KONSEP PENCIPTAAN PEREMPUAN Studi Atas Pemikiran Amina Wadud dalam Buku Qur’an And Woman Asna Andriani Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung Jawa Timur Email: [email protected] Abstract One of the fenomenal and controversial gender problems is about woman creation which had patriarchi interpretation, its means women are as the second sex behind or after men’s position and roles. Amina Wadud as a feminis writen a book by the title Qur’an and Woman, its contains about the equivalence of man and woman especially in interpretation models. She tried to reinterpretated Qur’an by a modern method contextually based on social change. furthemore this papper will express Amina Wadud’s thoughts about woman creation concept and her interpretation method for conceiving Qur’an’s verses, especially woman creation verses to acquire the equality interpretation and comprehension paradigm. Keywords: Amina Wadud, woman creation Abstrak Diskursus pemikiran gender, salah satunya berupa konsep penciptaan perempuan memang fenomenal dan kontroversial. Amina Wadud, salah seorang feminis yang menulis buku Qur’an and Woman, berisi tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam tradisi tafsir. Ia mencoba melakukan reinterpretasi dengan menawarkan metode penafsiran modern yang bersifat kontekstual sesuai dengan perubahan sosial masyarakat dan layak diterapkan dalam konteks kekinian. Selanjutnya tulisan ini akan mencoba mengungkap pemikiran Amina Wadud Muhsin tentang konsep penciptaan perempuan, sekaligus metode penafsiran yang dipakainya dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, khususnya ayat-ayat tentang konsep penciptaan perempuan, guna memperoleh paradigma penafsiran dan pemahaman yang egaliter dan tidak bias gender. Kata Kunci: Amina Wadud, Penciptaan Perempuan. 301 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 Pendahuluan Agama Islam adalah agama rahmatan li al-„alamin. Agama yang tidak membenarkan praktek diskriminasi gender.1 Akan tetapi dalam penafsiran alQur’an, terutama ayat-ayat gender, salah satunya ayat tentang konsep penciptaan perempuan yang merupakan pangkal stereotype permasalahan gender, sering kali terjadi penafsiran bias patriarkhi, sehingga cenderung memposisikan perempuan dalam realita sosial hanya sebagai second sex dan pelengkap bagi laki-laki dan tidak memiliki hak yang sama dengannya. Fakta demikian menyebabkan munculnya gerakan feminisme, salah satu tokohnya adalah Amina Wadud Muhsin, seorang feminis muslim berkebangsaan Afro-Amerika menulis buku yang berjudul Qur‟an and Woman, yang berisi tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam tradisi tafsir. Ia menawarkan metode penafsiran modern yang bersifat kontekstual sesuai dengan perubahan sosial masyarakat dan layak diterapkan dalam konteks kekinian. Selanjutnya tulisan ini akan mencoba mengungkap pemikiran Amina Wadud Muhsin tentang konsep penciptaan perempuan, sekaligus metode penafsiran yang dipakainya dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, khususnya ayat-ayat tentang konsep penciptaan perempuan, guna memperoleh paradigma penafsiran dan pemahaman yang egaliter dan tidak bias gender. Biografi Amina Wadud Muhsin Amina Wadud adalah seorang keturunan Afro-Amerika yang lahir di Amerika pada tahun 1952, mengenyam pendidikan dasar hingga menengah di Negara Malaysia dan meneruskan jenjang pendidikan strata satu di Universitas Antar Bangsa Malaysia dan master di universitas of Michigan Amerika (19881989). Sementara program doctoral dalam studi Islam dan Bahasa Arab ia tempuh di Harvard University (1991-1993).2 Ia pernah mengajar Islamologi di Universitas Antar Bangsa Malaysia dan saat itu ia juga bergabung bersama NaquibAl-Attas di International Institution of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), sebuah institusi pasca sarjana di Malaysia yang banyak konsentrasi pada peradaban Islam 1 Q.S Al-Hujurat :13. Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global. Diterjemahkan oleh Bahrul Ulum dan Heri Junaedi (Jakarta: Paramadina,2001), h.185 2 Asna Andriani, Penciptaan... | 302 dan Islamic Studies. Sekembalinya ke Amerika, Wadud menjabat sebagai guru besar Departemen Filsafat dan studi agama di Commonwealth Uneversity Virginia Amerika, serta menjadi dosen tamu di Divinity School Hardvard University hingga saat ini. Sebagaimana kebanyakan wanita modern yang lahir 1950-an dan banyak mengenyam pendidikan dan kehidupan barat, serta menekuni kajian feminisme, Amina Wadud tidak sependapat jika posisi perempuan diletakkan sebagai rival atau subordinat di bawah laki-laki. Namun ia juga tidak bisa menerima suatu hubungan kemitraan, kesejajaran, dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang. Walaupun hidup di Negara yang sangat maju, justru