Volume 9 • No. 4 • October - December 2015 ISSN 1978 - 3744 Published every 3 month Trust Board : Board of Direction : President : Finance : Secretary : Artistic : Production Manager : Chief Editor : Editor-in-Chief : Editor : Editorial Coordinator : Peer-Reviewer : Vice President of “Dharmais” Cancer Hospital HRD and Education Director Medical and Treatment Director General and Operational Director Finance Director Dr. dr. M. Soemanadi, Sp.OG dr. Sariasih Arumdati, MARS dr. Kardinah, Sp. Rad dr. Edy Soeratman, Sp.P dr. Zakifman Jack, Sp.PD, KHOM dr. Nasdaldy, Sp.OG dr. Chairil Anwar, Sp.An (Anesthesiologist) dr. Bambang Dwipoyono, Sp.OG (Gynecologist) 1. Dr. dr. Fielda Djuita, Sp.Rad (K) Onk Rad (Radiation Oncologist) 2. dr. Kardinah, Sp. Rad (Diagnostic Radiology) 3. Dr. dr. Dody Ranuhardy, Sp.PD, KHOM (Medical Oncologist) 4. dr. Ajoedi, Sp.B, KBD (Digestive Surgery) 5. dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A, MHA (Pediatric Oncologist) dr. Edy Soeratman, Sp.P (Pulmonologist) 1. Prof. dr. Sjamsu Hidajat,SpB KBD 2. Prof. dr. Errol Untung Hutagalung, SpB , SpOT 3. Prof. dr. Siti Boedina Kresno, SpPK (K) 4. Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG (K) 5. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK 6. Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA (K) 7. Prof. dr. Sofia Mubarika Haryana, M.Med.Sc, Ph.D 8. Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt 9. Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH 10.Prof. dr. Rainy Umbas, SpU (K), PhD 11.Prof. Dr. Endang Hanani, M.Si 12. Prof. Dr. dr. Moh Hasan Machfoed, SpS (K), M.S 13.Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH 14.Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, MSi, SpF (K) 15.Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD KHOM 16.dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP(K) 17.Dr. dr. Sutoto, M.Kes 18.dr. Nuryati Chairani Siregar, MS, Ph.D, SpPA (K) 19.dr. Triono Soendoro, PhD 20.Dr. dr. Dimyati Achmad, SpB Onk (K) 21.Dr. dr. Noorwati S, SpPD KHOM 22.Dr. dr. Jacub Pandelaki, SpRad (K) 23.Dr. dr. Sri Sukmaniah, M.Sc, SpGK 24.Dr. dr. Slamet Iman Santoso, SpKJ, MARS 25.Dr. dr. Fielda Djuita, SpRad (K) Onk Rad 26.Dr. Monty P. Satiadarma, MS/AT, MCP/MFCC, DCH 27.dr. Ario Djatmiko, SpB Onk (K), 28.dr. Siti Annisa Nuhoni, SpRM (K) 29.dr. Marlinda A. Yudharto, SpTHT-KL (K) 30.dr. Joedo Prihartono, MPH 31.Dr. Bens Pardamean Accredited No.: 422/AU/P2MI-LIPI/04/2012 Secretariat: Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Pusat Kanker Nasional) Ruang Indonesian Journal of Cancer Gedung Litbang Lt. 3 Jl. Letjen S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420 Tel. (021)5681570 (ext. 2372) Fax. (021)56958965 E-mail: [email protected] Website: www.indonesianjournalofcancer.org Published by: Pedoman bagi Penulis Ruang Lingkup Majalah ilmiah Indonesian Journal of Cancer memuat publikasi naskah ilmiah yang dapat memenuhi tujuan penerbitan jurnal ini, yaitu menyebarkan teori, konsep, konsensus, petunjuk praktis untuk praktek sehari-hari, serta kemajuan di bidang onkologi kepada dokter yang berkecimpung di bidang onkologi di seluruh Indonesia. Tulisan hekdaknya memberi informasi baru, menarik minat dan dapat memperluas wawasan praktisi onkologi, serta member alternatif pemecahan masalah, diagnosis, terapi, dan pencegahan. 2. Organisasi sebagai pengarang utama Direktorat Jenderal PPm & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengobatan malaria. Medika 1993; 34-23-8. 3. Tanpa nama pengarang Imaging of sinusitis [editorial]. Ped Infect J 1999; 18:1019-20. 4. Suplemen Solomkim JS, Hemsel DL, Sweet R, dkk. Evaluation of new infective drugs for the treatment of intrabdominal infections. Clin Infect Dis 1992, 15 Suppl 1:S33-42. Buku dan Monograf Bentuk Naskah Naskah disusun menggunakan bahasa Indoensia, diketik spasi ganda dengan garis tepi minimum 2,5 cm. Panjang naskah tidak melebihi 10 halaman yang dicetak pada kertas A4 (21 x 30 cm). Kirimkan 2 (dua) kopi naskah beserta CD-nya atau melalui e-mail. Naskah dikirim ke: RS. Kanker Dharmais, Ruang Instalasi Gizi, Lt. 1 Jl. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420 Telp.: 021 581570-71 Ext. 2115 atau 021 5695 8965 Fax.: 021 5695 8965 E-mail: [email protected] Judul dan Nama Pengarang Judul ditulis lengkap dan jelas, tanpa singkatan. Nama pengarang (atau pengarang-pengarang) ditulis lengkap disertai gelar akdemiknya, institusi tempat pengarang bekerja, dan alamat pengarang serta nomor telepon, faksimili, atau e-mail untuk memudahkan korespondensi. Abstrak Naskah tinjauan pustaka dan artikel asli hendaknya disertai abstrak berbahasa Indonesia dan Inggris, ditulis pada halaman pertama di bawah nama dan institusi. Panjang abstrak 100-150 kata untuk naskah panjang atau 50-100 kata untuk naskah pendek. Tabel dan Gambar Tabel harus singkat dan jelas. Judul table hendaknya ditulis di atasnya dan catatan di bawahnya. Jelaskan semua singkatan yang dipergunakan. Gambar hendaknya jelas dan lebih disukai bila telah siap untuk dicetak. Judul gambar ditulis di bawahnya. Asal rujukan table atau gambar dituliskan di bawahnya. Tabel dan gambar hendaknya dibuat dengan program Power Point, Free Hand, atau Photoshop, (menggunakan format jpeg). Daftar Pustaka Rujukan di dalam nas (teks) harus disusun menurut angka sesuai dengan urutan pemanpilannya di dalam nas, dan ditulis menurut sistem Vancouver. Untuk singkatan nama majalah ikutilah List of Journal Indexed in Index Medicus. Tuliskan sebua nama pengarang bila kurang dari tujuh. Bila tujuh atau lebih, tuliskan hanya 3 pengarang pertama dan tambahkan dkk. Tuliskan judul artikel dan halaman awal-akhir. Akurasi data dan kepustakaan menjadi tanggung jawab pengarang. Jurnal 1. Naskah dalam majalah/jurnal Gracey M. The contaminated small-bowel syndrome: pathogenesis, diagnosis, and treatment. Am J Clin Nutr 1979; 32:234-43. ii 1. Penulis pribadi Banister BA, Begg NT, Gillespie SH. Infectious Disease. Edisi pertama. Oxford: Blackwell Science; 1996. 2. Penulis sebagai penyunting Galvani DW, Cawley JC, Penyunting. Cytokine therapy. New York: Press Syndicate of University of Cambridge; 1992. 3. Organisasi sebagai penulis dan penerbit World Bank. World development report 1993; investing in health. New York: World Bank; 1993. 4. Bab dalam buku Loveday C. Virogoly of AIDS. Dalam: Mindel A, Miller R, penyunting. AIDS, a pocket book of diagnosis and management. Edisi kedua. London: Arnold Holder Headline Group; 1996. H. 19-41. 5. Attention: konferensi Kimura j, Shibasaki H, penyunting. Recent advanced in clinical neurophysiology. Presiding dari the 10th International 15-19 Oktober 1995. 6. Naskah konferensi Begston S, Solheim BG, Enforcement of data protection, privacy and security in medical informatics. Dalam : Lun KC, Degoultet P, Piemme TE, Reinhoff o, penyunting MEDINFO 92. Presiding the 7th World Congress on Medical Informatics: Sep 6-10, 1992; Genewa, Swiss. Amsterdam: North Holland; 1993. H. 1561-5. 7. Laporan ilmiah Akutsu T. Total heart replacement device. Bethesda: National Institute of Health, Nation Heart and Lung Institute; 1974 Apr. Report No: NHH-NHL1-69-2185-4. 8. Disertasi Suyitno RH. Pengamatan vaksinasi dalam hubungannya dengan berbagai tingkat gizi [disertasi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1983. Publikasi lain 1. Naskah dalam Koran Bellamy C. Gizi bayi adalah investasi masa depan. Kompas 26 Januari 2000; hal 8 kolom 7-8. 2. Naskah dari audiovisual AIDS epidemic: the physician’s role [rekaman video]. Cleveland: Academy of Medicine of Cleveland, 1987. 3. Naskah belum dipublikasi (sedang dicetak) Connellv KK. Febrile neutrDpenia. J Infect Dis. In press. 4. Naskah Jurnal dalam bentuk elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] Jan-Mar 1995 [cited 5 Jan 1996] 1910: [24 screen]. Didapat dari URL: http\\www.cdc. gov/ncidod/EID/eid.htm. 5. Monograf dalam format elektronik CDI. LliniGiil dermatology illustrated [monograph pada enROM]. Reeves JRT, Maibach H, CMEAMultimedia Lnnip, produser, edisi ke-2. Versi 2.0. San Diego: CMEA; 1995. 6. Naskah dari file computer Hemodynamics III: the ups and down of hemodynamics [program computer]. Versi 2.2. Orlando (F-L); Computerized Educational System; 1993. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 Volume 9 • No. 4 • October - December 2015 Published every 3 month Daftar Isi 141 � 145 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta (I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA) 147 � 158 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia (Perancangan dan Uji Coba Penerapan Storytelling dengan Pendekatan Positive Psychology untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani Kemoterapi dan di Rawat Inap) (ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU) 159 � 165 Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta (NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI) 167 � 172 Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta (BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH) 173 � 179 Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak (SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU) Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 iii DAFTAR ABSTRAK Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana ABSTRACT Anticancer activity test of the ethanol extract of sponge Hyrtios erecta from Pari Island beach (Jakarta) has been conducted. Extraction of the sponge was carried out by 70% ethanol at room temperature. Toxicity screening test was carried out based on Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Invitro anticancer activity test of the extract was carried out using HeLa cell line. Based on the results, it was found that ethanol extract of Hyrtios erecta sponges has anticancer activity with LC50 of 26.35 ppm. Keyword: anticancer activity; Hela cell line, Hyrtios erecta ABSTRAK Telah dilakukan uji antikanker ekstrak etanol spons Hyrtios erecta yang berasal dari perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70% pada temperatur kamar. Skrining toksisitas dilakukan dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji antikanker secara invitro ekstrak tersebut menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta bersifat antikanker dengan harga LC50 sebesar 26,35 ppm. Kata Kunci: antikanker; sel HeLa; Hyrtios erecta Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia (Perancangan dan Uji Coba Penerapan Storytelling dengan Pendekatan Positive Psychology untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani Kemoterapi dan di Rawat Inap) ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD1, JUKE R. SIREGAR2, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI2, EDI SETIAWAN TEHUTERU3 1 Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Padjadjaran 2,3 Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran 4 Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ABSTRACT The aim of this study is to obtain intervention techniques through storytelling and its influence on the degree of stres in children with leukemia, aged 8 years (middle and late childhood). The participant in this study is 8 year old leukemia patient who experiences stres on “tend to high” category, based on the stres degree scale. The iv measurement tools of stres was designed by researcher based on Sarafino and Smith’s theory of stres (2001) with the alpha coefficient of reliability is 0.893. In this study, purposive sampling be applied to select the participants and had to go through the medical examination by which an oncologist. Through the medical examination, two of four children have experienced stres on the “tend to high” category, but only one children was permitted to be participant due to physical condition. Intervention with storytelling techniques was implemented after doctor states the patient not in aplasia condition. Intervention was given over 6-days period for 40-60 minutes each session. Result showed a decrease of stres degree after the intervention. This conclude that storytelling technique can be used to reduce the stres degree of leukemia patient aged 8 years. This indicated that through the storytelling method, the participant were identified themselves with the same character’s experiences, moreover the children are able to take the values contained in the story to be applied in his life. The story technique allowed them to express the emotions and cultivate positive emotions, so that children are able to recognize their positive strength and develop it as one of the methods to coping the stres. Keyword: storytelling, stres degree, leukemia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik intervensi melalui storytelling dan pengaruhnya terhadap derajat stres pada anak dengan leukemia usia 8 tahun (middle and late childhood). Partisipan penelitian adalah satu (1) orang pasien leukemia berusia 8 tahun yang diketahui mengalami stres pada kategori “cenderung tinggi” berdasarkan skala derajat stres. Alat ukur derajat stres disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori stres Sarafino dan Smith (2011). Skala derajat stres memiliki reliabilitas 0,893 melalui pengukuran alpha Cronbach. Penjaringan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan pemeriksaan medis oleh dokter onkologi anak. Dari 4 pasien leukemia usia 7−11 tahun yang direkomendasikan oleh dokter, ditemukan 2 orang pasien yang memiliki derajat stres berada pada kategori “cenderung tinggi”. Hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, 1 dari 2 orang pasien tersebut mengalami kondisi fisik yang sangat lemah sehingga tidak diijinkan untuk menjadi subjek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini hanya melibatkan 1 orang anak leukemia. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter yang menangani pasien dan dinyatakan bahwa secara fisik pasien tidak mengalami kondisi aplasia maka peneliti melakukan intervensi melalui teknik storytelling. Intervensi diberikan selama 6 hari, berturut-turut dalam kurun waktu 40−60 menit per pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori derajat stres pada partisipan sebelum diberikan intervensi dan setelah Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 diberikan inervensi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik storytelling dapat digunakan untuk menurunkan derajat stres yang dialami oleh pasien leukemia usia 8 tahun. Metode cerita dengan karakter tokoh yang sama dengan anak dapat mempermudah proses identifikasi dirinya dengan kisah yang dialami tokoh. Disamping itu, anak mampu mengambil nilai-nilai yang terdapat dalam cerita untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Melalui teknik cerita, anak juga dapat mengekspresikan emosinya dan menumbuhkan emosi positif sehingga mampu mengenali kekuatan positif dalam dirinya dan mengembangkannya sebagai salah satu metode mengatasi stres yang dialaminya. Kata Kunci: storytelling, derajat stres, leukemia Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Palliative cancer patients undergo severe pain, and pharmacological therapy in some cases cannot fully relieve pain. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) is non-pharmacological relaxation stimulating complementary therapy which is safe, accessible, inexpensive and effective. The study aimed to identify effect of SeLIMuT to pain in palliative cancer patients. The study was a quasi experiment- pre-test and post-test design using comparison group with purposive and consecutive sampling carried out at inpatient ward I of Dr Sardjito Hospital Yogyakarta. Respondents were divided into intervention group (n=23) with SeLIMuT therapy four times each within 15-20 minutes and control group (n=23) without therapy. Pain was assessed in both groups using Visual Analog Scale (VAS). The result of the study showed that there was significant difference in average pre-post in both groups with score of p=0.001 (p<0.05). Pain decrease occurred in SeLIMuT group after intervention with score of mean 2.144 (0.91). Pain decrease in SeLIMuT group was also clinically significant (mean≥1.0). Increase in pain level occurred in the control group with score of mean -0.03 (0.15). SeLIMuT intervention both statistically and clinically affected pain level in palliative cancer patients. SeLIMuT was effective in reducing pain. Keyword: palliative cancer, pain, SeLIMuT, Visual Analog Scale ABSTRAK Pasien kanker paliatif melaporkan nyeri yang lebih berat. Pada beberapa kasus, terapi farmakologi pada tidak sepenuhnya dapat mengurangi nyeri. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) merupakan terapi komplementer perangsang relaksasi nonfarmakologis yang aman, mudah, murah, dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SeLIMuT terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Penelitian intervensi Quasi Experimentpre-test and post-test design with Comparison Group dengan purposive and consecutive sampling ini dilakukan di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Responden dibagi dalam kelompok intervensi (n=23) yang menerima terapi SeLIMuT sebanyak empat kali masingmasing selama 15−20 menit dan kelompok kontrol (n=23) yang tidak diberikan terapi. Kedua kelompok dilakukan pengukuran nyeri predan post- dengan Visual Analog Scale (VAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata selisih nyeri pre-post pada kedua kelompok dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Penurunan nyeri terjadi pada kelompok SeLIMuT setelah mendapatkan intervensi dengan nilai mean (SD) 2,144 (0,91). Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT juga bermakna secara klinis (mean ≥ 1,0). Peningkatan skor nyeri terdapat pada kelompok kontrol dengan nilai mean (SD) -0,03 (0,15). Dapat disimpulkan bahwa secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurunkan nyeri. Kata Kunci: kanker paliatif, nyeri, SeLIMuT, Visual Analog Scale. Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta BAHRIYATUL MA’RIFAH1, EVY DAMAYANTHI2, KARDINAH3 1 Alumni Program Studi S1 Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 2 Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor 3 Staf Medik Fungsional Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. ABSTRACT Fatty liver is a term applied to wide spectrum of conditions characterized hispatologically by trigliseride accumulation within the Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 v DAFTAR ABSTRAK cytoplasm of hepatocytes which is examined using ultrasound. This study was aimed to identify the risk factors affecting fatty liver in the patients with breast cancer on ultrasound examination at Dharmais Cancer Hospital Jakarta. The design was a cross sectional study with 70 subjects, consisted of 37 fatty liver subjects and 33 normal subjects. The result showed that risk factors of fatty liver in patient with breast cancer were overweight and obesity (Body Mass Index ≥25 kg/m2) (OR : 5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) and high frequency of dietary fat (OR: 3.8, 95%CI : 1.084 – 13.445). Keyword: breast cancer, fatty liver, ultrasound ABSTRAK Perlemakan hati merupakan akumulasi asam lemak dalam bentuk trigliserida di dalam sitoplasma hepatosit yang diperiksa dengan menggunakan alat ultrasonografi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian berjumlah 70 orang yang terdiri dari 37 contoh perlemakan hati dan 33 contoh normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan (overweight dan obes, Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2) (OR=5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan berlemak (OR=3.8, 95%CI : 1.084 – 13.455). Kata kunci : kanker payudara, perlemakan hati, ultrasonografi Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak SRI RATNA LAKSMIASTUTI1, EDI SETIAWAN TEHUTERU2 1 Departemen Kedokteran Gigi Anak-Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta 2 Staff Medik Fungsional Bagian Anak Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”, Jakarta ABSTRACT Nowadays, cancer is the cause of death in sixth rank in the world. About 2% of total cancer, is predicted occuring the children. Health Data 2007, mention that in Indonesia every year was found about 4,100 new children cancer patient. Children cancer patient, generally have to undergo long-term treatment and often make them uncomfortable. Decrease endurance body which is significant and serious infection that begins in the oral cavity is often occur. This will increase the risk of death to the patient. In addition, there are also some types of cancer which manifest in the oral cavity. The dentist vi may be the first to find this abnormality. To provide information to the dentist, specially pediatric that they should have enough knowledge about cancer in children. As well as need to know the steps and dental management in order to be able to contribute and plays important role in improving oral health children with cancer. Cancer is defined as uncontrolled growth of the cells that invade and cause damage to surrounding tissue. Cancer is a disease with varied factors and not infrequently leads to death. Treatments that can be perform on children cancer patient consist of surgery, radiotherapy, chemotherapy, or combination. A pediatric dentist is highly requested to know about dental management children cancer patient. Pediatric dentist should take a comprehensive interview to find the history of disease, do a proper clinical examination, cooperation with the expert, establishing diagnosis and performing appropriate treatment plan. Keywords: cancer, children, pediatric dentist ABSTRAK Dewasa ini, kanker menjadi penyebab kematian populasi manusia di urutan keenam. Diperkirakan, sekitar 2−3% dari keseluruhan kasus kanker menyerang anak. Data kesehatan tahun 2007 menyebutkan bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan sekitar 4.100 kasus baru anak dengan kanker. Pasien kanker anak pada umumnya harus menjalani perawatan jangka panjang dan seringkali membuat tidak nyaman penderitanya. Penurunan daya tahan tubuh yang signifikan dan infeksi serius yang berawal di rongga mulut seringkali terjadi. Hal ini akan memperbesar risiko kematian pasien. Selain itu, juga terdapat beberapa jenis kanker yang bermanifestasi di rongga mulut. