. Nasdaldy, Sp.OG
dr. Chairil Anwar, Sp.An (Anesthesiologist)
dr. Bambang Dwipoyono, Sp.OG (Gynecologist)
1. Dr. dr. Fielda Djuita, Sp.Rad (K) Onk Rad (Radiation Oncologist)
2. dr. Kardinah, Sp. Rad (Diagnostic Radiology)
3. Dr. dr. Dody Ranuhardy, Sp.PD, KHOM (Medical Oncologist)
4. dr. Ajoedi, Sp.B, KBD (Digestive Surgery)
5. dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A, MHA (Pediatric Oncologist)
dr. Edy Soeratman, Sp.P (Pulmonologist)
1. Prof. dr. Sjamsu Hidajat,SpB KBD
2. Prof. dr. Errol Untung Hutagalung, SpB , SpOT
3. Prof. dr. Siti Boedina Kresno, SpPK (K)
4. Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG (K)
5. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK
6. Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA (K)
7. Prof. dr. Sofia Mubarika Haryana, M.Med.Sc, Ph.D
8. Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt
9. Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH
10.Prof. dr. Rainy Umbas, SpU (K), PhD
11.Prof. Dr. Endang Hanani, M.Si
12. Prof. Dr. dr. Moh Hasan Machfoed, SpS (K), M.S
13.Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH
14.Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, MSi, SpF (K)
15.Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD KHOM
16.dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP(K)
17.Dr. dr. Sutoto, M.Kes
18.dr. Nuryati Chairani Siregar, MS, Ph.D, SpPA (K)
19.dr. Triono Soendoro, PhD
20.Dr. dr. Dimyati Achmad, SpB Onk (K)
21.Dr. dr. Noorwati S, SpPD KHOM
22.Dr. dr. Jacub Pandelaki, SpRad (K)
23.Dr. dr. Sri Sukmaniah, M.Sc, SpGK
24.Dr. dr. Slamet Iman Santoso, SpKJ, MARS
25.Dr. dr. Fielda Djuita, SpRad (K) Onk Rad
26.Dr. Monty P. Satiadarma, MS/AT, MCP/MFCC, DCH
27.dr. Ario Djatmiko, SpB Onk (K),
28.dr. Siti Annisa Nuhoni, SpRM (K)
29.dr. Marlinda A. Yudharto, SpTHT-KL (K)
30.dr. Joedo Prihartono, MPH
31.Dr. Bens Pardamean
Accredited No.: 422/AU/P2MI-LIPI/04/2012
Secretariat:
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Pusat Kanker Nasional)
Ruang Indonesian Journal of Cancer Gedung Litbang Lt. 3
Jl. Letjen S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420
Tel. (021)5681570 (ext. 2372) Fax. (021)56958965
E-mail: [email protected]
Website: www.indonesianjournalofcancer.org
Published by:
Pedoman bagi Penulis
Ruang Lingkup
Majalah ilmiah Indonesian Journal of Cancer memuat publikasi
naskah ilmiah yang dapat memenuhi tujuan penerbitan jurnal ini,
yaitu menyebarkan teori, konsep, konsensus, petunjuk praktis
untuk praktek sehari-hari, serta kemajuan di bidang onkologi
kepada dokter yang berkecimpung di bidang onkologi di seluruh
Indonesia. Tulisan hekdaknya memberi informasi baru, menarik
minat dan dapat memperluas wawasan praktisi onkologi, serta
member alternatif pemecahan masalah, diagnosis, terapi, dan
pencegahan.
2. Organisasi sebagai pengarang utama
Direktorat Jenderal PPm & PLP, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Pedoman pengobatan malaria. Medika
1993; 34-23-8.
3. Tanpa nama pengarang
Imaging of sinusitis [editorial]. Ped Infect J
1999; 18:1019-20.
4. Suplemen
Solomkim JS, Hemsel DL, Sweet R, dkk. Evaluation of new
infective drugs for the treatment of intrabdominal infections.
Clin Infect Dis 1992, 15 Suppl 1:S33-42.
Buku dan Monograf
Bentuk Naskah
Naskah disusun menggunakan bahasa Indoensia, diketik
spasi ganda dengan garis tepi minimum 2,5 cm. Panjang
naskah tidak melebihi 10 halaman yang dicetak pada kertas A4
(21 x 30 cm). Kirimkan 2 (dua) kopi naskah beserta CD-nya atau
melalui e-mail.
Naskah dikirim ke:
RS. Kanker Dharmais, Ruang Instalasi Gizi, Lt. 1
Jl. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420
Telp.: 021 581570-71 Ext. 2115 atau 021 5695 8965
Fax.: 021 5695 8965
E-mail: [email protected]
Judul dan Nama Pengarang
Judul ditulis lengkap dan jelas, tanpa singkatan. Nama
pengarang (atau pengarang-pengarang) ditulis lengkap disertai
gelar akdemiknya, institusi tempat pengarang bekerja, dan alamat
pengarang serta nomor telepon, faksimili, atau e-mail untuk
memudahkan korespondensi.
Abstrak
Naskah tinjauan pustaka dan artikel asli hendaknya disertai
abstrak berbahasa Indonesia dan Inggris, ditulis pada halaman
pertama di bawah nama dan institusi. Panjang abstrak 100-150
kata untuk naskah panjang atau 50-100 kata untuk naskah
pendek.
Tabel dan Gambar
Tabel harus singkat dan jelas. Judul table hendaknya ditulis
di atasnya dan catatan di bawahnya. Jelaskan semua singkatan
yang dipergunakan. Gambar hendaknya jelas dan lebih disukai
bila telah siap untuk dicetak. Judul gambar ditulis di bawahnya.
Asal rujukan table atau gambar dituliskan di bawahnya. Tabel
dan gambar hendaknya dibuat dengan program Power Point,
Free Hand, atau Photoshop, (menggunakan format jpeg).
Daftar Pustaka
Rujukan di dalam nas (teks) harus disusun menurut angka
sesuai dengan urutan pemanpilannya di dalam nas, dan ditulis
menurut sistem Vancouver. Untuk singkatan nama majalah ikutilah
List of Journal Indexed in Index Medicus. Tuliskan sebua nama
pengarang bila kurang dari tujuh. Bila tujuh atau lebih, tuliskan
hanya 3 pengarang pertama dan tambahkan dkk. Tuliskan judul
artikel dan halaman awal-akhir. Akurasi data dan kepustakaan
menjadi tanggung jawab pengarang.
Jurnal
1. Naskah dalam majalah/jurnal
Gracey M. The contaminated small-bowel syndrome:
pathogenesis, diagnosis, and treatment. Am J Clin Nutr 1979;
32:234-43.
ii
1. Penulis pribadi
Banister BA, Begg NT, Gillespie SH. Infectious Disease.
Edisi pertama. Oxford: Blackwell Science; 1996.
2. Penulis sebagai penyunting
Galvani DW, Cawley JC, Penyunting. Cytokine therapy. New
York: Press Syndicate of University of Cambridge; 1992.
3. Organisasi sebagai penulis dan penerbit
World Bank. World development report 1993; investing in
health. New York: World Bank; 1993.
4. Bab dalam buku
Loveday C. Virogoly of AIDS. Dalam: Mindel A, Miller R,
penyunting. AIDS, a pocket book of diagnosis and
management. Edisi kedua. London: Arnold Holder Headline
Group; 1996. H. 19-41.
5. Attention: konferensi
Kimura j, Shibasaki H, penyunting. Recent advanced in clinical
neurophysiology. Presiding dari the 10th International 15-19
Oktober 1995.
6. Naskah konferensi
Begston S, Solheim BG, Enforcement of data protection,
privacy and security in medical informatics. Dalam : Lun KC,
Degoultet P, Piemme TE, Reinhoff o, penyunting MEDINFO
92. Presiding the 7th World Congress on Medical Informatics:
Sep 6-10, 1992; Genewa, Swiss. Amsterdam: North Holland;
1993. H. 1561-5.
7. Laporan ilmiah
Akutsu T. Total heart replacement device. Bethesda: National
Institute of Health, Nation Heart and Lung Institute; 1974 Apr.
Report No: NHH-NHL1-69-2185-4.
8. Disertasi
Suyitno RH. Pengamatan vaksinasi dalam hubungannya
dengan berbagai tingkat gizi [disertasi]. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, 1983.
Publikasi lain
1. Naskah dalam Koran
Bellamy C. Gizi bayi adalah investasi masa depan. Kompas
26 Januari 2000; hal 8 kolom 7-8.
2. Naskah dari audiovisual
AIDS epidemic: the physician’s role [rekaman video]. Cleveland:
Academy of Medicine of Cleveland, 1987.
3. Naskah belum dipublikasi (sedang dicetak)
Connellv KK. Febrile neutrDpenia. J Infect Dis. In press.
4. Naskah Jurnal dalam bentuk elektronik
Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease.
Emerg Infect Dis [serial online] Jan-Mar 1995 [cited 5 Jan
1996] 1910: [24 screen]. Didapat dari URL: http\\www.cdc.
gov/ncidod/EID/eid.htm.
5. Monograf dalam format elektronik
CDI. LliniGiil dermatology illustrated [monograph pada
enROM]. Reeves JRT, Maibach H, CMEAMultimedia Lnnip,
produser, edisi ke-2. Versi 2.0. San Diego: CMEA; 1995.
6. Naskah dari file computer
Hemodynamics III: the ups and down of hemodynamics
[program computer]. Versi 2.2. Orlando (F-L); Computerized
Educational System; 1993.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
Volume 9
• No. 4 • October - December 2015
Published every 3 month
Daftar Isi
141 � 145 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta
(I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA)
147 � 158 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat
Stres pada Anak Leukemia (Perancangan dan Uji Coba Penerapan
Storytelling dengan Pendekatan Positive Psychology untuk Menurunkan
Derajat Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani
Kemoterapi dan di Rawat Inap)
(ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI
ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU)
159 � 165 Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap
Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta
(NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI)
167 � 172 Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi
Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara
Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,
Jakarta
(BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH)
173 � 179 Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien
Kanker Anak
(SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU)
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
iii
DAFTAR ABSTRAK
Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons
Hyrtios erecta
I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA
Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana
ABSTRACT
Anticancer activity test of the ethanol extract of sponge Hyrtios
erecta from Pari Island beach (Jakarta) has been conducted.
Extraction of the sponge was carried out by 70% ethanol at room
temperature. Toxicity screening test was carried out based on Bhrine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Invitro anticancer activity test of the
extract was carried out using HeLa cell line. Based on the results, it
was found that ethanol extract of Hyrtios erecta sponges has
anticancer activity with LC50 of 26.35 ppm.
Keyword: anticancer activity; Hela cell line, Hyrtios erecta
ABSTRAK
Telah dilakukan uji antikanker ekstrak etanol spons Hyrtios erecta
yang berasal dari perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%
pada temperatur kamar. Skrining toksisitas dilakukan dengan
metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji antikanker secara
invitro ekstrak tersebut menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil
penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta
bersifat antikanker dengan harga LC50 sebesar 26,35 ppm.
Kata Kunci: antikanker; sel HeLa; Hyrtios erecta
Penerapan Storytelling sebagai
Intervensi untuk Menurunkan Derajat
Stres pada Anak Leukemia
(Perancangan dan Uji Coba Penerapan Storytelling dengan
Pendekatan Positive Psychology untuk Menurunkan Derajat
Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani
Kemoterapi dan di Rawat Inap)
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD1, JUKE R. SIREGAR2,
LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI2, EDI SETIAWAN TEHUTERU3
1
Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Padjadjaran
2,3
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
4
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
ABSTRACT
The aim of this study is to obtain intervention techniques through
storytelling and its influence on the degree of stres in children with
leukemia, aged 8 years (middle and late childhood). The participant
in this study is 8 year old leukemia patient who experiences stres on
“tend to high” category, based on the stres degree scale. The
iv
measurement tools of stres was designed by researcher based on
Sarafino and Smith’s theory of stres (2001) with the alpha coefficient
of reliability is 0.893.
In this study, purposive sampling be applied to select the participants
and had to go through the medical examination by which an
oncologist. Through the medical examination, two of four children
have experienced stres on the “tend to high” category, but only one
children was permitted to be participant due to physical condition.
Intervention with storytelling techniques was implemented after
doctor states the patient not in aplasia condition. Intervention was
given over 6-days period for 40-60 minutes each session.
Result showed a decrease of stres degree after the intervention. This
conclude that storytelling technique can be used to reduce the stres
degree of leukemia patient aged 8 years. This indicated that through
the storytelling method, the participant were identified themselves
with the same character’s experiences, moreover the children are
able to take the values contained in the story to be applied in his life.
The story technique allowed them to express the emotions and
cultivate positive emotions, so that children are able to recognize
their positive strength and develop it as one of the methods to
coping the stres.
Keyword: storytelling, stres degree, leukemia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik intervensi melalui
storytelling dan pengaruhnya terhadap derajat stres pada anak
dengan leukemia usia 8 tahun (middle and late childhood).
Partisipan penelitian adalah satu (1) orang pasien leukemia berusia
8 tahun yang diketahui mengalami stres pada kategori “cenderung
tinggi” berdasarkan skala derajat stres. Alat ukur derajat stres disusun
sendiri oleh peneliti berdasarkan teori stres Sarafino dan Smith
(2011). Skala derajat stres memiliki reliabilitas 0,893 melalui
pengukuran alpha Cronbach.
Penjaringan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling
yang melibatkan pemeriksaan medis oleh dokter onkologi anak. Dari
4 pasien leukemia usia 7−11 tahun yang direkomendasikan oleh
dokter, ditemukan 2 orang pasien yang memiliki derajat stres berada
pada kategori “cenderung tinggi”. Hingga penelitian ini selesai
dilaksanakan, 1 dari 2 orang pasien tersebut mengalami kondisi fisik
yang sangat lemah sehingga tidak diijinkan untuk menjadi subjek
penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini hanya melibatkan 1 orang
anak leukemia.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter yang menangani
pasien dan dinyatakan bahwa secara fisik pasien tidak mengalami
kondisi aplasia maka peneliti melakukan intervensi melalui teknik
storytelling. Intervensi diberikan selama 6 hari, berturut-turut dalam
kurun waktu 40−60 menit per pertemuan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori derajat
stres pada partisipan sebelum diberikan intervensi dan setelah
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
diberikan inervensi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik storytelling
dapat digunakan untuk menurunkan derajat stres yang dialami oleh
pasien leukemia usia 8 tahun. Metode cerita dengan karakter tokoh
yang sama dengan anak dapat mempermudah proses identifikasi
dirinya dengan kisah yang dialami tokoh. Disamping itu, anak
mampu mengambil nilai-nilai yang terdapat dalam cerita untuk
diaplikasikan dalam kehidupannya. Melalui teknik cerita, anak juga
dapat mengekspresikan emosinya dan menumbuhkan emosi positif
sehingga mampu mengenali kekuatan positif dalam dirinya dan
mengembangkannya sebagai salah satu metode mengatasi stres
yang dialaminya.
Kata Kunci: storytelling, derajat stres, leukemia
Pengaruh Self-Selected Individual
Music Therapy (SeLIMuT) terhadap
Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif
di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta
NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
Palliative cancer patients undergo severe pain, and pharmacological
therapy in some cases cannot fully relieve pain. Self-selected
Individual Music Therapy (SeLIMuT) is non-pharmacological
relaxation stimulating complementary therapy which is safe,
accessible, inexpensive and effective. The study aimed to identify
effect of SeLIMuT to pain in palliative cancer patients. The study was
a quasi experiment- pre-test and post-test design using comparison
group with purposive and consecutive sampling carried out at
inpatient ward I of Dr Sardjito Hospital Yogyakarta. Respondents
were divided into intervention group (n=23) with SeLIMuT therapy
four times each within 15-20 minutes and control group (n=23)
without therapy. Pain was assessed in both groups using Visual
Analog Scale (VAS). The result of the study showed that there was
significant difference in average pre-post in both groups with score of
p=0.001 (p<0.05). Pain decrease occurred in SeLIMuT group after
intervention with score of mean 2.144 (0.91). Pain decrease in
SeLIMuT group was also clinically significant (mean≥1.0). Increase in
pain level occurred in the control group with score of mean -0.03
(0.15). SeLIMuT intervention both statistically and clinically affected
pain level in palliative cancer patients. SeLIMuT was effective in
reducing pain.
Keyword: palliative cancer, pain, SeLIMuT, Visual Analog Scale
ABSTRAK
Pasien kanker paliatif melaporkan nyeri yang lebih berat. Pada
beberapa kasus, terapi farmakologi pada tidak sepenuhnya dapat
mengurangi nyeri. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT)
merupakan terapi komplementer perangsang relaksasi
nonfarmakologis yang aman, mudah, murah, dan efektif. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SeLIMuT terhadap tingkat
nyeri pasien kanker paliatif. Penelitian intervensi Quasi Experimentpre-test and post-test design with Comparison Group dengan
purposive and consecutive sampling ini dilakukan di IRNA I RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta. Responden dibagi dalam kelompok intervensi
(n=23) yang menerima terapi SeLIMuT sebanyak empat kali masingmasing selama 15−20 menit dan kelompok kontrol (n=23) yang tidak
diberikan terapi. Kedua kelompok dilakukan pengukuran nyeri predan post- dengan Visual Analog Scale (VAS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata
selisih nyeri pre-post pada kedua kelompok dengan nilai p=0,001
(p<0,05). Penurunan nyeri terjadi pada kelompok SeLIMuT setelah
mendapatkan intervensi dengan nilai mean (SD) 2,144 (0,91).
Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT juga bermakna secara
klinis (mean ≥ 1,0). Peningkatan skor nyeri terdapat pada kelompok
kontrol dengan nilai mean (SD) -0,03 (0,15). Dapat disimpulkan
bahwa secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT berpengaruh
terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut
berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurunkan nyeri.
Kata Kunci: kanker paliatif, nyeri, SeLIMuT, Visual Analog Scale.
Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi
Makanan Berlemak yang Tinggi
Merupakan Faktor Risiko Perlemakan
Hati pada Pasien Kanker Payudara
Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi
di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,
Jakarta
BAHRIYATUL MA’RIFAH1, EVY DAMAYANTHI2, KARDINAH3
1
Alumni Program Studi S1 Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor
2
Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor
3
Staf Medik Fungsional Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”, Jakarta.
ABSTRACT
Fatty liver is a term applied to wide spectrum of conditions
characterized hispatologically by trigliseride accumulation within the
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
v
DAFTAR ABSTRAK
cytoplasm of hepatocytes which is examined using ultrasound. This
study was aimed to identify the risk factors affecting fatty liver in the
patients with breast cancer on ultrasound examination at Dharmais
Cancer Hospital Jakarta. The design was a cross sectional study with
70 subjects, consisted of 37 fatty liver subjects and 33 normal
subjects. The result showed that risk factors of fatty liver in patient
with breast cancer were overweight and obesity (Body Mass Index
≥25 kg/m2) (OR : 5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) and high frequency of
dietary fat (OR: 3.8, 95%CI : 1.084 – 13.445).
Keyword: breast cancer, fatty liver, ultrasound
ABSTRAK
Perlemakan hati merupakan akumulasi asam lemak dalam bentuk
trigliserida di dalam sitoplasma hepatosit yang diperiksa dengan
menggunakan alat ultrasonografi.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan
ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. Desain
penelitian ini adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian
berjumlah 70 orang yang terdiri dari 37 contoh perlemakan hati dan
33 contoh normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor risiko
perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan
(overweight dan obes, Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2) (OR=5.5,
95%CI : 1.881 – 16.243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan
berlemak (OR=3.8, 95%CI : 1.084 – 13.455).
Kata kunci : kanker payudara, perlemakan hati, ultrasonografi
Peran Dokter Gigi Anak Menurut
Protokol Onkologi pada Pasien Kanker
Anak
SRI RATNA LAKSMIASTUTI1, EDI SETIAWAN TEHUTERU2
1
Departemen Kedokteran Gigi Anak-Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Trisakti, Jakarta
2
Staff Medik Fungsional Bagian Anak Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”, Jakarta
ABSTRACT
Nowadays, cancer is the cause of death in sixth rank in the world.
About 2% of total cancer, is predicted occuring the children. Health
Data 2007, mention that in Indonesia every year was found about
4,100 new children cancer patient. Children cancer patient, generally
have to undergo long-term treatment and often make them
uncomfortable. Decrease endurance body which is significant and
serious infection that begins in the oral cavity is often occur. This will
increase the risk of death to the patient. In addition, there are also
some types of cancer which manifest in the oral cavity. The dentist
vi
may be the first to find this abnormality. To provide information to
the dentist, specially pediatric that they should have enough
knowledge about cancer in children. As well as need to know the
steps and dental management in order to be able to contribute and
plays important role in improving oral health children with cancer.
Cancer is defined as uncontrolled growth of the cells that invade and
cause damage to surrounding tissue. Cancer is a disease with varied
factors and not infrequently leads to death. Treatments that can be
perform on children cancer patient consist of surgery, radiotherapy,
chemotherapy, or combination. A pediatric dentist is highly
requested to know about dental management children cancer
patient. Pediatric dentist should take a comprehensive interview to
find the history of disease, do a proper clinical examination,
cooperation with the expert, establishing diagnosis and performing
appropriate treatment plan.
Keywords: cancer, children, pediatric dentist
ABSTRAK
Dewasa ini, kanker menjadi penyebab kematian populasi manusia di
urutan keenam. Diperkirakan, sekitar 2−3% dari keseluruhan kasus
kanker menyerang anak. Data kesehatan tahun 2007 menyebutkan
bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan sekitar 4.100 kasus baru
anak dengan kanker. Pasien kanker anak pada umumnya harus
menjalani perawatan jangka panjang dan seringkali membuat tidak
nyaman penderitanya. Penurunan daya tahan tubuh yang signifikan
dan infeksi serius yang berawal di rongga mulut seringkali terjadi.
Hal ini akan memperbesar risiko kematian pasien. Selain itu, juga
terdapat beberapa jenis kanker yang bermanifestasi di rongga mulut.
Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan kelainan
tersebut. Artikel ini disusun untuk memberikan informasi kepada
para dokter gigi, khususnya dokter gigi anak, tentang pentingnya
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kanker pada anak serta
tindakan dan perawatan yang harus dilakukan di bidang kedokteran
gigi, agar bisa memberikan kontribusi dan berperan penting dalam
meningkatkan kesehatan gigi serta mulut pasien kanker anak. Kanker
didefinisikan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di sekitarnya. Kanker
merupakan penyakit dengan perjalanan yang bervariasi dan tidak
jarang menuju ke kematian. Perawatan yang dapat dilakukan pada
pasien kanker anak terdiri atas bedah, radioterapi, kemoterapi, atau
kombinasi. Seorang dokter gigi anak harus mengetahui perawatan
pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi. Dokter gigi anak harus
dapat melakukan anamnesis yang baik untuk menggali informasi
tentang riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan klinis yang tepat,
bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan diagnosis, dan
menentukan rencana perawatan yang tepat.
Kata Kunci: kanker, anak, dokter gigi anak
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ARTIKEL PENELITIAN
Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios
erecta
I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA
Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana
Diterima: 8 Juli 2015, Direview: 5 Agustus 2015, Disetujui: 12 September 2015
ABSTRACT
Anticancer activity test of the ethanol extract of sponge Hyrtios erecta from Pari Island beach (Jakarta) has been
conducted. Extraction of the sponge was carried out by 70% ethanol at room temperature. Toxicity screening test was
carried out based on Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Invitro anticancer activity test of the extract was carried out
using HeLa cell line. Based on the results, it was found that ethanol extract of Hyrtios erecta sponges has anticancer
activity with LC50 of 26.35 ppm.
Keyword: anticancer activity; Hela cell line, Hyrtios erecta
ABSTRAK
Telah dilakukan uji antikanker ekstrak etanol spons Hyrtios erecta yang berasal dari perairan Pulau Pari Kepulauan
Seribu, Jakarta. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70% pada temperatur kamar. Skrining
toksisitas dilakukan dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji antikanker secara invitro ekstrak tersebut
menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta bersifat
antikanker dengan harga LC50 sebesar 26,35 ppm.
Kata Kunci: antikanker; sel HeLa; Hyrtios erecta
PENDAHULUAN
KORESPONDENSI:
Prof. Dr. I Made Dira
Swantara, M.Si
Program Studi Magister
Kimia Terapan, Universitas
Udayana
Gedung Pasca UNUD
Lt. dasar Jl. Sudirman
Denpasar Bali
Email: m_dira_swantara@
yahoo.co.id
S
aat ini, kanker masih menjadi penyebab kematian yang tinggi di dunia. Terapi
kanker yang ada saat ini masih belum efektif. Kanker disebut sebagai penyebab
kedua kematian karena lebih dari 500.000 kematian di Amerika Serikat per tahun
disebabkan oleh penyakit kanker setelah penyakit jantung. Di Indonesia diperkirakan
setiap tahun terdapat 100 penderita kanker baru dari 100.000 penduduk.1 Banyaknya
kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan dikembangkannya obat yang
dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker dalam tubuh.
Berbagai macam senyawa telah dikembangkan untuk melawan kanker, meliputi
senyawa-senyawa pengalkilasi, antimetabolit, obat-obat radiomimetik, hormon, dan
senyawa antagonis. Akan tetapi, tak satu pun jenis senyawa-senyawa ini menghasilkan
efek yang memuaskan dan tanpa efek samping yang merugikan. Oleh karena itu,
mulai banyak dilakukan penelitian tentang bahan obat antikanker yang berasal dari
alam.2
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
141
Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta 141-145
Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia
memberi peluang untuk memanfaatkan biota laut
untuk pencarian senyawa bioaktif yang baru, salah
satunya adalah spons. Penelitian yang telah dilakukan
terhadap spons menghasilkan senyawa-senyawa baru
dengan struktur yang unik dan memiliki aktivitas
farmakologis.3
Spons yang kaya akan kandungan metabolit
sekunder dengan aktivitas sitotoksik, antitumor, dan
antimikrobia menarik minat para peneliti bioteknologi
dan farmasetikal. Sebagai contoh, discodermolide
yang merupakan senyawa antikanker dari spons
Discodermia dissolut. Saat ini, discodermolide yang
memiliki aktivitas melebihi Taxol®, telah lulus uji
klinis tahap I.4
Dilaporkan spons merupakan bahan bioaktif dari
laut yang sangat prospektif. Hampir 5000 senyawa
telah berhasil diisolasi dari hewan ini dengan berbagai
aktivitas seperti antimikroba, antijamur, antivirus,
dan antikanker.5 Spons merupakan biota laut yang
potensial dijadikan bahan eksplorasi pencarian
senyawa baru antikanker karena merupakan penghasil
senyawa bioaktif antiviral maupun senyawa
sitotoksik.6
Metode yang digunakan untuk skrining awal
terhadap senyawa aktif antikanker adalah uji toksistas
menggunakan larva Artemia salina L. Metode ini
disebut Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT
merupakan salah satu metode uji toksisitas yang
banyak digunakan dalam penelusuran senyawa
bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode
ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided
fractionation dari bahan alam karena mudah, cepat,
dan murah. Beberapa senyawa bioaktif yang telah
berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan
BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu
uji spesifik antitumor.7 Jika suatu bahan mempunyai
toksisitas dengan letal concentration 50 (LC50), yaitu
konsentrasi yang menyebabkan matinya 50%
bioindikator, lebih rendah dari 1000 ppm maka
bahan tersebut berpotensi sebagai agen antikanker
dan dapat dilakukan uji lanjutan antikanker terhadap
sel HeLa. Sel HeLa merupakan sel manusia yang
umum digunakan untuk kepentingan kultur sel.8
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antikanker spons Hyrtios erecta dalam
rangka memperoleh informasi spons yang mempunyai
aktivitas antikanker.
142
MATERI DAN METODE
Spons yang dijadikan sampel pada penelitian
ini adalah Hyrtios erecta yang diambil dari perairan
Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada April
2015. Sampel tersebut diidentifikasi di Laboratorium
Sistematika Hewan, Fakultas Biologi, Universitas
Gajah Mada. Sampel tersebut dibersihkan dari
pengotornya dengan air kran sampai bersih,
kemudian dikeringanginkan selama 6 hari. Setelah
kering, selanjutnya dihaluskan dengan blender
sampai tingkat kehalusan 100 mesh. Selanjutnya,
sebanyak 300 gram serbuk sampel dimaserasi dengan
etanol 70% sampai terendam dan dibiarkan selama
24 jam, kemudian disaring. Filtratnya dikumpulkan
dan ampasnya ditambahi lagi pelarut yang sama
sampai terendam. Pekerjaan ini diulangi 3–4 kali
sampai diperkirakan semua senyawa terekstraksi.
Filtrat yang terkumpul diuapkan dengan penguap
putar vakum sampai semua pelarutnya menguap
sehingga diperoleh ekstrak kasar (Crude extract)
yang siap untuk diuji toksisitasnya.
Uji toksisitas menggunakan bioindikator larva
udang (Artemia salina Leach) mengikuti metode
Meyer.9 Media untuk menetaskan larva Artemia
salina L dibuat dengan menyaring air laut secukupnya.
Air laut dimasukkan ke dalam akuarium yang dibagi
menjadi dua bagian: satu bagian dibuat gelap ditutup
dengan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan
terbuka. Telur Artemia salina L diletakkan secukupnya
pada bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48
jam sehingga menetas menjadi larva yang siap
digunakan untuk pengujian.
Seberat 20 mg ekstrak sampel dilarutkan dalam
2 mL pelarut n-heksana. Dari larutan ini diambil
500 mL, 50 mL, dan 5 mL. Kemudian, masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya
diuapkan. Ke dalam masing-masing tabung reaksi
ditambahkan 1 mL air laut, 50 mL dimetilsulfoksida,
dan 10 ekor larva. Kemudian ditambahi air laut sampai
volumenya 5 mL sehingga diperoleh konsentrasi
ekstrak pada masing-masing tabung: 1000 ppm, 100
ppm, dan 10 ppm. Dibuat juga konsentrasi ekstrak
0 ppm (tanpa penambahan ekstrak) sebagai kontrol.
Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan
alumunium foil dan dilubangi sedikit lalu dibiarkan
pada suhu kamar. Setelah 24 jam dilakukan
pengamatan terhadap kematian larva. Jumlah larva
yang mati dicatat, kemudian dilakukan penghitungan
LC50.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA 141-145
Uji antikanker terhadap sel HeLa dilakukan
dengan cara: sel kanker serviks (HeLa) dikultur pada
media RPMI 1640, lalu dihitung jumlah awal sel di
bawah mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan
penambahan tripsin. Selanjutnya, sel disentrifugasi
hingga terbentuk dua lapisan (endapan dan
supernatan). Supernatan dibuang dan endapannya
dibentuk pelet serta ditambahkan media komplit 1
mL. Kemudian dihitung jumlah selnya menggunakan
hemositometer. Setelah sel mencukupi, sel ditanam
pada microwell plate 96 sumuran. Tiap sumuran
berisi 2x104 sel dalam 100 μL. Inkubasi sel selama
1-2 jam sehingga sel melekat. Setelah itu, ditambahkan
ekstrak toksik dengan berbagai konsentrasi (1000 μg/
mL; 500 μg/mL; 250 μg/mL; 125 μg/mL; 62,5 μg/mL;
31,25 μg/mL; 15,62 μg/mL; 7,81 μg/mL; 3,91 μg/mL;
1,95 μg/mL; 0,97 μg/mL; 0,48 μg/mL; 0,24 μg/mL; 0,12
μg/mL; 0,06 μg/mL) pada setiap well sebanyak 100
μL. Jadi, total setiap well berisi 200 μL. Inkubasi dalam
inkubator selama 24 jam pada suhu 37 °C. Setelah
24 jam dilihat di bawah mikroskop, ditambahkan MTT
(3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida)
(5μg/1mL) pada tiap-tiap well, kemudian diinkubasi
selama 4 jam. Selanjutnya, larutan stop SDS (sodium
dodesil sulfat) 10% dalam 0,01 N HCl ditambahkan
pada tiap-tiap well dan diinkubasi kembali satu malam.
Absorbansinya dibaca menggunakan ELISA reader
pada panjang gelombang 550 nm.
menggunakan MTT ini melibatkan piridin nukleotida
kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis
oleh sel hidup sehingga jumlah formazan yang
terbentuk proporsional dengan jumlah sel yang
hidup. Semakin banyak sel yang hidup, semakin
banyak kristal formazan yang terbentuk.10 Warna
ungu formazan dapat dibaca absorbansinya secara
spektrofotometri dengan ELISA reader pada panjang
gelombang maksimum 552-554 nm. Absorbansi
tersebut menggambarkan jumlah sel hidup. Semakin
kuat intensitas warna ungu yang terbentuk, absorbansi
akan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
MTT yang diabsorpsi ke dalam sel hidup dan dipecah
melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam
rantai respirasi mitokondria semakin banyak sehingga
formazan yang terbentuk juga semakin banyak.
Absorbansi ini yang akan digunakan untuk menghitung
persentase sel hidup sebagai respons.11
Hasil uji aktivitas antikanker ekstrak etanol spons
Hyrtios erecta diperoleh data % inhibisi seperti pada
Tabel 2.
Tabel 1: Toksisitas ekstrak etanol
Konsentrasi
(ppm)
Sampel
0
10
100
1000
Ekstrak
etanol
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi 300 gram sampel dengan etanol 70%
menghasilkan 12,96 gram ekstrak yang berwarna
coklat. Toksisitas (LC50) ekstrak etanol tersebut
terhadap Artemia salina L. adalah 25,11 ppm seperti
terlihat pada Tabel 1.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak
etanol spons Hyrtios erecta bersifat toksik terhadap
Artemia salina sehingga dapat dikatakan berpotensi
sebagai agen antikanker. Selanjutnya, ekstrak ini diuji
aktivitas antikankernya terhadap sel HeLa
Aktivitas antikanker terhadap sel HeLa ditentukan
dengan metode MTT. MTT assay dapat digunakan
untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri.
Metode ini berdasarkan pada perubahan garam MTT
menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif
pada sel hidup. MTT diabsorpsi ke dalam sel hidup
dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim
reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi
formazan yang terlarut dalam SDS 10% berwarna
ungu. Pemecahan MTT pada mitokondria sel yang
hidup oleh enzim suksinat hidrogenase. Reaksi
Jumlah larva
udang yang mati
1
2
3
0
1
9
10
0
2
9
10
0
2
9
10
%
Mortalitas
Nilai LC50
(ppm)
0
18
92
100
25,11
Tabel 2: Data % inhibisi setiap konsentrasi sampel
Sampel
Ulangan
(ppm)
OD1
OD2
OD3
100
0,052
0,046
0,02
0,039
80,30
50
0,062
0,056
0,03
0,049
75,25
25
0,071
0,056
0,04
0,056
71,71
12,5
0,075
0,063
0,07
0,069
65,15
6,25
0,098
0,083
0,09
0,090
54,54
3,125
0,102
0,1
0,1
0,100
49,49
1,56
0,125
0,115
0,117
0,119
39,89
0,78
0,139
0,140
0,150
0,143
27,77
0,39
0,145
0,155
0,160
0,153
22,72
0,195
0,182
0,182
0,185
0,183
7,57
Cell
control
0,195
0,197
0,202
0,198
0,00
Rerata
%
inhibisi
OD = optical density
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
143
Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta 141-145
Berdasarkan data inhibisi di atas maka dapat
dibuat hubungan antara konsentrasi sampel dengan
% inhibisi seperti pada Tabel 3.
Tabel 3: Hubungan antara konsentrasi dengan % inhibisi
X (konsentrasi) ppm
Y (% inhibisi)
100
80,30
50
75,25
25
71,71
12,5
65,15
6,25
54,54
3,125
49,49
1,56
39,89
0,78
27,77
0,39
22,72
0,195
7,57
0
0,00
Berdasarkan data pada gambar 1, dengan
menggunakan model regresi y = ax+b maka dapat
dihitung LC50 sebesar 26,35 ppm. Kuatnya aktivitas
antikanker dikatagorikan sebagai berikut: LC50 ≤ 5
µg/mL (sangat aktif); LC50 = 5-10 µg/mL (aktif); LC50
= 11-30 (sedang); LC50 ≥ 30 µg/mL (tidak aktif).12
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa ekstrak
etanol spons Hyrtios erecta aktif sebagai antikanker
terhadap sel HeLa dengan katagori sedang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta mempunyai
aktivitas sebagai antikanker katagori sedang dengan
LC50 sebesar 26,35 ppm.
SARAN
Untuk mengetahui senyawa yang mempunyai
aktivitas antikanker dalam spons Hyrtios erecta,
kiranya perlu dilakukan isolasi dan identifikasi
senyawa aktif tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan data di atas dapat
dibuat grafik antara konsentrasi sampel vs % inhibisi
seperti pada Gambar 1.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang membantu
Catatan: y = % inhibisi; x = konsentrasi (ppm)
Gambar 1: Hubungan antara % inhibisi dengan log konsentrasi
144
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA 141-145
penelitian ini, terutama kepada saudara Rr Anisa
Hernindya yang telah membantu mengerjakan
penelitian ini sampai selesai. Terima kasih pula
kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, karena telah
mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing
Tahun Anggaran 2015. Terima kasih pula kami
sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan
Pengambian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Udayana yang telah berperan dalam pengusulan
proposal penelitian ini sampai bisa didanai. Semoga
semua amal kebaikan Bapak dan Ibu mendapat
pahala dari Ida Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha
Esa).
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Edianto, D. Kanker Serviks. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo; Jakarta. 2006.
Cram, W.R., Stewart, C.F. Clinical Pharmacy and Therapeutics.
Edisi ke-5. Maryland. Williams and Wilkins. 1992.
Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D.,Wahyuono, S. Uji
sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: Potensial
pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia
2005;16 (1):58–62.
4.
Pabel, C.T., Joachim, V., Wilde, C. Dkk. Antimicrobial activities
and matrix assisted laser desorption ionization mass
spectrometry of Baccilus isolated from the marine spons
Aplysina aerophoba. Mar. Biotechnol. 2003; 32: 424–34.
5. Trianto A, Ambariyanto, Muwarni R. Skrining bahan anti
kanker pada berbagai jenis sponge dan gorgonian terhadap
L1210 cell line. Jurnal Ilmu Kelautan 2004; 9(3):120-24.
6. van Soest, R.W.M., Van Kempen, T.M.G., Braekman, J.C.
Penyunting. The Biosynthesis of Secondary Metabolits: Why
is Important: Sponss in Time and Space. Proseding dari the
4th International Porifera Conggress, Amsterdam. 1994.
7. Mclaughlin, J.L. Crown Gall. Tumour on Potato Disc and
Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant
Screening and Fractionation. Biochemistry 1991; 6:1-9.
8. Steven, Colegate, Russel. Detection, Isolation, and Structural
Determination of Albany California. London. Crc Press. 1993.
9. Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, McLaughlin. Brine Shrimp: A
Convenient General Bioassay for Active plant Constituents.
Journal of Planta Medical Research 1982; 45: 31-34.
10. Doyle, A, Griffiths, J.B. Cell and Tissue Culture For Medical
Research. New York: John Wiley and Sons Ltd. 2000.
11. Sieuwerts, A.M., Jan G.M.K., Harry, A.P., John A.F. The MTT
Tertazolium Salt Assay Scrutinized: How to Use this Assay
Reliably to Measure Metabolic Activity of Cell Cultures in
vitro for the Assessment of Growth Characteristics, IC50 Values
and Cell Survival. Eur J Clin ChemBiochem. 1995; 33: 813-23.
12. Chao, S. G., Valerie, H.L., Wu, X.H. dkk. Novel Cytotoxic
Polyprenylated Xanthones from Garcinia gaudichaudii.
Tetrahedron 1998;54:10915-24.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
145
ARTIKEL PENELITIAN
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi
untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak
Leukemia
(Perancangan dan Uji Coba Penerapan Storytelling dengan Pendekatan Positive Psychology
untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani Kemoterapi
dan di Rawat Inap)
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD1, JUKE R. SIREGAR2, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI2,
EDI SETIAWAN TEHUTERU3
Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Padjadjaran
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
4
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
1
2,3
Diterima: 25 Juni 2015; Direview: 3 Juli 2015; Disetujui: 18 September 2015
ABSTRACT
The aim of this study is to obtain intervention techniques through storytelling and its influence on the degree of stres
in children with leukemia, aged 8 years (middle and late childhood). The participant in this study is 8 year old leukemia
patient who experiences stres on “tend to high” category, based on the stres degree scale. The measurement tools of
stres was designed by researcher based on Sarafino and Smith’s theory of stres (2001) with the alpha coefficient of
reliability is 0.893.
In this study, purposive sampling be applied to select the participants and had to go through the medical examination
by which an oncologist. Through the medical examination, two of four children have experienced stres on the “tend to
high” category, but only one children was permitted to be participant due to physical condition.
Intervention with storytelling techniques was implemented after doctor states the patient not in aplasia condition.
Intervention was given over 6-days period for 40-60 minutes each session.
Result showed a decrease of stres degree after the intervention. This conclude that storytelling technique can be used
to reduce the stres degree of leukemia patient aged 8 years. This indicated that through the storytelling method, the
participant were identified themselves with the same character’s experiences, moreover the children are able to take the
values contained in the story to be applied in his life. The story technique allowed them to express the emotions and
cultivate positive emotions, so that children are able to recognize their positive strength and develop it as one of the
methods to coping the stres.
Keyword: storytelling, stres degree, leukemia
ABSTRAK
KORESPONDENSI:
Anggia Putri Atiadany
Achmad, S. Psi
Magister Profesi Psikologi
Universitas Padjadjaran
Bandung
Email:
[email protected]
Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik intervensi melalui storytelling dan pengaruhnya terhadap derajat stres
pada anak dengan leukemia usia 8 tahun (middle and late childhood). Partisipan penelitian adalah satu (1) orang
pasien leukemia berusia 8 tahun yang diketahui mengalami stres pada kategori “cenderung tinggi” berdasarkan skala
derajat stres. Alat ukur derajat stres disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori stres Sarafino dan Smith (2011).
Skala derajat stres memiliki reliabilitas 0,893 melalui pengukuran alpha Cronbach.
Penjaringan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan pemeriksaan medis oleh dokter
onkologi anak. Dari 4 pasien leukemia usia 7−11 tahun yang direkomendasikan oleh dokter, ditemukan 2 orang pasien
yang memiliki derajat stres berada pada kategori “cenderung tinggi”. Hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, 1 dari
2 orang pasien tersebut mengalami kondisi fisik yang sangat lemah sehingga tidak diijinkan untuk menjadi subjek
penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini hanya melibatkan 1 orang anak leukemia.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter yang menangani pasien dan dinyatakan bahwa secara fisik pasien tidak
mengalami kondisi aplasia maka peneliti melakukan intervensi melalui teknik storytelling. Intervensi diberikan selama
6 hari, berturut-turut dalam kurun waktu 40−60 menit per pertemuan.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
147
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori derajat stres
pada partisipan sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan
inervensi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik storytelling dapat
digunakan untuk menurunkan derajat stres yang dialami oleh pasien
leukemia usia 8 tahun. Metode cerita dengan karakter tokoh yang sama
dengan anak dapat mempermudah proses identifikasi dirinya dengan
kisah yang dialami tokoh. Disamping itu, anak mampu mengambil nilainilai yang terdapat dalam cerita untuk diaplikasikan dalam kehidupannya.
Melalui teknik cerita, anak juga dapat mengekspresikan emosinya dan
menumbuhkan emosi positif sehingga mampu mengenali kekuatan
positif dalam dirinya dan mengembangkannya sebagai salah satu
metode mengatasi stres yang dialaminya.
Kata Kunci: storytelling, derajat stres, leukemia
PENDAHULUAN
K
anker pada anak tergolong penyakit langka yang
memengaruhi sekitar 1 dari 600 anak di bawah
16 tahun.1 Berdasarkan data Kementerian Kesehatan,
diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus kanker
pada anak, dari 42 kasus pada 2012 meningkat
menjadi 55 kasus pada 2013.2 Sementara itu, leukemia
adalah jenis kanker tertinggi pada anak atau sekitar
2,8 per 100.000 kelahiran. Leukemia adalah jenis
penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih
yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).3
Dalam kurun waktu 2006 hingga 2010, jumlah kasus
leukemia di RS Kanker “Dharmais” naik tiga kali,
yakni 10 kasus pada 2006 dan 25 kasus pada 2009,
meningkat menjadi 31 kasus pada 2010 dan 35 kasus
pada 2011.4 Rangkaian prosedur kemoterapi
membutuh­
kan waktu sekitar 2-3 tahun. Prosedur
kemoterapi terdiri atas 3 fase: Pertama, fase induksi
sebagai tahap awal untuk menghilangkan gejala
penyakit yang terlihat. Kedua, fase konsolidasi yang
bertujuan mempertahankan dan memperkuat hasil
pengobatan sebelumnya. Ketiga, fase maintenance,
yaitu tahapan pemeliharaan kondisi kesehatan
pasien. Fase maintenance ini berlangsung sekitar
2–3 tahun.5 Pengobatan pada anak leukemia lebih
banyak dilakukan melalui kemoterapi.6 Kemoterapi
merupakan pemberian obat (zat kimia) yang berfungsi
membunuh/memecah sel kanker, yang terdiri dari
beberapa agen (jenis obat). Pada umumnya, obat
diberikan dengan beberapa cara, yaitu dengan
memasukkan ke dalam pembuluh vena, diminum, atau
dimasukkan ke dalam tubuh dengan menanamkan
“port”.1Pengobatan melalui teknik kemoterapi bisa
berdampak negatif terhadap kondisi psikologis anak,
yaitu rasa sakit, mual, dan perasaan yang tidak
148
menyenangkan selama pengobatan. Mereka mungkin
merasa sakit, luka di mulut, atau keluhan di area
kulit akibat kemoterapi. Kemoterapi juga dapat
memberi efek signifikan pada suasana hati dan
perilaku. Kebanyakan orang tua menggambarkan
anak mereka bersikap lebih emosional atau agresif
selama pengobatan.7
Teknik pengobatan yang menimbulkan rasa mual,
sakit, dan perasaan tidak menyenangkan dapat
memunculkan berbagai kondisi psikologis pada
anak. Anak-anak dengan segala jenis kondisi kronis
lebih mungkin mengalami masalah sosial, emosional,
atau perilaku dibandingkan anak sehat pada usia
yang sama.7 Berdasarkan hasil interview dengan
psikolog Rumah Sakit “Dharmais” pada 24 Maret
2014, diketahui bahwa jenis kanker terbanyak yang
dialami oleh anak adalah leukemia dan limfoma.