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan kelainan tersebut. Artikel ini disusun untuk memberikan informasi kepada para dokter gigi, khususnya dokter gigi anak, tentang pentingnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kanker pada anak serta tindakan dan perawatan yang harus dilakukan di bidang kedokteran gigi, agar bisa memberikan kontribusi dan berperan penting dalam meningkatkan kesehatan gigi serta mulut pasien kanker anak. Kanker didefinisikan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di sekitarnya. Kanker merupakan penyakit dengan perjalanan yang bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian. Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien kanker anak terdiri atas bedah, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi. Seorang dokter gigi anak harus mengetahui perawatan pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi. Dokter gigi anak harus dapat melakukan anamnesis yang baik untuk menggali informasi tentang riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan klinis yang tepat, bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan diagnosis, dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Kata Kunci: kanker, anak, dokter gigi anak Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ARTIKEL PENELITIAN Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana Diterima: 8 Juli 2015, Direview: 5 Agustus 2015, Disetujui: 12 September 2015 ABSTRACT Anticancer activity test of the ethanol extract of sponge Hyrtios erecta from Pari Island beach (Jakarta) has been conducted. Extraction of the sponge was carried out by 70% ethanol at room temperature. Toxicity screening test was carried out based on Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Invitro anticancer activity test of the extract was carried out using HeLa cell line. Based on the results, it was found that ethanol extract of Hyrtios erecta sponges has anticancer activity with LC50 of 26.35 ppm. Keyword: anticancer activity; Hela cell line, Hyrtios erecta ABSTRAK Telah dilakukan uji antikanker ekstrak etanol spons Hyrtios erecta yang berasal dari perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70% pada temperatur kamar. Skrining toksisitas dilakukan dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji antikanker secara invitro ekstrak tersebut menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta bersifat antikanker dengan harga LC50 sebesar 26,35 ppm. Kata Kunci: antikanker; sel HeLa; Hyrtios erecta PENDAHULUAN KORESPONDENSI: Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana Gedung Pasca UNUD Lt. dasar Jl. Sudirman Denpasar Bali Email: m_dira_swantara@ yahoo.co.id S aat ini, kanker masih menjadi penyebab kematian yang tinggi di dunia. Terapi kanker yang ada saat ini masih belum efektif. Kanker disebut sebagai penyebab kedua kematian karena lebih dari 500.000 kematian di Amerika Serikat per tahun disebabkan oleh penyakit kanker setelah penyakit jantung. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100 penderita kanker baru dari 100.000 penduduk.1 Banyaknya kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan dikembangkannya obat yang dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker dalam tubuh. Berbagai macam senyawa telah dikembangkan untuk melawan kanker, meliputi senyawa-senyawa pengalkilasi, antimetabolit, obat-obat radiomimetik, hormon, dan senyawa antagonis. Akan tetapi, tak satu pun jenis senyawa-senyawa ini menghasilkan efek yang memuaskan dan tanpa efek samping yang merugikan. Oleh karena itu, mulai banyak dilakukan penelitian tentang bahan obat antikanker yang berasal dari alam.2 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 141 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta 141-145 Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia memberi peluang untuk memanfaatkan biota laut untuk pencarian senyawa bioaktif yang baru, salah satunya adalah spons. Penelitian yang telah dilakukan terhadap spons menghasilkan senyawa-senyawa baru dengan struktur yang unik dan memiliki aktivitas farmakologis.3 Spons yang kaya akan kandungan metabolit sekunder dengan aktivitas sitotoksik, antitumor, dan antimikrobia menarik minat para peneliti bioteknologi dan farmasetikal. Sebagai contoh, discodermolide yang merupakan senyawa antikanker dari spons Discodermia dissolut. Saat ini, discodermolide yang memiliki aktivitas melebihi Taxol®, telah lulus uji klinis tahap I.4 Dilaporkan spons merupakan bahan bioaktif dari laut yang sangat prospektif. Hampir 5000 senyawa telah berhasil diisolasi dari hewan ini dengan berbagai aktivitas seperti antimikroba, antijamur, antivirus, dan antikanker.5 Spons merupakan biota laut yang potensial dijadikan bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker karena merupakan penghasil senyawa bioaktif antiviral maupun senyawa sitotoksik.6 Metode yang digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif antikanker adalah uji toksistas menggunakan larva Artemia salina L. Metode ini disebut Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam karena mudah, cepat, dan murah. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik antitumor.7 Jika suatu bahan mempunyai toksisitas dengan letal concentration 50 (LC50), yaitu konsentrasi yang menyebabkan matinya 50% bioindikator, lebih rendah dari 1000 ppm maka bahan tersebut berpotensi sebagai agen antikanker dan dapat dilakukan uji lanjutan antikanker terhadap sel HeLa. Sel HeLa merupakan sel manusia yang umum digunakan untuk kepentingan kultur sel.8 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antikanker spons Hyrtios erecta dalam rangka memperoleh informasi spons yang mempunyai aktivitas antikanker. 142 MATERI DAN METODE Spons yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah Hyrtios erecta yang diambil dari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada April 2015. Sampel tersebut diidentifikasi di Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada. Sampel tersebut dibersihkan dari pengotornya dengan air kran sampai bersih, kemudian dikeringanginkan selama 6 hari. Setelah kering, selanjutnya dihaluskan dengan blender sampai tingkat kehalusan 100 mesh. Selanjutnya, sebanyak 300 gram serbuk sampel dimaserasi dengan etanol 70% sampai terendam dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian disaring. Filtratnya dikumpulkan dan ampasnya ditambahi lagi pelarut yang sama sampai terendam. Pekerjaan ini diulangi 3–4 kali sampai diperkirakan semua senyawa terekstraksi. Filtrat yang terkumpul diuapkan dengan penguap putar vakum sampai semua pelarutnya menguap sehingga diperoleh ekstrak kasar (Crude extract) yang siap untuk diuji toksisitasnya. Uji toksisitas menggunakan bioindikator larva udang (Artemia salina Leach) mengikuti metode Meyer.9 Media untuk menetaskan larva Artemia salina L dibuat dengan menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan ke dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian: satu bagian dibuat gelap ditutup dengan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Telur Artemia salina L diletakkan secukupnya pada bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam sehingga menetas menjadi larva yang siap digunakan untuk pengujian. Seberat 20 mg ekstrak sampel dilarutkan dalam 2 mL pelarut n-heksana. Dari larutan ini diambil 500 mL, 50 mL, dan 5 mL. Kemudian, masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Ke dalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL air laut, 50 mL dimetilsulfoksida, dan 10 ekor larva. Kemudian ditambahi air laut sampai volumenya 5 mL sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak pada masing-masing tabung: 1000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Dibuat juga konsentrasi ekstrak 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak) sebagai kontrol. Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil dan dilubangi sedikit lalu dibiarkan pada suhu kamar. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap kematian larva. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan penghitungan LC50. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA 141-145 Uji antikanker terhadap sel HeLa dilakukan dengan cara: sel kanker serviks (HeLa) dikultur pada media RPMI 1640, lalu dihitung jumlah awal sel di bawah mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan penambahan tripsin. Selanjutnya, sel disentrifugasi hingga terbentuk dua lapisan (endapan dan supernatan). Supernatan dibuang dan endapannya dibentuk pelet serta ditambahkan media komplit 1 mL. Kemudian dihitung jumlah selnya menggunakan hemositometer. Setelah sel mencukupi, sel ditanam pada microwell plate 96 sumuran. Tiap sumuran berisi 2x104 sel dalam 100 μL. Inkubasi sel selama 1-2 jam sehingga sel melekat. Setelah itu, ditambahkan ekstrak toksik dengan berbagai konsentrasi (1000 μg/ mL; 500 μg/mL; 250 μg/mL; 125 μg/mL; 62,5 μg/mL; 31,25 μg/mL; 15,62 μg/mL; 7,81 μg/mL; 3,91 μg/mL; 1,95 μg/mL; 0,97 μg/mL; 0,48 μg/mL; 0,24 μg/mL; 0,12 μg/mL; 0,06 μg/mL) pada setiap well sebanyak 100 μL. Jadi, total setiap well berisi 200 μL. Inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 °C. Setelah 24 jam dilihat di bawah mikroskop, ditambahkan MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida) (5μg/1mL) pada tiap-tiap well, kemudian diinkubasi selama 4 jam. Selanjutnya, larutan stop SDS (sodium dodesil sulfat) 10% dalam 0,01 N HCl ditambahkan pada tiap-tiap well dan diinkubasi kembali satu malam. Absorbansinya dibaca menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. menggunakan MTT ini melibatkan piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel hidup sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel yang hidup. Semakin banyak sel yang hidup, semakin banyak kristal formazan yang terbentuk.10 Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri dengan ELISA reader pada panjang gelombang maksimum 552-554 nm. Absorbansi tersebut menggambarkan jumlah sel hidup. Semakin kuat intensitas warna ungu yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa MTT yang diabsorpsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria semakin banyak sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini yang akan digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respons.11 Hasil uji aktivitas antikanker ekstrak etanol spons Hyrtios erecta diperoleh data % inhibisi seperti pada Tabel 2. Tabel 1: Toksisitas ekstrak etanol Konsentrasi (ppm) Sampel 0 10 100 1000 Ekstrak etanol HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi 300 gram sampel dengan etanol 70% menghasilkan 12,96 gram ekstrak yang berwarna coklat. Toksisitas (LC50) ekstrak etanol tersebut terhadap Artemia salina L. adalah 25,11 ppm seperti terlihat pada Tabel 1. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta bersifat toksik terhadap Artemia salina sehingga dapat dikatakan berpotensi sebagai agen antikanker. Selanjutnya, ekstrak ini diuji aktivitas antikankernya terhadap sel HeLa Aktivitas antikanker terhadap sel HeLa ditentukan dengan metode MTT. MTT assay dapat digunakan untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri. Metode ini berdasarkan pada perubahan garam MTT menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorpsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut dalam SDS 10% berwarna ungu. Pemecahan MTT pada mitokondria sel yang hidup oleh enzim suksinat hidrogenase. Reaksi Jumlah larva udang yang mati 1 2 3 0 1 9 10 0 2 9 10 0 2 9 10 % Mortalitas Nilai LC50 (ppm) 0 18 92 100 25,11 Tabel 2: Data % inhibisi setiap konsentrasi sampel Sampel Ulangan (ppm) OD1 OD2 OD3 100 0,052 0,046 0,02 0,039 80,30 50 0,062 0,056 0,03 0,049 75,25 25 0,071 0,056 0,04 0,056 71,71 12,5 0,075 0,063 0,07 0,069 65,15 6,25 0,098 0,083 0,09 0,090 54,54 3,125 0,102 0,1 0,1 0,100 49,49 1,56 0,125 0,115 0,117 0,119 39,89 0,78 0,139 0,140 0,150 0,143 27,77 0,39 0,145 0,155 0,160 0,153 22,72 0,195 0,182 0,182 0,185 0,183 7,57 Cell control 0,195 0,197 0,202 0,198 0,00 Rerata % inhibisi OD = optical density Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 143 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta 141-145 Berdasarkan data inhibisi di atas maka dapat dibuat hubungan antara konsentrasi sampel dengan % inhibisi seperti pada Tabel 3. Tabel 3: Hubungan antara konsentrasi dengan % inhibisi X (konsentrasi) ppm Y (% inhibisi) 100 80,30 50 75,25 25 71,71 12,5 65,15 6,25 54,54 3,125 49,49 1,56 39,89 0,78 27,77 0,39 22,72 0,195 7,57 0 0,00 Berdasarkan data pada gambar 1, dengan menggunakan model regresi y = ax+b maka dapat dihitung LC50 sebesar 26,35 ppm. Kuatnya aktivitas antikanker dikatagorikan sebagai berikut: LC50 ≤ 5 µg/mL (sangat aktif); LC50 = 5-10 µg/mL (aktif); LC50 = 11-30 (sedang); LC50 ≥ 30 µg/mL (tidak aktif).12 Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta aktif sebagai antikanker terhadap sel HeLa dengan katagori sedang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol spons Hyrtios erecta mempunyai aktivitas sebagai antikanker katagori sedang dengan LC50 sebesar 26,35 ppm. SARAN Untuk mengetahui senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker dalam spons Hyrtios erecta, kiranya perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa aktif tersebut. Selanjutnya, berdasarkan data di atas dapat dibuat grafik antara konsentrasi sampel vs % inhibisi seperti pada Gambar 1. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu Catatan: y = % inhibisi; x = konsentrasi (ppm) Gambar 1: Hubungan antara % inhibisi dengan log konsentrasi 144 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 I MADE DIRA SWANTARA DAN WIWIK SUSANAH RITA 141-145 penelitian ini, terutama kepada saudara Rr Anisa Hernindya yang telah membantu mengerjakan penelitian ini sampai selesai. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, karena telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2015. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengambian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana yang telah berperan dalam pengusulan proposal penelitian ini sampai bisa didanai. Semoga semua amal kebaikan Bapak dan Ibu mendapat pahala dari Ida Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Edianto, D. Kanker Serviks. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo; Jakarta. 2006. Cram, W.R., Stewart, C.F. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Edisi ke-5. Maryland. Williams and Wilkins. 1992. Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D.,Wahyuono, S. Uji sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: Potensial pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 2005;16 (1):58–62. 4. Pabel, C.T., Joachim, V., Wilde, C. Dkk. Antimicrobial activities and matrix assisted laser desorption ionization mass spectrometry of Baccilus isolated from the marine spons Aplysina aerophoba. Mar. Biotechnol. 2003; 32: 424–34. 5. Trianto A, Ambariyanto, Muwarni R. Skrining bahan anti kanker pada berbagai jenis sponge dan gorgonian terhadap L1210 cell line. Jurnal Ilmu Kelautan 2004; 9(3):120-24. 6. van Soest, R.W.M., Van Kempen, T.M.G., Braekman, J.C. Penyunting. The Biosynthesis of Secondary Metabolits: Why is Important: Sponss in Time and Space. Proseding dari the 4th International Porifera Conggress, Amsterdam. 1994. 7. Mclaughlin, J.L. Crown Gall. Tumour on Potato Disc and Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractionation. Biochemistry 1991; 6:1-9. 8. Steven, Colegate, Russel. Detection, Isolation, and Structural Determination of Albany California. London. Crc Press. 1993. 9. Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, McLaughlin. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active plant Constituents. Journal of Planta Medical Research 1982; 45: 31-34. 10. Doyle, A, Griffiths, J.B. Cell and Tissue Culture For Medical Research. New York: John Wiley and Sons Ltd. 2000. 11. Sieuwerts, A.M., Jan G.M.K., Harry, A.P., John A.F. The MTT Tertazolium Salt Assay Scrutinized: How to Use this Assay Reliably to Measure Metabolic Activity of Cell Cultures in vitro for the Assessment of Growth Characteristics, IC50 Values and Cell Survival. Eur J Clin ChemBiochem. 1995; 33: 813-23. 12. Chao, S. G., Valerie, H.L., Wu, X.H. dkk. Novel Cytotoxic Polyprenylated Xanthones from Garcinia gaudichaudii. Tetrahedron 1998;54:10915-24. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 145 ARTIKEL PENELITIAN Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia (Perancangan dan Uji Coba Penerapan Storytelling dengan Pendekatan Positive Psychology untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia Usia 8 Tahun yang sedang Menjalani Kemoterapi dan di Rawat Inap) ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD1, JUKE R. SIREGAR2, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI2, EDI SETIAWAN TEHUTERU3 Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Padjadjaran Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran 4 Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais” 1 2,3 Diterima: 25 Juni 2015; Direview: 3 Juli 2015; Disetujui: 18 September 2015 ABSTRACT The aim of this study is to obtain intervention techniques through storytelling and its influence on the degree of stres in children with leukemia, aged 8 years (middle and late childhood). The participant in this study is 8 year old leukemia patient who experiences stres on “tend to high” category, based on the stres degree scale. The measurement tools of stres was designed by researcher based on Sarafino and Smith’s theory of stres (2001) with the alpha coefficient of reliability is 0.893. In this study, purposive sampling be applied to select the participants and had to go through the medical examination by which an oncologist. Through the medical examination, two of four children have experienced stres on the “tend to high” category, but only one children was permitted to be participant due to physical condition. Intervention with storytelling techniques was implemented after doctor states the patient not in aplasia condition. Intervention was given over 6-days period for 40-60 minutes each session. Result showed a decrease of stres degree after the intervention. This conclude that storytelling technique can be used to reduce the stres degree of leukemia patient aged 8 years. This indicated that through the storytelling method, the participant were identified themselves with the same character’s experiences, moreover the children are able to take the values contained in the story to be applied in his life. The story technique allowed them to express the emotions and cultivate positive emotions, so that children are able to recognize their positive strength and develop it as one of the methods to coping the stres. Keyword: storytelling, stres degree, leukemia ABSTRAK KORESPONDENSI: Anggia Putri Atiadany Achmad, S. Psi Magister Profesi Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung Email: [email protected] Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik intervensi melalui storytelling dan pengaruhnya terhadap derajat stres pada anak dengan leukemia usia 8 tahun (middle and late childhood). Partisipan penelitian adalah satu (1) orang pasien leukemia berusia 8 tahun yang diketahui mengalami stres pada kategori “cenderung tinggi” berdasarkan skala derajat stres. Alat ukur derajat stres disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori stres Sarafino dan Smith (2011). Skala derajat stres memiliki reliabilitas 0,893 melalui pengukuran alpha Cronbach. Penjaringan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan pemeriksaan medis oleh dokter onkologi anak. Dari 4 pasien leukemia usia 7−11 tahun yang direkomendasikan oleh dokter, ditemukan 2 orang pasien yang memiliki derajat stres berada pada kategori “cenderung tinggi”. Hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, 1 dari 2 orang pasien tersebut mengalami kondisi fisik yang sangat lemah sehingga tidak diijinkan untuk menjadi subjek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini hanya melibatkan 1 orang anak leukemia. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter yang menangani pasien dan dinyatakan bahwa secara fisik pasien tidak mengalami kondisi aplasia maka peneliti melakukan intervensi melalui teknik storytelling. Intervensi diberikan selama 6 hari, berturut-turut dalam kurun waktu 40−60 menit per pertemuan. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 147 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kategori derajat stres pada partisipan sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan inervensi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik storytelling dapat digunakan untuk menurunkan derajat stres yang dialami oleh pasien leukemia usia 8 tahun. Metode cerita dengan karakter tokoh yang sama dengan anak dapat mempermudah proses identifikasi dirinya dengan kisah yang dialami tokoh. Disamping itu, anak mampu mengambil nilainilai yang terdapat dalam cerita untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Melalui teknik cerita, anak juga dapat mengekspresikan emosinya dan menumbuhkan emosi positif sehingga mampu mengenali kekuatan positif dalam dirinya dan mengembangkannya sebagai salah satu metode mengatasi stres yang dialaminya. Kata Kunci: storytelling, derajat stres, leukemia PENDAHULUAN K anker pada anak tergolong penyakit langka yang memengaruhi sekitar 1 dari 600 anak di bawah 16 tahun.1 Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus kanker pada anak, dari 42 kasus pada 2012 meningkat menjadi 55 kasus pada 2013.2 Sementara itu, leukemia adalah jenis kanker tertinggi pada anak atau sekitar 2,8 per 100.000 kelahiran. Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).3 Dalam kurun waktu 2006 hingga 2010, jumlah kasus leukemia di RS Kanker “Dharmais” naik tiga kali, yakni 10 kasus pada 2006 dan 25 kasus pada 2009, meningkat menjadi 31 kasus pada 2010 dan 35 kasus pada 2011.4 Rangkaian prosedur kemoterapi membutuh­ kan waktu sekitar 2-3 tahun. Prosedur kemoterapi terdiri atas 3 fase: Pertama, fase induksi sebagai tahap awal untuk menghilangkan gejala penyakit yang terlihat. Kedua, fase konsolidasi yang bertujuan mempertahankan dan memperkuat hasil pengobatan sebelumnya. Ketiga, fase maintenance, yaitu tahapan pemeliharaan kondisi kesehatan pasien. Fase maintenance ini berlangsung sekitar 2–3 tahun.5 Pengobatan pada anak leukemia lebih banyak dilakukan melalui kemoterapi.6 Kemoterapi merupakan pemberian obat (zat kimia) yang berfungsi membunuh/memecah sel kanker, yang terdiri dari beberapa agen (jenis obat). Pada umumnya, obat diberikan dengan beberapa cara, yaitu dengan memasukkan ke dalam pembuluh vena, diminum, atau dimasukkan ke dalam tubuh dengan menanamkan “port”.1Pengobatan melalui teknik kemoterapi bisa berdampak negatif terhadap kondisi psikologis anak, yaitu rasa sakit, mual, dan perasaan yang tidak 148 menyenangkan selama pengobatan. Mereka mungkin merasa sakit, luka di mulut, atau keluhan di area kulit akibat kemoterapi. Kemoterapi juga dapat memberi efek signifikan pada suasana hati dan perilaku. Kebanyakan orang tua menggambarkan anak mereka bersikap lebih emosional atau agresif selama pengobatan.7 Teknik pengobatan yang menimbulkan rasa mual, sakit, dan perasaan tidak menyenangkan dapat memunculkan berbagai kondisi psikologis pada anak. Anak-anak dengan segala jenis kondisi kronis lebih mungkin mengalami masalah sosial, emosional, atau perilaku dibandingkan anak sehat pada usia yang sama.7 Berdasarkan hasil interview dengan psikolog Rumah Sakit “Dharmais” pada 24 Maret 2014, diketahui bahwa jenis kanker terbanyak yang dialami oleh anak adalah leukemia dan limfoma. Adapun reaksi yang dimunculkan oleh anak-anak tersebut adalah melempar bantal, mencabut selang infus (baik ketika akan dipasangkan ataupun setelah infus terpasang seharian), berteriak atau berkata-kata kasar kepada orang tua, saudara, ataupun pada petugas di rumah sakit. Selain itu, anak juga menunjukkan perilaku menghindar dari orang lain. Reaksi-reaksi tersebut paling banyak muncul selama proses pengobatan berlangsung, terutama pada anak-anak yang telah berkali-kali menjalani siklus kemoterapi. Wawancara berikutnya dilakukan dengan bapak T, seorang staf administrasi di Yayasan Kasih Anak Kanker Bandung (YKKB), dilaksanakan pada 1 April 2014. Bapak T sering terlibat langsung dengan anakanak yang didiagnosis kanker di Rumah Kita (rumah singgah milik YKKB). Ia mengatakan bahwa anak yang baru menjalani kemoterapi pertama dan kedua masih dapat dibujuk untuk makan, minum, dan melakukan aktivitas harian. Selain itu, juga dapat dinasihati jika mereka menunjukkan perilaku marah, menangis, atau melempar barang. Sedangkan pada anak yang telah menjalani kemoterapi berulang kali lebih sering menunjukkan perilaku marah, menangis, dan berkata-kata kasar. Dalam keadaan ini, baik orang tua ataupun pengurus kesulitan membujuk atau menasihati anak tersebut. Hal yang biasa dilakukan oleh orang tua atau pengurus adalah membiarkan anak tersebut menangis hingga berhenti sendiri, membiarkan anak sendirian di kamar, atau menuruti keinginan anak walaupun keinginannya merupakan hal yang dilarang oleh dokter. Jika hal ini terjadi maka akan memperburuk kondisi kesehatan anak dan proses pengobatan menjadi tidak efektif. Berdasarkan pembahasan di atas, diketahui bahwa anak yang menjalani pengobatan kanker menunjukkan Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158 beberapa reaksi psikologis. Reaksi-reaksi tersebut muncul akibat adanya sumber stres, yaitu pengobatan penyakit yang dialaminya. Stres merupakan penilaian seseorang mengenai suatu keadaan yang dianggap tidak sesuai antara tuntutan fisik atau psikologis dengan sumber daya yang dimilikinya, terkait dengan sistem biologis, psikologis, dan sosial. Stres sendiri dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya kejadian-kejadian yang memerlukan penye­ suaian atau coping.8 Anak usia 7−11 tahun termasuk pada periode perkembangan kanak-kanak tengah. Pada tahap ini, anak memiliki kemampuan untuk memahami jenis-jenis emosi dan meregulasi emosi lebih baik dibandingkan periode kanak-kanak awal.9 Hal terpenting dari perkembangan emosi pada anak yaitu berkaitan dengan kemampuan anak dalam melakukan coping terhadap stres yang dialaminya. Makin meningkat usia anak, makin lebih mampu anak menilai situasi yang menimbulkan stres dan berusaha untuk mengatasi stres tersebut dengan baik.9 Namun, terdapat situasisituasi tertentu yang menyebabkan anak usia 7−11 tahun mengalami hambatan dalam mengatasi stresnya, di antaranya ketika didiagnosis mengalami penyakit kronis dan mengharuskan anak menjalani pengobatan yang tidak menyenangkan. Stres terdiri dari dua macam, yaitu eustres dan distres. Pada anak dengan kanker, stres yang terjadi berupa distres. Stres ini menimbulkan perasaan tertekan akibat ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan.8,10 Anak yang menjalani kemoterapi dituntut untuk dapat menahan perasaan tidak nyaman dan perasaan mual akibat pengobatan. Selain itu, pada masa kanak-kanak tengah, anak memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Namun, kebutuhan tersebut terhambat oleh proses pengobatan yang menyakitkan sehingga anak tidak bebas bermain dan harus berada di rumah sakit untuk waktu yang lama. Situasi ini dinilai oleh anak menekan dan tidak dapat diatasi sehingga terjadilah distres pada anak. Stres yang dialami anak meng­ akibat­ kan gangguan perkembangan emosi anak. Anak lebih banyak menunjukkan emosi negatif, tidak bahagia, dan pesimis untuk dapat sembuh. Hockenberry-Eaton, Dilorio, dan Kemp (1995) mempelajari 44 anak usia 6,5 sampai 13,5 tahun. Lima belas dari anak-anak tersebut telah mengalami relaps (kambuh). Selain mengukur kepercayaan diri anak-anak, juga dilakukan pengukuran terhadap kecemasan, strategi coping, dan stres yang dirasakan. Namun demikian, skor kepercayaan diri berkorelasi negatif dengan jumlah bulan sejak diagnosis, yaitu anak-anak yang sudah lama menjalani pengobatan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Kepercayaan diri juga lebih rendah bagi anak-anak yang telah mengalami relaps dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami relaps atau kekambuhan. Hal ini turut dipengaruhi oleh kondisi stres yang dialami anak dan ketidakmampuan anak dalam melakukan coping.7 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa anak dengan diagnosis kanker mengalami berbagai dampak psikologis akibat penyakit dan kemoterapi yang dilaluinya. Salah satu intervensi yang dapat diberikan yaitu storytelling dengan pendekatan positive psychology. Intervensi storytelling dengan pendekatan positive psychology adalah kegiatan bercerita yang bertujuan untuk membantu anak mengekspresikan emosinya terhadap perubahan hidup dalam lingkungan yang nyaman; juga untuk membuka kekuatan dalam dirinya sehingga dapat meningkatkan resiliensi dalam hidupnya.11 Intervensi storytelling ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa anak dengan leukemia yang menjalani kemoterapi akan mengalami dampak fisik seperti lelah, mual, dan pusing sehingga anak mengalami kesulitan jika diharuskan melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak gerakan atau berpikir. Selain itu, media storytelling menggunakan teknik metaphore. Melalui metaphore, terapis dapat menyampaikan pesan pada anak tanpa menimbulkan perasaan terancam. Hal ini dikarenakan dalam teknik metaphore, karakter (subjek) diubah menjadi karakter lain (misalnya menggunakan karakter hewan, air, benda mati, atau orang lain). Melalui teknik storytelling, akan terjalin komunikasi dan hubungan yang terapheutic antara pasien dengan terapis. Teknik metaphore juga dapat diaplikasikan untuk menekankan suatu kejadian, perasaan, dan pesan sehingga menimbulkan efek yang lebih besar pada anak.12 Proses penyembuhan melalui storytelling dilakukan dengan cara anak melakukan identifikasi karakter dan peristiwa yang terjadi dalam cerita sehingga membantu mereka dalam merefleksikan pengalaman mereka, yang bisa jadi mirip dengan pengalaman dan emosi tokoh. Ditambah dengan dialog yang dilakukan bersama peneliti dapat menimbulkan proses pemahaman dan analisis dalam diri anak, di mana anak dapat menemukan solusinya sendiri untuk mengatasi emosi yang dirasakannya.11 Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti merancang intervensi melalui penelitian dengan judul “Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia”. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 149 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 MATERI DAN METODA Penelitian ini menggunakan desain single case atau biasa juga disebut dengan single-subject design. Single case adalah sebuah desain penelitian yang menggunakan satu partisipan atau sekelompok individu untuk mengetahui pengaruh dari treatment yang diujicobakan.13 Desain penelitian single case bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu treatment atau perlakuan (melihat hubungan sebab akibat). Penelitian ini menggunakan reversal design atau biasa disebut dengan ABA/ABAB design. Teknik ABA adalah membandingkan hasil pengukuran pada saat treatment diberikan dengan baseline hasil pengukuran pada saat sebelum dan sesudah treatment. Baseline adalah perilaku partisipan dalam keadaan yang terjadi secara alami atau sebelum diberikan treatment. Baseline dalam penelitian ini adalah derajat stres pada anak leukemia sebelum diberikan treatment berupa storytelling dengan prinsip positive psychology.13 Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1: Desain yang digunakan A (pre-test) B A (post-test) Baseline Measure Treatment Condition Baseline Measure A1, A2 B1,B2,B3,B4,B5,B6 A4, A5 Keterangan : A1, A2 (pre-test) : Pengukuran awal derajat stres pada anak leukemia sebelum diberikan treatment. B1,B2,B3,B4,B5,B6 : Pengukuran derajat stres selama diberikan treatment berupa storytelling dengan prinsip positive psychology. A3, A4 (post-test) : Pengukuran akhir derajat stres setelah diberikan treatment (treatment dihentikan). Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purpossive sampling, yaitu pemilihan subjek sesuai dengan kriteria yang penting untuk menjawab pertanyaan penelitian dan ditetapkan oleh peneliti.14 Karakteristik tertentu untuk menjadi subjek penelitian, yaitu didiagnosis leukemia (didiagnosis dilakukan oleh dokter); berusia 7−11 tahun; direkomendasikan oleh dokter onkologi dengan memperhatikan kondisi fisik subjek; bukan merupakan pasien aplasia (kondisi fisik menurun berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium); telah menjalani kemoterapi pertama; menjalani rawat inap; subjek minimal mengalami stres pada kategori “cenderung tinggi” yang ditunjukkan oleh perolehan skor berdasarkan kuesioner derajat stres yang disusun oleh peneliti berada pada rentang 50 – 65; bersedia menjadi partisipan dalam penelitian 150 yang dilakukan secara lisan dan diijinkan oleh orang tua yang ditunjukkan dengan mengisi informed consent. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Tahap Perancangan dan Persiapan Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini: (1) Menyusun alat ukur untuk menjaring subjek, pretest - posttest, dan selama intervensi. Alat ukur yang digunakan dalam penjaringan subjek, juga digunakan untuk mengukur pretest dan posttest, yaitu wawancara, observasi, dan kuesioner derajat stres. Wawancara pada anak dan orang tua merujuk pada pedoman wawancara yang disusun ber­ dasarkan teori reaksi stres oleh Sarafino dan Smith (2011). Sedangkan observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi partisipan, di mana peneliti terlibat langsung dalam kegiatan subjek penelitian (lembar observasi terlampir). Observasi dilakukan terhadap anak dengan leukemia usia 7−11 tahun mengenai reaksi stres dengan merujuk pada pedoman observasi yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori reaksi stres oleh Sarafino & Smith (2011). Pengukuran validitas lembar observasi ini dilakukan dengan uji validitas isi, yaitu melalui expert review oleh dua orang psikolog selaku pembimbing. Di samping itu, observasi juga akan dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya, dengan tujuan mengetahui kejadian yang berkaitan dengan anak. Observasi yang dilakukan oleh orang tua bertujuan untuk melihat reaksi stres pada subjek setiap hari ketika tidak berinteraksi dengan peneliti, mulai dari sesi pre-test hingga post-test. Observasi oleh orangtua menggunakan form behaviour checklist yang disusun sendiri oleh peneliti dengan merujuk pada teori reaksi stres oleh Sarafino & Smith (2011). Form behaviour checklist ini telah diuji validitasnya menggunakan uji validitas konstruk melalui expert review oleh 2 orang Psikolog Klinis Anak, 1 orang Psikolog Klinis RS Kanker “Dharmais”, dan orang Medical Psychologist. Kuesioner derajat stres bertujuan untuk melihat tinggi rendahnya derajat stres yang dimiliki oleh anak leukemia usia 7−11 tahun. Derajat stres pada anak diukur melalui kuesioner Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158 yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan teori reaksi stres oleh Sarafino dan Smith (2011). Sebelum kuesioner derajat stres digunakan, peneliti melakukan uji coba terlebih dahulu. Item pada skala derajat stres telah dilakukan uji validitas (construct validity) melalui expert review dengan kriteria: Medical Psychologist, Psikolog Klinis Anak, Psikolog Klinis RS Kanker “Dharmais”, Psikolog Klinis Anak. Setelah dilakukan uji coba, selanjutnya dilaku­ kan uji reliabilitas menggunakan pengukuran Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas yang dilaku­kan pada 26 item menunjukkan skor relibilitas 0,893. Dengan demikian, alat ukur ini dapat digunakan untuk mengukur derajat stres pada anak usia 7−11 tahun. (2) Penyusunan cerita dengan prinsip positif psychology therapy Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menyusun atau memilih cerita yang akan digunakan dalam penelitian: Pertama, menentukan pesan yang akan disampaikan dalam cerita; Kedua, menentukan konflik; Ketiga, karakter atau tokoh; Keempat, alur cerita. (3) Menguji validitas isi cerita (4) Pelatihan teknik membacakan cerita (5) Melakukan uji coba cerita Uji coba cerita dilakukan 2 kali, yaitu untuk melihat apakah cerita sudah sesuai dengan anak usia 7−11 tahun. Hal-hal yang diujcobakan yaitu panjang cerita, bahasa yang digunakan, dan teknik bercerita. (6) Menyusun manual pelaksanaan intervensi melalui media storytelling dengan pen­ dekatan positif psychology. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam penyusunan modul: Menentukan tujuan; Menentukan metode; Menentukan alokasi waktu; Menentukan setting ruangan atau tempat diberikannya intervensi; Menentukan alat penunjang dalam intervensi; Melakukan evaluasi terhadap rancangan manual; Sebelum intervensi dilakukan maka manual yang telah disusun dievaluasi dan dikon­sultasi­ kan pada beberapa ahli, dengan karakteristik sebagai berikut: Psikolog Klinis Anak, Psikolog yang telah berpengalaman menangani anak dengan leukemia; Storyteller berlisensi; Dokter Onkologi Anak. Tahap Pelaksanaan Hal-hal yang akan dilaksanakan dalam penelitian: 1. Melakukan penjaringan untuk mendapat­ kan subjek penelitian 2. Pelaksanaan pre-test Pretest dilaksanakan 2 kali bertempat di kamar rawat anak pada pukul 09.00. Peng­ ukuran yang dilaksanakan yaitu pengukuran awal untuk derajat stres menggunakan skala derajat stres. 3. Pelaksanaan pre-test Pemberian treatment melalui media storytelling dengan pendekatan positive psychology akan diberi nama “story time” yang terdiri atas 2 kegiatan, yaitu mendengar­ kan cerita yang dibacakan oleh peneliti dan diskusi dengan peneliti. Cerita yang akan dibacakan memuat kekuatan-kekuatan positif tokoh dan bagaimana tokoh mengembangkan kekuatannya untuk mengatasi stresnya. Dialog akan mengarah pada isi cerita yang dibaca­ kan dan pengalaman subjek sendiri. Adapun pelaksanaan treatment sebagai berikut : Intervensi dilakukan selama 6 hari pada pukul 09.00 hingga selesai setiap pertemuan. Seluruh kegiatan penelitian, baik pre-test, intervensi, maupun post-test, dilakukan di ruang rawat inap anak. 4. Pelaksanaan pre-test Post-test dilakukan 2 kali bertempat di kamar rawat anak pada pukul 09.00. Pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran akhir untuk tingkat stres menggunakan skala derajat stres. Tahap Pembahasan dan Pengolahan Data 1. Mencatat dan mengumpulkan seluruh hasil pengukuran, baik melalui kuesioner, observasi, wawancara, maupun hasil diskusi. 2. Hipotesis penelitian dibuktikan dengan mengevaluasi hasil eksperimen, dengan melihat pada 2 kriteria, yaitu kriteria eksperimen dan kriteria therapeutic. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 151 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 3. Pengolahan data secara kualitatif, yaitu menggambarkan proses intervensi dan hasil yang dirasakan oleh subjek penelitian. Peng­ olahan data kualitatif menggunakan teknik content analysis. Pedoman analisis konten pada penelitian ini berupa indikator stres dan pencapaian tujuan intervensi pada anak. 4. Merumuskan simpulan dan saran penelitian. HASIL Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap 2 orang pasien leukemia usia 8 tahun yang memiliki derajat stres cenderung tinggi, menjalani pengobatan rawat inap, dan telah menjalani kemoterapi lebih dari satu kali. Selama pengamatan, satu pasien drop out dikarenakan kondisi fisik subjek mengalami penurunan (drop). Adapun hasil pengukuran derajat stres dapat dilihat pada grafik 1. Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat bahwa partisipan menunjukkan penurunan kategori derajat stres pada intervensi ke-4 hingga pada saat post-test. Sementara itu, terdapat peningkatan skor pada intervensi ke-2. Walaupun demikian, penurunan skor derajat stres sudah terlihat pada intervensi ke-3. Pengukuran derajat stres dilakukan pada pagi hari sebelum kegiatan intervensi dimulai. Hasil pengukuran derajat stres ini juga didukung dengan hasil observasi oleh orang tua melalui behavior checklist. Hasil observasi orang tua dapat dilihat pada grafik 2. > 84,5 = Tinggi 65 – 84,5 = CenderungTinggi 45,5 – 65 = CenderungRendah 26 – 45,5 = Rendah Grafik 1: Skor derajat stres > 84,5 = Tinggi 65 – 84,5 = CenderungTinggi 45,5 – 65 = CenderungRendah 26 – 45,5 = Rendah Grafik 2: Skor stres berdasarkan observasi orang tua 152 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158 Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa selama observasi hingga intervensi pertama, subjek menunjukkan reaksi stres yang dinilai oleh orang tua berada pada kategori cenderung tinggi. Sedangkan pada intervensi kedua hingga post test menunjukkan penurunan, baik dalam skor maupun kategori derajat stres. Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa intervensi ini dapat digunakan untuk menurunkan derajat stres pada anak dengan leukemia yang menjalani pengobatan di rumah sakit. Evaluasi Hasil Eksperimen Evaluasi hasil eksperimen dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian, yaitu melihat apakah terdapat pengaruh pemberian storytelling dalam menurunkan derajat stres pada anak leukemia usia 7–11 tahun yang menjalani kemoterapi. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran kuesioner derajat stres sebelum diberikan treatment (storytelling), pada saat diberikan treatment (storytelling), dan setelah diberikan treatment (storytelling). Berdasarkan hasil pengukuran melalui kuesioner derajat stres diketahui bahwa terdapat penurunan skor dan penurunan kategori derajat stres dari “Cenderung Tinggi” menjadi “Cenderung Rendah”. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi orang tua terhadap reaksi stres anak yang diukur melalui behavior checklist, di mana juga menunjukkan penurunan kategori derajat stres dari “cenderung tinggi” menjadi “cenderung rendah” setelah diberikan intervensi. Berdasarkan hasil observasi peneliti juga terdapat perubahan tingkah laku subjek sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Perubahan yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa treatment (storytelling) berpengaruh dalam menurunkan derajat stres pada anak leukemia usia 8 tahun. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengukuran derajat stres dari alat ukur derajat stres dan behavior checklist terhadap reaksi stres. Tabel 2: Perubahan tingkah laku subjek sebelum dan sesudah diberikan intervensi Sebelum diberikan storytelling Saat diberikan storytelling Setelah diberikan storytelling Sering memotong pembicaraan orang lain Mendengarkan orang berbicara hingga selesai Mendengaran orang berbicara hingga selesai Menunjukkan ekspresi wajah murung Menunjukkan ekspresi wajah tersenyum dan tertawa Menunjukkan ekspresi tertawa dengan frekuensi yang lebih sering Mengabaikan orang lain yang berinteraksi dengannya Melihat orang yang mengajaknya berbicara Menjawab pertanyaan atau obrolan dari orang lain Terlihat tidak memahami percakapan Menjawab sesuai dengan konteks pembicaraan Menjawab sesuai dengan konteks pembicaraan (frekuensi lebih banyak) Menolak tersenyum pada orang lain dan tenaga medis Tersenyum ketika diminta oleh tenaga medis Tersenyum dan tertawa ketika diminta oleh tenaga medis Menolak berbicara pada orang lain Menjawab pertanyaan orang lain Memulai bercerita pada orang tua tanpa diminta. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 153 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan terhadap satu orang pasien leukemia usia 8 tahun dengan inisial F. F telah menjalani proses induksi selama 1 bulan ketika intervensi mulai dilakukan. F didiagnosis leukemia relaps – high risk. Dengan demikian, pengobatan pada saat penelitian merupakan kali kedua F menjalani fase induksi. Menurut orang tua F, terdapat perubahan tingkah laku F pada saat menjalani pengobataan saat ini dengan pengobatan yang sebelumnya. Selama menjalani pengobatan pada kondisi relaps, F lebih sering memunculkan reaksi stres (berdasarkan behavior checklist) dibandingkan ketika F menjalani fase induksi sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari Hockenberry-Eaton, Dilorio, dan Kemp (1995) yang mempelajari 44 anak usia 6½ sampai 13½ tahun. Lima belas dari anak-anak tersebut telah mengalami relaps (kambuh). Skor kepercayaan diri lebih rendah bagi anak-anak yang telah mengalami relaps dibandingkan dengan mereka yang tidak menglami relaps atau kekambuhan, di mana hal ini turut dipengaruhi oleh kondisi stres yang dialami anak dan ketidakmampuan anak dalam melakukan coping.7 Terjadinya perbedaan tingkah laku pada F dapat terjadi akibat saat ini F tengah berada pada tahap perkembangan kanak-kanak tengah. Pada fase ini, anak mulai menjalin hubungan pertemanan dengan teman sebaya, menjalani aktivitas belajar di sekolah, dan lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan. Pada tahap kanak-kanak tengah, anak memiliki kemampuan untuk memahami jenis-jenis emosi dan meregulasi emosi lebih baik dibandingkan periode kanak-kanak awal.9 Hal terpenting dari perkembangan emosi pada anak yaitu berkaitan dengan kemampuan anak dalam melakukan coping terhadap stres yang dialaminya. Makin meningkat usia anak, makin mampu menilai situasi yang menimbulkan stres dan berusaha untuk mengatasi stres tersebut dengan baik.9 Namun, dengan adanya pengobatan kemoterapi dan efeknya dinilai oleh anak sebagai situasi yang menekan dan tidak dapat diatasi sehingga terjadilah distres pada anak. Ketika anak mengalami stres maka dimensi stres yang paling mendominasi adalah emosi negatif, seperti kemarahan, kekecewaan, rasa takut, dan kecemasan lain.15 Hal ini juga terjadi pada F. Berdasarkan pengukuran derajat stres dan observasi orang tua diketahui bahwa F lebih didominasi oleh reaksi stres berupa emosi negatif. Melalui intervensi storytelling, anak dibantu untuk mengenali emosi yang dirasakannya, mengekspresi­ 154 kannya, dan menumbuhkan emosi positif dari pengalaman tokoh yang kemudian diidentifikasikan dengan dirinya sendiri. Dalam penelitian ini, F menunjukkan perubahan emosi menjadi lebih positif pada intervensi ke-3. Selama mendengarkan cerita, F menunjukkan ekspresi emosi positif seperti tertawa dan tersenyum. Di akhir sesi juga F mengatakan bahwa ia merasa senang. Terdapat 2 tahapan utama dalam storytelling, yaitu mendengarkan cerita dan mendiskusikan isi cerita tersebut. Cerita yang dibacakan pada subjek disusun menggunakan pendekatan positive psychology, dimana terdapat beberapa unsur dalam cerita, yaitu pengalaman positif, kekuatan positif, dan pengembangan kekuatan positif sebagai antisipasi terhadap situasi yang menekan (stresfull). Setiap cerita harus terdapat metaphore, yaitu suatu perumpamaan yang bertujuan untuk menekan­ kan suatu pesan dan memberikan kesan yang lebih mendalam bagi pendengar (anak) sehingga lebih mudah dihayati oleh anak.12 Sementara itu, metaphore juga digunakan dalam menentukan karakter atau tokoh dalam cerita.11 Tokoh cerita untuk anak usia pra-sekolah dapat menggunakan pohon, hewan, sungai, atau benda lain, sedangkan bagi anak usia sekolah atau middle and late childhood tokoh manusia lebih diutamakan dengan tujuan untuk memudahkan proses identifikasi anak terhadap pengalaman tokoh. Pada intervensi terhadap anak, sangat dibutuhkan adanya suasana yang nyaman dan tidak mengancam anak. Oleh karena itu, teknik storytelling diberikan melalui 4 level. Pada level satu, anak didengarkan cerita mengenai orang lain dengan tujuan agar anak tidak merasa terancam. Poin diskusi pun lebih banyak diarahkan pada perasaan, pikiran, dan pengalaman tokoh. Walaupun demikian, terapis juga dibolehkan bertanya tentang perasaan anak sebagai sarana anak untuk secara langsung mengekspresikan emosinya. Namun, jika anak belum bersedia maka pertanyaan kembali diarahkan pada tokoh cerita.11 Pada intervensi hari pertama, peneliti membacakan kisah Boby si Pejuang, yang berisi tentang kisah anak survivor leukemia. Dalam cerita ini, karakteristik dan pengalaman sakit tokoh memiliki kemiripan dengan F, yaitu seorang anak laki-laki usia 8 tahun, memiliki kesenangan bermain dengan temannya, dan didiagnosis ALL (Acute Leukemia Lymphoblastic). Ketika anak berhasil melakukan identifikasi maka secara tidak langsung anak akan menggali pengalaman yang pernah dilaluinya dan kembali merasakan perasaan serta pemikirannya. Keberhasilan Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158 proses identifikasi dapat dilihat dari respons anak seperti mengatakan bahwa ia memiliki kesamaan sifat dengan tokoh atau kesamaan pengalaman dengan tokoh. Selain itu, juga dapat dilihat dari jawaban anak mengenai kekuatan positif atau pengalaman positif yang dimilikinya. Ketika peneliti membacakan cerita bagian 1 pada F yang berisi tentang pengalaman positif dan kekuatan positif, beberapa kali F terlihat tersenyum dan tertawa. Ia juga berkomentar secara spontan mengenai cerita yang dibacakan, namun komentar tersebut disampaikannya pada ayah atau ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tokoh yang dibuat mirip dengan anak dapat membantunya dalam menghayati pengalaman positif tokoh dan menumbuhkan emosi positif yang terlihat melalui reaksi F. Melalui identifikasi karakter pada cerita, anak dapat mengeksplorasi pengalaman positifnya dan menimbulkan emosi positif terhadap pengalaman yang menyenangkan tersebut.11Perilaku anak yang berkomentar hanya pada ayah dan ibunya menunjukkan anak belum terbuka pada peneliti. Hal ini sejalan dengan salah satu reaksi stres, yaitu adanya emosi negatif dan tingkah laku menghindar dari situasi sosial.11 Oleh karena itu, peneliti perlu menciptakan rasa aman bagi anak agar dapat lebih terbuka dan mengekspresikan dirinya sendiri pada peneliti. Berdasarkan pemikiran tersebut maka diskusi yang dilakukan pun lebih banyak berupa pertanyaan tertutup dan lebih mengarah pada tokoh cerita saja. Peneliti tidak memaksakan anak untuk menyampaikan perasaannya secara langsung. Tujuan dari intervensi hari kedua yaitu untuk menemukan teknik pengembangan kekuatan positif dalam diri tokoh. F dapat mengindentifikasi kekuatan positif pada tokoh, namun perlu dituntun untuk menganalogikan ke dirinya sendiri. F juga dapat menyimpulkan teknik pengembangan kekuatan positif yang dimiliki tokoh. Hanya saja, dalam proses penyimpulan tersebut anak perlu dibantu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan singkat. Selama kegiatan berlangsung, F menunjukkan emosi positif dengan senyuman dan jawabanjawaban yang spontan, walaupun terkadang masih diarahkan pada orang tuanya. Berdasarkan reaksi yang ditunjukkan F maka dapat diketahui bahwa F lebih banyak menunjukkan emosi positif sehingga ketika bertemu dengan peneliti pun F mulai lebih terbuka dan mulai menjalin kontak dengan peneliti. Hal ini dapat terjadi karena mulai terbentuknya hubungan antara peneliti (sebagai storyteller) dengan F, seperti yang disampaikan oleh Webb bahwa dalam konseling terhadap anak dibutuhkan seni, salah satunya adalah cerita, sehingga menciptakan suasana yang therapeutic dan aman bagi anak.11 Selain itu, anak terlihat mampu mengaitkan isi cerita dengan apa yang dialaminya. F menyebutkan bahwa cerita Boby sangat mirip dengan apa yang dialaminya, baik pengalaman sakit ataupun pengalaman positif seperti ketika bermain dengan teman-temannya. F juga mengatakan bahwa ia juga akan segera pulang jika ia menjalankan pengobatan dengan penuh semangat. Hal ini menunjukkan adanya harapan bagi F untuk segera diijinkan pulang ke rumahnya. Munculnya emosi positif pada F tidak terlepas dari proses identifikasi yang berhasil dilakukan anak, di mana cerita yang berkaitan dengan anak dapat menumbuhkan harapan, mengembangkan rasa optimisme, dan menciptakan perasaan bahwa ia tidak sendirian menghadapi situasi yang menekan.11 Ketika mendengarkan cerita dengan tokoh perempuan, F lebih terlihat diam dibandingkan pada intervensi hari pertama dan kedua. F mengatakan bahwa ia kurang menyukai cerita yang dibacakan peneliti dikarenakan ia tidak menyukai karakter perempuan sehingga ia merasa beberapa bagian cerita tidak dapat ia pahami. Ketika berdiskusi, F cenderung menggunakan katakata “kaya Boby” (tokoh laki-laki) yang menunjukkan bahwa cerita “Boby” lebih meninggalkan kesan bagi F dibandingkan cerita “Jessie” (tokoh perempuan). Hal ini menunjukkan bahwa semakin mirip karakter tokoh dalam cerita dengan subjek, semakin berkesan cerita tersebut baginya serta menimbulkan rasa ketertarikan terhadap pengalaman tokoh. Rasa ketertarikan subjek terhadap cerita yang dibacakan akan membuat anak lebih “terikat” pada kegiatan. Hal ini juga akan membantunya dalam mengeksplorasi pengalaman hidup dan situasinya sendiri. Healing dapat dirasakan anak dengan cara mengidentifikasi karakter dalam cerita. Terapis dapat membuat kemiripan antara karakter dalam cerita dengan kehidupan pribadi anak itu sendiri untuk membantu mereka mengeksplorasi pengalaman hidup dan situasinya sendiri.11 Walaupun demikian, F mengatakan bahwa ia merasakan bahagia karena teringat pada adik yang sangat ia sayangi, ketika mendengarkan pengalaman Jessie dengan saudarasaudaranya. Bagi F, saat-saat bermain dengan adik merupakan hal yang membahagiakan. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman tokoh yang sangat mirip dengan subjek tetap dapat menggugah emosi Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 155 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 positifnya, walaupun F terlihat kurang menikmati cerita. Pada intervensi hari ke-4, F mulai terbuka pada peneliti dengan mulai bercerita terlebih dahulu tanpa ditanya. Hal ini menunjukkan bahwa F mulai merasa nyaman dengan kehadiran peneliti. Melalui teknik storytelling akan terjalin komunikasi dan hubungan yang terapheutic antara pasien dengan terapis.16 Melalui kegiatan pada intervensi ke-5 ini dapat dilihat bahwa anak dapat menumbuhkan emosi positifnya yang ditunjukkan melalui senyuman dan selalu menjalin kontak mata dengan peneliti. F juga dapat menyelesaikan akhir cerita dengan mengem­ bang­kan kekuatan positifnya. Hal ini menunjukkan bahwa F dapat menggunakan kemampuan kognitifnya untuk menemukan pemecahan masalah. Melalui kegiatan mengubah atau menyusun akhir cerita, dapat menjadi sarana bagi anak untuk mendiskusikan perubahan emosi yang mungkin terjadi sehingga dapat juga dijadikan pelajaran bagi anak dalam mengatasi stresnya sendiri.11 Selama diskusi menye­ lesai­kan akhir cerita, F lebih banyak menunjukkan ekspresi tertawa (tampak gigi). Pada intervensi hari ke-6, anak diminta untuk menceritakan tentang dirinya sendiri. Melalui ceritanya, F menggambarkan tentang seekor harimau kecil yang tidak berdaya, namun mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya yang menyayanginya dan membantunya dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Menurut F, harimau ini memiliki kekuatan positif berupa kasih sayang dari orangorang terdekatnya, terutama ayah dan ibu. Selain itu, kekuatan positif lain, yaitu memiliki banyak teman dan kemampuannya dalam matematika. Action plan yang dibuat F yaitu mengembangkan kekuatan positif yang berupa dukungan dari orang terdekatnya. F mengatakan bahwa ia merasa bersemangat setelah menyadari bahwa kedua orang tuanya selalu melindungi dan membantunya saat dibutuhkan. Namun, F mengangkat bahunya ketika pertanyaan diarahkan untuk mengembangkan kekuatan positifnya dalam berinteraksi dengan teman sebaya. F mengatakan bahwa ia masih enggan untuk bermain bersama dengan pasien lain. F menolak untuk menceritakan lebih lanjut mengenai keengganannya tersebut. Selama bercerita, F sering berhenti beberapa saat lalu tertawa lebar. Hal ini menunjukkan bahwa ia mengalami emosi positif ketika mengingat tentang pengalaman yang dilaluinya. Tujuan akhir dari intervensi hari ke-6 yaitu anak dapat membuat action plan dengan mengembangkan 156 kekuatan positifnya, baik berupa internal maupun eksternal. Namun, pada penelitian ini F terlihat lebih banyak mengembangkan kekuatan positif yang bersifat eksternal. Hal ini menumbuhkan rasa bahagia dan semangat dalam diri F. Ketika diminta untuk mengembangkan kekuatan internalnya, seperti kemampuan menjalin interaksi dengan teman sebaya, F menolaknya dan tidak bersedia menjelaskan alasannya. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya F belum terbuka sepenuhnya pada peneliti. Dengan demikian, ia cenderung menceritakan dirinya meng­ guna­kan tokoh lain, yaitu harimau (anak tidak mau membahas dirinya sendiri). Selain itu, F juga belum terbuka mengenai perasaannya atau pikirannya terhadap orang lain yang ada di rumah sakit. Ia lebih banyak menyebutkan perasaan dan pemikirannya terkait pengobatannya. Perilaku F yang kurang terbuka pada peneliti dapat terjadi akibat peneliti terlalu cepat meminta F untuk menceritakan tentang dirinya pada pertemuan ke-6. Sebelumnya F hanya diberikan 2 cerita lengkap dan 1 cerita yang tidak lengkap. F belum siap jika objek diskusi diarahkan pada dirinya sendiri. Kurang­ nya kemampuan F dalam mengembangkan kekuatan positif juga dapat terjadi akibat kurangnya contoh yang diberikan. Peneliti hanya memberikan 2 contoh melalui cerita yang lengkap. Ketika anak mendengarkan cerita, mereka biasanya akan mengidentifikasi karakter dan peristiwa yang terjadi dalam cerita. Hal ini membantu anak untuk merefleksikan pengalaman pribadinya yang bisa jadi mirip dengan pengalaman dan emosi karakter. Dengan demikian, anak dapat memproses, memahami, dan menemukan solusi dari permasalahan yang mereka alami.11 Dalam hal ini, solusi yang diambil oleh F adalah mengandalkan dukungan dari orang tuanya dan harapannya untuk segera pulang. F mengatakan bahwa untuk mencapai tujuannya tersebut (pulang) maka ia akan terus semangat melakukan pengobatan; jika merasa sakit maka ia akan mengambil nafas panjang; meminta ayah atau ibu untuk membantunya memberikan tisu beralkohol; dan membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Selama intervensi dapat dilihat bahwa F menunjukkan perubahan emosi negatif menjadi emosi positif, seperti tertawa dan tersenyum. Teknik coping yaitu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi munculnya reaksi stres, salah satunya melalui pendekatan emosional.8 Melalui storytelling anak dapat mengeksplorasi pengalaman positif dan kekuatan positifnya sehingga menimbulkan perasaan Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD, JUKE R. SIREGAR, LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 147-158 atau emosi positif seperti rasa bahagia, bangga, dan tidak sendiri. Perubahan emosi dari negatif menjadi positif dapat terjadi akibat adanya perubahan frame work atau skema berpikir yang dikarenakan adanya transfers of learning. Dalam hal ini, anak mempelajari pengalaman tokoh dan mengadaptasi teknik-teknik yang dilakukan tokoh untuk mengatasi stres. Melalui cerita, anak juga mendapatkan sudut pandang baru mengenai pengalaman tidak menyenangkan yang dirasakannya. Mungkin sebelumnya anak merasa terasing dan merasa paling tersiksa dengan penyakit­ nya, namun lewat cerita, anak menyadari bahwa bukan hanya ia sendiri yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan. Perubahan cara berpikir ini dapat memunculkan perasaan tidak sendiri yang merupakan salah satu emosi positif. Fungsi emosi sendiri dapat berpengaruh dalam cognitive appraisal. Ketika anak kembali merenungkan kejadian yang dialaminya dan menemukan bahwa ia merasa tidak sendiri, merasa memiliki kekuatan, dan memiliki harapan untuk sembuh maka situasi stresfull dapat berubah menjadi situasi yang tidak lagi menekan. Perubahan cognitive appraisal ini tentu akan membawa pengaruh pada dimensi lain dari stres, di mana anak akan lebih membuka diri untuk bertemu dengan orang baru, dapat berpikir dengan lebih baik, dan reaksi-reaksi fisik akan semakin berkurang. Perubahan derajat stres pada anak dapat dilihat dari reaksi stres ketika pertama kali bertemu dengan peneliti dibandingkan dengan perilaku setelah diberikan intervensi. F didiagnosis mengalami ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia) relaps pada Maret 2015 dan dirawat kembali di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. F lebih banyak menunjukkan wajah murung. Ia cenderung mengabaikan siapa pun yang mengajaknya berkomunikasi atau bermain. F juga sering menangis dan marah tanpa sebab. Selain itu, orang tua merasa F seringkali terlihat kesal ketika berbicara dengan volunter dan mengatakan bahwa ia tidak memahami apa yang disampaikan oleh orang lain. Hal tersebut didukung dengan hasil observasi oleh orang tua melalui behaviour checklist yang menunjukkan skor derajat stres F berada pada kategori cenderung tinggi. Begitu juga dengan skor derajat stres yang berada pada kategori cenderung tinggi melalui skala derajat stres yang diisi oleh anak sendiri. Menurut dr. Edi (Dokter Onkologi Anak Rumah Sakit Kanker “Dharmais”), stres merupakan salah satu kondisi yang dapat memperburuk kondisi kesehatan pada anak dengan leukemia. Oleh karena itu, perlu diberikan sebuah intervensi psikologis untuk membantu anak mengatasi hal tersebut. Setelah menjalani intervensi, F mengatakan bahwa situasi yang dihadapinya saat ini sudah tidak terlalu menekannya karena ia dapat mengandalkan orangorang yang ada di sekitarnya. Stres dapat muncul ketika penilaian seseorang terhadap suatu situasi (primary appraisal) dianggap sebagai hal yang mengancam. Penilaian seseorang terhadap situasi dapat berpengaruh terhadap perasaan dan perilakunya.8 Hal ini ditunjukkan dengan penurunan skor derajat stres dari “cenderung tinggi” menjadi “cenderung rendah”. KESIMPULAN Penelitian ini membuktikan bahwa teknik storytelling berpengaruh terhadap penurunan derajat stres pada anak dengan leukemia. Penurunan derajat stres dimulai dengan terjadinya perubahan emosi negatif menjadi emosi positif. Terjadinya penurunan derajat stres dapat diakibatkan oleh kemampuan anak dalam mengatasi sumber stresornya. DAFTAR PUSTAKA Hull David & Johnston Derek I. Dasar-dasar Pediatri. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. 2008 2. http://www.beritasatu.com. 62% kanker anak ditemukan pada stadium lanjut. Diakses tanggal 28 Februari 2014 3. Whittaker J. A & Holmes. J. Leukaemia and Related Disorder. Third edition. Oxford. Blackwell Science. 1998 4. http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 16 Februari 2013 5. Bearison, David, J & Mulhern, Raymond K. Pediatric Psychooncology Psychological Perspectives on Children with Cancer. New York. Oxford University press. 1994 6. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta. Penerbit Fakultas Kedokteran UI. 2008 7. Eiser C. Children with Cancer: the Quality of Life. New Jersey. Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 2004 8. Lazarus, Richard, S. Stres and Emotion. New York. Springer. 1999 9. Lazarus, Richard. S & Folkman, Susan. Stres, appraisal, and coping. New York. Springer. 1984 10. Santrock, John. W. Child Development; An Introduction. New York. McGraw-Hill. 2011 11. Sarafino, Edward. P & Smith, Timothy. W. Health Psychology; Biopsychosocial Interactions. Sevent Edition. USA. John Wiley & Son, Inc. 2011 1. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 157 Penerapan Storytelling sebagai Intervensi untuk Menurunkan Derajat Stres pada Anak Leukemia ... 147-158 12. Slivinske, Johanna & Slivinske, Lee. Storytelling and Other Activities for Children in Therapy. New Jersey. John Willey & Sons, Inc. 2011 13. Perrow, Susan. Healing Stories for Challenging Behavior. United Kingdom. Hawtorn Press. 2008 14. Christensen, Larry B. Experimental Methodology. Tenth Edition. Boston. Pearson Education, Inc. 2007 158 15. Barker Chris, Pistrang Nancy, Elliot Robert. Research Methods in Clinical Psychology. Second Edition. England. John Wiley & Sons, Ltd. 2002 16. Ibung, Dian. Stres pada Anak (6-12 tahun). Jakarta. PT. Elex Media Komputindo. 2008 17. George. W. 101 Healing Stories for Kids and Teens Using Metaphors in Therapy. New Jersey. John Willey & Sons. 2005 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ARTIKEL PENELITIAN Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Diterima: 2 September 2015; Diriview: 4 September 2015; Disetujui: 1 Oktober 2015 ABSTRACT Palliative cancer patients undergo severe pain, and pharmacological therapy in some cases cannot fully relieve pain. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) is non-pharmacological relaxation stimulating complementary therapy which is safe, accessible, inexpensive and effective. The study aimed to identify effect of SeLIMuT to pain in palliative cancer patients. The study was a quasi experiment- pre-test and post-test design using comparison group with purposive and consecutive sampling carried out at inpatient ward I of Dr Sardjito Hospital Yogyakarta. Respondents were divided into intervention group (n=23) with SeLIMuT therapy four times each within 15-20 minutes and control group (n=23) without therapy. Pain was assessed in both groups using Visual Analog Scale (VAS). The result of the study showed that there was significant difference in average pre-post in both groups with score of p=0.001 (p<0.05). Pain decrease occurred in SeLIMuT group after intervention with score of mean 2.144 (0.91). Pain decrease in SeLIMuT group was also clinically significant (mean≥1.0). Increase in pain level occurred in the control group with score of mean -0.03 (0.15). SeLIMuT intervention both statistically and clinically affected pain level in palliative cancer patients. SeLIMuT was effective in reducing pain. Keyword: palliative cancer, pain, SeLIMuT, Visual Analog Scale ABSTRAK KORESPONDENSI: Nuzul Sri Hertanti, S.Kep., Ns. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] (+6281904192021) Pasien kanker paliatif melaporkan nyeri yang lebih berat. Pada beberapa kasus, terapi farmakologi pada tidak sepenuhnya dapat mengurangi nyeri. Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) merupakan terapi komplementer perangsang relaksasi nonfarmakologis yang aman, mudah, murah, dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SeLIMuT terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Penelitian intervensi Quasi Experiment- pre-test and post-test design with Comparison Group dengan purposive and consecutive sampling ini dilakukan di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Responden dibagi dalam kelompok intervensi (n=23) yang menerima terapi SeLIMuT sebanyak empat kali masing-masing selama 15−20 menit dan kelompok kontrol (n=23) yang tidak diberikan terapi. Kedua kelompok dilakukan pengukuran nyeri pre- dan post- dengan Visual Analog Scale (VAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata selisih nyeri pre-post pada kedua kelompok dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Penurunan nyeri terjadi pada kelompok SeLIMuT setelah mendapatkan intervensi dengan nilai mean (SD) 2,144 (0,91). Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT juga bermakna secara klinis (mean ≥ 1,0). Peningkatan skor nyeri terdapat pada kelompok kontrol dengan nilai mean (SD) -0,03 (0,15). Dapat disimpulkan bahwa secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurunkan nyeri. Kata Kunci: kanker paliatif, nyeri, SeLIMuT, Visual Analog Scale. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 159 Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165 PENDAHULUAN K anker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia.1 Penyakit ini berakibat serius pada quality of life, di mana pasien sering mengalami penderitaan fisik, psikososial, spiritual, dan berbagai masalah lain. Gejala fisik yang paling sering menyertai penyakit kanker adalah nyeri.2 Insidensi nyeri pada pasien dengan diagnosis kanker baru dilaporkan sebesar 38% dan 81% pada pasien kanker terminal.3 Nyeri yang tidak tertangani akan berdampak pada kecemasan, depresi, helplessness, hopelessness, keinginan untuk mengakhiri kehidupan, dan ketakutan pada pasien maupun keluarga mereka.4-8 Pasien dengan kanker stadium lanjut melaporkan nyeri yang lebih berat.9 Pemberian analgesik pada beberapa kasus tidak sepenuhnya dapat mengurangi nyeri pada pasien kanker stadium lanjut. Pasien mencari terapi untuk mengurangi penderitaan pada akhir kehidupan mereka.10 Bagi pasien kanker stadium lanjut, paliatif adalah perawatan yang dominan diberikan.11 Tren perawatan paliatif yang berkembang saat ini adalah menggabungkan terapi medis dengan terapi komplementer (Complementary and Alternative Medicine/CAM) untuk mengurangi gejala yang mengganggu pasien, termasuk nyeri. Secara global, lebih dari 80% pasien kanker dilaporkan telah menggunakan beberapa jenis terapi CAM.12,13,14 Saat ini, terapi musik merupakan bagian dari terapi komplementer pada perawatan kanker yang berdampingan dengan terapi medis. Terapi musik memiliki kelebihan sebagai intervensi yang dapat diterapkan secara sederhana, noninvasif, perangsang relaksasi nonfarmakologis yang aman, murah, dan efektif.15 Beberapa alasan yang telah dijelaskan di atas menjadi dasar peneliti untuk menawarkan inovasi baru Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) di bidang kesehatan, khususnya sebagai terapi komplementer pasien kanker paliatif dengan nyeri. Terapi SeLIMuT adalah prosedur pemberian terapi musik yang mudah, murah, dan efektif dengan mendengarkan jenis musik slow tempo stabil, level suara rendah dan soft dynamic, serta tekstur konsisten (kombinasi suara dan instrumental). Terapi ini diberikan selama 15−20 menit dan memberikan kebebasan pasien untuk memilih musik yang disukai dan dikombinasikan dengan napas dalam. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh 160 Self-selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. MATERI DAN METODE Jenis penelitian ini adalah intervensi dengan rancangan Quasi Experiment- pre-test and post-test design with Comparison Group. Dilakukan dua kali pengukuran variabel nyeri (pre- dan post-test) pada kedua kelompok. Pengambilan data dilakukan pada November−Desember 2012 di Instalasi Rawat Inap I (IRNA I) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito, Yogyakarta. Sampel penelitian didapatkan menggunakan teknik purposive and consecutive sampling dengan kriteria inklusi: pasien terdiagnosis kanker stadium III dan atau IV oleh dokter, mengalami nyeri ringan sampai berat, berusia 18 tahun ke atas, tidak mengalami gangguan pendengaran, menyukai musik, dan bersedia terlibat dalam penelitian. Kriteria eksklusi meliputi pasien yang mengalami penurunan kesadaran, pasien tidak kooperatif, dan pasien dalam keadaan emergency. Kriteria pasien yang mengalami drop out dalam penelitian adalah saat intervensi SeLIMuT berlangsung, pasien tibatiba mengalami keadaan emergency atau nyeri hebat atau tidak kooperatif, pasien pulang, pasien meninggal, dan pasien tiba-tiba mengundurkan diri. Jumlah sampel 46 orang, dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok SeLIMuT (n=23) dan kelompok kontrol (n=23). Skor nyeri diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS). VAS cukup valid dan reliable untuk digunakan dalam pengukuran nyeri.16 Beberapa studi lain menunjukkan bahwa VAS merupakan alat ukur yang valid dan reliable pada pengukuran intensitas nyeri, baik kronik maupun akut.17 Intervensi SeLIMuT diberikan empat kali selama dua hari melalui MP3 Player dan earphone. Intervensi SeLIMuT diberikan sebagai terapi komplementer setelah responden minum obat analgesik sesuai dengan dosis dokter, kira-kira 1−2 jam setelah jam terapi farmakologi. Setiap sesi terapi berlangsung selama 15−20 menit. Sebelum dan sesudah terapi, dilakukan pengukuran nyeri dan napas dalam selama 1 menit. Data demografi responden pada kedua kelompok diuji secara univariat dan dilakukan uji homogenitas dengan Chi-square test atau Fisher’s exact test untuk data kategorik dan data numerik diuji dengan independent t-test atau Mann-Whitney U test. Nilai rerata nyeri kedua kelompok diuji menggunakan Mann-Whitney U test dengan α<0,05, CI 95%. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165 HASIL Data demografi responden kelompok SeLIMuT dan kontrol dibandingkan (Tabel 1). Hasil uji homogenitas data demografi pada kedua kelompok menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti karakteristik responden kedua kelompok adalah homogen atau sama. Tabel 1: Karakteristik demografi responden pasien kanker paliatif di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, November 2012 (n=46) Kelompok penelitian Karekteristik SeLIMuT (n=23) n (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia 1 (4,3%) 22 (95,7%) 13 (56,5) 5 (21,7) 1 (4,3) 4 (17,4) 0 Stadium kanker III IV Kemoterapi 20 (87) 3 (13) Obat yang sedang dikonsumsi Ya Tidak Mean (SD) p-value 46,26 (11,42) 3 (13%) 20 (87%) 49,43 (9,62) 0,352 0,295 9 (39,1) 6 (26,1) 0 5 (21,7) 3 (13) 10,87 (7,38) 15 (13,01) 0,272 20 (87) 3 (13) 3,09 (2,66) 1,87 (5,44) 4,30 (2,12) 7,65 (13,28) 0,064 0,326 0,271 13 (56,5) 10 (43,5) 16 (69,6) 7 (30,4) 2 (8,7) 21 (91,3) 2 (8,7) 21 (91,3) Tabel 2: Karakteristik musik pilihan responden kelompok SeLIMuT di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, November 2012 (n=46) Jenis musik n (%) Rohani 7 (30,4) Dangdut 0 Pop Indonesia 2 (8,7) Pop barat 0 Tradisional 3 (13) Kenangan 0 Keroncong 1 (4,3) Instrumental 1 (4,3) Lebih dari 1 musik 9 (39,1) Sumber: Data primer, 2012 0,667 Radioterapi Penyakit selain kanker Ada Tidak ada n (%) 0,304 Jenis kanker Payudara Cervix Prostat Ovarium Nasofaring Lama sakit Operasi kanker Ya Tidak Mean (SD) Kontrol (n=23) Responden pada kelompok SeLIMuT memilih lagu yang telah disediakan oleh peneliti dalam buku menu. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa mayoritas responden kelompok SeLIMuT, yaitu 9 orang (39,1%), memilih lebih dari satu jenis musik untuk didengarkan dalam terapi SeLIMuT. Lagu yang paling banyak didengarkan saat terapi adalah lagu rohani. Berdasarkan Tabel 3, terdapat perbedaan nilai rerata selisih nyeri pre-post yang signifikan secara statistik pada kedua kelompok dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Pada kelompok SeLIMuT, sebanyak 23 orang didapatkan skor selisih nyeri pre-post dengan mean (SD) sebesar 2,144 (0,91). Nilai tersebut menunjukkan bahwa skor nyeri post- dengan mean(SD) yaitu 1,16 (1,26) lebih kecil daripada skor nyeri pre-, yaitu 3.30 (1.81). Hal ini berarti terdapat penurunan nyeri yang dialami pasien setelah mendapatkan SeLIMuT. Tabel 3: Hasil uji beda skor selisih nyeri pre-post kelompok SeLIMuT dan kelompok kontrol di IRNA I RSUP Dr. Sardjito, November 2012 (n=46) 0,696 3 (13) 20 (87) Med (min-max) 95% CI Kelompok penelitian 0,304 1 (4,3) 22 (95,7) Mean (SD) p-value 0.001 SeLIMuT (n=23) 2,144 (0,91) 1,85 (0,63-3,50) 1,75, 2,54 Kontrol (n=23) -0,03 (0,15) 0,00 (-0,50-0,25) -0,09, 0,03 Sumber: Data primer, 2012 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 161 Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165 Nilai rerata selisih nyeri pre-post pada kelompok kontrol ditunjukkan pada Tabel 3 didapatkan (SD) -0,03 (0,15). Mean (SD) skor nyeri pre- dan postkelompok kontrol adalah 1,66 (0,79) dan 1,69 (0,77). Hal ini berarti terjadi peningkatan nyeri pada responden yang tidak mendapatkan SeLIMuT. Penurunan nyeri pada kelompok SeLIMuT (mean = 2,144) juga bermakna secara klinis. Cut off point nyeri dikatakan mengalami penurunan yang bermakna jika mean ≥ 1,0.18-20 Dapat disimpulkan bahwa secara statistik maupun klinis, intervensi SeLIMuT berpe­ ngaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurunkan nyeri pasien kanker paliatif. PEMBAHASAN Hasil penelitian secara statistik maupun klinis menunjukkan bahwa intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut berupa penurunan nyeri pada kelompok yang mendapatkan SeLIMuT, sedangkan pada kelompok yang tidak diberi terapi justru terjadi peningkatan nyeri. Hal ini berarti SeLIMuT memiliki pengaruh yang efektif dalam menurunkan nyeri pasien kanker paliatif. Penurunan nyeri yang terjadi pada kelompok intervensi dapat dijelaskan sebagai akibat dari karakteristik dan metode pemberian SeLIMuT. Karakteristik SeLIMuT yang dapat memengaruhi penurunan nyeri yaitu musik yang digunakan dalam terapi merupakan musik pilihan yang disukai responden dari daftar lagu yang disediakan oleh peneliti. Jenis musik yang ditawarkan adalah musik slow dengan tempo stabil. SeLIMuT berperan dalam menurunkan nyeri dengan cara memengaruhi hipofisis otak untuk melepaskan endorfin. Musik yang didengarkan akan masuk melalui telinga, kemudian akan menggetarkan gendang telinga dan mengguncang cairan yang ada di telinga bagian dalam. Musik juga menggetarkan sel-sel berambut di dalam koklea, kemudian melalui saraf koklearis getaran tersebut menuju ke otak dan memengaruhi hipofisis untuk melepaskan endorphin.16 Mendengarkan musik yang disukai juga berpengaruh terhadap sistem limbik dan saraf otonom.17,21 Pada sistem limbik, musik dapat membangkitkan respons psikofisiologi melalui pengaruh pitch dan ritme musik. Musik juga menstimulasi sistem neuro­ hormonal dan pelepasan endorphin yang bereaksi pada reseptor spesifik di otak untuk mengubah emosi, mood, dan fisiologi.22 Adanya respons 162 psikofisiologi ini juga dapat berpengaruh terhadap persepsi dan respons pasien terhadap nyeri yang dirasakan. Pengaruh SeLIMuT di saraf otonom dapat membantu menurunkan aktivitas sistem saraf otonom yang berlebih. Mendengarkan musik dapat mencegah adanya adrenal cascade dan mencegah pelepasan hormon sehingga pasien dapat relaks dan terjadi toleransi terhadap rasa nyeri.23 SeLIMuT menciptakan suasana rileks, aman, dan menyenangkan sehingga merangsang pusat rasa ganjaran (sistem analgesia) dan merangsang pelepasan substrat kimia seperti gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin, dan β endorfin yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri.24 Jenis musik SeLIMuT juga memengaruhi penurunan nyeri pada responden kelompok intervensi. Jenis musik yang digunakan pada terapi ini terdiri dari jenis musik pilihan yang terlebih dahulu dipilih oleh peneliti sesuai dengan kriteria musik yang relaxing dan meditative. Musik yang dipilih juga harus memberikan ketenangan bagi pasien, misalnya musik-musik yang berirama rohani agar pasien merasa dekat dengan Tuhan sehingga hal tersebut mampu mengurangi tingkat nyeri maupun stres yang dihadapi, musik yang lembut (dengan pitch dan volume terkontrol), familiar, aman, efektif, dan disukai oleh pasien.3 Responden dapat memilih musik yang disukai dalam buku menu SeLIMuT yang telah disediakan oleh peneliti. Ada bermacam-macam jenis musik yang dapat dipilih pasien, mulai dari jenis musik pop, klasik, keroncong, campursari, religi, dangdut, hingga jazz. Jenis musik perlu diperhatikan karena menurut penelitian Huron musik heavy metal, hard rock atau trash dapat meningkatkan kadar testosteron sehingga akan meningkatkan sikap agresif, konflik, dan konfrontasi.25 Penelitian baru-baru ini juga menyatakan bahwa pemilihan musik yang akan digunakan untuk terapi terlebih dahulu dipilih oleh peneliti. Selanjutnya, peneliti akan menawarkan musik yang telah diseleksi kepada pasien agar mereka dapat memilih sesuai dengan kesukaan.26 Tempo dan mode musik juga memengaruhi kondisi emosional responden. Penelitian menyebut­ kan bahwa tempo musik yang lebih cepat dapat meningkatkan pernapasan, tekanan darah, dan denyut jantung. Fluktuasi tempo dan tinggi rendahnya nada memengaruhi stimulus gelombang alfa di otak yang dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan.27 Oleh karena itu, musik yang lambat (60−80 beat per menit dengan pitch dan volume terkontrol) lebih Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165 direkomendasikan untuk digunakan dalam terapi karena musik lambat dengan tempo stabil bersifat relaxing dan meditative.3,28 Metode yang digunakan dalam terapi juga dapat memengaruhi penurunan nyeri melalui alat yang digunakan dalam mendengarkan musik, yaitu dengan earphone. Selain itu, juga waktu, durasi, dan frekuensi terapi yang sesuai. Responden kelompok intervensi mendengarkan terapi melalui earphone yang disambungkan dengan MP3 Player. Penggunaan earphone lebih bersifat individual sehingga responden lebih dapat menikmati musik dan tidak terganggu dengan kebisingan di lingkungan sekitar. Metode tersebut dapat meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga membuat pasien relaks dan meningkatkan toleransi terhadap rasa nyeri. Sebagian besar responden kelompok intervensi menyatakan bahwa waktu dan durasi pemberian SeLIMuT sangat sesuai dengan keinginan mereka. Waktu pemberian SeLIMuT yaitu sekitar pukul 15.00 WIB dan 19.00 WIB selama dua hari untuk satu responden. Waktu ini sudah sesuai dengan kesepakatan tim perawat di IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Tim perawat mengatakan jam tersebut merupakan waktu senggang pasien setelah dilakukan pemeriksaan ataupun perawatan. Dengan demikian, pelaksanaan terapi SeLIMuT tidak akan mengganggu aktivitas tim kesehatan maupun pasien. Terapi SeLIMuT diberikan dalam waktu 15 menit untuk satu kali terapi. Hal ini didasari oleh penelitian Cooke et al., terkait pemberian self-selected music yang menyatakan bahwa dalam waktu 15 menit musik dapat menurunkan ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. 29 Responden dalam penelitian SeLIMuT menyatakan 15 menit merupakan waktu yang tidak terlalu sebentar dan tidak terlalu lama sehingga responden merasa puas dan tidak bosan dengan terapi tersebut. Penelitian sebelumnya merekomendasikan durasi pemberian terapi musik minimal 30 menit.3,30,31 Sedangkan penelitian Boothby and Robbin menyatakan bahwa pemberian terapi musik selama 30 menit dalam satu kali pertemuan membuat pasien merasa bosan. 32 Oleh karena itu, peneliti memodifikasi cara pemberian terapi dalam empat kali pertemuan agar pasien tidak merasa bosan. Kondisi lain yang dapat memengaruhi penurunan nyeri yaitu adanya napas dalam, kegiatan berdoa, dan respons pasien selama terapi seperti memejam­ kan mata, ikut menyanyi, menggerakkan anggota badan, bahkan ada yang meneteskan air mata dan tertidur. Pemberian terapi musik dapat dilakukan dengan mengombinasikan musik dengan modalitas lain, yaitu napas dalam.33 Terapi musik yang diberikan bersamaan dengan napas dalam dapat meningkatkan relaksasi.23 Kondisi relaks dapat meminimalkan aktivitas sistem saraf simpatis yang ditandai dengan penurunan permintaan oksigen, memperlambat nadi dan pernapasan, serta menurunkan tekanan darah.34 Relaksasi dapat meng­ eliminasi stresor fisik maupun emosional sehingga pasien akan merasa nyaman.35 Penelitian Kwekkeboom et al., menunjukkan bahwa metode relaksasi dengan napas dalam secara signifikan menurunkan nyeri kronik yang dialami pasien kanker.34 Kegiatan berdoa yang dilakukan sebelum dan sesudah terapi dapat memberikan sugesti positif kepada responden. Penelitian mengindikasikan bahwa berdoa dapat menimbulkan respons fisiologi seperti penurunan nadi dan tekanan darah. Selain itu, juga dapat menurunkan nyeri dan stres.36 Saat mendapatkan SeLIMuT, responden berbaring di tempat tidur dan sebagian besar dari mereka memejamkan mata. Saat mata dipejamkan, pasien akan terbawa dalam dunia imajinasi dan lebih menikmati musik yang mereka dengarkan.37 Menurut Smeltzer and Bare, memejamkan mata dapat mening­ kat­kan ketenangan dan relaksasi.38 Beberapa responden ikut menyanyikan lagu yang didengarkan dan beberapa dari mereka juga ada yang menggerak-gerakkan anggota tubuh seperti kepala, tangan atau kaki saat mendengarkan SeLIMuT. Respons tersebut dapat membantu mengalihkan persepsi mereka terhadap nyeri yang dialami. Selain itu, respons senang saat terapi berlangsung dapat memengaruhi sistem limbik dan berperan dalam sistem analgesia.24 Ada juga responden yang diam menikmati terapi hingga tertidur. Bahkan, ada satu responden yang sampai meneteskan air mata setelah terapi selesai. Hal ini disebabkan oleh harmoni, irama, dan dinamika musik memiliki keterlibatan emosional dengan responden.39 Musik memang memiliki efek sebagai distraction, relactation, familiarity, dan endorphin release. Efek distraction karena pasien dapat mengalihkan perhatian pada hal lain dan perhatiannya tidak terpusat pada rasa nyerinya. Efek relaxation dapat memberikan efek menenangkan. Efek familiarity pasien dapat merasa lebih nyaman. Efek endorphin release dapat merangsang otak mensekresikan hormon endorphin.40,41,42 Penelitian ini membuktikan bahwa intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif. Keefektifan SeLIMuT terhadap Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 163 Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta 159-165 penurunan nyeri pasien kanker paliatif didukung oleh penelitian sebelumnya terkait pengaruh musik pada nyeri kanker yang telah dilakukan oleh Huang et al., Cholburi et al., Beck, dan Zimmerman et al.3,43-45 Penelitian tersebut membuktikan bahwa musik efektif dalam menurunkan nyeri kanker. Penelitian Cepeda et al., juga membuktikan hasil yang sama dan me­ nyatakan bahwa pemilihan musik dapat memengaruhi penurunan nyeri.46 Musik yang disukai dapat dengan efektif meng­ alihkan perhatian responden pada harmoni, irama, dan dinamika musik karena musik yang dipilih sudah dikenal serta memiliki keterikatan secara emosional dengan pasien.39 Hal tersebut menjadi salah satu penyebab SeLIMuT dapat menurunkan nyeri yang dialami. 3. 4. 5. 6. 7. KESIMPULAN Secara statistik dan klinis, intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat nyeri pasien kanker paliatif di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Pengaruh tersebut berupa efektivitas SeLIMuT dalam menurun­ kan nyeri pasien kanker paliatif. Perawat diharapkan dapat memberikan terapi SeLIMuT pada pasien kanker paliatif dengan nyeri saat jam istirahat dan menjelang tidur pada malam hari, serta melakukan promosi SeLIMuT kepada pasien dan keluarga agar mereka dapat melakukan terapi tersebut secara mandiri di rumah. Tidak dilakukan matching dalam pemilihan sampel penelitian menjadi kelemahan dalam penelitian ini sehingga bagi peneliti selanjut­ nya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan responden yang lebih banyak dan meneliti pengaruh terapi musik pada masing-masing tingkat nyeri. 8. 9. 10. 11. 12. 13. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 164 Kaliyaperumal, R., Subash, JG. Effect of music therapy for patients with cancer pain. International Journal of Biological and Medical Research 2010;1(3):79-81. Effendy, C., Engels, Y., Osse, Bart, H.P., Tejawinata, S., Vissers, K., Vernooij-Dassen, M. Problem and needs pada pasien kanker di Indonesia dan di Netherlands. Proceedings of Seminar Palliative Care Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 6 Agustus 2011. Yogyakarta : PSIK FK UGM, 2011. 14. 15. 16. Huang, S., Good, M., Zauszniewski. The effectiveness of music in relieving pain in cancer patients : a randomized controlled trial. International Journal of Nursing Studies 2010;47:1354– 1362. Reyes-Gibby, C.C., Aday, L.A., Anderson, K.O., Mendoza, T.R., Cleeland, C.S. Pain, depression, and fatigue in communitydwelling adults with and without a history of cancer. Journal of Pain and Symptom Management 2006;32(2):118–128. Hsu, T.H., Lu, M.S., Tsou, T.S., Lin, C.C. The relationship of pain, uncertainty, and hope in taiwanese lung cancer patients. Journal of Pain and Symptom Management 2003;26(3):835– 842. Mystakidou, K., Parpa, E., Katsouda, E., Galanos, A., Vlahos, L. Influence of pain and quality of life on desire for hastened death in patients with advanced cancer. International Journal of Palliative Nursing 2004;10(10):476-483. O’Mahony et al. Desire for hastened death, cancer pain and depression: report of a longitudinal observational study. Journal of Pain and Symptom Management 2005;29(5):446– 457. Miaskowski, C. Pain management. Dalam: Given, C.W., Given, B., Champion, V.L., Kozachil, S., DeVoss, D.N. (Eds.), EvidenceBases Cancer Care and Prevention, pp.274–291. Springer Publishing Company, New York, 2003. Cleeland et al. Pain and its treatment of pain in outpatients with metastatic cancer. Nursing England Journal Medicine 1994;330(9):592-596. Klinkenberg, M., Willems, D.L., Van Der Wal, G., Deeg, D.J. Symptom burden in the last week of life. J Pain Symptom Manage 2004;27:5-13. Berger, Ann, M., Portenoy, Russel, K., Weissman, David, E. Principles and Practice of Palliative Care and Supportive Oncology. 