Adapun reaksi yang dimunculkan oleh anak-anak
tersebut adalah melempar bantal, mencabut selang
infus (baik ketika akan dipasangkan ataupun setelah
infus terpasang seharian), berteriak atau berkata-kata
kasar kepada orang tua, saudara, ataupun pada petugas
di rumah sakit. Selain itu, anak juga menunjukkan
perilaku menghindar dari orang lain. Reaksi-reaksi
tersebut paling banyak muncul selama proses
pengobatan berlangsung, terutama pada anak-anak
yang telah berkali-kali menjalani siklus kemoterapi.
Wawancara berikutnya dilakukan dengan bapak
T, seorang staf administrasi di Yayasan Kasih Anak
Kanker Bandung (YKKB), dilaksanakan pada 1 April
2014. Bapak T sering terlibat langsung dengan anakanak yang didiagnosis kanker di Rumah Kita (rumah
singgah milik YKKB). Ia mengatakan bahwa anak
yang baru menjalani kemoterapi pertama dan kedua
masih dapat dibujuk untuk makan, minum, dan
melakukan aktivitas harian. Selain itu, juga dapat
dinasihati jika mereka menunjukkan perilaku marah,
menangis, atau melempar barang. Sedangkan pada
anak yang telah menjalani kemoterapi berulang kali
lebih sering menunjukkan perilaku marah, menangis,
dan berkata-kata kasar. Dalam keadaan ini, baik
orang tua ataupun pengurus kesulitan membujuk
atau menasihati anak tersebut. Hal yang biasa
dilakukan oleh orang tua atau pengurus adalah
membiarkan anak tersebut menangis hingga berhenti
sendiri, membiarkan anak sendirian di kamar, atau
menuruti keinginan anak walaupun keinginannya
merupakan hal yang dilarang oleh dokter. Jika hal
ini terjadi maka akan memperburuk kondisi kesehatan
anak dan proses pengobatan menjadi tidak efektif.
Berdasarkan pembahasan di atas, diketahui bahwa
anak yang menjalani pengobatan kanker menunjukkan
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158
beberapa reaksi psikologis. Reaksi-reaksi tersebut
muncul akibat adanya sumber stres, yaitu pengobatan
penyakit yang dialaminya. Stres merupakan penilaian
seseorang mengenai suatu keadaan yang dianggap
tidak sesuai antara tuntutan fisik atau psikologis
dengan sumber daya yang dimilikinya, terkait dengan
sistem biologis, psikologis, dan sosial. Stres sendiri
dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah
satunya kejadian-kejadian yang memerlukan penye­
suaian atau coping.8 Anak usia 7−11 tahun termasuk
pada periode perkembangan kanak-kanak tengah. Pada
tahap ini, anak memiliki kemampuan untuk memahami
jenis-jenis emosi dan meregulasi emosi lebih baik
dibandingkan periode kanak-kanak awal.9 Hal terpenting
dari perkembangan emosi pada anak yaitu berkaitan
dengan kemampuan anak dalam melakukan coping
terhadap stres yang dialaminya. Makin meningkat usia
anak, makin lebih mampu anak menilai situasi yang
menimbulkan stres dan berusaha untuk mengatasi
stres tersebut dengan baik.9 Namun, terdapat situasisituasi tertentu yang menyebabkan anak usia 7−11
tahun mengalami hambatan dalam mengatasi stresnya,
di antaranya ketika didiagnosis mengalami penyakit
kronis dan mengharuskan anak menjalani pengobatan
yang tidak menyenangkan.
Stres terdiri dari dua macam, yaitu eustres dan
distres. Pada anak dengan kanker, stres yang terjadi
berupa distres. Stres ini menimbulkan perasaan
tertekan akibat ketidakseimbangan antara tuntutan
dan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan.8,10
Anak yang menjalani kemoterapi dituntut untuk
dapat menahan perasaan tidak nyaman dan perasaan
mual akibat pengobatan. Selain itu, pada masa
kanak-kanak tengah, anak memiliki kebutuhan untuk
menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain.
Namun, kebutuhan tersebut terhambat oleh proses
pengobatan yang menyakitkan sehingga anak tidak
bebas bermain dan harus berada di rumah sakit
untuk waktu yang lama. Situasi ini dinilai oleh anak
menekan dan tidak dapat diatasi sehingga terjadilah
distres pada anak. Stres yang dialami anak meng­
akibat­
kan gangguan perkembangan emosi anak.
Anak lebih banyak menunjukkan emosi negatif, tidak
bahagia, dan pesimis untuk dapat sembuh.
Hockenberry-Eaton, Dilorio, dan Kemp (1995)
mempelajari 44 anak usia 6,5 sampai 13,5 tahun.
Lima belas dari anak-anak tersebut telah mengalami
relaps (kambuh). Selain mengukur kepercayaan diri
anak-anak, juga dilakukan pengukuran terhadap
kecemasan, strategi coping, dan stres yang dirasakan.
Namun demikian, skor kepercayaan diri berkorelasi
negatif dengan jumlah bulan sejak diagnosis, yaitu
anak-anak yang sudah lama menjalani pengobatan
memiliki kepercayaan diri yang rendah. Kepercayaan
diri juga lebih rendah bagi anak-anak yang telah
mengalami relaps dibandingkan dengan mereka yang
tidak mengalami relaps atau kekambuhan. Hal ini
turut dipengaruhi oleh kondisi stres yang dialami
anak dan ketidakmampuan anak dalam melakukan
coping.7 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui
bahwa anak dengan diagnosis kanker mengalami
berbagai dampak psikologis akibat penyakit dan
kemoterapi yang dilaluinya.
Salah satu intervensi yang dapat diberikan yaitu
storytelling dengan pendekatan positive psychology.
Intervensi storytelling dengan pendekatan positive
psychology adalah kegiatan bercerita yang bertujuan
untuk membantu anak mengekspresikan emosinya
terhadap perubahan hidup dalam lingkungan yang
nyaman; juga untuk membuka kekuatan dalam dirinya
sehingga dapat meningkatkan resiliensi dalam
hidupnya.11
Intervensi storytelling ini dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa anak dengan leukemia yang
menjalani kemoterapi akan mengalami dampak fisik
seperti lelah, mual, dan pusing sehingga anak
mengalami kesulitan jika diharuskan melakukan
aktivitas yang membutuhkan banyak gerakan atau
berpikir. Selain itu, media storytelling menggunakan
teknik metaphore. Melalui metaphore, terapis dapat
menyampaikan pesan pada anak tanpa menimbulkan
perasaan terancam. Hal ini dikarenakan dalam teknik
metaphore, karakter (subjek) diubah menjadi karakter
lain (misalnya menggunakan karakter hewan, air, benda
mati, atau orang lain). Melalui teknik storytelling, akan
terjalin komunikasi dan hubungan yang terapheutic
antara pasien dengan terapis. Teknik metaphore juga
dapat diaplikasikan untuk menekankan suatu kejadian,
perasaan, dan pesan sehingga menimbulkan efek yang
lebih besar pada anak.12 Proses penyembuhan melalui
storytelling dilakukan dengan cara anak melakukan
identifikasi karakter dan peristiwa yang terjadi dalam
cerita sehingga membantu mereka dalam merefleksikan
pengalaman mereka, yang bisa jadi mirip dengan
pengalaman dan emosi tokoh. Ditambah dengan dialog
yang dilakukan bersama peneliti dapat menimbulkan
proses pemahaman dan analisis dalam diri anak, di
mana anak dapat menemukan solusinya sendiri untuk
mengatasi emosi yang dirasakannya.11 Berdasarkan
penjelasan di atas maka peneliti merancang intervensi
melalui penelitian dengan judul “Penerapan Storytelling
sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres
pada Anak Leukemia”.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
149
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
MATERI DAN METODA
Penelitian ini menggunakan desain single case
atau biasa juga disebut dengan single-subject design.
Single case adalah sebuah desain penelitian yang
menggunakan satu partisipan atau sekelompok
individu untuk mengetahui pengaruh dari treatment
yang diujicobakan.13 Desain penelitian single case
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu treatment
atau perlakuan (melihat hubungan sebab akibat).
Penelitian ini menggunakan reversal design atau
biasa disebut dengan ABA/ABAB design. Teknik ABA
adalah membandingkan hasil pengukuran pada saat
treatment diberikan dengan baseline hasil pengukuran
pada saat sebelum dan sesudah treatment. Baseline
adalah perilaku partisipan dalam keadaan yang terjadi
secara alami atau sebelum diberikan treatment.
Baseline dalam penelitian ini adalah derajat stres
pada anak leukemia sebelum diberikan treatment
berupa storytelling dengan prinsip positive psychology.13
Adapun desain yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Desain yang digunakan
A (pre-test)
B
A (post-test)
Baseline Measure
Treatment Condition
Baseline Measure
A1, A2
B1,B2,B3,B4,B5,B6
A4, A5
Keterangan :
A1, A2 (pre-test)
: Pengukuran awal derajat stres pada anak leukemia sebelum diberikan treatment.
B1,B2,B3,B4,B5,B6 : Pengukuran derajat stres selama diberikan treatment berupa storytelling dengan prinsip positive psychology.
A3, A4 (post-test)
: Pengukuran akhir derajat stres setelah diberikan treatment (treatment dihentikan).
Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purpossive
sampling, yaitu pemilihan subjek sesuai dengan
kriteria yang penting untuk menjawab pertanyaan
penelitian dan ditetapkan oleh peneliti.14 Karakteristik
tertentu untuk menjadi subjek penelitian, yaitu
didiagnosis leukemia (didiagnosis dilakukan oleh
dokter); berusia 7−11 tahun; direkomendasikan oleh
dokter onkologi dengan memperhatikan kondisi fisik
subjek; bukan merupakan pasien aplasia (kondisi
fisik menurun berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium); telah menjalani kemoterapi pertama;
menjalani rawat inap; subjek minimal mengalami stres
pada kategori “cenderung tinggi” yang ditunjukkan
oleh perolehan skor berdasarkan kuesioner derajat
stres yang disusun oleh peneliti berada pada rentang
50 – 65; bersedia menjadi partisipan dalam penelitian
150
yang dilakukan secara lisan dan diijinkan oleh orang
tua yang ditunjukkan dengan mengisi informed consent.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu
tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan.
Tahap Perancangan dan Persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini:
(1) Menyusun alat ukur untuk menjaring subjek,
pretest - posttest, dan selama intervensi.
Alat ukur yang digunakan dalam penjaringan
subjek, juga digunakan untuk mengukur pretest
dan posttest, yaitu wawancara, observasi, dan
kuesioner derajat stres.
Wawancara pada anak dan orang tua merujuk
pada pedoman wawancara yang disusun ber­
dasarkan teori reaksi stres oleh Sarafino dan
Smith (2011). Sedangkan observasi yang
dilakukan oleh peneliti yaitu observasi partisipan,
di mana peneliti terlibat langsung dalam
kegiatan subjek penelitian (lembar observasi
terlampir).
Observasi dilakukan terhadap anak dengan
leukemia usia 7−11 tahun mengenai reaksi
stres dengan merujuk pada pedoman observasi
yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori
reaksi stres oleh Sarafino & Smith (2011).
Pengukuran validitas lembar observasi ini
dilakukan dengan uji validitas isi, yaitu melalui
expert review oleh dua orang psikolog selaku
pembimbing.
Di samping itu, observasi juga akan dilakukan
terhadap lingkungan sekitarnya, dengan tujuan
mengetahui kejadian yang berkaitan dengan
anak.
Observasi yang dilakukan oleh orang tua
bertujuan untuk melihat reaksi stres pada
subjek setiap hari ketika tidak berinteraksi
dengan peneliti, mulai dari sesi pre-test hingga
post-test. Observasi oleh orangtua menggunakan
form behaviour checklist yang disusun sendiri
oleh peneliti dengan merujuk pada teori reaksi
stres oleh Sarafino & Smith (2011). Form
behaviour checklist ini telah diuji validitasnya
menggunakan uji validitas konstruk melalui
expert review oleh 2 orang Psikolog Klinis Anak,
1 orang Psikolog Klinis RS Kanker “Dharmais”,
dan orang Medical Psychologist.
Kuesioner derajat stres bertujuan untuk
melihat tinggi rendahnya derajat stres yang
dimiliki oleh anak leukemia usia 7−11 tahun.
Derajat stres pada anak diukur melalui kuesioner
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158
yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan
teori reaksi stres oleh Sarafino dan Smith
(2011).
Sebelum kuesioner derajat stres digunakan,
peneliti melakukan uji coba terlebih dahulu.
Item pada skala derajat stres telah dilakukan
uji validitas (construct validity) melalui expert
review dengan kriteria: Medical Psychologist,
Psikolog Klinis Anak, Psikolog Klinis RS Kanker
“Dharmais”, Psikolog Klinis Anak.
Setelah dilakukan uji coba, selanjutnya
dilaku­
kan uji reliabilitas menggunakan
pengukuran Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas
yang dilaku­kan pada 26 item menunjukkan skor
relibilitas 0,893. Dengan demikian, alat ukur ini
dapat digunakan untuk mengukur derajat stres
pada anak usia 7−11 tahun.
(2) Penyusunan cerita dengan prinsip positif
psychology therapy
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti
dalam menyusun atau memilih cerita yang
akan digunakan dalam penelitian: Pertama,
menentukan pesan yang akan disampaikan
dalam cerita; Kedua, menentukan konflik;
Ketiga, karakter atau tokoh; Keempat, alur
cerita.
(3) Menguji validitas isi cerita
(4) Pelatihan teknik membacakan cerita
(5) Melakukan uji coba cerita
Uji coba cerita dilakukan 2 kali, yaitu untuk
melihat apakah cerita sudah sesuai dengan
anak usia 7−11 tahun. Hal-hal yang diujcobakan
yaitu panjang cerita, bahasa yang digunakan,
dan teknik bercerita.
(6)
Menyusun manual pelaksanaan intervensi
melalui media storytelling dengan pen­
dekatan positif psychology.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam
penyusunan modul:
Menentukan tujuan;
Menentukan metode;
Menentukan alokasi waktu;
Menentukan setting ruangan atau tempat
diberikannya intervensi;
Menentukan alat penunjang dalam intervensi;
Melakukan evaluasi terhadap rancangan
manual;
Sebelum intervensi dilakukan maka manual
yang telah disusun dievaluasi dan dikon­sultasi­
kan pada beberapa ahli, dengan karakteristik
sebagai berikut:
Psikolog Klinis Anak, Psikolog yang telah
berpengalaman menangani anak dengan
leukemia; Storyteller berlisensi; Dokter Onkologi
Anak.
Tahap Pelaksanaan
Hal-hal yang akan dilaksanakan dalam penelitian:
1. Melakukan penjaringan untuk mendapat­
kan subjek penelitian
2. Pelaksanaan pre-test
Pretest dilaksanakan 2 kali bertempat di
kamar rawat anak pada pukul 09.00. Peng­
ukuran yang dilaksanakan yaitu pengukuran
awal untuk derajat stres menggunakan skala
derajat stres.
3. Pelaksanaan pre-test
Pemberian treatment melalui media
storytelling dengan pendekatan positive
psychology akan diberi nama “story time”
yang terdiri atas 2 kegiatan, yaitu mendengar­
kan cerita yang dibacakan oleh peneliti dan
diskusi dengan peneliti. Cerita yang akan
dibacakan memuat kekuatan-kekuatan positif
tokoh dan bagaimana tokoh mengembangkan
kekuatannya untuk mengatasi stresnya. Dialog
akan mengarah pada isi cerita yang dibaca­
kan dan pengalaman subjek sendiri. Adapun
pelaksanaan treatment sebagai berikut :
Intervensi dilakukan selama 6 hari pada
pukul 09.00 hingga selesai setiap pertemuan.
Seluruh kegiatan penelitian, baik pre-test,
intervensi, maupun post-test, dilakukan di
ruang rawat inap anak.
4. Pelaksanaan pre-test
Post-test dilakukan 2 kali bertempat di kamar
rawat anak pada pukul 09.00. Pengukuran
yang dilakukan yaitu pengukuran akhir untuk
tingkat stres menggunakan skala derajat stres.
Tahap Pembahasan dan Pengolahan Data
1. Mencatat dan mengumpulkan seluruh hasil
pengukuran, baik melalui kuesioner, observasi,
wawancara, maupun hasil diskusi.
2. Hipotesis penelitian dibuktikan dengan
mengevaluasi hasil eksperimen, dengan
melihat pada 2 kriteria, yaitu kriteria
eksperimen dan kriteria therapeutic.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
151
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
3. Pengolahan data secara kualitatif, yaitu
menggambarkan proses intervensi dan hasil
yang dirasakan oleh subjek penelitian. Peng­
olahan data kualitatif menggunakan teknik
content analysis. Pedoman analisis konten
pada penelitian ini berupa indikator stres
dan pencapaian tujuan intervensi pada anak.
4. Merumuskan simpulan dan saran penelitian.
HASIL
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap
2 orang pasien leukemia usia 8 tahun yang memiliki
derajat stres cenderung tinggi, menjalani pengobatan
rawat inap, dan telah menjalani kemoterapi lebih
dari satu kali. Selama pengamatan, satu pasien drop
out dikarenakan kondisi fisik subjek mengalami
penurunan (drop).
Adapun hasil pengukuran derajat stres dapat
dilihat pada grafik 1.
Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat bahwa partisipan
menunjukkan penurunan kategori derajat stres pada
intervensi ke-4 hingga pada saat post-test. Sementara
itu, terdapat peningkatan skor pada intervensi ke-2.
Walaupun demikian, penurunan skor derajat stres
sudah terlihat pada intervensi ke-3. Pengukuran
derajat stres dilakukan pada pagi hari sebelum
kegiatan intervensi dimulai. Hasil pengukuran derajat
stres ini juga didukung dengan hasil observasi oleh
orang tua melalui behavior checklist.
Hasil observasi orang tua dapat dilihat pada
grafik 2.
> 84,5 = Tinggi
65 – 84,5 =
CenderungTinggi
45,5 – 65 =
CenderungRendah
26 – 45,5 = Rendah
Grafik 1: Skor derajat stres
> 84,5 = Tinggi
65 – 84,5 =
CenderungTinggi
45,5 – 65 =
CenderungRendah
26 – 45,5 = Rendah
Grafik 2: Skor stres berdasarkan observasi orang tua
152
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa
selama observasi hingga intervensi pertama, subjek
menunjukkan reaksi stres yang dinilai oleh orang
tua berada pada kategori cenderung tinggi. Sedangkan
pada intervensi kedua hingga post test menunjukkan
penurunan, baik dalam skor maupun kategori derajat
stres.
Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa
intervensi ini dapat digunakan untuk menurunkan
derajat stres pada anak dengan leukemia yang
menjalani pengobatan di rumah sakit.
Evaluasi Hasil Eksperimen
Evaluasi hasil eksperimen dilakukan untuk
membuktikan hipotesis penelitian, yaitu melihat
apakah terdapat pengaruh pemberian storytelling
dalam menurunkan derajat stres pada anak leukemia
usia 7–11 tahun yang menjalani kemoterapi.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil
pengukuran kuesioner derajat stres sebelum diberikan
treatment (storytelling), pada saat diberikan treatment
(storytelling), dan setelah diberikan treatment
(storytelling). Berdasarkan hasil pengukuran melalui
kuesioner derajat stres diketahui bahwa terdapat
penurunan skor dan penurunan kategori derajat stres
dari “Cenderung Tinggi” menjadi “Cenderung Rendah”.
Hal ini juga didukung oleh hasil observasi orang tua
terhadap reaksi stres anak yang diukur melalui behavior
checklist, di mana juga menunjukkan penurunan
kategori derajat stres dari “cenderung tinggi” menjadi
“cenderung rendah” setelah diberikan intervensi.
Berdasarkan hasil observasi peneliti juga terdapat
perubahan tingkah laku subjek sebelum dan sesudah
diberikan intervensi. Perubahan yang dimaksud dapat
dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan
bahwa treatment (storytelling) berpengaruh dalam
menurunkan derajat stres pada anak leukemia usia
8 tahun. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengukuran
derajat stres dari alat ukur derajat stres dan behavior
checklist terhadap reaksi stres.
Tabel 2: Perubahan tingkah laku subjek sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Sebelum diberikan storytelling
Saat diberikan storytelling
Setelah diberikan storytelling
Sering memotong pembicaraan
orang lain
Mendengarkan orang berbicara hingga
selesai
Mendengaran orang berbicara hingga
selesai
Menunjukkan ekspresi wajah murung
Menunjukkan ekspresi wajah
tersenyum dan tertawa
Menunjukkan ekspresi tertawa dengan
frekuensi yang lebih sering
Mengabaikan orang lain yang
berinteraksi dengannya
Melihat orang yang mengajaknya
berbicara
Menjawab pertanyaan atau obrolan dari
orang lain
Terlihat tidak memahami percakapan
Menjawab sesuai dengan konteks
pembicaraan
Menjawab sesuai dengan konteks
pembicaraan (frekuensi lebih banyak)
Menolak tersenyum pada orang lain
dan tenaga medis
Tersenyum ketika diminta oleh tenaga
medis
Tersenyum dan tertawa ketika diminta oleh
tenaga medis
Menolak berbicara pada orang lain
Menjawab pertanyaan orang lain
Memulai bercerita pada orang tua tanpa
diminta.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
153
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan terhadap satu orang
pasien leukemia usia 8 tahun dengan inisial F. F
telah menjalani proses induksi selama 1 bulan ketika
intervensi mulai dilakukan. F didiagnosis leukemia
relaps – high risk. Dengan demikian, pengobatan
pada saat penelitian merupakan kali kedua F
menjalani fase induksi. Menurut orang tua F, terdapat
perubahan tingkah laku F pada saat menjalani
pengobataan saat ini dengan pengobatan yang
sebelumnya. Selama menjalani pengobatan pada
kondisi relaps, F lebih sering memunculkan reaksi
stres (berdasarkan behavior checklist) dibandingkan
ketika F menjalani fase induksi sebelumnya.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari
Hockenberry-Eaton, Dilorio, dan Kemp (1995) yang
mempelajari 44 anak usia 6½ sampai 13½ tahun.
Lima belas dari anak-anak tersebut telah mengalami
relaps (kambuh). Skor kepercayaan diri lebih rendah
bagi anak-anak yang telah mengalami relaps
dibandingkan dengan mereka yang tidak menglami
relaps atau kekambuhan, di mana hal ini turut
dipengaruhi oleh kondisi stres yang dialami anak
dan ketidakmampuan anak dalam melakukan coping.7
Terjadinya perbedaan tingkah laku pada F dapat
terjadi akibat saat ini F tengah berada pada tahap
perkembangan kanak-kanak tengah. Pada fase ini,
anak mulai menjalin hubungan pertemanan dengan
teman sebaya, menjalani aktivitas belajar di sekolah,
dan lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan.
Pada tahap kanak-kanak tengah, anak memiliki
kemampuan untuk memahami jenis-jenis emosi dan
meregulasi emosi lebih baik dibandingkan periode
kanak-kanak awal.9 Hal terpenting dari perkembangan
emosi pada anak yaitu berkaitan dengan kemampuan
anak dalam melakukan coping terhadap stres yang
dialaminya. Makin meningkat usia anak, makin mampu
menilai situasi yang menimbulkan stres dan berusaha
untuk mengatasi stres tersebut dengan baik.9 Namun,
dengan adanya pengobatan kemoterapi dan efeknya
dinilai oleh anak sebagai situasi yang menekan dan
tidak dapat diatasi sehingga terjadilah distres pada
anak.
Ketika anak mengalami stres maka dimensi stres
yang paling mendominasi adalah emosi negatif,
seperti kemarahan, kekecewaan, rasa takut, dan
kecemasan lain.15 Hal ini juga terjadi pada F.
Berdasarkan pengukuran derajat stres dan observasi
orang tua diketahui bahwa F lebih didominasi oleh
reaksi stres berupa emosi negatif.
Melalui intervensi storytelling, anak dibantu untuk
mengenali emosi yang dirasakannya, mengekspresi­
154
kannya, dan menumbuhkan emosi positif dari
pengalaman tokoh yang kemudian diidentifikasikan
dengan dirinya sendiri. Dalam penelitian ini, F
menunjukkan perubahan emosi menjadi lebih positif
pada intervensi ke-3. Selama mendengarkan cerita,
F menunjukkan ekspresi emosi positif seperti tertawa
dan tersenyum. Di akhir sesi juga F mengatakan
bahwa ia merasa senang.
Terdapat 2 tahapan utama dalam storytelling,
yaitu mendengarkan cerita dan mendiskusikan isi
cerita tersebut. Cerita yang dibacakan pada subjek
disusun menggunakan pendekatan positive psychology,
dimana terdapat beberapa unsur dalam cerita, yaitu
pengalaman positif, kekuatan positif, dan
pengembangan kekuatan positif sebagai antisipasi
terhadap situasi yang menekan (stresfull).
Setiap cerita harus terdapat metaphore, yaitu
suatu perumpamaan yang bertujuan untuk menekan­
kan suatu pesan dan memberikan kesan yang lebih
mendalam bagi pendengar (anak) sehingga lebih
mudah dihayati oleh anak.12 Sementara itu, metaphore
juga digunakan dalam menentukan karakter atau
tokoh dalam cerita.11 Tokoh cerita untuk anak usia
pra-sekolah dapat menggunakan pohon, hewan,
sungai, atau benda lain, sedangkan bagi anak usia
sekolah atau middle and late childhood tokoh
manusia lebih diutamakan dengan tujuan untuk
memudahkan proses identifikasi anak terhadap
pengalaman tokoh.
Pada intervensi terhadap anak, sangat dibutuhkan
adanya suasana yang nyaman dan tidak mengancam
anak. Oleh karena itu, teknik storytelling diberikan
melalui 4 level. Pada level satu, anak didengarkan
cerita mengenai orang lain dengan tujuan agar anak
tidak merasa terancam. Poin diskusi pun lebih
banyak diarahkan pada perasaan, pikiran, dan
pengalaman tokoh. Walaupun demikian, terapis juga
dibolehkan bertanya tentang perasaan anak sebagai
sarana anak untuk secara langsung mengekspresikan
emosinya. Namun, jika anak belum bersedia maka
pertanyaan kembali diarahkan pada tokoh cerita.11
Pada intervensi hari pertama, peneliti membacakan
kisah Boby si Pejuang, yang berisi tentang kisah
anak survivor leukemia. Dalam cerita ini, karakteristik
dan pengalaman sakit tokoh memiliki kemiripan
dengan F, yaitu seorang anak laki-laki usia 8 tahun,
memiliki kesenangan bermain dengan temannya,
dan didiagnosis ALL (Acute Leukemia Lymphoblastic).
Ketika anak berhasil melakukan identifikasi maka
secara tidak langsung anak akan menggali
pengalaman yang pernah dilaluinya dan kembali
merasakan perasaan serta pemikirannya. Keberhasilan
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158
proses identifikasi dapat dilihat dari respons anak
seperti mengatakan bahwa ia memiliki kesamaan
sifat dengan tokoh atau kesamaan pengalaman
dengan tokoh. Selain itu, juga dapat dilihat dari
jawaban anak mengenai kekuatan positif atau
pengalaman positif yang dimilikinya.
Ketika peneliti membacakan cerita bagian 1 pada
F yang berisi tentang pengalaman positif dan
kekuatan positif, beberapa kali F terlihat tersenyum
dan tertawa. Ia juga berkomentar secara spontan
mengenai cerita yang dibacakan, namun komentar
tersebut disampaikannya pada ayah atau ibunya.
Hal ini menunjukkan bahwa karakter tokoh yang
dibuat mirip dengan anak dapat membantunya
dalam menghayati pengalaman positif tokoh dan
menumbuhkan emosi positif yang terlihat melalui
reaksi F. Melalui identifikasi karakter pada cerita,
anak dapat mengeksplorasi pengalaman positifnya
dan menimbulkan emosi positif terhadap pengalaman
yang menyenangkan tersebut.11Perilaku anak yang
berkomentar hanya pada ayah dan ibunya
menunjukkan anak belum terbuka pada peneliti.
Hal ini sejalan dengan salah satu reaksi stres, yaitu
adanya emosi negatif dan tingkah laku menghindar
dari situasi sosial.11 Oleh karena itu, peneliti perlu
menciptakan rasa aman bagi anak agar dapat lebih
terbuka dan mengekspresikan dirinya sendiri pada
peneliti. Berdasarkan pemikiran tersebut maka
diskusi yang dilakukan pun lebih banyak berupa
pertanyaan tertutup dan lebih mengarah pada tokoh
cerita saja. Peneliti tidak memaksakan anak untuk
menyampaikan perasaannya secara langsung.
Tujuan dari intervensi hari kedua yaitu untuk
menemukan teknik pengembangan kekuatan positif
dalam diri tokoh. F dapat mengindentifikasi kekuatan
positif pada tokoh, namun perlu dituntun untuk
menganalogikan ke dirinya sendiri. F juga dapat
menyimpulkan teknik pengembangan kekuatan positif
yang dimiliki tokoh. Hanya saja, dalam proses
penyimpulan tersebut anak perlu dibantu dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan
singkat. Selama kegiatan berlangsung, F menunjukkan
emosi positif dengan senyuman dan jawabanjawaban yang spontan, walaupun terkadang masih
diarahkan pada orang tuanya.
Berdasarkan reaksi yang ditunjukkan F maka
dapat diketahui bahwa F lebih banyak menunjukkan
emosi positif sehingga ketika bertemu dengan
peneliti pun F mulai lebih terbuka dan mulai
menjalin kontak dengan peneliti. Hal ini dapat
terjadi karena mulai terbentuknya hubungan antara
peneliti (sebagai storyteller) dengan F, seperti yang
disampaikan oleh Webb bahwa dalam konseling
terhadap anak dibutuhkan seni, salah satunya adalah
cerita, sehingga menciptakan suasana yang therapeutic
dan aman bagi anak.11
Selain itu, anak terlihat mampu mengaitkan isi
cerita dengan apa yang dialaminya. F menyebutkan
bahwa cerita Boby sangat mirip dengan apa yang
dialaminya, baik pengalaman sakit ataupun
pengalaman positif seperti ketika bermain dengan
teman-temannya. F juga mengatakan bahwa ia juga
akan segera pulang jika ia menjalankan pengobatan
dengan penuh semangat. Hal ini menunjukkan
adanya harapan bagi F untuk segera diijinkan pulang
ke rumahnya.
Munculnya emosi positif pada F tidak terlepas
dari proses identifikasi yang berhasil dilakukan anak,
di mana cerita yang berkaitan dengan anak dapat
menumbuhkan harapan, mengembangkan rasa
optimisme, dan menciptakan perasaan bahwa ia
tidak sendirian menghadapi situasi yang menekan.11
Ketika mendengarkan cerita dengan tokoh perempuan,
F lebih terlihat diam dibandingkan pada intervensi
hari pertama dan kedua. F mengatakan bahwa ia
kurang menyukai cerita yang dibacakan peneliti
dikarenakan ia tidak menyukai karakter perempuan
sehingga ia merasa beberapa bagian cerita tidak
dapat ia pahami.
Ketika berdiskusi, F cenderung menggunakan katakata “kaya Boby” (tokoh laki-laki) yang menunjukkan
bahwa cerita “Boby” lebih meninggalkan kesan bagi
F dibandingkan cerita “Jessie” (tokoh perempuan).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin mirip karakter
tokoh dalam cerita dengan subjek, semakin berkesan
cerita tersebut baginya serta menimbulkan rasa
ketertarikan terhadap pengalaman tokoh. Rasa
ketertarikan subjek terhadap cerita yang dibacakan
akan membuat anak lebih “terikat” pada kegiatan.
Hal ini juga akan membantunya dalam mengeksplorasi
pengalaman hidup dan situasinya sendiri. Healing
dapat dirasakan anak dengan cara mengidentifikasi
karakter dalam cerita. Terapis dapat membuat
kemiripan antara karakter dalam cerita dengan
kehidupan pribadi anak itu sendiri untuk membantu
mereka mengeksplorasi pengalaman hidup dan
situasinya sendiri.11 Walaupun demikian, F
mengatakan bahwa ia merasakan bahagia karena
teringat pada adik yang sangat ia sayangi, ketika
mendengarkan pengalaman Jessie dengan saudarasaudaranya. Bagi F, saat-saat bermain dengan adik
merupakan hal yang membahagiakan. Hal ini
menunjukkan bahwa pengalaman tokoh yang sangat
mirip dengan subjek tetap dapat menggugah emosi
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
155
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
positifnya, walaupun F terlihat kurang menikmati
cerita.
Pada intervensi hari ke-4, F mulai terbuka pada
peneliti dengan mulai bercerita terlebih dahulu
tanpa ditanya. Hal ini menunjukkan bahwa F mulai
merasa nyaman dengan kehadiran peneliti. Melalui
teknik storytelling akan terjalin komunikasi dan
hubungan yang terapheutic antara pasien dengan
terapis.16
Melalui kegiatan pada intervensi ke-5 ini dapat
dilihat bahwa anak dapat menumbuhkan emosi
positifnya yang ditunjukkan melalui senyuman dan
selalu menjalin kontak mata dengan peneliti. F juga
dapat menyelesaikan akhir cerita dengan mengem­
bang­kan kekuatan positifnya. Hal ini menunjukkan
bahwa F dapat menggunakan kemampuan kognitifnya
untuk menemukan pemecahan masalah. Melalui
kegiatan mengubah atau menyusun akhir cerita,
dapat menjadi sarana bagi anak untuk mendiskusikan
perubahan emosi yang mungkin terjadi sehingga
dapat juga dijadikan pelajaran bagi anak dalam
mengatasi stresnya sendiri.11 Selama diskusi menye­
lesai­kan akhir cerita, F lebih banyak menunjukkan
ekspresi tertawa (tampak gigi).
Pada intervensi hari ke-6, anak diminta untuk
menceritakan tentang dirinya sendiri. Melalui ceritanya,
F menggambarkan tentang seekor harimau kecil
yang tidak berdaya, namun mendapatkan dukungan
dari orang-orang di sekitarnya yang menyayanginya
dan membantunya dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya. Menurut F, harimau ini memiliki
kekuatan positif berupa kasih sayang dari orangorang terdekatnya, terutama ayah dan ibu. Selain
itu, kekuatan positif lain, yaitu memiliki banyak
teman dan kemampuannya dalam matematika.
Action plan yang dibuat F yaitu mengembangkan
kekuatan positif yang berupa dukungan dari orang
terdekatnya. F mengatakan bahwa ia merasa
bersemangat setelah menyadari bahwa kedua orang
tuanya selalu melindungi dan membantunya saat
dibutuhkan. Namun, F mengangkat bahunya ketika
pertanyaan diarahkan untuk mengembangkan
kekuatan positifnya dalam berinteraksi dengan teman
sebaya. F mengatakan bahwa ia masih enggan untuk
bermain bersama dengan pasien lain. F menolak
untuk menceritakan lebih lanjut mengenai
keengganannya tersebut. Selama bercerita, F sering
berhenti beberapa saat lalu tertawa lebar. Hal ini
menunjukkan bahwa ia mengalami emosi positif
ketika mengingat tentang pengalaman yang dilaluinya.
Tujuan akhir dari intervensi hari ke-6 yaitu anak
dapat membuat action plan dengan mengembangkan
156
kekuatan positifnya, baik berupa internal maupun
eksternal. Namun, pada penelitian ini F terlihat
lebih banyak mengembangkan kekuatan positif yang
bersifat eksternal. Hal ini menumbuhkan rasa bahagia
dan semangat dalam diri F. Ketika diminta untuk
mengembangkan kekuatan internalnya, seperti
kemampuan menjalin interaksi dengan teman sebaya,
F menolaknya dan tidak bersedia menjelaskan
alasannya. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya
F belum terbuka sepenuhnya pada peneliti. Dengan
demikian, ia cenderung menceritakan dirinya meng­
guna­kan tokoh lain, yaitu harimau (anak tidak mau
membahas dirinya sendiri). Selain itu, F juga belum
terbuka mengenai perasaannya atau pikirannya
terhadap orang lain yang ada di rumah sakit. Ia
lebih banyak menyebutkan perasaan dan pemikirannya
terkait pengobatannya.
Perilaku F yang kurang terbuka pada peneliti
dapat terjadi akibat peneliti terlalu cepat meminta
F untuk menceritakan tentang dirinya pada pertemuan
ke-6. Sebelumnya F hanya diberikan 2 cerita lengkap
dan 1 cerita yang tidak lengkap. F belum siap jika
objek diskusi diarahkan pada dirinya sendiri. Kurang­
nya kemampuan F dalam mengembangkan kekuatan
positif juga dapat terjadi akibat kurangnya contoh
yang diberikan. Peneliti hanya memberikan 2 contoh
melalui cerita yang lengkap.
Ketika anak mendengarkan cerita, mereka biasanya
akan mengidentifikasi karakter dan peristiwa yang
terjadi dalam cerita. Hal ini membantu anak untuk
merefleksikan pengalaman pribadinya yang bisa jadi
mirip dengan pengalaman dan emosi karakter. Dengan
demikian, anak dapat memproses, memahami, dan
menemukan solusi dari permasalahan yang mereka
alami.11 Dalam hal ini, solusi yang diambil oleh F
adalah mengandalkan dukungan dari orang tuanya
dan harapannya untuk segera pulang. F mengatakan
bahwa untuk mencapai tujuannya tersebut (pulang)
maka ia akan terus semangat melakukan pengobatan;
jika merasa sakit maka ia akan mengambil nafas
panjang; meminta ayah atau ibu untuk membantunya
memberikan tisu beralkohol; dan membayangkan
hal-hal yang menyenangkan.
Selama intervensi dapat dilihat bahwa F
menunjukkan perubahan emosi negatif menjadi
emosi positif, seperti tertawa dan tersenyum. Teknik
coping yaitu usaha yang dilakukan seseorang untuk
mengurangi munculnya reaksi stres, salah satunya
melalui pendekatan emosional.8 Melalui storytelling
anak dapat mengeksplorasi pengalaman positif dan
kekuatan positifnya sehingga menimbulkan perasaan
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158
atau emosi positif seperti rasa bahagia, bangga,
dan tidak sendiri.
Perubahan emosi dari negatif menjadi positif
dapat terjadi akibat adanya perubahan frame work
atau skema berpikir yang dikarenakan adanya
transfers of learning. Dalam hal ini, anak mempelajari
pengalaman tokoh dan mengadaptasi teknik-teknik
yang dilakukan tokoh untuk mengatasi stres. Melalui
cerita, anak juga mendapatkan sudut pandang baru
mengenai pengalaman tidak menyenangkan yang
dirasakannya. Mungkin sebelumnya anak merasa
terasing dan merasa paling tersiksa dengan penyakit­
nya, namun lewat cerita, anak menyadari bahwa
bukan hanya ia sendiri yang memiliki pengalaman
tidak menyenangkan. Perubahan cara berpikir ini
dapat memunculkan perasaan tidak sendiri yang
merupakan salah satu emosi positif.
Fungsi emosi sendiri dapat berpengaruh dalam
cognitive appraisal. Ketika anak kembali merenungkan
kejadian yang dialaminya dan menemukan bahwa
ia merasa tidak sendiri, merasa memiliki kekuatan,
dan memiliki harapan untuk sembuh maka situasi
stresfull dapat berubah menjadi situasi yang tidak
lagi menekan. Perubahan cognitive appraisal ini
tentu akan membawa pengaruh pada dimensi lain
dari stres, di mana anak akan lebih membuka diri
untuk bertemu dengan orang baru, dapat berpikir
dengan lebih baik, dan reaksi-reaksi fisik akan
semakin berkurang.
Perubahan derajat stres pada anak dapat dilihat
dari reaksi stres ketika pertama kali bertemu dengan
peneliti dibandingkan dengan perilaku setelah
diberikan intervensi. F didiagnosis mengalami ALL
(Acute Lymphoblastic Leukemia) relaps pada Maret
2015 dan dirawat kembali di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”. F lebih banyak menunjukkan wajah
murung. Ia cenderung mengabaikan siapa pun yang
mengajaknya berkomunikasi atau bermain. F juga
sering menangis dan marah tanpa sebab. Selain
itu, orang tua merasa F seringkali terlihat kesal
ketika berbicara dengan volunter dan mengatakan
bahwa ia tidak memahami apa yang disampaikan
oleh orang lain.
Hal tersebut didukung dengan hasil observasi
oleh orang tua melalui behaviour checklist yang
menunjukkan skor derajat stres F berada pada kategori
cenderung tinggi. Begitu juga dengan skor derajat
stres yang berada pada kategori cenderung tinggi
melalui skala derajat stres yang diisi oleh anak sendiri.
Menurut dr. Edi (Dokter Onkologi Anak Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”), stres merupakan salah satu
kondisi yang dapat memperburuk kondisi kesehatan
pada anak dengan leukemia. Oleh karena itu, perlu
diberikan sebuah intervensi psikologis untuk
membantu anak mengatasi hal tersebut.
Setelah menjalani intervensi, F mengatakan bahwa
situasi yang dihadapinya saat ini sudah tidak terlalu
menekannya karena ia dapat mengandalkan orangorang yang ada di sekitarnya. Stres dapat muncul
ketika penilaian seseorang terhadap suatu situasi
(primary appraisal) dianggap sebagai hal yang
mengancam. Penilaian seseorang terhadap situasi
dapat berpengaruh terhadap perasaan dan
perilakunya.8 Hal ini ditunjukkan dengan penurunan
skor derajat stres dari “cenderung tinggi” menjadi
“cenderung rendah”.
KESIMPULAN
Penelitian ini membuktikan bahwa teknik
storytelling berpengaruh terhadap penurunan derajat
stres pada anak dengan leukemia. Penurunan derajat
stres dimulai dengan terjadinya perubahan emosi
negatif menjadi emosi positif. Terjadinya penurunan
derajat stres dapat diakibatkan oleh kemampuan
anak dalam mengatasi sumber stresornya.
DAFTAR PUSTAKA
Hull David & Johnston Derek I. Dasar-dasar Pediatri. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. 2008
2. http://www.beritasatu.com. 62% kanker anak ditemukan pada
stadium lanjut. Diakses tanggal 28 Februari 2014
3. Whittaker J. A & Holmes. J. Leukaemia and Related Disorder.
Third edition. Oxford. Blackwell Science. 1998
4. http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 16 Februari 2013
5. Bearison, David, J & Mulhern, Raymond K. Pediatric
Psychooncology Psychological Perspectives on Children with
Cancer. New York. Oxford University press. 1994
6. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta.
Penerbit Fakultas Kedokteran UI. 2008
7. Eiser C. Children with Cancer: the Quality of Life. New Jersey.
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 2004
8. Lazarus, Richard, S. Stres and Emotion. New York. Springer.
1999
9. Lazarus, Richard. S & Folkman, Susan. Stres, appraisal, and
coping. New York. Springer. 1984
10. Santrock, John. W. Child Development; An Introduction. New
York. McGraw-Hill. 2011
11. Sarafino, Edward. P & Smith, Timothy. W. Health Psychology;
Biopsychosocial Interactions. Sevent Edition. USA. John Wiley
& Son, Inc. 2011
1.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
157
Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158
12. Slivinske, Johanna & Slivinske, Lee. Storytelling and Other
Activities for Children in Therapy. New Jersey. John Willey &
Sons, Inc. 2011
13. Perrow, Susan. Healing Stories for Challenging Behavior.
United Kingdom. Hawtorn Press. 2008
14. Christensen, Larry B. Experimental Methodology. Tenth
Edition. Boston. Pearson Education, Inc. 2007
158
15. Barker Chris, Pistrang Nancy, Elliot Robert. Research Methods
in Clinical Psychology. Second Edition. England. John Wiley
& Sons, Ltd. 2002
16. Ibung, Dian. Stres pada Anak (6-12 tahun). Jakarta. PT. Elex
Media Komputindo. 2008
17. George. W. 101 Healing Stories for Kids and Teens Using
Metaphors in Therapy. New Jersey. John Willey & Sons. 2005
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ARTIKEL PENELITIAN
Pengaruh Self-Selected Individual Music
Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri
Pasien Kanker Paliatif di RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta
NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Diterima: 2 September 2015; Diriview: 4 September 2015; Disetujui: 1 Oktober 2015
ABSTRACT
Palliative cancer patients undergo severe pain, and pharmacological therapy in some cases cannot fully relieve pain.
Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) is non-pharmacological relaxation stimulating complementary
therapy which is safe, accessible, inexpensive and effective. The study aimed to identify effect of SeLIMuT to pain in
palliative cancer patients. The study was a quasi experiment- pre-test and post-test design using comparison group
with purposive and consecutive sampling carried out at inpatient ward I of Dr Sardjito Hospital Yogyakarta. Respondents
were divided into intervention group (n=23) with SeLIMuT therapy four times each within 15-20 minutes and control
group (n=23) without therapy. Pain was assessed in both groups using Visual Analog Scale (VAS). The result of the
study showed that there was significant difference in average pre-post in both groups with score of p=0.001 (p<0.05).
Pain decrease occurred in SeLIMuT group after intervention with score of mean 2.144 (0.91). Pain decrease in SeLIMuT
group was also clinically significant (mean≥1.0). Increase in pain level occurred in the control group with score of mean
-0.03 (0.15). SeLIMuT intervention both statistically and clinically affected pain level in palliative cancer patients.
SeLIMuT was effective in reducing pain.
Keyword: palliative cancer, pain, SeLIMuT, Visual Analog Scale
ABSTRAK
KORESPONDENSI:
Nuzul Sri Hertanti,
S.Kep., Ns.