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2002. Yates et al. Patients with terminal cancer who use alternative therapies: their beliefs and practices. Sociology of Health & Illness 1993;2:15. Katherine, T., Johnson, N., Home, L., Walts, D. A comparison of complementary therapy use between breast cancer patients and patients with other primary tumor sites. The American Journal of Surgery 2000;179. Abigail, M., Qin, L., Bauer-Wu, S. Prevalence and predictors of complementary therapy use in advanced-stage breast cancer patients. Journal of Oncology Practice 2007;3(6):292-295. Prasetyo, EP. Peran musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter gigi untuk mengurangi kecemasan pasien. Majalah Kedokteran Gigi 2005;38:41-44. Noviz. Efek Musik pada Tubuh Manusia [cited 2006 Nov 2]. Available from: URL:http://www.indonesia_indnesia.com. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 NUZUL SRI HERTANTI, SRI SETIYARINI, MARTINA SINTA KRISTANTI 159-165 17. Lemonick, M. D. The power of mood. Time 2003;44–49. 18. Jensen, M.P. The validity and reliability of pain measures in adults with cancer. The Journal of Pain 2003;4(1):2-21. 19. Bijur, P.E., Silver, W., Gallagher, J. Reability of the visual analog scale for measurement of acute pain. Academic Emergency Medicine 2001;8:1153-1157. 20. Farrar, J.T., Young, J.P., LaMoreaux, L., Werth, J.L., Poole, R.M. 2001. Clinical importance of changes in chronic pain intensity measures on an 11-point numerical rating scale. Pain 2001;94:149-158. 21. Pinel, J. P. J. Biopsychology 6th ed. Boston: Pearson–Allyn and Bacon, 2006. 22. Morris, D.L. Music therapy. Dalam: Holistic Nursing. 5th ed. Massachusetts: Jones & Bartlett Publishers, 2009. 23. Krout, R.R. Music listening to facilitate relaxation and promote wellness:integrated aspects of our neurophysiological responses to music. The Arts in Psychotherapy 2007;34:134–141. 24. Boso, M., Politi, P., Barale, F., Emanuele, E. Neurophysiology and neurobiology of the musical experience. Functional Neurology 2006;21(4):187-191. 25. Huron, D. Is music an evolutionary adaption? Dalam The Cognitive Neuroscience of Music (pp.57-75). New York: Oxford University Press, 2003. 26. Chi, G.C., Young, A. Selection of music for inducing relaxation and alleviating pain: literature review. Holistic Nursing Practice 2011;25 (3):127-135. 27. Bella, S.D., Perets, I., Rousseau, L., Gosselin, N. A developmental study of the affective value of tempo and mode in music. Cognition 2001;B1-B10. 28. Bernardi, L., Porta, C., Sleight, P. Cardiovascular, cerebrovascular and respiratory changes induced by different types of music in musicians and non-musicians: the importance of silence. Heart 2006;92:445-452. 29. Cooke, M., Chaboyer,W., Schluter, P., Foster, M., Harris, D., Teakle, R. The effect of music on discomfort experienced by intensive care unit patients during turning: a randomized cross-over study. International Journal of Nursing Practice 2010;16:125–131. 30. Phipss, M. A., Carroll, D. L., Tsiantoulas, A. Music as a therapeutic intervention on an inpatient neuroscience unit. Complementary Therapies in Clinical Practice 2010;16:138–142. 31. Nilsson, U. The effects of music intervention in stress response to cardiac surgery in a randomized control trial. Heart and Lung 2009;38:201–207. 32. Boothby, D.M., Robbins, S.J. The effects of music listening and art production on negative mood: a randomized controlled trial. The Arts in Psychotherapy 2011;38:204– 208. 33. Dileo, C. Music Terapy: Applications to Stress Management. Dalam: Lehrer P, Woolfolk R (Eds). Principles and Practice of Stress Management. 3rd ed. New York : Guilford Press, 2007. 34. Kwekkeboom, K.L., Cherwin, C.H., Lee, J.W., Wanta, B. MindBody Treatments for the Pain-Fatigue-Sleep Disturbance Symptom Cluster in Persons with Cancer: a review article. Journal of Pain and Symptom Management 2010;39(1):126138. 35. Breitbart, W., Gibson, C.A. 2007. Psychiatric aspects of cancer pain management. Prim Psychiatry 14:81-91. 36. Ikedo, F., Gangahar, D.M., Quader, M.A., Smith, L.M. The effects of prayer, relaxation technique during general anesthesia on recovery outcomes following cardiac surgery. Complementary Therapies in Clinical Practice 2007;13:85–94 37. Clare, O. Clinical issues: music therapy in an adult cancer inpatient treatment setting. Journal of the Society for Integrative Oncology 2006;4(2):57-61. 38. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. 8th rev.ed. Jakarta : EGC, 2002. 39. Mitchell, L.A., MacDonald, R.A.R. An experimental investigation of the effects of preferred and relaxing music listening on pain perception. Journal of Music Therapy 2006;43(4):295-316. 40. Greer, S. The effects of music on pain perception [cited 2007]. Available from http://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SLO3/music_ therapy.htm. 41. Ganong. Review of Medical Physiology 22nd ed. Singapore: McGraw-Hill, 2005. 42. Green, W.C., Hertin, S. Terapi Alternatif. Yogyakarta: Yayasan Surviva Paski, 2004. 43. Cholburi, J.S.N., Hanucharurnkul, S., Waikakul, W. Effects of music therapy on anxiety and pain in cancer patients. Thai J Nurs Res 2004;8:173-181. 44. Beck, S.L. The therapeutic use of music for cancer-related pain. Oncology Nursing Forum 1991;18(8):1327–1337. 45. Zimmerman, L., Pozehl, B., Duncan, K., Schmitz, R. Effects of music in patients who had chronic cancer pain. Western Journal of Nursing Research 1989;11 (3):298–309. 46. Cepeda, M.S., Carr, D.B., Lau, J., Alvarez, H. Music for pain relief. Cochrane Database Systematic Review 2006;2, CD004843. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 165 ARTIKEL PENELITIAN Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta BAHRIYATUL MA’RIFAH1, EVY DAMAYANTHI2, KARDINAH3 Alumni Program Studi S1 Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor 3 Staf Medik Fungsional Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. 1 2 Diterima 3 September 2015; Direview 4 September 2015; Disetujui 19 Oktober 2015 ABSTRACT Fatty liver is a term applied to wide spectrum of conditions characterized hispatologically by trigliseride accumulation within the cytoplasm of hepatocytes which is examined using ultrasound. This study was aimed to identify the risk factors affecting fatty liver in the patients with breast cancer on ultrasound examination at Dharmais Cancer Hospital Jakarta. The design was a cross sectional study with 70 subjects, consisted of 37 fatty liver subjects and 33 normal subjects. The result showed that risk factors of fatty liver in patient with breast cancer were overweight and obesity (Body Mass Index ≥25 kg/m2) (OR : 5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) and high frequency of dietary fat (OR: 3.8, 95%CI : 1.084 – 13.445). Keyword: breast cancer, fatty liver, ultrasound ABSTRAK Perlemakan hati merupakan akumulasi asam lemak dalam bentuk trigliserida di dalam sitoplasma hepatosit yang diperiksa dengan menggunakan alat ultrasonografi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian berjumlah 70 orang yang terdiri dari 37 contoh perlemakan hati dan 33 contoh normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan (overweight dan obes, Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2) (OR=5.5, 95%CI : 1.881 – 16.243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan berlemak (OR=3.8, 95%CI : 1.084 – 13.455). Kata kunci : kanker payudara, perlemakan hati, ultrasonografi KORESPONDENSI: Bahriyatul Ma’rifah Program Studi S1 Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor Email :bahriyatulmarifah @gmail.com PENDAHULUAN P enyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi, dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Beberapa penyakit utama seperti penyakit jantung, kanker, penyakit paru kronik, dan diabetes melitus merupakan 80% penyebab kematian penyakit tidak menular.1Kanker telah lama menjadi masalah dalam bidang kesehatan dan terkenal sebagai the silent killer. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung dan diperkirakan menyebabkan kematian sebanyak 23%.2 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 167 Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172 Kanker payudara menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian untuk wanita dengan rentang usia 20 hingga 59 tahun.2 Menurut etimasi Globocan yang dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer 2008 di Indonesia, kanker payudara merupakan kasus kanker yang paling banyak terjadi dengan angka kejadian 26 per 100 000 perempuan dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kanker paru dan kanker kolon.3 Menurut American Cancer Society 2014, kanker payudara merupakan tumor ganas yang dimulai pada sel di payudara, di mana terjadi perkembangan sekelompok sel kanker ke jaringan di sekitarnya atau menyebar (metastasis) menuju area yang jauh dalam tubuh.4 Salah satu pemicu terjadinya kanker payudara pada perempuan premenopause maupun post­ menopause adalah hormon estrogen. Melalui paparan terhadap estrogen secara terus-menerus, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan terjadinya kanker payudara. Kadar estrogen yang tinggi menjadi sumber pemicu meningkatnya densitas payudara dan perlemakan hati.5 Laporan dari Registrasi Kanker RS Kanker “Dharmais” Jakarta menunjukkan bahwa pada pasien dengan kanker payudara yang dilakukan staging dengan USG hati di RS Kanker “Dharmais”, ternyata ditemukan adanya perlemakan hati. Pengamatan awal pada 100 pasien kanker payudara yang melakukan staging USG hati ditemukan sebanyak 64% atau lebih dari setengah pengamatan memiliki perlemakan hati dengan derajat yang bervariasi.5 Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara kejadian kanker payudara dengan perlemakan hati, namun penyebab perlemakan hati yang terjadi pada pasien kanker payudara masih belum diketahui secara pasti. Adanya jaringan yang tidak normal di payudara memicu pengeluaran sitokin yang berlebihan dan sistem komplemen yang beredar di dalam hati teraktivasi serta memicu terjadinya perlemakan hati melalui aktivasi komplemen tersebut. Pengeluaran sitokin yang tidak terkontrol ini akan menstimulasi enzim yang memberitahu jaringan lemak dan jaringan ikat di sekitar tumor untuk menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak. Beberapa studi menunjukkan bahwa pada perempuan yang telah menopause, dengan meningkatnya cadangan lemak maka hormon estrogen juga akan meningkat. Perlemakan hati derajat berat juga ditemukan lebih banyak pada penderita kanker payudara yang memiliki estrogen positif.5 Perlemakan hati merupakan akumulasi asam lemak dalam bentuk trigliserida di dalam sitoplasma 168 hepatosit yangmenjadi salah satu sumber utama terjadinya penyakit hati kronik. Patogenesis perlemakan hati sampai terjadinya steatohepatitis merupakan proses yang kompleks dan belum diketahui secara keseluruhan. Mekanisme pertama adalah terdapat akumulasi lemak di dalam hepatosit yang dimediasi oleh resistansi insulin, di mana sebagian besar lemak hepatoseluler disimpan dalam bentuk trigliserida, tetapi metabolit lemak lain seperti asam lemak bebas, kolesterol, dan fosfolipid juga berperan dalam terjadinya perlemakan hati dan perkembangan penyakit hati selanjutnya. Mekanisme kedua adalah terkumpulnya lemak hepatoseluler menghasilkan stres oksidatif yang menyebabkan progresivitas perlemakan hati hingga menjadi steatohepatitis melalui mekanisme inflamasi dan sekresi hormonal yang dihasilkan oleh sel adiposit sehingga terjadi inflamasi hepar, apoptosis, dan fibrosis. Keterlibatan proses inflamasi seperti adanya interleukin dan hormon yang dihasilkan dari sel lemak seperti leptin pada perlemakan hati ini juga mungkin memiliki kaitan dengan hormon estrogen positif pada kebanyakan penderita kanker payudara.5 Pada penelitian sebelum­ nya ditemukan korelasi positif antara reseptor estrogen alfa (ERα) dengan kadar leptin dan korelasi positif antara reseptor estrogen alfa (ERα) dengan IMT. Ekspresi reseptor estrogen alfa (ERα) mungkin berhubungan dengan obesitas yang merupakan salah satu faktor predisposisi untuk perlemakan hati. Penelitian tersebut menyatakan bahwa reseptor estrogen alfa (ERα) dapat ditemukan beredar pada sel mononuklear darah perifer pasien dengan perlemakan hati.6 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya perlemakan hati yang tinggi pada pasien kanker payudara dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perlemakan hati juga berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), diet lemak pada makanan, dan etnis. Namun, insiden sesungguhnya pada populasi umum juga masih bervariasi.7 Penelitian yang dilakukan pada populasi umum di Beijing menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati antara lain tingginya kadar trigliserida dalam darah dan konsumsi makanan tinggi lemak.8 Mekanisme potensial hepatotoksik seperti tingginya densitas energi dan ukuran porsi makanan, makanan tinggi lemak jenuh, makanan berindeks glikemik tinggi, rendah serat, tinggi fruktosa, daging merah, dan makanan pabrikan sumber lemak trans akan menyebabkan meningkatnya akumulasi asam lemak bebas di hati dalam bentuk trigliserida dan terjadinya peradangan pada hati.9 Penyakit perlemakan hati Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH 167-172 memiliki dampak terhadap perkembangan penyakit hati yang lebih parah, mulai dari steatosis sederhana menjadi steatohepatitis alkohol, yang akhirnya dapat menyebabkan sirosis (kegagalan fungsi hati) dan kanker hati.10 Oleh sebab itu, perlu diketahui beberapa faktor risiko untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan perlemakan hati yang diharapkan akan berdampak pada penurunan prevalensi penyakit kronis lain. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta adalah rumah sakit rujukan nasional yang berfungsi memberi­ kan pelayanan yang merata bagi masyarakat, khusus­ nya bagi penderita kanker payudara. Perlu adanya pengembangan penelitian yang relevan terhadap perkembangan penyakit kanker payudara pada saat ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian perlemakan hati pada pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pengambilan data dilakukan pada Maret – April 2015 di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta, dan telah mendapatkan ijin dari Komite Etik Penelitian kesehatan (KEPK) RS Kanker “Dharmais”, Jakarta. Subjek penelitian adalah pasien wanita rawat jalan yang datang ke Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais”, Jakarta, pada Maret sampai April 2015. Subjek penelitian dipilih secara purposive sampling dengan kriteria inklusi: (1) wanita berusia di atas 20 tahun yang terdiagnosis kanker payudara berdasarkan pemeriksaan USG payudara/mammografi dan peme­ riksaan histopatologi; (2) menjalani pemeriksaan USG abdomen; (3) tidak sedang hamil (kondisi ke­ hamilan merupakan kondisi khusus dimana terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya perlemakan hati dan akan menjadi bias dalam penelitian); (4) bersedia ber­ partisipasi dan menandatangani informed consent. Sampel minimal dari penelitian ini adalah 22 orang untuk masing-masing kelompok. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 70 orang, di mana kelompok perlemakan hati sebanyak 37 orang dan kelompok normal sebanyak 33 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup kebiasaan konsumsi makanan berlemak dan status gizi. Data kebiasaan konsumsi makanan berlemak diperoleh dengan metode Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Kebiasaan konsumsi makanan berlemak diolah menjadi frekuensi (kali/ minggu). Penilaian kebiasaan konsumsi makanan berlemak setiap subjek dilakukan dengan menjumlah­ kan dari kelompok makanan yang dikonsumsi subjek per minggunya kemudian dikelompokkan menjadi sering (≥7 kali/minggu) dan tidak sering (<7 kali/ minggu). Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang diperoleh melalui peng­ ukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berikut adalah klasifikasi untuk menentukan status gizi subjek.11 Tabel 1: Kategori status gizi berdasarkan IMT Kategori status gizi Cut-off points IMT Kurus <18,5 kg/m2 Normal ≥18,5 – <24,9 kg/m2 Overweight ≥25,0 – <27,0 kg/m2 Obes ≥27 kg/m2 Data sekunder mencakup gambaran umum rumah sakit dan hasil pemeriksaan USG payudara/Mammografi dan USG abdomen pasien kanker payudara. Data sekunder dapat diperoleh dari rekam medis pasien di Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais” Jakarta. Penilaian kejadian perlemakan hati dapat dilakukan dengan menggunakan ekogenitas ginjal kanan sebagai pembanding terhadap parenkim hati pada pemeriksaan ultrasonografi. Hati dikatakan normal apabila terlihat ekogenitas hati yang sama atau sedikit lebih tinggi dari korteks ginjal atau limpa, sedangkan pada perlemakan hati difus terlihat bahwa gambaran parenkim hati hiperekoik relatif terhadap ginjal kanan di dekatnya atau limpa sehingga disebut bright liver. Gambaran perlemakan hati lain yang sering ditemukan pada ultrasonografi adalah pelemahan dari gelombang ultrasonografi, penurunan visualisasi batas-batas vaskular, tidak terlihatnya diafragma, dan hepatomegali. Kriteria diagnostik dan akurasi ultrasonografi yang tinggi untuk perlemakan hati antara lain: (1) Adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati; (2) Hilangnya ekogenitas pada dinding vena porta; (3) Adanya perbedaan ekogenitas Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 169 Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172 parenkim hati dan ginjal yang berlebihan; (4) Adanya atenuasi ultrasonografi pada parenkim hati.12,13 Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Chi-Square dan regresi logistik berganda dengan metode backward stepwise (p<0,05). HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 pasien kanker payudara yang dilakukan staging USG hati di Instalasi Radiodiagnostik RS Kanker “Dharmais” Jakarta ditemukan adanya gambaran perlemakan hati sebesar 53% atau lebih dari separuh pengamatan memiliki perlemakan hati dengan derajat perlemakan hati yang bervariasi. Proporsi kejadian perlemakan hati ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, di mana prevalensi perlemakan hati pada pasien kanker payudara mencapai 45% dengan populasi yang lebih besar daripada penelitian ini.7 Penelitian sebelumnya juga telah mengidentifikasi kasus perlemakan hati pada pasien kanker payudara di RS Kanker “Dharmais”, Jakarta, di mana terdapat 68 subjek (94%) mengalami perlemakan hati dan 4 subjek (6%) tidak mengalami perlemakan hati.5 Tingginya angka proporsi kejadian perlemakan hati ini menunjukkan perlunya tindakan pencegahan terhadap penyakit perlemakan hati. Hubungan per­ lema­kan hati dengan keganasan kanker payudara sangat sedikit diteliti. Hasil penelitian yang mengaitkan hubungan antara steatosis pada biopsi hati dengan keganasan kanker payudara menunjukkan bahwa metamorfosis lemak hati ditemukan pada kanker payudara sebesar 21% lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kanker lain, tetapi penyebab penemuan ini belum dapat diketahui. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari hormon perempuan, yaitu estrogen. Estrogen dapat mendorong keganasan pada kanker payudara dan dapat mengubah produksi protein dalam hati (lipoprotein) yang dapat meningkatkan perkembangan metamorfosis lemak hati.14 Tabel 2: Faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara Faktor risiko B p-value OR 95% CI Kegemukan (overweight dan obes) 1,710 0,002* 5,528 1,881 – 16,243 Konsumsi makanan berlemak 1,340 0,037* 3,820 1,084 – 13,455 *Signifikansi bermakna (p<0,05) 170 Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan (IMT ≥25 kg/m2) (OR =5,5; 95% CI: 1,881–16,243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan berlemak (OR = 3,8; 95%CI: 1,084 –13,455). Orang yang mengalami kegemukan (IMT ≥25 kg/m2) akan berisiko 5,5 kali dan orang yang sering mengonsumsi makanan berlemak dengan frekuensi ≥7 kali per minggu akan berisiko 3,8 kali mengalami perlemakan hati dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal dan tidak sering mengonsumsi makanan berlemak (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghindari terjadinya perlemakan hati, sebaiknya selalu menjaga berat badan ideal dan mengurangi konsumsi makanan berlemak dengan menerapkan pola hidup sehat sesuai pedoman gizi seimbang. Konsumsi tinggi lemak jenuh mengakibatkan hati memproduksi kolesterol VLDL dalam jumlah besar yang berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol dalam darah, namun tergantung pada jenis bahan makanan. Minyak kelapa dan kelapa sawit banyak mengandung asam lemak jenuh (palmitat), tetapi jenis minyak ini tidak menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah. Asupan asam lemak jenuh rantai panjang (LCFA) menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah yang berbeda daripada asam lemak jenuh rantai medium (MCFA). Perbedaan tersebut meliputi proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh serta menghasilkan produk-produk komponen zat bioaktif yang berbeda pula.15,16 Dengan kata lain, setiap jenis golongan asam lemak mem­ punyai dampak fisiologis dan biologis yang berbeda terhadap kesehatan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pasien dengan perlemakan hati sering mengonsumsi makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol, namun miskin lemak tak jenuh ganda, serat, asam askorbat, dan tokoferol.17 Berbagai jenis lemak memiliki efek perlindungan terhadap perlemakan hati, seperti asam lemak tak jenuh ganda n-3 (n-3 PUFA). Penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa diet yang diperkaya dengan asam lemak tak jenuh ganda n-3 (n-3 PUFA) dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada tikus, mengurangi kadar trigliserida di dalam hati dan memperbaiki steatohepatitis.18 Rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ahli Food and Agriculture Organization (FAO)/WHO untuk masalah konsumsi lemak maksimal adalah untuk individu yang aktif dan kondisi energi serta zat gizinya sudah cukup dan seimbang, sebaiknya mengonsumsi maksimal Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 BAHRIYATUL MA’RIFAH, EVY DAMAYANTHI, KARDINAH 167-172 35% dari total energi/kalori yang dibutuhkan per hari. Jumlah lemak jenuh dikonsumsi sebaiknya tidak melebihi 10% dan jumlah lemak tak jenuh ganda 3–7 % dari total energi. Untuk individu dengan aktivitas sedang, sebaiknya mengonsumsi lebih dari 30% dari total energi, terutama lemak hewani yang tinggi kandungan lemak jenuhnya.19 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlemakan hati pada perempuan-perempuan yang menderita kanker payudara dipengaruhi oleh kegemukan atau overweight (IMT ≥25 kg/m2). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi pasien kanker payudara yang mengalami obes signifikan lebih tinggi (57,1%) dibanding dengan normal (42,9%). Meningkatnya berat badan akan menyebabkan sintesis asam lemak rantai panjang juga akan meningkat sehingga menyebabkan akumulasi lemak di dalam hati.7 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingginya kejadian perlemakan hati pada pasien kanker payudara sangat berhubungan dengan tingginya Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT yang tinggi dapat memperlihatkan gambaran perlemakan hati yang dapat memberikan gambaran spectrum NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Steatosis yang menjadi tanda dari perlemakan hati non-alkoholik terjadi ketika penyerapan asam lemak hati dari plasma dan sintesis asam lemak de novo lebih besar daripada tingkat oksidasi asam lemak dan pengeluarannya (misalnya TG dalam VLDL).20 Oleh karena itu, kelebihan jumlah trigliserida intrahepatik (IHTG) menunjukkan adanya ketidakseimbangan proses metabolisme.21 SIMPULAN DAN SARAN Proporsi perlemakan hati pada pasien kanker payudara sebesar 53% atau lebih dari separuh pengamatan memiliki perlemakan hati dengan derajat perlemakan hati yang bervariasi. Perlemakan hati dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko perlemakan hati pada pasien kanker payudara adalah kegemukan (overweight dan obes, IMT ≥25 kg/m2) (OR = 5,5; 95%CI: 1,881–16,243) dan tingginya frekuensi konsumsi makanan berlemak (OR = 3,8; 95%CI : 1,084–13,455). Orang yang mengalami kegemukan akan berisiko 5,5 kali dan orang yang sering mengonsumsi makanan berlemak dengan frekuensi ≥7 kali per minggu akan berisiko 3,8 kali mengalami perlemakan hati dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal dan tidak sering mengonsumsi makanan berlemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat proporsi perlemakan hati yang tinggi pada pasien kanker payudara. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan ultasonografi hati untuk semua pasien kanker payudara dan menilai derajat perlemakan hati yang terjadi pada pasien-pasien tersebut sebagai tambahan data untuk klinisi. Saran untuk pasien kanker payu­ dara, yaitu melakukan monitoring fungsi hati melalui pemeriksaan USG abdomen paling sedikit setiap 3–6 bulan sekali serta menerapkan pola hidup sehat sesuai dengan pedoman gizi seimbang seperti me­ ngonsumsi makanan beragam, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, melakukan aktivitas fisik, serta menjaga berat badan ideal. Pada hakikatnya, masalah gizi yang berkaitan dengan perlemakan hati seperti kegemukan dan kebiasaan konsumsi makanan yang tinggi lemak merupakan masalah perilaku. Oleh karena itu, diharapkan supaya masyakat lebih peduli terhadap kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pendapatan seseorang, seharusnya akan lebih mudah mendapatkan akses kesehatan serta kemudahan terhadap akses pangan yang sehat dan bergizi. Selain dari kesadaran individu, peran stakeholder juga diperlukan untuk mempromosikan pentingnya gizi dan kesehatan melalui kegiatan promotif dan preventif pada tingkat masyarakat melalui dinas kesehatan dan bekerjasama melalui lintas sektoral. Langkah yang dilakukan adalah peningkatan kemampuan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), kerja sama lintas sektoral, penyuluhan, pengembangan media, serta kegiatan-kegiatan yang menunjang perilaku hidup sehat. Indikator yang dapat dijadikan penilaian atas hasil kerja yang dilakukan adalah turunnya prevalensi perlemakan hati dan penyakit tidak menular lain, serta terbentuknya perilaku hidup sehat dalam masyarakat. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada kepada Rumah Sakit “Kanker” Dharmais sebagai lokasi penelitian serta kepada seluruh staf Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Jakarta, yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data penelitian. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 171 Kegemukan dan Frekuensi Konsumsi Makanan Berlemak yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Perlemakan Hati pada Pasien Kanker Payudara ... 167-172 DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI.Penyakit Tidak Menular [serial online] [cited 31 Des 2014];2012. Didapat dari URL:http:// www.depkes.go.id/download.php? file=download/pusdatin/ buletin/buletin-ptm.pdf. 2. Siegel R, Naishadham D, Jemal A. Cancer statistic 2012. Ca Cancer J Clin. 2012;62:10–29. 3. Globocan.Breast cancer incidence and mortality worldwide in 2008, International Agency for Research on Cancer, France [serial online] [cited 02 Apr 2015];2008. Didapat dari URL: http://globocan.iarc.fr. 4. American Cancer Society.Breast cancer [serial online] [cited12 Jan 2015];2014. Didapat dariURL: http://www.cancer.org/Cancer/ BreastCancer/index. 5. Waruna P. Hubungan perlemakan hati pada ultrasonografi dengan kepadatan payudara pada mammografi pasien kanker payudara di RS Kanker Dharmais [tesis].Jakarta: Universitas Indonesia, 2014. 6. A. Takahashi, Katsushima F, Monoe K, Kanno Y, Saito H,Abe K, Ohira H. Estrogen reseptor expression by peripheral blood mononuclear cell of patient with non-alcoholic fatty liver disease. Journal of Hepatology 2011; 54:345-46. 7. Chu SH, Lin SC, Shih Shou C, Kao CR, Chou SY. Fatty metamorphosis of the liver in patient with breast cancer : Possible associated factors. World J Gastroenterol 2003;9(7):161820. 8. Li G, Cheng Z, Wang C, Liu A, He Y, Wang P. Prevalence of and risk factors for non-alcoholic fatty liver disease in community-dwellers of Beijing, China. OA Evidence-Based Medicine 2013;1(1):10. 9. Marchesini G, Ridolfi V, Nepoti V. Hepatotoxicity of fast food? Gut 2008; 57:568-70. 10. World Gastroenterology Organisation.Nonalcoholic Fatty Liver Disease and Nonalcoholic Steatohepatitis [serial online] [cited 10 Jul 2015];2012.Didapat dari URL:http//www.NASH and NAFLD_Final_long.pdf. 11. Riset Kesehatan Dasar. Laporan nasional 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen 172 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Kesehatan Rpublik Indonesia [serial online] [cited 3 Feb 2014];2013. Didapat dari URL: http//www.kemenkes.go.id/ download/riskesdas. Foster KJ, Dewbury KC, Griffith AH, Wright R. The accuracy of ultrasound in the detection of fatty infiltration of the liver. Br J Radiol 1980; 53:440-42. Saverymutu SH, Joseph AEA, Maxell JD.Ultrasound scanning in the detection of hepatic fibrosis and steatosis. J Br Med 1986; 292:13-15. Lanza FL, Nelson RS.Fatty metamorphosis of the liver in malignant neoplasia, special reference to carcionoma of the breast. Cancer 1968; 21:699-705. de Roos NM, Bots ML, Katan MB. Replacement of dietary saturated fatty acids by trans fatty acids lowers serum HDL cholesterol and impairsendothelial function in healthy men and women. Arterioscler ThrombVasc Biol 2001;21(7):1233-7. Lichtenstein AH, Appel LJ, Brands M, dkk. Diet and lifestyle recommendations revision. A scientific statement from the American Heart Association Nutrition Committee. Circulation 2006;114(1):82-96. Musso G, Gambino R, De Michieli F, dkk. Dietary habits and their relations to insulin resistance and postprandial lipemia in nonalcoholic steatohepatitis. Hepatology 2003; 37:909-16. Sekiya M, Yahagi N, Matsuzaka T, dkk. Polyunsaturated fatty acids ameliorate hepatic steatosis in obese mice by SREBP-1 suppression. Hepatology 2003; 38:1529-39. Koswara S. Konsumsi lemak yang ideal bagi kesehatan [serial online] [28 Jan 2015]; 2010. Didapat dari: URL: http:// www.ebookpangan.com/ARTIKEL/KONSUMSI%20 LEMAK%20 YANG%20IDEAL.pdf Frantzides CT, Carlson MA, Moore RE,dkk. Effect of body mass index on non alcoholic fatty liver disease in patients undergoing minimally invasive bariatric surgery. Journal of Gastrointestinal Surgery 2004; 8(7):849-55. Fabbrini E, Sullivan S, Klein S. Obesity and non alcoholic fatty liver disease: biochemical, metabolic and clinical implications. J Hepatology 2010; 51(2):679-89. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 ARTIKEL KONSEP Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak SRI RATNA LAKSMIASTUTI1, EDI SETIAWAN TEHUTERU2 Departemen Kedokteran Gigi Anak-Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta Staff Medik Fungsional Bagian Anak Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”, Jakarta 1 2 Diterima 2 Juli 2015; Direview 30 Juli 2015; Disetujui 10 Oktober 2015 ABSTRACT Nowadays, cancer is the cause of death in sixth rank in the world. About 2% of total cancer, is predicted occuring the children. Health Data 2007, mention that in Indonesia every year was found about 4,100 new children cancer patient. Children cancer patient, generally have to undergo long-term treatment and often make them uncomfortable. Decrease endurance body which is significant and serious infection that begins in the oral cavity is often occur. This will increase the risk of death to the patient. In addition, there are also some types of cancer which manifest in the oral cavity. The dentist may be the first to find this abnormality. To provide information to the dentist, specially pediatric that they should have enough knowledge about cancer in children. As well as need to know the steps and dental management in order to be able to contribute and plays important role in improving oral health children with cancer. Cancer is defined as uncontrolled growth of the cells that invade and cause damage to surrounding tissue. Cancer is a disease with varied journay and not infrequently leads to death. Treatments that can be perform on children cancer patient consist of surgery, radiotherapy, chemotherapy, or combination. A pediatric dentist is highly requested to know about dental management children cancer patient. Pediatric dentist should take a comprehensive interview to find the history of disease, do a proper clinical examination, cooperation with the expert, establishing diagnosis and performing appropriate treatment plan. Keywords: cancer, children, pediatric dentist ABSTRAK KORESPONDENSI: Sri Ratna Laksmiastuti Bagian Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. Kampus B, Jl. Kyai Tapa (Grogol) Jakarta Barat, Indonesia. E-mail: aa_dentist @hotmail.com Telp: 0811329308 Dewasa ini, kanker menjadi penyebab kematian populasi manusia di urutan keenam. Diperkirakan, sekitar 2−3% dari keseluruhan kasus kanker menyerang anak. Data kesehatan tahun 2007 menyebutkan bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan sekitar 4.100 kasus baru anak dengan kanker. Pasien kanker anak pada umumnya harus menjalani perawatan jangka panjang dan seringkali membuat tidak nyaman penderitanya. Penurunan daya tahan tubuh yang signifikan dan infeksi serius yang berawal di rongga mulut seringkali terjadi. Hal ini akan memperbesar risiko kematian pasien. Selain itu, juga terdapat beberapa jenis kanker yang bermanifestasi di rongga mulut. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan kelainan tersebut. Artikel ini disusun untuk memberikan informasi kepada para dokter gigi, khususnya dokter gigi anak, tentang pentingnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kanker pada anak serta tindakan dan perawatan yang harus dilakukan di bidang kedokteran gigi, agar bisa memberikan kontribusi dan berperan penting dalam meningkatkan kesehatan gigi serta mulut pasien kanker anak. Kanker didefinisikan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di sekitarnya. Kanker merupakan penyakit dengan perjalanan yang bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian. Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien kanker anak terdiri atas bedah, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi. Seorang dokter gigi anak harus mengetahui perawatan pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi. Dokter gigi anak harus dapat melakukan anamnesis yang baik untuk menggali informasi tentang riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan klinis Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 173 Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179 yang tepat, bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan diagnosis, dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Kata Kunci: kanker, anak, dokter gigi anak PENDAHULUAN K anker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 menunjukkan bahwa kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 (dua) setelah penyakit kardiovaskuler.1 Kanker dapat menyerang semua kelompok umur, kelompok masyarakat, kelompok sosial ekonomi, termasuk anak-anak. Sekitar 2% dari keseluruhan kanker, diperkirakan menyerang anak. Kanker menyumbang 10% kematian pada anak. Menurut Data Kesehatan tahun 2007, di Indonesia setiap tahun ditemukan sekitar 4.100 pasien kanker anak yang baru.2 Jenis kanker yang ditemukan pada anak berbeda dengan yang ditemukan pada orang dewasa. Pada anak, jenis kanker yang umum ditemukan adalah leukemia (kanker darah), limfoma (kanker kelenjar getah bening), brain and spinal tumours (kanker otak), neuroblastoma (kanker saraf tepi), retinoblastoma (kanker bola mata), Wilm’s tumour (kanker ginjal), liver tumour (kanker hati), osteosarcoma (kanker tulang), rhabdomyosarcoma (kanker otot polos), dan germ cell tumour.3-7 Di antara jenis-jenis kanker tersebut, yang paling umum ditemukan adalah leukemia, limfoma, dan kanker otak. Di antara ketiga kanker tersebut, leukemia mempunyai prevalensi tertinggi, yaitu sekitar dari keseluruhan kanker pada anak. Di antara varian leukemia, yang paling banyak ditemukan adalah jenis leukemia limfoblastik akut.8-12 Kanker dalam istilah umum adalah untuk menggambarkan pertumbuhan sel yang tidak normal (tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga memengaruhi fungsi tubuh.13,14 Pasien kanker anak pada umumnya harus menjalani perawatan jangka panjang dan seringkali membuat tidak nyaman penderitanya. Pengobatan kanker mempunyai beberapa efek samping, di antaranya penurunan kekebalan tubuh dan penurunan sekresi pada tubuh. Bahkan, infeksi dan komplikasi serius yang berawal di rongga mulut akibat kanker seringkali terjadi. Hal ini akan memperbesar risiko kematian penderitanya.9 Selain itu, ada beberapa jenis kanker yang mempunyai manifestasi gejala di 174 rongga mulut. Maka dari itu, dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan dan mendeteksi penyakit ini.15 Seorang dokter gigi anak sebaiknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang perawatan kanker pada anak di bidang kedokteran gigi. Dokter gigi anak harus dapat melakukan anamnesis yang baik untuk menggali informasi tentang riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan klinis yang tepat, bekerjasama dengan sejawat ahli, menegakkan diagnosis, dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Diharapkan dokter gigi anak bisa memberikan kontribusi dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker anak. Definisi dan Etiologi Kanker pada Anak Kanker adalah penyakit yang perjalanannya bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian. Kanker adalah penyakit yang menyerang proses kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total sel), dan menyebabkan penyebaran sel-sel. Tubuh terbentuk dari beberapa jenis sel. Pada keadaan normal, sel tubuh akan membelah diri ketika tubuh benar-benar membutuhkan untuk menghasilkan sel-sel baru. Proses ini berlangsung untuk menjaga tubuh agar tetap dalam kondisi yang baik. Namun, kadang kala ada sel yang tetap saja membelah diri, padahal sel baru tidak dibutuhkan.13,14 Penyebab pasti kanker pada anak dan remaja belum diketahui secara pasti walaupun telah dilakukan penyelidikan sejak pertengahan abad ke20. Kanker pada orang dewasa lebih jelas menunjukkan hubungan dengan faktor-faktor etiologi, sedangkan pada anak tidak terdapat hubungan yang kuat dengan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab.3,16 Beberapa hal yang dianggap menjadi faktor penyebab adalah lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari ionizing radiation (paparan sinar-X, tenaga nuklir), non-ionizing radiation (sinar UV), infeksi, dan chemical exposure (benzena, logam berat, pestisida, destilasi minyak bumi). Beberapa infeksi virus dan parasit sering dianggap sebagai penyebab beberapa jenis kanker. Di antaranya adalah Epstein-Barr virus sebagai penyebab limfoma Burkitt, limfoma Hodgkin, dan kanker nasofaring. Virus hepatitis B sebagai penyebab kanker hati, sedangkan kanker leher rahim disebabkan oleh virus human papilloma. Infeksi oleh Clonorchis dapat menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu, serta Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang mungkin merupakan penyebab kanker lambung. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179 Faktor berikutnya adalah faktor yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran. Bayi dengan berat badan lahir yang tinggi berisiko leukemia lebih tinggi. Bayi kembar juga berisiko kanker lebih besar dibanding bayi tunggal. Faktor lain yang ikut berperan adalah faktor genetik. Sebagai contoh, retinoblastoma mempunyai pola genetik yang diturunkan, yaitu autosomal dominan sebesar 40% dari kemungkinan insiden. Seorang anak yang berasal dari keluarga pasien kanker berisiko terkena kanker 2 kali lebih besar dibanding anak dari keluarga tanpa kanker. Faktor lain adalah ketidakseimbangan hormon dan stres. Stres yang berat dapat menyebabkan ganggguan keseimbangan seluler tubuh.3,17,18 Macam Perawatan Kanker pada Anak secara Umum Pasien kanker anak akan menerima pengobatan jangka panjang. Pengobatan ini seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan rasa sakit pada pasien. Secara umum, pengobatan kanker terdiri dari bedah, radioterapi, dan kemoterapi.21,22 Kemoterapi dan radioterapi ditujukan untuk menghambat pertumbuhan yang cepat dari sel-sel kanker, tetapi berefek negatif terhadap sel-sel yang normal. Dalam hal ini, perawatan tidak dapat membedakan antara sel normal dan sel ganas. Efek negatif ini dapat menyebabkan penekanan sistem imun dan penurunan proses sekresi dalam tubuh.9 Manifestasi serta Komplikasi Oro-craniofacial Kanker pada Anak Epidemiologi Kanker pada Anak Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, kanker menempati urutan ke-6 penyebab kematian terbesar di Indonesia setelah stroke, TBC, hipertensi, cedera perinatal, dan diabetes melitus.19 Di banyak negara di dunia, penyakit keganasan atau kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 pada anak setelah kecelakaan, khususnya pada anak di bawah usia 15 tahun.8-10 Di Amerika Serikat, setiap tahun dilaporkan ditemukan 6.550 anak usia 0−15 tahun yang didiagnosis sebagai pasien kanker baru.11 Menurut American Psychological Association, di Amerika setiap tahun terdapat sekitar 1.500 anak mengalami kematian karena penyakit tersebut.20 Sedangkan di Australia, setiap tahun diketahui terdapat sekitar 600−700 anak usia 0−15 tahun yang didiagnosis sebagai pasien kanker yang baru.16 Pada umumnya, insiden terbanyak terjadi pada tahun pertama kehidupan anak, kemudian diikuti dengan insiden pada usia 2−3 tahun. Setelah itu, cenderung menurun di usia 9 tahun, kemudian meningkat lagi sampai usia remaja atau dewasa muda. Menurut data dari beberapa survei, anak laki-laki lebih banyak terkena penyakit ini dibanding anak perempuan. Secara umum, anak berkulit putih mempunyai prevalensi sekitar 30% lebih tinggi dibanding anak kulit hitam. Tetapi, ada peneliti yang melaporkan kalau insiden kanker di tiap negara relatif sama. Demikian juga untuk semua ras, hampir tidak terdapat perbedaan. Terdapat sekitar 50 jenis kanker pada anak. Di antara semua jenis kanker tersebut, leukemia memiliki insiden paling tinggi, yaitu sekitar dari total kanker pada anak. Tipe yang paling banyak adalah leukemia limfoblastik akut (LLA). Dilaporkan bahwa leukemia lebih banyak menyerang anak laki-laki dibanding anak perempuan.10,16,18,21,22 Komplikasi akibat penyakit kanker atau efek samping pengobatan kanker seringkali terjadi di rongga mulut. Komplikasi yang timbul, berbeda pada tiap individu, tergantung pada beberapa faktor. Faktor tersebut adalah usia pasien, status gizi, tipe keganasan, kondisi rongga mulut, perawatan rongga mulut selama perawatan, dan jumlah neutrofil.9,23-26 Komplikasi rongga mulut yang terjadi setelah kemoterapi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu komplikasi akut sebagai efek langsung dari obat sitostatika atau radiasi, dan komplikasi jangka panjang, yaitu efek samping setelah pengobatan jangka panjang. Tabel 1: Manifestasi dan komplikasi oro-craniofacial kanker pada anak9,23,25,27,28 Manifestasi dan komplikasi oro-craniofacial kanker pada anak Komplikasi jangka panjang Komplikasi jangka panjang Ulserasi Mukositis Petechiae, erythema, ecchymosis Bibir pecah-pecah Mukosa pucat Gingivitis yang parah Sialadenitis Penurunan fungsi indera perasa Xerostomia Limfadenopati Sakit tenggorokan Lidah berselaput Gigi hipersensitif Kecenderungan perdarahan Infeksi (virus, jamur, bakteri) Fibrosis dan atrofi mukosa Karies gigi Infeksi (virus, jamur, bakteri) Penurunan fungsi indera perasa Osteoradionecrosis Xerostomia Neurotoxicity Gangguan perkembangan gigi Gangguan pertumbuhan kraniofasial Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 175 Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179 Tata Laksana Pasien Kanker Anak di Bidang Kedokteran Gigi Perawatan kedokteran gigi harus sudah selesai 2 minggu sebelum perawatan kanker dimulai. Jika waktu yang ada terbatas maka prioritas perawatan adalah infeksi, ekstraksi, periodontal, dan sumber iritasi. Kerjasama yang baik antara ahli onkologi anak dan dokter gigi anak merupakan hal yang penting ketika merencanakan perawatan di bidang kedokteran gigi.21,24,28-30 Eliminasi keluhan di rongga mulut akan menciptakan lingkungan rongga mulut yang sehat serta meningkatkan kualitas hidup pasien dan akan berpengaruh langsung terhadap ketahanan pasien.27,29 Seorang dokter gigi anak harus melakukan evaluasi tentang status kebersihan mulut pasien, insiden karies, keadaan jaringan periodontal, gingiva, bibir, palatum, dan jaringan lunak rongga mulut yang lain. Selain itu, juga harus mengumpulkan informasi tentang penyakit penyebabnya, waktu diagnosis, macam perawatan kanker yang diterima pasien, kemungkinan komplikasi, ruang gawat darurat, riwayat infeksi, status hematologi, riwayat alergi, obat-obatan, dan pemeriksaan organ tubuh (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya).21,24 Berbagai efek samping akibat perawatan kanker menimbulkan persoalan tersendiri untuk penderita dan dokter yang merawat. Mukositis/stomatitis sebagai salah satu efek langsung dari pengobatan kanker dapat diatasi dengan pemberian anestesi topikal dan analgesik topikal, pemakaian hydrogen peroxide, kumur-kumur dengan Na Cl, dan obat herbal (chamomile), serta Chlorhexidine gluconate 12%. Berkonsultasi dengan ahli onkologi tentang terapi antimikroba serta menghindari makanan yang bertekstur kasar hendaknya dianjurkan. Pada pasien dengan efek samping xerostomia, diinstruksikan agar memakai daily self- applied fluor gel. Selain itu, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang cair dan lembek, mengunyah permen karet bebas gula, atau permen bebas gula. Pemakaian commercial saliva substitute dan pemberian obat stimulasi saliva merupakan pilihan perawatan. Pada keadaan fungsi indera perasa menurun, konsultasi dengan ahli gizi sangat diperlukan. Kecenderungan perdarahan seringkali terjadi pada pasien kanker 176 anak. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk menggosok gigi dengan sikat gigi yang lembut dan menggunakan air hangat. Evaluasi terhadap dan faktor pembekuan darah perlu dilakukan. Bila jumlah trombosit < 20.000/mm3, gigi sebaiknya tidak dibersihkan menggunakan sikat, tetapi dibersihkan dengan spons yang dicelupkan ke dalam sodium bicarbonat atau chlorhexidine.10,30,31 Selain itu, apabila terjadi infeksi pada pasien, perlu diberikan antivirus, antibiotik, atau antijamur pada pasien, tergantung dari penyebabnya. Apabila ekstraksi gigi harus dilakukan selama periode perawatan maka jumlah trombosit harus ≥ 40.000/mm3. Apabila jumlah platelet kurang dari 40.000/mm3 maka perlu dilakukan tranfusi trombosit sebelum ekstraksi dan pemberian profilaksis antibiotik. Netrofil adalah benteng pertahanan pertama tubuh kita terhadap infeksi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memonitor ANC (absolute neutrophil count). Bila ANC < 1.000/ mm3 maka perawatan fakultatif kedokteran gigi sebaiknya ditunda.21,30 Menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang lembut atau sikat gigi elektrik minimal sehari 2 kali, terbukti secara signifikan dapat menurunkan risiko perdarahan dan infeksi pada gingiva. Selain itu, sebaiknya digunakan pasta gigi yang tidak terlalu tajam rasanya, supaya tidak mengiritasi mukosa. Selama keadaan neutropenia, pemakaian tusuk gigi dan peralatan irigasi sebaiknya dihindari.30 Kadang pasien mengalami gigi sensitif sehingga perawatan yang diperlukan adalah fluoride topikal dan pasta gigi desensitizing. Setelah periode perawatan kanker selesai, pasien tetap harus dievaluasi secara sistematis dan kebersihan rongga mulut harus tetap dijaga. Perawatan rutin kedokteran gigi dapat dilakukan bila jumlah trombosit ≥ 5000/mm3. Dokter gigi anak juga tetap harus memonitor status hematologi pasien. Leukosit tetap harus berjumlah ≥ 2.000/mm3 dan granulosit sejumlah 1.500/mm3.3,24 Menurut Dahloff dkk., tata laksana pasien ortodonsi yang menerima pengobatan kanker adalah menggunakan piranti yang dapat meminimalisir risiko resorbsi akar, menggunakan kekuatan yang ringan, menyelesaikan secepat mungkin perawatan, memilih metode yang paling sederhana, dan tidak memanipulasi rahang bawah.24,30 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179 Tabel 2: Rencana tata laksana pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi8,10,30,31,32 SEBELUM PENGOBATAN KANKER Berkomunikasi dengan ahli onkologi Identifikasi kelainan dan masalah di rongga mulut. Perawatan seluruh kelainan yang ada di rongga mulut. Mengedukasi pasien dan orangtuanya tentang kemungkinan komplikasi di rongga mulut dan cara memelihara kebersihan mulut. Pemberian suplemen fluor untuk pasien yang akan menerima perawatan radioterapi. Melakukan pemeriksaan penunjang laboratoris untuk melihat status hematologi, yaitu ANC ; absolute neutrophil count ≥ 1000/mm3, trombosit ≥ 40.000/mm3, serta faktor pembekuan darah. SELAMA PENGOBATAN KANKER Berkomunikasi dengan ahli onkologi. Memonitor dan deteksi dini keadaan rongga mulut (mukositis, infeksi, karies, plak) Mengedukasi pasien tentang menjaga kelembaban dan kebersihan rongga mulut. Mencegah sedapat mungkin terhadap terjadinya trauma. Merawat semua kelainan yang timbul di rongga mulut akibat perawatan kanker Pemberian analgesik untuk nyeri di rongga mulut. SESUDAH PENGOBATAN KANKER Pasien diindikasikan untuk perawatan rutin. Melakukan pemeriksaan penunjang laboratoris untuk melihat status hematologi. Evaluasi sekresi kelenjar saliva. Memonitor level dari mikroorganisme rongga mulut. Memonitor kemungkinan timbulnya gangguan perkembangan gigi dan kraniofasial. Memberi informasi kepada pasien terhadap tetap adanya kemungkian komplikasi rongga mulut walaupun perawatan sudah berakhir. PEMBAHASAN Kanker adalah penyakit yang perjalanannya bervariasi dan tidak jarang menuju ke kematian. Data statistik resmi dari IARC (International Agency for Research on Cancer) menyatakan bahwa 1 dari 600 anak akan menderita kanker sebelum umur 16 tahun.32 Kanker menyerang semua golongan usia, sosial ekonomi, dan kelompok masyarakat tanpa pandang bulu. Dengan kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi, kanker tidak lagi dianggap sebagai penyakit mematikan yang tak tersembuhkan. Mengingat fakta bahwa teknologi medis yang canggih telah diterapkan di Indonesia maka kesempatan besar bagi pasien kanker untuk sembuh, terutama dengan perawatan yang tepat dan dapat diketahui secara dini. Diagnosis kanker pada seseorang seringkali membuat kehancuran secara psikologis pada keluarganya, terutama orang tua. Orang tua merasa seolah-olah dunia akan runtuh karena kanker dianggap mengancam hidup sehingga membutuhkan perubahan besar dalam gaya hidup dan realita psikologis.33 Pasien kanker anak dan keluarganya umumnya merasakan dampak psikologis yang kompleks akibat penyakit yang dideritanya. Hal tersebut meliputi dampak sosial dan emosional. Pengalaman yang tidak menyenangkan akibat efek samping pengobatan (rambut rontok, penurunan berat badan secara signifikan, cacat fisik); rasa sakit yang pernah dirasakan, kecemasan yang tinggi, dan keterlambatan akademik di sekolah akan menyebabkan dampak sosial serta emosional pada anak. Oleh karena itu, intervensi psikologis sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif tersebut.20 Keluarga akan lebih cenderung untuk memperhatikan pengobatan medis yang diterima anaknya. Tetapi, kadang mereka kurang memperhatikan keadaan gigi dan mulut pasien. Banyak kasus keganasan yag ditemukan oleh dokter gigi merupakan hasil rujukan dari dokter di rumah sakit. Tanda awal adanya penyakit keganasan dapat muncul di rongga mulut dan leher. Oleh karena itu, gejala ini dapat ditemukan pada pemeriksaan rutin oleh dokter gigi. Dokter gigi anak harus waspada apabila gejala di rongga mulut diiringi dengan demam yang intermiten, pucat, lemah, anoreksia, dan penurunan berat badan.8,34 Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 177 Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak 173-179 Pengobatan ditujukan untuk menghambat pertumbuhan yang cepat dari sel-sel kanker, tetapi mempunyai efek negatif terhadap sel-sel yang normal. Dalam hal ini, perawatan tidak dapat membedakan antara sel normal dan sel ganas. Maka dari itu, seringkali menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman bagi penderitanya.9 Obat-obatan kemoterapi menghancurkan proliferasi lapisan sel basal layer. Pergantian dan hilangnya sel-sel ini akan menyebabkan terjadinya ulserasi pada mukosa.26 Pengobatan yang intensif akan menyebabkan kerusakan pada mucosal barier di rongga mulut dan tenggorokan. Hal ini akan menimbulkan terjadinya keradangan dan infeksi serta kesulitan asupan nutrisi bagi pasien.24 Karena prevalensi leukemia dan limfoma pada anak cukup tinggi maka saat ini kemoterapi merupakan pilihan utama. Kemoterapi kanker anak saat ini mempunyai arti sangat penting karena telah berhasil menaikkan angka kesembuhan pasien.22 Intervensi di bidang kedokteran gigi, bila dilakukan secara dini pada pasien kanker anak, akan dapat menurunkan masalah dan memperkecil risiko komplikasi di rongga mulut yang berhubungan dengan kondisi sistemik. Oleh karena itu, konsultasi bidang kedokteran gigi pada pasien anak yang baru didiagnosis kanker harus segera dilakukan agar perawatan di bidang kedokteran gigi dapat selesai sebelum terapi kanker dimulai.21,24,28 Efek samping pengobatan kanker jangka panjang dapat mengenai hampir seluruh tubuh, termasuk rongga mulut. Banyak gejala yang timbul di rongga mulut akibat pengobatan kanker itu sendiri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kaste dkk., terapi kanker jangka panjang pada anak mengakibatkan timbulnya efek atau gejala yang tidak menguntungkan, serta memerlukan penanganan khusus.35 Kecenderungan terjadinya perdarahan pada pasien kanker anak disebabkan oleh induksi myelosupresi serta gangguan pada pembekuan darah dan trombosit. Selama pasien dalam keadaan daya tahan tubuh yang rendah, banyak hal kurang menguntungkan yang mungkin terjadi. Pembengkakan dan eksudat yang purulen biasanya tidak terlihat. Hal ini mengakibatkan tanda klasik adanya infeksi odontogen tidak terlihat sehingga infeksi tetap ada tanpa pengobatan. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan penunjang radiografi sangat diperlukan. Selama periode ini, segala bentuk tindakan yang memungkinkan terjadinya perdarahan harus dihindari. Karena akan dapat merusak integritas jaringan dan 178 dapat menjadi pintu masuknya mikroorganisme. Gambaran radiografi rongga mulut pada pasien kanker anak pada umumnya adalah hilangnya lamina dura, resorbsi tulang alveolaris, alterations in the periodontal space, destruksi cancellous bone, dan alterations in crypts of developing teeth. Temuan radiografi tersebut harus menjadi perhatian para dokter gigi demi meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya keganasan pada pasien.30,36,37 Walaupun di atas telah disampaikan tentang tata laksana pemakaian piranti ortodonsi oleh Dahloff, beberapa ahli mengatakan bahwa selama periode ini, piranti ortodonsi dan alat penahan ruang seharusnya dilepas untuk mencegah terjadinya iritasi mekanik sebagai faktor risiko terjadinya infeksi sekunder.21,30 The International Union Against Cancer (UICC) menganjurkan kepada orang tua agar mengajarkan anak-anak, antara lain untuk tidak merokok, makan dengan pola gizi seimbang, dan mengikuti program imunisasi yang berlaku di negara masing-masing.38 KESIMPULAN Kanker adalah penyakit yang menyerang proses kehidupan sel, mengubah genom sel, dan menyebabkan penyebaran sel-sel. Beberapa gejala kanker sering dijumpai di rongga mulut. Pada umumnya pasien kanker anak akan menerima pengobatan jangka panjang yang seringkali menimbulkan efek samping negatif di rongga mulut. Dokter gigi anak memiliki peran yang penting dalam tata laksana pasien kanker anak di bidang kedokteran gigi. Kerjasama yang baik dengan sejawat ahli yang berkompeten sangat diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut serta kualitas hidup pasien kanker anak. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Maureen. Statistik penderita kanker di Indonesia. Available from http://www.deherba.com/statistik-penderita-kanker-diindonesia.html. Diakses tanggal 18-11-2013. Rahayu R. Cancer in children. Available from http://rumahkanker. com/pencegahan/deteksidini/64-gejala-kanker-pada-anak-anak). Diakses tanggal 18-11-2013. Stevens MCG, Caron HN, Biondi A. Cancer in children, clinical management. 6th ed.New York : Oxford University Press; 2012. Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 SRI RATNA LAKSMIASTUTI, EDI SETIAWAN TEHUTERU 173-179 P. 1-12. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. U.S National Library of Medicine. Cancer in children. Available from http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/cancerinchildren. html. Diakses tanggal 25-11-2013 Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Types of cancers in children. Available from http://www.ykaki.org/id/cancer/page/ kanker-pada-anak. Diakses tanggal 20-11-2013. Posyandu Indonesia. Precipitating factors of cancer. Available from http://posyandu.org/kesehatan/kanker-pada-anak/244tentang-kanker-pada-anak.html. Diakses tanggal 20-11-2013. Louise CK, Reese JL, Hart LK. Cancer: pathophysiology, etiology, and management. St.Louis, Toronto, London: CV Mosby Co; 1979. P. 75-8. Cho Sy, Cheng Ac, Cheng MCK. Oral care for children with leukemia. HK Medical J. 2000;6:203-8. Mathur VP, Dhillon JK, Kalra G. Oral health in children with leukemia. India J of Palliative Care 2012;18:12-8. Darwish AM, Salama MAS, Basiouny NS, Arafa NM. Effect of chlorhexidine in prevention of oral lesion in leukemic children receiving chemotherapy. J of Am Science 2011;7(6):985996. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 9th ed. St.Louis, Missouri: CV. Mosby Co; 2011. P. 498-508. Vaughan VC, Mckay RJ. Nelson : Textbook of pediatric.10th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co; 1995. P. 1143-4. National Cancer Institute. Cancer’s definition. Available from http://cancer.gov/cancertopics/cancerlibrary/what-is-cancer . Diakses tanggal 20-11-2013. Rumah Sakit Dharmais Pusat Kanker Indonesia. Cancer’s definition. Available from http://www.dharmais.co.id/index. php/what-causes-cancer.html. Diakses tanggal 26-11-2013. Varkesh H, Mokhtari N, Moeini M, Baser RS, Masoomi Y, Moeini M. The dentist’s role in improving the life’s quality of children with leukemia. Am J of Research Communication 2013; 1(2): 66-77. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry. 3rd ed. Sydney : Mosby Elsevier Company; 2008.P. 296-305. Meurman JH. Oral microbiota and cancer. J of Oral Microbiology 2010;2:1-13. Azher U, Shiggaon N. Oral health status of children with acute lymphoblastic leukemia undegoing chemoteraphy. Indian J of Dent Research 2013;24(3):1-3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menuju Indonesia sehat dan yang bermutu. Available from http://www.depkes. go.id. Diakses tanggal 18-11-2013. American Psychological Association. Psychological impact of childhood cancer. Available from http://apa.org. Diakses tanggal 18-11-2013. 21. Fonseca MA. Dental care of the pediatric cancer patient. J of Ped Dent. 2004;26(1):53-7. 22. Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan ke 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2006. P.227-34. 23. Fayle SA, Curzon MEJ. Oral complications in pediatric oncology patients. 2001; 13(5): 289-295. 24. Atac AS. Oral and dental care in acute lymphoblastic leukemia: role of pediatric dentist. Int J of hematology and Oncology 2009;19:58-62. 25. Otmani. Oral and maxillofacial side effects of radiation therapy on children. J of Canadian Dent Association 2007;73(3):257-61. 26. Lopez BC, Esteve CG, Perez MGS. Dental treatment considerations in the chemotherapy patient. J Clin Exp Dent. 201;3(1):31-42. 27. Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry a clinical approach 2nd ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2009. P. 327329. 28. Carrillo C, Vizeu H, Soares LA, Fava M, Filho VO. Dental approach in the pediatric oncology patient: characteristics of the population treated at the dentistry unit in pediatric oncology Brazilian teaching hospital. Clinical Science Article Oncology-hematology service, Pediatric Division, Medicina Hospital, Sao Paolo Brasil. 2010;65(60):569-73. 29. Clarkson JA, Eden OB. Dental health in children with cancer. British Med J. 2008; 78: 560-61. 30. Casamassimo PS, Fields HW, McTigue DJ, Nowak AJ. Pediatric dentistry through adolescence. 5th ed. St. Louis-Missouri: Elsevier Saunders; 2013.P. 73-7. 31. American Dental Assistants Association. Prevention and management of oral complications of cancer treatment : the role of the oral health team. Continuing Education Course Article. Agustus 2011. 32. Moursi AM. Clinical case in pediatric dentistry. New York : Willey-Blackwell; 2013.P.22-7. 33. Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Types of cancers in children. Available from http://www.ykaki.org/id/cancer/page/ kanker-pada-anak. Diakses tanggal 5-12-2-13. 34. Giammona AJ, Malek DM. The psycological effect of childhood cancer on families. J of Ped Clin North Am. 2002;49(5):106381. 35. Kaste SC, Baker S, Goodman P, et al. Dental health in long term survivors of childhood cancer : the childhood cancer survivor study (CCSS). J of Clin Oncology 2007;24:18. 36. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. Paediatric dentistry. Oxford: Oxford University Press; 2012. P.348. 37. Chaudary M, Chaudary SD. Essentials of pediatric oral pathology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD; 2011. P. 395. 38. Yayasan Amway Peduli, Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, Indonesian Journal of Cancer Vol. 9, No. 4 October - December 2015 179 INDEKS PENULIS A ANGGIA PUTRI ATIADANY ACHMAD IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158 B BAHRIYATUL MA’RIFAH IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172 E EDI SETIAWAN TEHUTERU IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158 IJOC 9 ; 4 ; 173 � 179 EVY DAMAYANTHI IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172 I I MADE DIRA SWANTARA IJOC 9 ; 4 ; 141 � 145 J JUKE R. SIREGAR IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158 K KARDINAH IJOC 9 ; 4 ; 167 � 172 L LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI IJOC 9 ; 4 ; 147 � 158 M MARTINA SINTA KRISTANTI IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165 N NUZUL SRI HERTANTI IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165 R SRI RATNA LAKSMIASTUTI IJOC 9 ; 4 ; 173 � 179 SRI SETIYARINI IJOC 9 ; 4 ; 159 � 165 W WIWIK SUSANAH RITA IJOC 9 ; 4 ; 141 � 145 Ucapan Terimakasih Mitra Bestari Redaksi Indonesian Journal of Cancer menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para Mitra Bestari atas Konstribusinya pada penerbitan Indonesian Journal of Cancer Volume 9, edisi no. 4 tahun 2015. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. dr. Bidasari Lubis, SpA (K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan dr. Siti Annisa Nuhonni SpRM(K) Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Indonesia Universitas Indonesia/ RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta Dr. dr. Dimyati Achmad, SpB Onk (K) Divisi Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS. Hasan Sadikin Bandung dr. Ario Djatmiko, SpB Onk (K) Divisi Bedah Onkologi Rumah Sakit Onkologi Surabaya Formulir Pemesanan Mohon dikirimkan kepada kami “Indonesian Journal of Cancer” secara teratur Nama Lengkap :.................................................................................................................... Alamat Rumah :.................................................................................................................... .................................................................................................................... .................................................................................................................... Telepon :................................................... HP ........................................................ Fax : .................................................................................................................... Email : .................................................................................................................... Alamat Kantor :................................................................................................................... .................................................................................................................... .................................................................................................................... Telepon :................................................... HP ........................................................ Fax : .................................................................................................................... Email : .................................................................................................................... Alamat Pengiriman : Rumah Kantor Hormat kami ( Harga Majalah. Harga 1 eks Rp. 25.000 (tambah ongkos kirim) Harga untuk 1 tahun Rp. 100.000 (tambah ongkos kirim) Pembayaran langsung ditansfer ke rekening: Bank Mandiri KK RS. Kanker “Dharmais” No. 116.0005076865 a/n: Dr. M. Soemanadi/ dr. Chairil Anwar Distribusi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Pusat Kanker Nasional) Ruang Indonesian Journal Gedung Litbang Lt. 3 Jl. Letjen S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420 Tel. (021)5681570 (ext. 2372) Fax. (021)56958965 E-mail: [email protected] )