Program Studi Ilmu
Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Email:
[email protected]
(+6281904192021)
Pasien kanker paliatif melaporkan nyeri yang lebih berat. Pada beberapa kasus, terapi farmakologi pada tidak
sepenuhnya dapat mengurangi nyeri. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) merupakan terapi
komplementer perangsang relaksasi nonfarmakologis yang aman, mudah, murah, dan efektif. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh SeLIMuT terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Penelitian intervensi Quasi
Experiment- pre-test and post-test design with Comparison Group dengan purposive and consecutive sampling ini
dilakukan di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Responden dibagi dalam kelompok intervensi (n=23) yang menerima
terapi SeLIMuT sebanyak empat kali masing-masing selama 15−20 menit dan kelompok kontrol (n=23) yang tidak
diberikan terapi. Kedua kelompok dilakukan pengukuran nyeri pre- dan post- dengan Visual Analog Scale (VAS). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata selisih nyeri pre-post pada kedua kelompok
dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Penurunan nyeri terjadi pada kelompok SeLIMuT setelah mendapatkan intervensi
dengan nilai mean (SD) 2,144 (0,91). Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT juga bermakna secara klinis (mean ≥
1,0). Peningkatan skor nyeri terdapat pada kelompok kontrol dengan nilai mean (SD) -0,03 (0,15). Dapat disimpulkan
bahwa secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif.
Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurunkan nyeri.
Kata Kunci: kanker paliatif, nyeri, SeLIMuT, Visual Analog Scale.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
159
Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165
PENDAHULUAN
K
anker merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia.1
Penyakit ini berakibat serius pada quality of life, di
mana pasien sering mengalami penderitaan fisik,
psikososial, spiritual, dan berbagai masalah lain.
Gejala fisik yang paling sering menyertai penyakit
kanker adalah nyeri.2 Insidensi nyeri pada pasien
dengan diagnosis kanker baru dilaporkan sebesar
38% dan 81% pada pasien kanker terminal.3
Nyeri yang tidak tertangani akan berdampak pada
kecemasan, depresi, helplessness, hopelessness,
keinginan untuk mengakhiri kehidupan, dan ketakutan
pada pasien maupun keluarga mereka.4-8 Pasien
dengan kanker stadium lanjut melaporkan nyeri
yang lebih berat.9
Pemberian analgesik pada beberapa kasus tidak
sepenuhnya dapat mengurangi nyeri pada pasien
kanker stadium lanjut. Pasien mencari terapi untuk
mengurangi penderitaan pada akhir kehidupan
mereka.10 Bagi pasien kanker stadium lanjut, paliatif
adalah perawatan yang dominan diberikan.11 Tren
perawatan paliatif yang berkembang saat ini adalah
menggabungkan terapi medis dengan terapi
komplementer (Complementary and Alternative
Medicine/CAM) untuk mengurangi gejala yang
mengganggu pasien, termasuk nyeri. Secara global,
lebih dari 80% pasien kanker dilaporkan telah
menggunakan beberapa jenis terapi CAM.12,13,14
Saat ini, terapi musik merupakan bagian dari
terapi komplementer pada perawatan kanker yang
berdampingan dengan terapi medis. Terapi musik
memiliki kelebihan sebagai intervensi yang dapat
diterapkan secara sederhana, noninvasif, perangsang
relaksasi nonfarmakologis yang aman, murah, dan
efektif.15 Beberapa alasan yang telah dijelaskan di
atas menjadi dasar peneliti untuk menawarkan
inovasi baru Self-selected Individual Music Therapy
(SeLIMuT) di bidang kesehatan, khususnya sebagai
terapi komplementer pasien kanker paliatif dengan
nyeri.
Terapi SeLIMuT adalah prosedur pemberian terapi
musik yang mudah, murah, dan efektif dengan
mendengarkan jenis musik slow tempo stabil, level
suara rendah dan soft dynamic, serta tekstur
konsisten (kombinasi suara dan instrumental). Terapi
ini diberikan selama 15−20 menit dan memberikan
kebebasan pasien untuk memilih musik yang disukai
dan dikombinasikan dengan napas dalam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
160
Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT)
terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif di RSUP
Dr. Sardjito, Yogyakarta.
MATERI DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah intervensi dengan
rancangan Quasi Experiment- pre-test and post-test
design with Comparison Group. Dilakukan dua kali
pengukuran variabel nyeri (pre- dan post-test) pada
kedua kelompok. Pengambilan data dilakukan pada
November−Desember 2012 di Instalasi Rawat Inap
I (IRNA I) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
Sardjito, Yogyakarta. Sampel penelitian didapatkan
menggunakan teknik purposive and consecutive
sampling dengan kriteria inklusi: pasien terdiagnosis
kanker stadium III dan atau IV oleh dokter, mengalami
nyeri ringan sampai berat, berusia 18 tahun ke atas,
tidak mengalami gangguan pendengaran, menyukai
musik, dan bersedia terlibat dalam penelitian.
Kriteria eksklusi meliputi pasien yang mengalami
penurunan kesadaran, pasien tidak kooperatif, dan
pasien dalam keadaan emergency. Kriteria pasien
yang mengalami drop out dalam penelitian adalah
saat intervensi SeLIMuT berlangsung, pasien tibatiba mengalami keadaan emergency atau nyeri hebat
atau tidak kooperatif, pasien pulang, pasien
meninggal, dan pasien tiba-tiba mengundurkan diri.
Jumlah sampel 46 orang, dibagi dalam dua kelompok,
yaitu kelompok SeLIMuT (n=23) dan kelompok
kontrol (n=23). Skor nyeri diukur menggunakan
Visual Analog Scale (VAS). VAS cukup valid dan
reliable untuk digunakan dalam pengukuran nyeri.16
Beberapa studi lain menunjukkan bahwa VAS
merupakan alat ukur yang valid dan reliable pada
pengukuran intensitas nyeri, baik kronik maupun
akut.17 Intervensi SeLIMuT diberikan empat kali
selama dua hari melalui MP3 Player dan earphone.
Intervensi SeLIMuT diberikan sebagai terapi
komplementer setelah responden minum obat
analgesik sesuai dengan dosis dokter, kira-kira 1−2
jam setelah jam terapi farmakologi. Setiap sesi
terapi berlangsung selama 15−20 menit. Sebelum
dan sesudah terapi, dilakukan pengukuran nyeri dan
napas dalam selama 1 menit. Data demografi responden
pada kedua kelompok diuji secara univariat dan
dilakukan uji homogenitas dengan Chi-square test
atau Fisher’s exact test untuk data kategorik dan
data numerik diuji dengan independent t-test atau
Mann-Whitney U test. Nilai rerata nyeri kedua
kelompok diuji menggunakan Mann-Whitney U test
dengan α<0,05, CI 95%.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165
HASIL
Data demografi responden kelompok SeLIMuT
dan kontrol dibandingkan (Tabel 1). Hasil uji
homogenitas data demografi pada kedua kelompok
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Hal ini berarti karakteristik responden
kedua kelompok adalah homogen atau sama.
Tabel 1: Karakteristik demografi responden pasien kanker paliatif di IRNA
I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, November 2012 (n=46)
Kelompok penelitian
Karekteristik
SeLIMuT (n=23)
n (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
1 (4,3%)
22
(95,7%)
13 (56,5)
5 (21,7)
1 (4,3)
4 (17,4)
0
Stadium kanker
III
IV
Kemoterapi
20 (87)
3 (13)
Obat yang sedang
dikonsumsi
Ya
Tidak
Mean
(SD)
p-value
46,26
(11,42)
3 (13%)
20
(87%)
49,43
(9,62)
0,352
0,295
9 (39,1)
6 (26,1)
0
5 (21,7)
3 (13)
10,87
(7,38)
15
(13,01)
0,272
20 (87)
3 (13)
3,09
(2,66)
1,87
(5,44)
4,30
(2,12)
7,65
(13,28)
0,064
0,326
0,271
13 (56,5)
10 (43,5)
16
(69,6)
7 (30,4)
2 (8,7)
21 (91,3)
2 (8,7)
21
(91,3)
Tabel 2: Karakteristik musik pilihan responden kelompok SeLIMuT di
IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, November 2012 (n=46)
Jenis musik
n (%)
Rohani
7 (30,4)
Dangdut
0
Pop Indonesia
2 (8,7)
Pop barat
0
Tradisional
3 (13)
Kenangan
0
Keroncong
1 (4,3)
Instrumental
1 (4,3)
Lebih dari 1 musik
9 (39,1)
Sumber: Data primer, 2012
0,667
Radioterapi
Penyakit selain
kanker
Ada
Tidak ada
n (%)
0,304
Jenis kanker
Payudara
Cervix
Prostat
Ovarium
Nasofaring
Lama sakit
Operasi kanker
Ya
Tidak
Mean
(SD)
Kontrol (n=23)
Responden pada kelompok SeLIMuT memilih lagu
yang telah disediakan oleh peneliti dalam buku
menu. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa
mayoritas responden kelompok SeLIMuT, yaitu 9
orang (39,1%), memilih lebih dari satu jenis musik
untuk didengarkan dalam terapi SeLIMuT. Lagu yang
paling banyak didengarkan saat terapi adalah lagu
rohani.
Berdasarkan Tabel 3, terdapat perbedaan nilai
rerata selisih nyeri pre-post yang signifikan secara
statistik pada kedua kelompok dengan nilai p=0,001
(p<0,05). Pada kelompok SeLIMuT, sebanyak 23
orang didapatkan skor selisih nyeri pre-post dengan
mean (SD) sebesar 2,144 (0,91). Nilai tersebut
menunjukkan bahwa skor nyeri post- dengan
mean(SD) yaitu 1,16 (1,26) lebih kecil daripada skor
nyeri pre-, yaitu 3.30 (1.81). Hal ini berarti terdapat
penurunan nyeri yang dialami pasien setelah
mendapatkan SeLIMuT.
Tabel 3: Hasil uji beda skor selisih nyeri pre-post kelompok SeLIMuT dan
kelompok kontrol di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, November 2012 (n=46)
0,696
3 (13)
20 (87)
Med
(min-max)
95% CI
Kelompok
penelitian
0,304
1 (4,3)
22 (95,7)
Mean (SD)
p-value
0.001
SeLIMuT (n=23)
2,144
(0,91)
1,85
(0,63-3,50)
1,75,
2,54
Kontrol (n=23)
-0,03
(0,15)
0,00
(-0,50-0,25)
-0,09,
0,03
Sumber: Data primer, 2012
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
161
Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165
Nilai rerata selisih nyeri pre-post pada kelompok
kontrol ditunjukkan pada Tabel 3 didapatkan (SD)
-0,03 (0,15). Mean (SD) skor nyeri pre- dan postkelompok kontrol adalah 1,66 (0,79) dan 1,69 (0,77).
Hal ini berarti terjadi peningkatan nyeri pada
responden yang tidak mendapatkan SeLIMuT.
Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT (mean
= 2,144) juga bermakna secara klinis. Cut off point
nyeri dikatakan mengalami penurunan yang bermakna
jika mean ≥ 1,0.18-20 Dapat disimpulkan bahwa secara
statistik maupun klinis, intervensi SeLIMuT berpe­
ngaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif.
Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam
menurunkan nyeri pasien kanker paliatif.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian secara statistik maupun klinis
menunjukkan bahwa intervensi SeLIMuT berpengaruh
terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif.
Pengaruh tersebut berupa penurunan nyeri pada
kelompok yang mendapatkan SeLIMuT, sedangkan
pada kelompok yang tidak diberi terapi justru terjadi
peningkatan nyeri. Hal ini berarti SeLIMuT memiliki
pengaruh yang efektif dalam menurunkan nyeri
pasien kanker paliatif.
Penurunan nyeri yang terjadi pada kelompok
intervensi dapat dijelaskan sebagai akibat dari
karakteristik dan metode pemberian SeLIMuT.
Karakteristik SeLIMuT yang dapat memengaruhi
penurunan nyeri yaitu musik yang digunakan dalam
terapi merupakan musik pilihan yang disukai
responden dari daftar lagu yang disediakan oleh
peneliti. Jenis musik yang ditawarkan adalah musik
slow dengan tempo stabil.
SeLIMuT berperan dalam menurunkan nyeri
dengan cara memengaruhi hipofisis otak untuk
melepaskan endorfin. Musik yang didengarkan akan
masuk melalui telinga, kemudian akan menggetarkan
gendang telinga dan mengguncang cairan yang ada
di telinga bagian dalam. Musik juga menggetarkan
sel-sel berambut di dalam koklea, kemudian melalui
saraf koklearis getaran tersebut menuju ke otak dan
memengaruhi hipofisis untuk melepaskan endorphin.16
Mendengarkan musik yang disukai juga berpengaruh
terhadap sistem limbik dan saraf otonom.17,21 Pada
sistem limbik, musik dapat membangkitkan respons
psikofisiologi melalui pengaruh pitch dan ritme
musik. Musik juga menstimulasi sistem neuro­
hormonal dan pelepasan endorphin yang bereaksi
pada reseptor spesifik di otak untuk mengubah
emosi, mood, dan fisiologi.22 Adanya respons
162
psikofisiologi ini juga dapat berpengaruh terhadap
persepsi dan respons pasien terhadap nyeri yang
dirasakan.
Pengaruh SeLIMuT di saraf otonom dapat
membantu menurunkan aktivitas sistem saraf otonom
yang berlebih. Mendengarkan musik dapat mencegah
adanya adrenal cascade dan mencegah pelepasan
hormon sehingga pasien dapat relaks dan terjadi
toleransi terhadap rasa nyeri.23 SeLIMuT menciptakan
suasana rileks, aman, dan menyenangkan sehingga
merangsang pusat rasa ganjaran (sistem analgesia)
dan merangsang pelepasan substrat kimia seperti
gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin, dan
β endorfin yang dapat mengeliminasi neurotransmitter
rasa nyeri.24
Jenis musik SeLIMuT juga memengaruhi penurunan
nyeri pada responden kelompok intervensi. Jenis
musik yang digunakan pada terapi ini terdiri dari
jenis musik pilihan yang terlebih dahulu dipilih oleh
peneliti sesuai dengan kriteria musik yang relaxing
dan meditative. Musik yang dipilih juga harus
memberikan ketenangan bagi pasien, misalnya
musik-musik yang berirama rohani agar pasien
merasa dekat dengan Tuhan sehingga hal tersebut
mampu mengurangi tingkat nyeri maupun stres yang
dihadapi, musik yang lembut (dengan pitch dan
volume terkontrol), familiar, aman, efektif, dan
disukai oleh pasien.3 Responden dapat memilih
musik yang disukai dalam buku menu SeLIMuT yang
telah disediakan oleh peneliti. Ada bermacam-macam
jenis musik yang dapat dipilih pasien, mulai dari
jenis musik pop, klasik, keroncong, campursari,
religi, dangdut, hingga jazz.
Jenis musik perlu diperhatikan karena menurut
penelitian Huron musik heavy metal, hard rock atau
trash dapat meningkatkan kadar testosteron sehingga
akan meningkatkan sikap agresif, konflik, dan
konfrontasi.25 Penelitian baru-baru ini juga
menyatakan bahwa pemilihan musik yang akan
digunakan untuk terapi terlebih dahulu dipilih oleh
peneliti. Selanjutnya, peneliti akan menawarkan
musik yang telah diseleksi kepada pasien agar
mereka dapat memilih sesuai dengan kesukaan.26
Tempo dan mode musik juga memengaruhi
kondisi emosional responden. Penelitian menyebut­
kan bahwa tempo musik yang lebih cepat dapat
meningkatkan pernapasan, tekanan darah, dan denyut
jantung. Fluktuasi tempo dan tinggi rendahnya nada
memengaruhi stimulus gelombang alfa di otak yang
dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan.27
Oleh karena itu, musik yang lambat (60−80 beat
per menit dengan pitch dan volume terkontrol) lebih
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165
direkomendasikan untuk digunakan dalam terapi
karena musik lambat dengan tempo stabil bersifat
relaxing dan meditative.3,28
Metode yang digunakan dalam terapi juga dapat
memengaruhi penurunan nyeri melalui alat yang
digunakan dalam mendengarkan musik, yaitu dengan
earphone. Selain itu, juga waktu, durasi, dan
frekuensi terapi yang sesuai. Responden kelompok
intervensi mendengarkan terapi melalui earphone
yang disambungkan dengan MP3 Player. Penggunaan
earphone lebih bersifat individual sehingga responden
lebih dapat menikmati musik dan tidak terganggu
dengan kebisingan di lingkungan sekitar. Metode
tersebut dapat meningkatkan kenyamanan dan
ketenangan sehingga membuat pasien relaks dan
meningkatkan toleransi terhadap rasa nyeri.
Sebagian besar responden kelompok intervensi
menyatakan bahwa waktu dan durasi pemberian
SeLIMuT sangat sesuai dengan keinginan mereka.
Waktu pemberian SeLIMuT yaitu sekitar pukul 15.00
WIB dan 19.00 WIB selama dua hari untuk satu
responden. Waktu ini sudah sesuai dengan kesepakatan
tim perawat di IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Tim perawat
mengatakan jam tersebut merupakan waktu senggang
pasien setelah dilakukan pemeriksaan ataupun
perawatan. Dengan demikian, pelaksanaan terapi
SeLIMuT tidak akan mengganggu aktivitas tim
kesehatan maupun pasien.
Terapi SeLIMuT diberikan dalam waktu 15 menit
untuk satu kali terapi. Hal ini didasari oleh penelitian
Cooke et al., terkait pemberian self-selected music
yang menyatakan bahwa dalam waktu 15 menit
musik dapat menurunkan ketidaknyamanan yang
dirasakan pasien. 29 Responden dalam penelitian
SeLIMuT menyatakan 15 menit merupakan waktu
yang tidak terlalu sebentar dan tidak terlalu lama
sehingga responden merasa puas dan tidak bosan
dengan terapi tersebut.
Penelitian sebelumnya merekomendasikan durasi
pemberian terapi musik minimal 30 menit.3,30,31
Sedangkan penelitian Boothby and Robbin menyatakan
bahwa pemberian terapi musik selama 30 menit
dalam satu kali pertemuan membuat pasien merasa
bosan. 32 Oleh karena itu, peneliti memodifikasi cara
pemberian terapi dalam empat kali pertemuan agar
pasien tidak merasa bosan.
Kondisi lain yang dapat memengaruhi penurunan
nyeri yaitu adanya napas dalam, kegiatan berdoa,
dan respons pasien selama terapi seperti memejam­
kan mata, ikut menyanyi, menggerakkan anggota
badan, bahkan ada yang meneteskan air mata dan
tertidur. Pemberian terapi musik dapat dilakukan
dengan mengombinasikan musik dengan modalitas
lain, yaitu napas dalam.33
Terapi musik yang diberikan bersamaan dengan
napas dalam dapat meningkatkan relaksasi.23 Kondisi
relaks dapat meminimalkan aktivitas sistem saraf
simpatis yang ditandai dengan penurunan permintaan
oksigen, memperlambat nadi dan pernapasan, serta
menurunkan tekanan darah.34 Relaksasi dapat meng­
eliminasi stresor fisik maupun emosional sehingga
pasien akan merasa nyaman.35 Penelitian Kwekkeboom
et al., menunjukkan bahwa metode relaksasi dengan
napas dalam secara signifikan menurunkan nyeri
kronik yang dialami pasien kanker.34
Kegiatan berdoa yang dilakukan sebelum dan
sesudah terapi dapat memberikan sugesti positif
kepada responden. Penelitian mengindikasikan bahwa
berdoa dapat menimbulkan respons fisiologi seperti
penurunan nadi dan tekanan darah. Selain itu, juga
dapat menurunkan nyeri dan stres.36
Saat mendapatkan SeLIMuT, responden berbaring
di tempat tidur dan sebagian besar dari mereka
memejamkan mata. Saat mata dipejamkan, pasien
akan terbawa dalam dunia imajinasi dan lebih
menikmati musik yang mereka dengarkan.37 Menurut
Smeltzer and Bare, memejamkan mata dapat mening­
kat­kan ketenangan dan relaksasi.38
Beberapa responden ikut menyanyikan lagu yang
didengarkan dan beberapa dari mereka juga ada
yang menggerak-gerakkan anggota tubuh seperti
kepala, tangan atau kaki saat mendengarkan SeLIMuT.
Respons tersebut dapat membantu mengalihkan
persepsi mereka terhadap nyeri yang dialami. Selain
itu, respons senang saat terapi berlangsung dapat
memengaruhi sistem limbik dan berperan dalam
sistem analgesia.24
Ada juga responden yang diam menikmati terapi
hingga tertidur. Bahkan, ada satu responden yang
sampai meneteskan air mata setelah terapi selesai.
Hal ini disebabkan oleh harmoni, irama, dan
dinamika musik memiliki keterlibatan emosional
dengan responden.39
Musik memang memiliki efek sebagai distraction,
relactation, familiarity, dan endorphin release. Efek
distraction karena pasien dapat mengalihkan perhatian
pada hal lain dan perhatiannya tidak terpusat pada
rasa nyerinya. Efek relaxation dapat memberikan efek
menenangkan. Efek familiarity pasien dapat merasa
lebih nyaman. Efek endorphin release dapat merangsang
otak mensekresikan hormon endorphin.40,41,42
Penelitian ini membuktikan bahwa intervensi
SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien
kanker paliatif. Keefektifan SeLIMuT terhadap
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
163
Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165
penurunan nyeri pasien kanker paliatif didukung
oleh penelitian sebelumnya terkait pengaruh musik
pada nyeri kanker yang telah dilakukan oleh Huang
et al., Cholburi et al., Beck, dan Zimmerman et al.3,43-45
Penelitian tersebut membuktikan bahwa musik efektif
dalam menurunkan nyeri kanker. Penelitian Cepeda
et al., juga membuktikan hasil yang sama dan me­
nyatakan bahwa pemilihan musik dapat memengaruhi
penurunan nyeri.46
Musik yang disukai dapat dengan efektif meng­
alihkan perhatian responden pada harmoni, irama,
dan dinamika musik karena musik yang dipilih sudah
dikenal serta memiliki keterikatan secara emosional
dengan pasien.39 Hal tersebut menjadi salah satu
penyebab SeLIMuT dapat menurunkan nyeri yang
dialami.
3.
4.
5.
6.
7.
KESIMPULAN
Secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT
berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker
paliatif di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Pengaruh
tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurun­
kan nyeri pasien kanker paliatif. Perawat diharapkan
dapat memberikan terapi SeLIMuT pada pasien
kanker paliatif dengan nyeri saat jam istirahat dan
menjelang tidur pada malam hari, serta melakukan
promosi SeLIMuT kepada pasien dan keluarga agar
mereka dapat melakukan terapi tersebut secara
mandiri di rumah. Tidak dilakukan matching dalam
pemilihan sampel penelitian menjadi kelemahan
dalam penelitian ini sehingga bagi peneliti selanjut­
nya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan
responden yang lebih banyak dan meneliti pengaruh
terapi musik pada masing-masing tingkat nyeri.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
164
Kaliyaperumal, R., Subash, JG. Effect of music therapy for
patients with cancer pain. International Journal of Biological
and Medical Research 2010;1(3):79-81.
Effendy, C., Engels, Y., Osse, Bart, H.P., Tejawinata, S., Vissers,
K., Vernooij-Dassen, M. Problem and needs pada pasien
kanker di Indonesia dan di Netherlands. Proceedings of
Seminar Palliative Care Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 6 Agustus
2011. Yogyakarta : PSIK FK UGM, 2011.
14.
15.
16.
Huang, S., Good, M., Zauszniewski. The effectiveness of music
in relieving pain in cancer patients : a randomized controlled
trial. International Journal of Nursing Studies 2010;47:1354–
1362.
Reyes-Gibby, C.C., Aday, L.A., Anderson, K.O., Mendoza, T.R.,
Cleeland, C.S. Pain, depression, and fatigue in communitydwelling adults with and without a history of cancer. Journal
of Pain and Symptom Management 2006;32(2):118–128.
Hsu, T.H., Lu, M.S., Tsou, T.S., Lin, C.C. The relationship of
pain, uncertainty, and hope in taiwanese lung cancer patients.
Journal of Pain and Symptom Management 2003;26(3):835–
842.
Mystakidou, K., Parpa, E., Katsouda, E., Galanos, A., Vlahos,
L. Influence of pain and quality of life on desire for hastened
death in patients with advanced cancer. International Journal
of Palliative Nursing 2004;10(10):476-483.
O’Mahony et al. Desire for hastened death, cancer pain and
depression: report of a longitudinal observational study.
Journal of Pain and Symptom Management 2005;29(5):446–
457.
Miaskowski, C. Pain management. Dalam: Given, C.W., Given,
B., Champion, V.L., Kozachil, S., DeVoss, D.N. (Eds.), EvidenceBases Cancer Care and Prevention, pp.274–291. Springer
Publishing Company, New York, 2003.
Cleeland et al. Pain and its treatment of pain in outpatients
with metastatic cancer. Nursing England Journal Medicine
1994;330(9):592-596.
Klinkenberg, M., Willems, D.L., Van Der Wal, G., Deeg, D.J.
Symptom burden in the last week of life. J Pain Symptom
Manage 2004;27:5-13.
Berger, Ann, M., Portenoy, Russel, K., Weissman, David, E.
Principles and Practice of Palliative Care and Supportive
Oncology. 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins Publishers,
2002.
Yates et al. Patients with terminal cancer who use alternative
therapies: their beliefs and practices. Sociology of Health &
Illness 1993;2:15.
Katherine, T., Johnson, N., Home, L., Walts, D. A comparison
of complementary therapy use between breast cancer patients
and patients with other primary tumor sites. The American
Journal of Surgery 2000;179.
Abigail, M., Qin, L., Bauer-Wu, S. Prevalence and predictors
of complementary therapy use in advanced-stage breast cancer
patients. Journal of Oncology Practice 2007;3(6):292-295.
Prasetyo, EP. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek
dokter gigi untuk mengurangi kecemasan pasien. Majalah
Kedokteran Gigi 2005;38:41-44.
Noviz. Efek Musik pada Tubuh Manusia [cited 2006 Nov 2].
Available from: URL:http://www.indonesia_indnesia.com.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165
17. Lemonick, M. D. The power of mood. Time 2003;44–49.
18. Jensen, M.P. The validity and reliability of pain measures in
adults with cancer. The Journal of Pain 2003;4(1):2-21.
19. Bijur, P.E., Silver, W., Gallagher, J. Reability of the visual
analog scale for measurement of acute pain. Academic
Emergency Medicine 2001;8:1153-1157.
20. Farrar, J.T., Young, J.P., LaMoreaux, L., Werth, J.L., Poole, R.M.
2001. Clinical importance of changes in chronic pain intensity
measures on an 11-point numerical rating scale. Pain
2001;94:149-158.
21. Pinel, J. P. J. Biopsychology 6th ed. Boston: Pearson–Allyn
and Bacon, 2006.
22. Morris, D.L. Music therapy. Dalam: Holistic Nursing. 5th ed.
Massachusetts: Jones & Bartlett Publishers, 2009.
23. Krout, R.R. Music listening to facilitate relaxation and promote
wellness:integrated aspects of our neurophysiological responses
to music. The Arts in Psychotherapy 2007;34:134–141.
24. Boso, M., Politi, P., Barale, F., Emanuele, E. Neurophysiology
and neurobiology of the musical experience. Functional
Neurology 2006;21(4):187-191.
25. Huron, D. Is music an evolutionary adaption? Dalam The
Cognitive Neuroscience of Music (pp.57-75). New York: Oxford
University Press, 2003.
26. Chi, G.C., Young, A. Selection of music for inducing relaxation
and alleviating pain: literature review. Holistic Nursing Practice
2011;25 (3):127-135.
27. Bella, S.D., Perets, I., Rousseau, L., Gosselin, N. A developmental
study of the affective value of tempo and mode in music.
Cognition 2001;B1-B10.
28. Bernardi, L., Porta, C., Sleight, P. Cardiovascular, cerebrovascular
and respiratory changes induced by different types of music
in musicians and non-musicians: the importance of silence.
Heart 2006;92:445-452.
29. Cooke, M., Chaboyer,W., Schluter, P., Foster, M., Harris, D.,
Teakle, R. The effect of music on discomfort experienced by
intensive care unit patients during turning: a randomized
cross-over study. International Journal of Nursing Practice
2010;16:125–131.
30. Phipss, M. A., Carroll, D. L., Tsiantoulas, A. Music as a
therapeutic intervention on an inpatient neuroscience unit.
Complementary Therapies in Clinical Practice 2010;16:138–142.
31. Nilsson, U. The effects of music intervention in stress response
to cardiac surgery in a randomized control trial. Heart and
Lung 2009;38:201–207.
32. Boothby, D.M., Robbins, S.J. The effects of music listening
and art production on negative mood: a randomized controlled
trial. The Arts in Psychotherapy 2011;38:204– 208.
33. Dileo, C. Music Terapy: Applications to Stress Management.
Dalam: Lehrer P, Woolfolk R (Eds). Principles and Practice
of Stress Management. 3rd ed. New York : Guilford Press,
2007.
34. Kwekkeboom, K.L., Cherwin, C.H., Lee, J.W., Wanta, B. MindBody Treatments for the Pain-Fatigue-Sleep Disturbance
Symptom Cluster in Persons with Cancer: a review article.
Journal of Pain and Symptom Management 2010;39(1):126138.
35. Breitbart, W., Gibson, C.A. 2007. Psychiatric aspects of cancer
pain management. Prim Psychiatry 14:81-91.
36. Ikedo, F., Gangahar, D.M., Quader, M.A., Smith, L.M. The
effects of prayer, relaxation technique during general anesthesia
on recovery outcomes following cardiac surgery. Complementary
Therapies in Clinical Practice 2007;13:85–94
37. Clare, O. Clinical issues: music therapy in an adult cancer
inpatient treatment setting. Journal of the Society for Integrative
Oncology 2006;4(2):57-61.
38. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth. 8th rev.ed. Jakarta : EGC, 2002.
39. Mitchell, L.A., MacDonald, R.A.R. An experimental investigation
of the effects of preferred and relaxing music listening on
pain perception. Journal of Music Therapy 2006;43(4):295-316.
40. Greer, S. The effects of music on pain perception [cited 2007].
Available from http://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SLO3/music_
therapy.htm.
41. Ganong. Review of Medical Physiology 22nd ed. Singapore:
McGraw-Hill, 2005.
42. Green, W.C., Hertin, S. Terapi Alternatif. Yogyakarta: Yayasan
Surviva Paski, 2004.
43. Cholburi, J.S.N., Hanucharurnkul, S., Waikakul, W. Effects of
music therapy on anxiety and pain in cancer patients. Thai
J Nurs Res 2004;8:173-181.
44. Beck, S.L. The therapeutic use of music for cancer-related
pain. Oncology Nursing Forum 1991;18(8):1327–1337.
45. Zimmerman, L., Pozehl, B., Duncan, K., Schmitz, R. Effects
of music in patients who had chronic cancer pain. Western
Journal of Nursing Research 1989;11 (3):298–309.
46. Cepeda, M.S., Carr, D.B., Lau, J., Alvarez, H. Music for pain
relief. Cochrane Database Systematic Review 2006;2, CD004843.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
165
ARTIKEL PENELITIAN
Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan
Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor
Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker
Payudara Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi
di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta
BAHRIYATUL MA’RIFAH1, EVY DAMAYANTHI2, KARDINAH3
Alumni Program Studi S1 Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
3
Staf Medik Fungsional Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta.
1
2
Diterima 3 September 2015; Direview 4 September 2015; Disetujui 19 Oktober 2015
ABSTRACT
Fatty liver is a term applied to wide spectrum of conditions characterized hispatologically by trigliseride accumulation
within the cytoplasm of hepatocytes which is examined using ultrasound. This study was aimed to identify the risk
factors affecting fatty liver in the patients with breast cancer on ultrasound examination at Dharmais Cancer Hospital
Jakarta. The design was a cross sectional study with 70 subjects, consisted of 37 fatty liver subjects and 33 normal
subjects. The result showed that risk factors of fatty liver in patient with breast cancer were overweight and obesity
(Body Mass Index ≥25 kg/m2) (OR : 5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) and high frequency of dietary fat (OR: 3.8, 95%CI : 1.084
– 13.445).
Keyword: breast cancer, fatty liver, ultrasound
ABSTRAK
Perlemakan hati merupakan akumulasi asam lemak dalam bentuk trigliserida di dalam sitoplasma hepatosit yang
diperiksa dengan menggunakan alat ultrasonografi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di
Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian
berjumlah 70 orang yang terdiri dari 37 contoh perlemakan hati dan 33 contoh normal. Hasil analisis menunjukkan
bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan (overweight dan obes, Indeks
Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2) (OR=5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan berlemak
(OR=3.8, 95%CI : 1.084 – 13.455).
Kata kunci : kanker payudara, perlemakan hati, ultrasonografi
KORESPONDENSI:
Bahriyatul Ma’rifah
Program Studi S1 Ilmu
Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Email :bahriyatulmarifah
@gmail.com
PENDAHULUAN
P
enyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit
secara epidemiologi, dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Beberapa
penyakit utama seperti penyakit jantung, kanker, penyakit paru kronik, dan diabetes
melitus merupakan 80% penyebab kematian penyakit tidak menular.1Kanker telah
lama menjadi masalah dalam bidang kesehatan dan terkenal sebagai the silent
killer. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung
dan diperkirakan menyebabkan kematian sebanyak 23%.2
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
167
Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172
Kanker payudara menempati posisi pertama
sebagai penyebab kematian untuk wanita dengan
rentang usia 20 hingga 59 tahun.2 Menurut etimasi
Globocan yang dilakukan oleh International Agency
for Research on Cancer 2008 di Indonesia, kanker
payudara merupakan kasus kanker yang paling banyak
terjadi dengan angka kejadian 26 per 100 000
perempuan dan merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah kanker paru dan kanker kolon.3
Menurut American Cancer Society 2014, kanker
payudara merupakan tumor ganas yang dimulai
pada sel di payudara, di mana terjadi perkembangan
sekelompok sel kanker ke jaringan di sekitarnya atau
menyebar (metastasis) menuju area yang jauh dalam
tubuh.4 Salah satu pemicu terjadinya kanker payudara
pada perempuan premenopause maupun post­
menopause adalah hormon estrogen. Melalui paparan
terhadap estrogen secara terus-menerus, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan
terjadinya kanker payudara. Kadar estrogen yang
tinggi menjadi sumber pemicu meningkatnya densitas
payudara dan perlemakan hati.5
Laporan dari Registrasi Kanker RS Kanker
“Dharmais” Jakarta menunjukkan bahwa pada pasien
dengan kanker payudara yang dilakukan staging
dengan USG hati di RS Kanker “Dharmais”, ternyata
ditemukan adanya perlemakan hati. Pengamatan
awal pada 100 pasien kanker payudara yang
melakukan staging USG hati ditemukan sebanyak
64% atau lebih dari setengah pengamatan memiliki
perlemakan hati dengan derajat yang bervariasi.5
Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara
kejadian kanker payudara dengan perlemakan hati,
namun penyebab perlemakan hati yang terjadi pada
pasien kanker payudara masih belum diketahui
secara pasti. Adanya jaringan yang tidak normal di
payudara memicu pengeluaran sitokin yang
berlebihan dan sistem komplemen yang beredar di
dalam hati teraktivasi serta memicu terjadinya
perlemakan hati melalui aktivasi komplemen tersebut.
Pengeluaran sitokin yang tidak terkontrol ini akan
menstimulasi enzim yang memberitahu jaringan
lemak dan jaringan ikat di sekitar tumor untuk
menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada perempuan
yang telah menopause, dengan meningkatnya
cadangan lemak maka hormon estrogen juga akan
meningkat. Perlemakan hati derajat berat juga
ditemukan lebih banyak pada penderita kanker
payudara yang memiliki estrogen positif.5
Perlemakan hati merupakan akumulasi asam
lemak dalam bentuk trigliserida di dalam sitoplasma
168
hepatosit yangmenjadi salah satu sumber utama
terjadinya penyakit hati kronik. Patogenesis perlemakan
hati sampai terjadinya steatohepatitis merupakan
proses yang kompleks dan belum diketahui secara
keseluruhan. Mekanisme pertama adalah terdapat
akumulasi lemak di dalam hepatosit yang dimediasi
oleh resistansi insulin, di mana sebagian besar
lemak hepatoseluler disimpan dalam bentuk
trigliserida, tetapi metabolit lemak lain seperti asam
lemak bebas, kolesterol, dan fosfolipid juga berperan
dalam terjadinya perlemakan hati dan perkembangan
penyakit hati selanjutnya. Mekanisme kedua adalah
terkumpulnya lemak hepatoseluler menghasilkan
stres oksidatif yang menyebabkan progresivitas
perlemakan hati hingga menjadi steatohepatitis
melalui mekanisme inflamasi dan sekresi hormonal
yang dihasilkan oleh sel adiposit sehingga terjadi
inflamasi hepar, apoptosis, dan fibrosis. Keterlibatan
proses inflamasi seperti adanya interleukin dan
hormon yang dihasilkan dari sel lemak seperti leptin
pada perlemakan hati ini juga mungkin memiliki kaitan
dengan hormon estrogen positif pada kebanyakan
penderita kanker payudara.5 Pada penelitian sebelum­
nya ditemukan korelasi positif antara reseptor estrogen
alfa (ERα) dengan kadar leptin dan korelasi positif
antara reseptor estrogen alfa (ERα) dengan IMT.
Ekspresi reseptor estrogen alfa (ERα) mungkin
berhubungan dengan obesitas yang merupakan salah
satu faktor predisposisi untuk perlemakan hati.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa reseptor
estrogen alfa (ERα) dapat ditemukan beredar pada
sel mononuklear darah perifer pasien dengan
perlemakan hati.6
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ditemukan
adanya perlemakan hati yang tinggi pada pasien
kanker payudara dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Perlemakan hati juga berhubungan dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT), diet lemak pada makanan,
dan etnis. Namun, insiden sesungguhnya pada
populasi umum juga masih bervariasi.7 Penelitian
yang dilakukan pada populasi umum di Beijing
menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati
antara lain tingginya kadar trigliserida dalam darah
dan konsumsi makanan tinggi lemak.8 Mekanisme
potensial hepatotoksik seperti tingginya densitas
energi dan ukuran porsi makanan, makanan tinggi
lemak jenuh, makanan berindeks glikemik tinggi,
rendah serat, tinggi fruktosa, daging merah, dan
makanan pabrikan sumber lemak trans akan
menyebabkan meningkatnya akumulasi asam lemak
bebas di hati dalam bentuk trigliserida dan terjadinya
peradangan pada hati.9 Penyakit perlemakan hati
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH 167-172
memiliki dampak terhadap perkembangan penyakit
hati yang lebih parah, mulai dari steatosis sederhana
menjadi steatohepatitis alkohol, yang akhirnya dapat
menyebabkan sirosis (kegagalan fungsi hati) dan
kanker hati.10 Oleh sebab itu, perlu diketahui beberapa
faktor risiko untuk melakukan tindakan pencegahan
dan penanggulangan perlemakan hati yang diharapkan
akan berdampak pada penurunan prevalensi penyakit
kronis lain.
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta adalah
rumah sakit rujukan nasional yang berfungsi memberi­
kan pelayanan yang merata bagi masyarakat, khusus­
nya bagi penderita kanker payudara. Perlu adanya
pengembangan penelitian yang relevan terhadap
perkembangan penyakit kanker payudara pada saat
ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor risiko perlemakan hati
pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan
ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,
Jakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan
pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”, Jakarta.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional
study. Pengambilan data dilakukan pada Maret –
April 2015 di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”, Jakarta, dan telah mendapatkan
ijin dari Komite Etik Penelitian kesehatan (KEPK)
RS Kanker “Dharmais”, Jakarta. Subjek penelitian
adalah pasien wanita rawat jalan yang datang ke
Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais”,
Jakarta, pada Maret sampai April 2015. Subjek
penelitian dipilih secara purposive sampling dengan
kriteria inklusi: (1) wanita berusia di atas 20 tahun
yang terdiagnosis kanker payudara berdasarkan
pemeriksaan USG payudara/mammografi dan peme­
riksaan histopatologi; (2) menjalani pemeriksaan
USG abdomen; (3) tidak sedang hamil (kondisi ke­
hamilan merupakan kondisi khusus dimana terjadi
perubahan hormonal di dalam tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya perlemakan hati dan akan
menjadi bias dalam penelitian); (4) bersedia ber­
partisipasi dan menandatangani informed consent.
Sampel minimal dari penelitian ini adalah 22 orang
untuk masing-masing kelompok. Jumlah subjek yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 70 orang,
di mana kelompok perlemakan hati sebanyak 37
orang dan kelompok normal sebanyak 33 orang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Data primer mencakup
kebiasaan konsumsi makanan berlemak dan status
gizi. Data kebiasaan konsumsi makanan berlemak
diperoleh dengan metode Semi Quantitative Food
Frequency Questionnaire (SQFFQ). Kebiasaan konsumsi
makanan berlemak diolah menjadi frekuensi (kali/
minggu). Penilaian kebiasaan konsumsi makanan
berlemak setiap subjek dilakukan dengan menjumlah­
kan dari kelompok makanan yang dikonsumsi subjek
per minggunya kemudian dikelompokkan menjadi
sering (≥7 kali/minggu) dan tidak sering (<7 kali/
minggu). Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT) yang diperoleh melalui peng­
ukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Berikut adalah klasifikasi untuk menentukan status
gizi subjek.11
Tabel 1: Kategori status gizi berdasarkan IMT
Kategori status gizi
Cut-off points IMT
Kurus
<18,5 kg/m2
Normal
≥18,5 – <24,9 kg/m2
Overweight
≥25,0 – <27,0 kg/m2
Obes
≥27 kg/m2
Data sekunder mencakup gambaran umum rumah
sakit dan hasil pemeriksaan USG payudara/Mammografi
dan USG abdomen pasien kanker payudara. Data
sekunder dapat diperoleh dari rekam medis pasien
di Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais”
Jakarta. Penilaian kejadian perlemakan hati dapat
dilakukan dengan menggunakan ekogenitas ginjal
kanan sebagai pembanding terhadap parenkim hati
pada pemeriksaan ultrasonografi. Hati dikatakan
normal apabila terlihat ekogenitas hati yang sama
atau sedikit lebih tinggi dari korteks ginjal atau
limpa, sedangkan pada perlemakan hati difus terlihat
bahwa gambaran parenkim hati hiperekoik relatif
terhadap ginjal kanan di dekatnya atau limpa sehingga
disebut bright liver. Gambaran perlemakan hati lain
yang sering ditemukan pada ultrasonografi adalah
pelemahan dari gelombang ultrasonografi, penurunan
visualisasi batas-batas vaskular, tidak terlihatnya
diafragma, dan hepatomegali. Kriteria diagnostik dan
akurasi ultrasonografi yang tinggi untuk perlemakan
hati antara lain: (1) Adanya peningkatan ekogenitas
parenkim hati; (2) Hilangnya ekogenitas pada dinding
vena porta; (3) Adanya perbedaan ekogenitas
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
169
Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172
parenkim hati dan ginjal yang berlebihan; (4) Adanya
atenuasi ultrasonografi pada parenkim hati.12,13
Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis Chi-Square dan regresi
logistik berganda dengan metode backward stepwise
(p<0,05).
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70
pasien kanker payudara yang dilakukan staging USG
hati di Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais”
Jakarta ditemukan adanya gambaran perlemakan
hati sebesar 53% atau lebih dari separuh pengamatan
memiliki perlemakan hati dengan derajat perlemakan
hati yang bervariasi. Proporsi kejadian perlemakan
hati ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya, di mana prevalensi perlemakan hati
pada pasien kanker payudara mencapai 45% dengan
populasi yang lebih besar daripada penelitian ini.7
Penelitian sebelumnya juga telah mengidentifikasi
kasus perlemakan hati pada pasien kanker payudara
di RS Kanker “Dharmais”, Jakarta, di mana terdapat
68 subjek (94%) mengalami perlemakan hati dan 4
subjek (6%) tidak mengalami perlemakan hati.5
Tingginya angka proporsi kejadian perlemakan hati
ini menunjukkan perlunya tindakan pencegahan
terhadap penyakit perlemakan hati. Hubungan per­
lema­kan hati dengan keganasan kanker payudara
sangat sedikit diteliti. Hasil penelitian yang mengaitkan
hubungan antara steatosis pada biopsi hati dengan
keganasan kanker payudara menunjukkan bahwa
metamorfosis lemak hati ditemukan pada kanker
payudara sebesar 21% lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis kanker lain, tetapi penyebab penemuan
ini belum dapat diketahui. Hal ini diduga karena
adanya pengaruh dari hormon perempuan, yaitu
estrogen. Estrogen dapat mendorong keganasan pada
kanker payudara dan dapat mengubah produksi protein
dalam hati (lipoprotein) yang dapat meningkatkan
perkembangan metamorfosis lemak hati.14
Tabel 2: Faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara
Faktor risiko
B
p-value
OR
95% CI
Kegemukan (overweight
dan obes)
1,710
0,002*
5,528
1,881 – 16,243
Konsumsi makanan
berlemak
1,340
0,037*
3,820
1,084 – 13,455
*Signifikansi bermakna (p<0,05)
170
Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan
bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien
kanker payudara adalah kegemukan (IMT ≥25 kg/m2)
(OR =5,5; 95% CI: 1,881–16,243) dan tingginya frekuensi
konsumsi makanan berlemak (OR = 3,8; 95%CI:
1,084 –13,455). Orang yang mengalami kegemukan
(IMT ≥25 kg/m2) akan berisiko 5,5 kali dan orang
yang sering mengonsumsi makanan berlemak dengan
frekuensi ≥7 kali per minggu akan berisiko 3,8 kali
mengalami perlemakan hati dibandingkan dengan
orang dengan status gizi normal dan tidak sering
mengonsumsi makanan berlemak (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa untuk menghindari terjadinya
perlemakan hati, sebaiknya selalu menjaga berat
badan ideal dan mengurangi konsumsi makanan
berlemak dengan menerapkan pola hidup sehat sesuai
pedoman gizi seimbang.
Konsumsi tinggi lemak jenuh mengakibatkan hati
memproduksi kolesterol VLDL dalam jumlah besar
yang berhubungan dengan peningkatan kadar
kolesterol dalam darah, namun tergantung pada jenis
bahan makanan. Minyak kelapa dan kelapa sawit
banyak mengandung asam lemak jenuh (palmitat),
tetapi jenis minyak ini tidak menyebabkan peningkatan
kolesterol dalam darah. Asupan asam lemak jenuh
rantai panjang (LCFA) menyebabkan peningkatan
kadar kolesterol darah yang berbeda daripada asam
lemak jenuh rantai medium (MCFA). Perbedaan
tersebut meliputi proses pencernaan dan metabolisme
di dalam tubuh serta menghasilkan produk-produk
komponen zat bioaktif yang berbeda pula.15,16 Dengan
kata lain, setiap jenis golongan asam lemak mem­
punyai dampak fisiologis dan biologis yang berbeda
terhadap kesehatan. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa pasien dengan perlemakan hati
sering mengonsumsi makanan kaya lemak jenuh
dan kolesterol, namun miskin lemak tak jenuh ganda,
serat, asam askorbat, dan tokoferol.17
Berbagai jenis lemak memiliki efek perlindungan
terhadap perlemakan hati, seperti asam lemak tak
jenuh ganda n-3 (n-3 PUFA). Penelitian eksperimental
telah menunjukkan bahwa diet yang diperkaya
dengan asam lemak tak jenuh ganda n-3 (n-3 PUFA)
dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada tikus,
mengurangi kadar trigliserida di dalam hati dan
memperbaiki steatohepatitis.18 Rekomendasi yang
dikeluarkan oleh kelompok ahli Food and Agriculture
Organization (FAO)/WHO untuk masalah konsumsi
lemak maksimal adalah untuk individu yang aktif
dan kondisi energi serta zat gizinya sudah cukup
dan seimbang, sebaiknya mengonsumsi maksimal
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH 167-172
35% dari total energi/kalori yang dibutuhkan per
hari. Jumlah lemak jenuh dikonsumsi sebaiknya tidak
melebihi 10% dan jumlah lemak tak jenuh ganda
3–7 % dari total energi. Untuk individu dengan aktivitas
sedang, sebaiknya mengonsumsi lebih dari 30% dari
total energi, terutama lemak hewani yang tinggi
kandungan lemak jenuhnya.19
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
perlemakan hati pada perempuan-perempuan yang
menderita kanker payudara dipengaruhi oleh
kegemukan atau overweight (IMT ≥25 kg/m2). Hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi
pasien kanker payudara yang mengalami obes signifikan
lebih tinggi (57,1%) dibanding dengan normal
(42,9%). Meningkatnya berat badan akan menyebabkan
sintesis asam lemak rantai panjang juga akan
meningkat sehingga menyebabkan akumulasi lemak
di dalam hati.7 Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa tingginya kejadian perlemakan hati pada
pasien kanker payudara sangat berhubungan dengan
tingginya Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT yang tinggi
dapat memperlihatkan gambaran perlemakan hati
yang dapat memberikan gambaran spectrum NASH
(Non Alcoholic Steatohepatitis). Steatosis yang
menjadi tanda dari perlemakan hati non-alkoholik
terjadi ketika penyerapan asam lemak hati dari
plasma dan sintesis asam lemak de novo lebih
besar daripada tingkat oksidasi asam lemak dan
pengeluarannya (misalnya TG dalam VLDL).20 Oleh
karena itu, kelebihan jumlah trigliserida intrahepatik
(IHTG) menunjukkan adanya ketidakseimbangan
proses metabolisme.21
SIMPULAN DAN SARAN
Proporsi perlemakan hati pada pasien kanker
payudara sebesar 53% atau lebih dari separuh
pengamatan memiliki perlemakan hati dengan derajat
perlemakan hati yang bervariasi. Perlemakan hati
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil
analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko
perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah
kegemukan (overweight dan obes, IMT ≥25 kg/m2)
(OR = 5,5; 95%CI: 1,881–16,243) dan tingginya frekuensi
konsumsi makanan berlemak (OR = 3,8; 95%CI :
1,084–13,455). Orang yang mengalami kegemukan
akan berisiko 5,5 kali dan orang yang sering
mengonsumsi makanan berlemak dengan frekuensi
≥7 kali per minggu akan berisiko 3,8 kali mengalami
perlemakan hati dibandingkan dengan orang dengan
status gizi normal dan tidak sering mengonsumsi
makanan berlemak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
proporsi perlemakan hati yang tinggi pada pasien
kanker payudara. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan
ultasonografi hati untuk semua pasien kanker
payudara dan menilai derajat perlemakan hati yang
terjadi pada pasien-pasien tersebut sebagai tambahan
data untuk klinisi. Saran untuk pasien kanker payu­
dara, yaitu melakukan monitoring fungsi hati melalui
pemeriksaan USG abdomen paling sedikit setiap
3–6 bulan sekali serta menerapkan pola hidup sehat
sesuai dengan pedoman gizi seimbang seperti me­
ngonsumsi makanan beragam, menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat, melakukan aktivitas fisik,
serta menjaga berat badan ideal.
Pada hakikatnya, masalah gizi yang berkaitan
dengan perlemakan hati seperti kegemukan dan
kebiasaan konsumsi makanan yang tinggi lemak
merupakan masalah perilaku. Oleh karena itu,
diharapkan supaya masyakat lebih peduli terhadap
kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan
pendapatan seseorang, seharusnya akan lebih mudah
mendapatkan akses kesehatan serta kemudahan
terhadap akses pangan yang sehat dan bergizi. Selain
dari kesadaran individu, peran stakeholder juga
diperlukan untuk mempromosikan pentingnya gizi
dan kesehatan melalui kegiatan promotif dan preventif
pada tingkat masyarakat melalui dinas kesehatan
dan bekerjasama melalui lintas sektoral. Langkah
yang dilakukan adalah peningkatan kemampuan KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), kerja sama
lintas sektoral, penyuluhan, pengembangan media,
serta kegiatan-kegiatan yang menunjang perilaku
hidup sehat. Indikator yang dapat dijadikan penilaian
atas hasil kerja yang dilakukan adalah turunnya
prevalensi perlemakan hati dan penyakit tidak
menular lain, serta terbentuknya perilaku hidup
sehat dalam masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada kepada Rumah Sakit “Kanker”
Dharmais sebagai lokasi penelitian serta kepada
seluruh staf Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”, Jakarta, yang telah banyak
membantu penulis dalam pengumpulan data
penelitian.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
171
Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172
DAFTAR PUSTAKA
1.
Departemen Kesehatan RI.Penyakit Tidak Menular [serial
online] [cited 31 Des 2014];2012. Didapat dari URL:http://
www.depkes.go.id/download.php? file=download/pusdatin/
buletin/buletin-ptm.pdf.
2. Siegel R, Naishadham D, Jemal A. Cancer statistic 2012. Ca
Cancer J Clin. 2012;62:10–29.
3. Globocan.Breast cancer incidence and mortality worldwide
in 2008, International Agency for Research on Cancer, France
[serial online] [cited 02 Apr 2015];2008. Didapat dari URL:
http://globocan.iarc.fr.
4. American Cancer Society.Breast cancer [serial online] [cited12
Jan 2015];2014. Didapat dariURL: http://www.cancer.org/Cancer/
BreastCancer/index.
5. Waruna P. Hubungan perlemakan hati pada ultrasonografi
dengan kepadatan payudara pada mammografi pasien kanker
payudara di RS Kanker Dharmais [tesis].Jakarta: Universitas
Indonesia, 2014.
6. A. Takahashi, Katsushima F, Monoe K, Kanno Y, Saito H,Abe
K, Ohira H. Estrogen reseptor expression by peripheral blood
mononuclear cell of patient with non-alcoholic fatty liver
disease. Journal of Hepatology 2011; 54:345-46.
7. Chu SH, Lin SC, Shih Shou C, Kao CR, Chou SY. Fatty
metamorphosis of the liver in patient with breast cancer :
Possible associated factors. World J Gastroenterol 2003;9(7):161820.
8. Li G, Cheng Z, Wang C, Liu A, He Y, Wang P. Prevalence of
and risk factors for non-alcoholic fatty liver disease in
community-dwellers of Beijing, China. OA Evidence-Based
Medicine 2013;1(1):10.
9. Marchesini G, Ridolfi V, Nepoti V. Hepatotoxicity of fast
food? Gut 2008; 57:568-70.
10. World Gastroenterology Organisation.Nonalcoholic Fatty
Liver Disease and Nonalcoholic Steatohepatitis [serial online]
[cited 10 Jul 2015];2012.Didapat dari URL:http//www.NASH
and NAFLD_Final_long.pdf.
11. Riset Kesehatan Dasar. Laporan nasional 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
172
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Kesehatan Rpublik Indonesia [serial online] [cited 3 Feb
2014];2013. Didapat dari URL: http//www.kemenkes.go.id/
download/riskesdas.
Foster KJ, Dewbury KC, Griffith AH, Wright R. The accuracy
of ultrasound in the detection of fatty infiltration of the liver.
Br J Radiol 1980; 53:440-42.
Saverymutu SH, Joseph AEA, Maxell JD.Ultrasound scanning
in the detection of hepatic fibrosis and steatosis. J Br Med
1986; 292:13-15.
Lanza FL, Nelson RS.Fatty metamorphosis of the liver in
malignant neoplasia, special reference to carcionoma of the
breast. Cancer 1968; 21:699-705.
de Roos NM, Bots ML, Katan MB. Replacement of dietary
saturated fatty acids by trans fatty acids lowers serum HDL
cholesterol and impairsendothelial function in healthy men
and women. Arterioscler ThrombVasc Biol 2001;21(7):1233-7.
Lichtenstein AH, Appel LJ, Brands M, dkk. Diet and lifestyle
recommendations revision. A scientific statement from the
American Heart Association Nutrition Committee. Circulation
2006;114(1):82-96.
Musso G, Gambino R, De Michieli F, dkk. Dietary habits and
their relations to insulin resistance and postprandial lipemia
in nonalcoholic steatohepatitis. Hepatology 2003; 37:909-16.
Sekiya M, Yahagi N, Matsuzaka T, dkk. Polyunsaturated fatty
acids ameliorate hepatic steatosis in obese mice by SREBP-1
suppression. Hepatology 2003; 38:1529-39.
Koswara S. Konsumsi lemak yang ideal bagi kesehatan
[serial online] [28 Jan 2015]; 2010. Didapat dari: URL: http://
www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20 LEMAK%20
YANG%20IDEAL.pdf
Frantzides CT, Carlson MA, Moore RE,dkk. Effect of body
mass index on non alcoholic fatty liver disease in patients
undergoing minimally invasive bariatric surgery. Journal of
Gastrointestinal Surgery 2004; 8(7):849-55.
Fabbrini E, Sullivan S, Klein S. Obesity and non alcoholic
fatty liver disease: biochemical, metabolic and clinical
implications. J Hepatology 2010; 51(2):679-89.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
ARTIKEL KONSEP
Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol
Onkologi pada Pasien Kanker Anak
SRI RATNA LAKSMIASTUTI1, EDI SETIAWAN TEHUTERU2
Departemen Kedokteran Gigi Anak-Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Staff Medik Fungsional Bagian Anak Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”, Jakarta
1
2
Diterima 2 Juli 2015; Direview 30 Juli 2015; Disetujui 10 Oktober 2015
ABSTRACT
Nowadays, cancer is the cause of death in sixth rank in the world. About 2% of total cancer, is predicted occuring the
children. Health Data 2007, mention that in Indonesia every year was found about 4,100 new children cancer patient.
Children cancer patient, generally have to undergo long-term treatment and often make them uncomfortable. Decrease
endurance body which is significant and serious infection that begins in the oral cavity is often occur. This will increase
the risk of death to the patient. In addition, there are also some types of cancer which manifest in the oral cavity. The
dentist may be the first to find this abnormality. To provide information to the dentist, specially pediatric that they
should have enough knowledge about cancer in children. As well as need to know the steps and dental management in
order to be able to contribute and plays important role in improving oral health children with cancer. Cancer is defined
as uncontrolled growth of the cells that invade and cause damage to surrounding tissue. Cancer is a disease with varied
journay and not infrequently leads to death. Treatments that can be perform on children cancer patient consist of
surgery, radiotherapy, chemotherapy, or combination. A pediatric dentist is highly requested to know about dental
management children cancer patient. Pediatric dentist should take a comprehensive interview to find the history of
disease, do a proper clinical examination, cooperation with the expert, establishing diagnosis and performing
appropriate treatment plan.
Keywords: cancer, children, pediatric dentist
ABSTRAK
KORESPONDENSI:
Sri Ratna Laksmiastuti
Bagian Kedokteran
Gigi Anak, Fakultas
Kedokteran Gigi
Universitas Trisakti.
Kampus B, Jl. Kyai
Tapa (Grogol) Jakarta
Barat, Indonesia.
E-mail: aa_dentist
@hotmail.com
Telp: 0811329308
Dewasa ini, kanker menjadi penyebab kematian populasi manusia di urutan keenam. Diperkirakan, sekitar 2−3% dari
keseluruhan kasus kanker menyerang anak. Data kesehatan tahun 2007 menyebutkan bahwa di Indonesia setiap tahun
ditemukan sekitar 4.100 kasus baru anak dengan kanker. Pasien kanker anak pada umumnya harus menjalani perawatan
jangka panjang dan seringkali membuat tidak nyaman penderitanya. Penurunan daya tahan tubuh yang signifikan dan
infeksi serius yang berawal di rongga mulut seringkali terjadi. Hal ini akan memperbesar risiko kematian pasien. Selain
itu, juga terdapat beberapa jenis kanker yang bermanifestasi di rongga mulut. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama
yang menemukan kelainan tersebut. Artikel ini disusun untuk memberikan informasi kepada para dokter gigi,
khususnya dokter gigi anak, tentang pentingnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kanker pada anak serta
tindakan dan perawatan yang harus dilakukan di bidang kedokteran gigi, agar bisa memberikan kontribusi dan
berperan penting dalam meningkatkan kesehatan gigi serta mulut pasien kanker anak. Kanker didefinisikan sebagai
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di sekitarnya. Kanker
merupakan penyakit dengan perjalanan yang bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian. Perawatan yang dapat
dilakukan pada pasien kanker anak terdiri atas bedah, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi. Seorang dokter gigi
anak harus mengetahui perawatan pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi. Dokter gigi anak harus dapat
melakukan anamnesis yang baik untuk menggali informasi tentang riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan klinis
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
173
Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179
yang tepat, bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan diagnosis,
dan menentukan rencana perawatan yang tepat.
Kata Kunci: kanker, anak, dokter gigi anak
PENDAHULUAN
K
anker merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan
di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 menunjukkan
bahwa kanker merupakan penyebab kematian nomor
2 (dua) setelah penyakit kardiovaskuler.1 Kanker
dapat menyerang semua kelompok umur, kelompok
masyarakat, kelompok sosial ekonomi, termasuk
anak-anak. Sekitar 2% dari keseluruhan kanker,
diperkirakan menyerang anak. Kanker menyumbang
10% kematian pada anak. Menurut Data Kesehatan
tahun 2007, di Indonesia setiap tahun ditemukan
sekitar 4.100 pasien kanker anak yang baru.2 Jenis
kanker yang ditemukan pada anak berbeda dengan
yang ditemukan pada orang dewasa. Pada anak,
jenis kanker yang umum ditemukan adalah leukemia
(kanker darah), limfoma (kanker kelenjar getah bening),
brain and spinal tumours (kanker otak), neuroblastoma
(kanker saraf tepi), retinoblastoma (kanker bola mata),
Wilm’s tumour (kanker ginjal), liver tumour (kanker
hati), osteosarcoma (kanker tulang), rhabdomyosarcoma
(kanker otot polos), dan germ cell tumour.3-7 Di
antara jenis-jenis kanker tersebut, yang paling umum
ditemukan adalah leukemia, limfoma, dan kanker
otak. Di antara ketiga kanker tersebut, leukemia
mempunyai prevalensi tertinggi, yaitu sekitar dari
keseluruhan kanker pada anak. Di antara varian
leukemia, yang paling banyak ditemukan adalah
jenis leukemia limfoblastik akut.8-12
Kanker dalam istilah umum adalah untuk
menggambarkan pertumbuhan sel yang tidak normal
(tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak
berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh
normal sehingga memengaruhi fungsi tubuh.13,14
Pasien kanker anak pada umumnya harus
menjalani perawatan jangka panjang dan seringkali
membuat tidak nyaman penderitanya. Pengobatan
kanker mempunyai beberapa efek samping, di
antaranya penurunan kekebalan tubuh dan penurunan
sekresi pada tubuh. Bahkan, infeksi dan komplikasi
serius yang berawal di rongga mulut akibat kanker
seringkali terjadi. Hal ini akan memperbesar risiko
kematian penderitanya.9 Selain itu, ada beberapa
jenis kanker yang mempunyai manifestasi gejala di
174
rongga mulut. Maka dari itu, dokter gigi dapat menjadi
orang pertama yang menemukan dan mendeteksi
penyakit ini.15 Seorang dokter gigi anak sebaiknya
memiliki pengetahuan yang cukup tentang perawatan
kanker pada anak di bidang kedokteran gigi. Dokter
gigi anak harus dapat melakukan anamnesis yang
baik untuk menggali informasi tentang riwayat
penyakit, melakukan pemeriksaan klinis yang tepat,
bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan
diagnosis, dan menentukan rencana perawatan yang
tepat. Diharapkan dokter gigi anak bisa memberikan
kontribusi dan berperan penting dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien kanker anak.
Definisi dan Etiologi Kanker pada Anak
Kanker adalah penyakit yang perjalanannya
bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian.
Kanker adalah penyakit yang menyerang proses
kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen
genetik total sel), dan menyebabkan penyebaran
sel-sel. Tubuh terbentuk dari beberapa jenis sel.
Pada keadaan normal, sel tubuh akan membelah
diri ketika tubuh benar-benar membutuhkan untuk
menghasilkan sel-sel baru. Proses ini berlangsung
untuk menjaga tubuh agar tetap dalam kondisi yang
baik. Namun, kadang kala ada sel yang tetap saja
membelah diri, padahal sel baru tidak dibutuhkan.13,14
Penyebab pasti kanker pada anak dan remaja
belum diketahui secara pasti walaupun telah
dilakukan penyelidikan sejak pertengahan abad ke20. Kanker pada orang dewasa lebih jelas
menunjukkan hubungan dengan faktor-faktor etiologi,
sedangkan pada anak tidak terdapat hubungan yang
kuat dengan faktor-faktor yang diduga menjadi
penyebab.3,16 Beberapa hal yang dianggap menjadi
faktor penyebab adalah lingkungan. Faktor lingkungan
terdiri dari ionizing radiation (paparan sinar-X,
tenaga nuklir), non-ionizing radiation (sinar UV),
infeksi, dan chemical exposure (benzena, logam
berat, pestisida, destilasi minyak bumi). Beberapa
infeksi virus dan parasit sering dianggap sebagai
penyebab beberapa jenis kanker. Di antaranya
adalah Epstein-Barr virus sebagai penyebab limfoma
Burkitt, limfoma Hodgkin, dan kanker nasofaring.
Virus hepatitis B sebagai penyebab kanker hati,
sedangkan kanker leher rahim disebabkan oleh virus
human papilloma. Infeksi oleh Clonorchis dapat
menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu,
serta Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang
mungkin merupakan penyebab kanker lambung.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179
Faktor berikutnya adalah faktor yang berhubungan
dengan kehamilan dan kelahiran. Bayi dengan berat
badan lahir yang tinggi berisiko leukemia lebih
tinggi. Bayi kembar juga berisiko kanker lebih besar
dibanding bayi tunggal. Faktor lain yang ikut berperan
adalah faktor genetik. Sebagai contoh, retinoblastoma
mempunyai pola genetik yang diturunkan, yaitu
autosomal dominan sebesar 40% dari kemungkinan
insiden. Seorang anak yang berasal dari keluarga
pasien kanker berisiko terkena kanker 2 kali lebih
besar dibanding anak dari keluarga tanpa kanker.
Faktor lain adalah ketidakseimbangan hormon dan
stres. Stres yang berat dapat menyebabkan ganggguan
keseimbangan seluler tubuh.3,17,18
Macam Perawatan Kanker pada Anak secara Umum
Pasien kanker anak akan menerima pengobatan
jangka panjang. Pengobatan ini seringkali menimbulkan
rasa tidak nyaman, bahkan rasa sakit pada pasien.
Secara umum, pengobatan kanker terdiri dari bedah,
radioterapi, dan kemoterapi.21,22 Kemoterapi dan
radioterapi ditujukan untuk menghambat pertumbuhan
yang cepat dari sel-sel kanker, tetapi berefek negatif
terhadap sel-sel yang normal. Dalam hal ini,
perawatan tidak dapat membedakan antara sel
normal dan sel ganas. Efek negatif ini dapat
menyebabkan penekanan sistem imun dan penurunan
proses sekresi dalam tubuh.9
Manifestasi serta Komplikasi Oro-craniofacial Kanker
pada Anak
Epidemiologi Kanker pada Anak
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, kanker menempati urutan ke-6 penyebab
kematian terbesar di Indonesia setelah stroke, TBC,
hipertensi, cedera perinatal, dan diabetes melitus.19
Di banyak negara di dunia, penyakit keganasan atau
kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 pada
anak setelah kecelakaan, khususnya pada anak di
bawah usia 15 tahun.8-10 Di Amerika Serikat, setiap
tahun dilaporkan ditemukan 6.550 anak usia 0−15
tahun yang didiagnosis sebagai pasien kanker baru.11
Menurut American Psychological Association, di
Amerika setiap tahun terdapat sekitar 1.500 anak
mengalami kematian karena penyakit tersebut.20
Sedangkan di Australia, setiap tahun diketahui
terdapat sekitar 600−700 anak usia 0−15 tahun yang
didiagnosis sebagai pasien kanker yang baru.16 Pada
umumnya, insiden terbanyak terjadi pada tahun
pertama kehidupan anak, kemudian diikuti dengan
insiden pada usia 2−3 tahun. Setelah itu, cenderung
menurun di usia 9 tahun, kemudian meningkat lagi
sampai usia remaja atau dewasa muda. Menurut
data dari beberapa survei, anak laki-laki lebih banyak
terkena penyakit ini dibanding anak perempuan.
Secara umum, anak berkulit putih mempunyai
prevalensi sekitar 30% lebih tinggi dibanding anak
kulit hitam. Tetapi, ada peneliti yang melaporkan
kalau insiden kanker di tiap negara relatif sama.
Demikian juga untuk semua ras, hampir tidak
terdapat perbedaan. Terdapat sekitar 50 jenis kanker
pada anak. Di antara semua jenis kanker tersebut,
leukemia memiliki insiden paling tinggi, yaitu sekitar
dari total kanker pada anak. Tipe yang paling
banyak adalah leukemia limfoblastik akut (LLA).
Dilaporkan bahwa leukemia lebih banyak menyerang
anak laki-laki dibanding anak perempuan.10,16,18,21,22
Komplikasi akibat penyakit kanker atau efek
samping pengobatan kanker seringkali terjadi di
rongga mulut. Komplikasi yang timbul, berbeda
pada tiap individu, tergantung pada beberapa faktor.
Faktor tersebut adalah usia pasien, status gizi, tipe
keganasan, kondisi rongga mulut, perawatan rongga
mulut selama perawatan, dan jumlah neutrofil.9,23-26
Komplikasi rongga mulut yang terjadi setelah
kemoterapi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
komplikasi akut sebagai efek langsung dari obat
sitostatika atau radiasi, dan komplikasi jangka
panjang, yaitu efek samping setelah pengobatan
jangka panjang.
Tabel 1: Manifestasi dan komplikasi oro-craniofacial kanker pada
anak9,23,25,27,28
Manifestasi dan komplikasi oro-craniofacial kanker pada anak
Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang
Ulserasi
Mukositis
Petechiae, erythema, ecchymosis
Bibir pecah-pecah
Mukosa pucat
Gingivitis yang parah
Sialadenitis
Penurunan fungsi indera perasa
Xerostomia
Limfadenopati
Sakit tenggorokan
Lidah berselaput
Gigi hipersensitif
Kecenderungan perdarahan
Infeksi (virus, jamur, bakteri)
Fibrosis dan atrofi mukosa
Karies gigi
Infeksi (virus, jamur, bakteri)
Penurunan fungsi indera perasa
Osteoradionecrosis
Xerostomia
Neurotoxicity
Gangguan perkembangan gigi
Gangguan pertumbuhan
kraniofasial
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
175
Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179
Tata Laksana Pasien Kanker Anak di Bidang
Kedokteran Gigi
Perawatan kedokteran gigi harus sudah selesai
2 minggu sebelum perawatan kanker dimulai. Jika
waktu yang ada terbatas maka prioritas perawatan
adalah infeksi, ekstraksi, periodontal, dan sumber
iritasi. Kerjasama yang baik antara ahli onkologi
anak dan dokter gigi anak merupakan hal yang
penting ketika merencanakan perawatan di bidang
kedokteran gigi.21,24,28-30 Eliminasi keluhan di rongga
mulut akan menciptakan lingkungan rongga mulut
yang sehat serta meningkatkan kualitas hidup pasien
dan akan berpengaruh langsung terhadap ketahanan
pasien.27,29 Seorang dokter gigi anak harus melakukan
evaluasi tentang status kebersihan mulut pasien,
insiden karies, keadaan jaringan periodontal, gingiva,
bibir, palatum, dan jaringan lunak rongga mulut
yang lain. Selain itu, juga harus mengumpulkan
informasi tentang penyakit penyebabnya, waktu
diagnosis, macam perawatan kanker yang diterima
pasien, kemungkinan komplikasi, ruang gawat
darurat, riwayat infeksi, status hematologi, riwayat
alergi, obat-obatan, dan pemeriksaan organ tubuh
(jantung, paru, ginjal, dan sebagainya).21,24
Berbagai efek samping akibat perawatan kanker
menimbulkan persoalan tersendiri untuk penderita
dan dokter yang merawat. Mukositis/stomatitis
sebagai salah satu efek langsung dari pengobatan
kanker dapat diatasi dengan pemberian anestesi
topikal dan analgesik topikal, pemakaian hydrogen
peroxide, kumur-kumur dengan Na Cl, dan obat
herbal (chamomile), serta Chlorhexidine gluconate
12%. Berkonsultasi dengan ahli onkologi tentang
terapi antimikroba serta menghindari makanan yang
bertekstur kasar hendaknya dianjurkan. Pada pasien
dengan efek samping xerostomia, diinstruksikan
agar memakai daily self- applied fluor gel. Selain
itu, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi makanan
yang cair dan lembek, mengunyah permen karet
bebas gula, atau permen bebas gula. Pemakaian
commercial saliva substitute dan pemberian obat
stimulasi saliva merupakan pilihan perawatan. Pada
keadaan fungsi indera perasa menurun, konsultasi
dengan ahli gizi sangat diperlukan. Kecenderungan
perdarahan seringkali terjadi pada pasien kanker
176
anak. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk
menggosok gigi dengan sikat gigi yang lembut dan
menggunakan air hangat. Evaluasi terhadap dan
faktor pembekuan darah perlu dilakukan. Bila jumlah
trombosit < 20.000/mm3, gigi sebaiknya tidak
dibersihkan menggunakan sikat, tetapi dibersihkan
dengan spons yang dicelupkan ke dalam sodium
bicarbonat atau chlorhexidine.10,30,31 Selain itu, apabila
terjadi infeksi pada pasien, perlu diberikan antivirus,
antibiotik, atau antijamur pada pasien, tergantung
dari penyebabnya. Apabila ekstraksi gigi harus
dilakukan selama periode perawatan maka jumlah
trombosit harus ≥ 40.000/mm3. Apabila jumlah
platelet kurang dari 40.000/mm3 maka perlu dilakukan
tranfusi trombosit sebelum ekstraksi dan pemberian
profilaksis antibiotik. Netrofil adalah benteng
pertahanan pertama tubuh kita terhadap infeksi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memonitor
ANC (absolute neutrophil count). Bila ANC < 1.000/
mm3 maka perawatan fakultatif kedokteran gigi
sebaiknya ditunda.21,30 Menggosok gigi menggunakan
sikat gigi yang lembut atau sikat gigi elektrik minimal
sehari 2 kali, terbukti secara signifikan dapat
menurunkan risiko perdarahan dan infeksi pada
gingiva. Selain itu, sebaiknya digunakan pasta gigi
yang tidak terlalu tajam rasanya, supaya tidak
mengiritasi mukosa. Selama keadaan neutropenia,
pemakaian tusuk gigi dan peralatan irigasi sebaiknya
dihindari.30 Kadang pasien mengalami gigi sensitif
sehingga perawatan yang diperlukan adalah fluoride
topikal dan pasta gigi desensitizing.
Setelah periode perawatan kanker selesai, pasien
tetap harus dievaluasi secara sistematis dan kebersihan
rongga mulut harus tetap dijaga. Perawatan rutin
kedokteran gigi dapat dilakukan bila jumlah trombosit
≥ 5000/mm3. Dokter gigi anak juga tetap harus
memonitor status hematologi pasien. Leukosit tetap
harus berjumlah ≥ 2.000/mm3 dan granulosit sejumlah
1.500/mm3.3,24 Menurut Dahloff dkk., tata laksana
pasien ortodonsi yang menerima pengobatan kanker
adalah menggunakan piranti yang dapat meminimalisir
risiko resorbsi akar, menggunakan kekuatan yang
ringan, menyelesaikan secepat mungkin perawatan,
memilih metode yang paling sederhana, dan tidak
memanipulasi rahang bawah.24,30
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179
Tabel 2: Rencana tata laksana pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi8,10,30,31,32
SEBELUM PENGOBATAN KANKER
Berkomunikasi dengan ahli onkologi
Identifikasi kelainan dan masalah di rongga mulut.
Perawatan seluruh kelainan yang ada di rongga mulut.
Mengedukasi pasien dan orangtuanya tentang kemungkinan komplikasi di rongga mulut dan cara memelihara kebersihan mulut.
Pemberian suplemen fluor untuk pasien yang akan menerima perawatan radioterapi.
Melakukan pemeriksaan penunjang laboratoris untuk melihat status hematologi, yaitu ANC ; absolute neutrophil count ≥ 1000/mm3, trombosit ≥
40.000/mm3, serta faktor pembekuan darah.
SELAMA PENGOBATAN KANKER
Berkomunikasi dengan ahli onkologi.
Memonitor dan deteksi dini keadaan rongga mulut (mukositis, infeksi, karies, plak)
Mengedukasi pasien tentang menjaga kelembaban dan kebersihan rongga mulut.
Mencegah sedapat mungkin terhadap terjadinya trauma.
Merawat semua kelainan yang timbul di rongga mulut akibat perawatan kanker
Pemberian analgesik untuk nyeri di rongga mulut.
SESUDAH PENGOBATAN KANKER
Pasien diindikasikan untuk perawatan rutin.
Melakukan pemeriksaan penunjang laboratoris untuk melihat status hematologi.
Evaluasi sekresi kelenjar saliva.
Memonitor level dari mikroorganisme rongga mulut.
Memonitor kemungkinan timbulnya gangguan perkembangan gigi dan kraniofasial.
Memberi informasi kepada pasien terhadap tetap adanya kemungkian komplikasi rongga mulut walaupun perawatan sudah berakhir.
PEMBAHASAN
Kanker adalah penyakit yang perjalanannya
bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian.
Data statistik resmi dari IARC (International Agency
for Research on Cancer) menyatakan bahwa 1 dari
600 anak akan menderita kanker sebelum umur 16
tahun.32 Kanker menyerang semua golongan usia,
sosial ekonomi, dan kelompok masyarakat tanpa
pandang bulu. Dengan kemajuan ilmu kedokteran
dan teknologi, kanker tidak lagi dianggap sebagai
penyakit mematikan yang tak tersembuhkan.
Mengingat fakta bahwa teknologi medis yang canggih
telah diterapkan di Indonesia maka kesempatan
besar bagi pasien kanker untuk sembuh, terutama
dengan perawatan yang tepat dan dapat diketahui
secara dini.
Diagnosis kanker pada seseorang seringkali
membuat kehancuran secara psikologis pada
keluarganya, terutama orang tua. Orang tua merasa
seolah-olah dunia akan runtuh karena kanker
dianggap mengancam hidup sehingga membutuhkan
perubahan besar dalam gaya hidup dan realita
psikologis.33 Pasien kanker anak dan keluarganya
umumnya merasakan dampak psikologis yang
kompleks akibat penyakit yang dideritanya. Hal
tersebut meliputi dampak sosial dan emosional.
Pengalaman yang tidak menyenangkan akibat efek
samping pengobatan (rambut rontok, penurunan
berat badan secara signifikan, cacat fisik); rasa sakit
yang pernah dirasakan, kecemasan yang tinggi, dan
keterlambatan akademik di sekolah akan menyebabkan
dampak sosial serta emosional pada anak. Oleh
karena itu, intervensi psikologis sangat diperlukan
untuk meminimalisir dampak negatif tersebut.20
Keluarga akan lebih cenderung untuk
memperhatikan pengobatan medis yang diterima
anaknya. Tetapi, kadang mereka kurang memperhatikan
keadaan gigi dan mulut pasien. Banyak kasus
keganasan yag ditemukan oleh dokter gigi merupakan
hasil rujukan dari dokter di rumah sakit. Tanda awal
adanya penyakit keganasan dapat muncul di rongga
mulut dan leher. Oleh karena itu, gejala ini dapat
ditemukan pada pemeriksaan rutin oleh dokter gigi.
Dokter gigi anak harus waspada apabila gejala di
rongga mulut diiringi dengan demam yang intermiten,
pucat, lemah, anoreksia, dan penurunan berat
badan.8,34
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
177
Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179
Pengobatan ditujukan untuk menghambat
pertumbuhan yang cepat dari sel-sel kanker, tetapi
mempunyai efek negatif terhadap sel-sel yang
normal. Dalam hal ini, perawatan tidak dapat
membedakan antara sel normal dan sel ganas. Maka
dari itu, seringkali menimbulkan rasa yang sangat
tidak nyaman bagi penderitanya.9 Obat-obatan
kemoterapi menghancurkan proliferasi lapisan sel
basal layer. Pergantian dan hilangnya sel-sel ini
akan menyebabkan terjadinya ulserasi pada mukosa.26
Pengobatan yang intensif akan menyebabkan
kerusakan pada mucosal barier di rongga mulut dan
tenggorokan. Hal ini akan menimbulkan terjadinya
keradangan dan infeksi serta kesulitan asupan nutrisi
bagi pasien.24 Karena prevalensi leukemia dan
limfoma pada anak cukup tinggi maka saat ini
kemoterapi merupakan pilihan utama. Kemoterapi
kanker anak saat ini mempunyai arti sangat penting
karena telah berhasil menaikkan angka kesembuhan
pasien.22
Intervensi di bidang kedokteran gigi, bila dilakukan
secara dini pada pasien kanker anak, akan dapat
menurunkan masalah dan memperkecil risiko
komplikasi di rongga mulut yang berhubungan
dengan kondisi sistemik. Oleh karena itu, konsultasi
bidang kedokteran gigi pada pasien anak yang baru
didiagnosis kanker harus segera dilakukan agar
perawatan di bidang kedokteran gigi dapat selesai
sebelum terapi kanker dimulai.21,24,28 Efek samping
pengobatan kanker jangka panjang dapat mengenai
hampir seluruh tubuh, termasuk rongga mulut.
Banyak gejala yang timbul di rongga mulut akibat
pengobatan kanker itu sendiri. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Kaste dkk., terapi kanker jangka
panjang pada anak mengakibatkan timbulnya efek
atau gejala yang tidak menguntungkan, serta
memerlukan penanganan khusus.35
Kecenderungan terjadinya perdarahan pada pasien
kanker anak disebabkan oleh induksi myelosupresi
serta gangguan pada pembekuan darah dan
trombosit. Selama pasien dalam keadaan daya tahan
tubuh yang rendah, banyak hal kurang menguntungkan
yang mungkin terjadi. Pembengkakan dan eksudat
yang purulen biasanya tidak terlihat. Hal ini
mengakibatkan tanda klasik adanya infeksi odontogen
tidak terlihat sehingga infeksi tetap ada tanpa
pengobatan. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan
penunjang radiografi sangat diperlukan. Selama
periode ini, segala bentuk tindakan yang
memungkinkan terjadinya perdarahan harus dihindari.
Karena akan dapat merusak integritas jaringan dan
178
dapat menjadi pintu masuknya mikroorganisme.
Gambaran radiografi rongga mulut pada pasien
kanker anak pada umumnya adalah hilangnya lamina
dura, resorbsi tulang alveolaris, alterations in the
periodontal space, destruksi cancellous bone, dan
alterations in crypts of developing teeth. Temuan
radiografi tersebut harus menjadi perhatian para
dokter gigi demi meningkatkan kewaspadaan
terhadap kemungkinan adanya keganasan pada
pasien.30,36,37
Walaupun di atas telah disampaikan tentang tata
laksana pemakaian piranti ortodonsi oleh Dahloff,
beberapa ahli mengatakan bahwa selama periode
ini, piranti ortodonsi dan alat penahan ruang
seharusnya dilepas untuk mencegah terjadinya iritasi
mekanik sebagai faktor risiko terjadinya infeksi
sekunder.21,30
The International Union Against Cancer (UICC)
menganjurkan kepada orang tua agar mengajarkan
anak-anak, antara lain untuk tidak merokok, makan
dengan pola gizi seimbang, dan mengikuti program
imunisasi yang berlaku di negara masing-masing.38
KESIMPULAN
Kanker adalah penyakit yang menyerang proses
kehidupan sel, mengubah genom sel, dan menyebabkan
penyebaran sel-sel. Beberapa gejala kanker sering
dijumpai di rongga mulut. Pada umumnya pasien
kanker anak akan menerima pengobatan jangka
panjang yang seringkali menimbulkan efek samping
negatif di rongga mulut. Dokter gigi anak memiliki
peran yang penting dalam tata laksana pasien kanker
anak di bidang kedokteran gigi. Kerjasama yang
baik dengan sejawat ahli yang berkompeten sangat
diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan
gigi dan mulut serta kualitas hidup pasien kanker
anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Maureen. Statistik penderita kanker di Indonesia. Available
from http://www.deherba.com/statistik-penderita-kanker-diindonesia.html. Diakses tanggal 18-11-2013.
Rahayu R. Cancer in children. Available from http://rumahkanker.
com/pencegahan/deteksidini/64-gejala-kanker-pada-anak-anak).
Diakses tanggal 18-11-2013.
Stevens MCG, Caron HN, Biondi A. Cancer in children, clinical
management. 6th ed.New York : Oxford University Press; 2012.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179
P. 1-12.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
U.S National Library of Medicine. Cancer in children. Available
from http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/cancerinchildren.
html. Diakses tanggal 25-11-2013
Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Types of cancers in
children. Available from http://www.ykaki.org/id/cancer/page/
kanker-pada-anak. Diakses tanggal 20-11-2013.
Posyandu Indonesia. Precipitating factors of cancer. Available
from http://posyandu.org/kesehatan/kanker-pada-anak/244tentang-kanker-pada-anak.html. Diakses tanggal 20-11-2013.
Louise CK, Reese JL, Hart LK. Cancer: pathophysiology,
etiology, and management. St.Louis, Toronto, London: CV
Mosby Co; 1979. P. 75-8.
Cho Sy, Cheng Ac, Cheng MCK. Oral care for children with
leukemia. HK Medical J. 2000;6:203-8.
Mathur VP, Dhillon JK, Kalra G. Oral health in children with
leukemia. India J of Palliative Care 2012;18:12-8.
Darwish AM, Salama MAS, Basiouny NS, Arafa NM. Effect
of chlorhexidine in prevention of oral lesion in leukemic
children receiving chemotherapy. J of Am Science 2011;7(6):985996.
McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child
and adolescent. 9th ed. St.Louis, Missouri: CV. Mosby Co;
2011. P. 498-508.
Vaughan VC, Mckay RJ. Nelson : Textbook of pediatric.10th
ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co; 1995.
P. 1143-4.
National Cancer Institute. Cancer’s definition. Available from
http://cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/what-is-cancer .
Diakses tanggal 20-11-2013.
Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Indonesia. Cancer’s
definition. Available from http://www.dharmais.co.id/index.
php/what-causes-cancer.html. Diakses tanggal 26-11-2013.
Varkesh H, Mokhtari N, Moeini M, Baser RS, Masoomi Y,
Moeini M. The dentist’s role in improving the life’s quality
of children with leukemia. Am J of Research Communication
2013; 1(2): 66-77.
Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry.
3rd ed. Sydney : Mosby Elsevier Company; 2008.P. 296-305.
Meurman JH. Oral microbiota and cancer. J of Oral Microbiology
2010;2:1-13.
Azher U, Shiggaon N. Oral health status of children with
acute lymphoblastic leukemia undegoing chemoteraphy.
Indian J of Dent Research 2013;24(3):1-3.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menuju Indonesia
sehat dan yang bermutu. Available from http://www.depkes.
go.id. Diakses tanggal 18-11-2013.
American Psychological Association. Psychological impact
of childhood cancer. Available from http://apa.org. Diakses
tanggal 18-11-2013.
21. Fonseca MA. Dental care of the pediatric cancer patient.
J of Ped Dent. 2004;26(1):53-7.
22. Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam
M. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan ke 2. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2006. P.227-34.
23. Fayle SA, Curzon MEJ. Oral complications in pediatric oncology
patients. 2001; 13(5): 289-295.
24. Atac AS. Oral and dental care in acute lymphoblastic leukemia:
role of pediatric dentist. Int J of hematology and Oncology
2009;19:58-62.
25. Otmani. Oral and maxillofacial side effects of radiation
therapy on children. J of Canadian Dent Association
2007;73(3):257-61.
26. Lopez BC, Esteve CG, Perez MGS. Dental treatment
considerations in the chemotherapy patient. J Clin Exp Dent.
201;3(1):31-42.
27. Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry a clinical approach
2nd
ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009. P. 327329.
28. Carrillo C, Vizeu H, Soares LA, Fava M, Filho VO. Dental
approach in the pediatric oncology patient: characteristics
of the population treated at the dentistry unit in pediatric
oncology Brazilian teaching hospital. Clinical Science Article
Oncology-hematology service, Pediatric Division, Medicina
Hospital, Sao Paolo Brasil. 2010;65(60):569-73.
29. Clarkson JA, Eden OB. Dental health in children with cancer.
British Med J. 2008; 78: 560-61.
30. Casamassimo PS, Fields HW, McTigue DJ, Nowak AJ. Pediatric
dentistry through adolescence. 5th ed. St. Louis-Missouri:
Elsevier Saunders; 2013.P. 73-7.
31. American Dental Assistants Association. Prevention and
management of oral complications of cancer treatment : the
role of the oral health team. Continuing Education Course
Article. Agustus 2011.
32. Moursi AM. Clinical case in pediatric dentistry. New York :
Willey-Blackwell; 2013.P.22-7.
33. Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Types of cancers in
children. Available from http://www.ykaki.org/id/cancer/page/
kanker-pada-anak. Diakses tanggal 5-12-2-13.
34. Giammona AJ, Malek DM. The psycological effect of childhood
cancer on families. J of Ped Clin North Am. 2002;49(5):106381.
35. Kaste SC, Baker S, Goodman P, et al. Dental health in long
term survivors of childhood cancer : the childhood cancer
survivor study (CCSS). J of Clin Oncology 2007;24:18.
36. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. Paediatric dentistry. Oxford:
Oxford University Press; 2012. P.348.
37. Chaudary M, Chaudary SD. Essentials of pediatric oral
pathology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) LTD; 2011. P. 395.
38. Yayasan Amway Peduli, Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia,
Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015
179
INDEKS PENULIS
A
ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD
IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158
B
BAHRIYATUL MA’RIFAH
IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172
E
EDI SETIAWAN TEHUTERU
IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158
IJOC 9 ; 4 ; 173 � 179
EVY DAMAYANTHI
IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172
I
I MADE DIRA SWANTARA
IJOC 9 ; 4 ; 141 � 145
J
JUKE R. SIREGAR
IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158
K
KARDINAH
IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172
L
LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI
IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158
M
MARTINA SINTA KRISTANTI
IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165
N
NUZUL SRI HERTANTI
IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165
R
SRI RATNA LAKSMIASTUTI
IJOC 9 ; 4 ; 173 � 179
SRI SETIYARINI
IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165
W
WIWIK SUSANAH RITA
IJOC 9 ; 4 ; 141 � 145
Ucapan Terimakasih Mitra Bestari
Redaksi Indonesian Journal of Cancer menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para Mitra Bestari atas
Konstribusinya pada penerbitan Indonesian Journal of Cancer Volume 9,
edisi no. 4 tahun 2015.
Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Prof. dr. Bidasari Lubis, SpA (K)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.
Adam Malik Medan
dr. Siti Annisa Nuhonni SpRM(K)
Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Indonesia Universitas
Indonesia/ RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Dr. dr. Dimyati Achmad, SpB Onk (K)
Divisi Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS.
Hasan Sadikin Bandung
dr. Ario Djatmiko, SpB Onk (K)
Divisi Bedah Onkologi Rumah Sakit Onkologi Surabaya
Formulir Pemesanan
Mohon dikirimkan kepada kami “Indonesian Journal of Cancer” secara teratur
Nama Lengkap
:....................................................................................................................
Alamat Rumah
:....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
Telepon
:................................................... HP ........................................................
Fax
: ....................................................................................................................
Email
: ....................................................................................................................
Alamat Kantor
:...................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
Telepon
:................................................... HP ........................................................
Fax
: ....................................................................................................................
Email
: ....................................................................................................................
Alamat Pengiriman :  Rumah
 Kantor
Hormat kami
(
Harga Majalah.
Harga 1 eks Rp. 25.000 (tambah ongkos kirim)
Harga untuk 1 tahun Rp. 100.000 (tambah ongkos kirim)
Pembayaran langsung ditansfer ke rekening:
Bank Mandiri KK RS. Kanker “Dharmais”
No. 116.0005076865
a/n: Dr. M. Soemanadi/ dr. Chairil Anwar
Distribusi
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Pusat Kanker Nasional)
Ruang Indonesian Journal Gedung Litbang Lt. 3
Jl. Letjen S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420
Tel. (021)5681570 (ext. 2372) Fax. (021)56958965
E-mail: [email protected]
)
Download