mendorongnya untuk menengok kembali pada khazanah dan bibliografi klasik maupun modern guna membangun paradigma baru tentang hubungan laki-laki dan perempuan (relasi gender) tanpa stereotip yang diatributkan kepadanya. Ia adalah seorang penulis yang terkenal dengan analisisnya yang tajam, tulisannya tersebar luas di luar dan di dalam negeri, fokus utamanya adalah gender dan feminisme, di mana hubungan laki-laki dan perempuan tidak terstruktur sebagaimana yang telah dibuat oleh nenek moyangnya. Wadud juga dikenal aktif di lembaga swadaya masyarakat yang peduli secara intensif pada advokasi bagi pembelaan hak-hak perempuan dalam pendidikan, pengajaran, dan masalah lain yang terkait dengan perempuan. Di antaranya adalah Sister in Islam (SIS), sebuah LSM di Malaysia yang berkonsentrasi dengan gagasan kesetaraan dan pembebasan perempuan Islam di era modern. Bersama SIS ia berhasil menerbitkan 2 buku, yaitu: Are Women and Men Equal beside Allah? (Malaysia: Sisters in Islam,1991) dan Are Muslim Men Allowed to Beat Their Wives? (Malaysia: Sisters in Islam,1991).3 Ia juga bergabung dalam komunitas Moslem Wake Up di Amerika yang berjuang keras untuk meneguhkan identitas mereka para kaum muda progresif di tengah tuduhan sebagai kelompok radikalis. Misi dari komunitas ini adalah menjadikan progresifitas ajaran dan pemikiran sebagai solusi bagi kompleksitas permasalahan modernitas dan postmodernitas bagi umat Islam dengan tujuan mempertahankan 3 [email protected]. Dan www.iiu.edu.my/istac-php. 303 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 integritas ajaran Islam dan mengusungnya dalam konteks dinamisme kemajuan zaman saat ini.4 Sebagai seorang intelektual perempuan, Wadud tidak hanya dikenal sebagai seorang akademisi, tetapi kiprahnya dalam dunia aktifis turut mensejajarkan namanya pada deretan feminis Islam dunia, seperti Asghar Ali Engineer, Fatimah Mernissi, Riffat Hasan, Maharul Haq, dan Leila Ahmad. Reputasinya di kancah perkembangan intelelektual internasional mendapat tempat yang signifikan sejak kemunculan karyanya Qur‟an and Woman: Rereading the Secred Text from a Woman‟s Perspective pada tahun 1992 yang merupakan bukti kepeduliannya untuk menggali secara seksama, ilmiah, rekonstruktif terhadap paradigma gender. Menurut Charles Kurzman sebagaimana dikutip oleh Abdul Mustaqim, penelitian Amina Wadud mengenai perempuan dalam al-Qur’an yang tertuang dalam buku Qur‟an and Women muncul dalam suatu konteks historis yang erat dengan pengalaman dan pergumulan perempuan Afrika-Amerika dalam upaya memperjuangkan keadilan gender, karena selama ini sistem relasi laki-laki dan perempuan di masyarakat seringkali mencerminkan adanya bias patriarkhi, sehingga mereka kurang mendapat keadilan yang proporsional. 5 Dengan alasan tersebut, Wadud melakukan riset terhadap al-Qur’an yang berkenaan dengan perempuan yang ditulis dalam sebuah buku, yang dimulai sejak tahun 1986, dan baru diterbitkan pada tahun 1992.6 Buku tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat, bahkan dinyatakan sebagai buku best seller versi majalah al-Qalam Afrika selatan pada tahun 1994. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, di antaranya bahasa Turki, bahasa Arab, dan bahasa Indonesia (yang diterjemahkan oleh Abdullah Ali dengan judul Qur‟an Menurut Perempuan: Meluruskan Bias Gender dalam Tradisi Tafsir). Metodologi Pemikiran Amina Wadud Penafsiran Amina Wadud terhadap al-Qur’an banyak dipengaruhi oleh pemikiran Neo-Modernisme Fazlur Rahman, terutama metode penafsiran 4 Sebagaimana ditulis oleh Navin Reda, Muslim Issues What Would the Prophet Do? The Islamic Basis for Female-Led Prayer dalam www.muslimwakeup.com/main. 11 Abdul Mustaqim, ” Amina Wadud: Menuju Keadilan Gender”, dalam A. Khudhori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), h. 66. 6 Ibid, h.5 Asna Andriani, Penciptaan... | 304 hermeneutik yang menekankan telaah aspek normatif dari ajaran al-Qur’an.7 Ia mengklasifikasikan kecenderungan metode tafsir yang digunakan oleh para ulama dalam tiga kategori, yaitu: (1) tradisional, yang melakukan penafsiran secara atomistik sesuai dengan urutan ayat dalam mushaf Usmani. Tafsir tradisional ditulis secara ekslusif oleh para mufassir yang memiliki cara pandang andosentris (nilai budaya dominan yang didasarkan pada norma dan cara pandang laki-laki) dan telah menyebabkan minimnnya perspektif perempuan dalam khasanah tafsir. (2) metode penafsiran reaktif, yakni tafsir yang berisi reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah hambatan yang dialami oleh perempuan yang dianggap berasal dari al-Qur’an. Persoalan yang dibahas dan metode yang digunakan seringkali berasal dari gagasan kaum feminis dan rasionalis, tetapi tanpa disertai dengan analisis yang komprehensif terhadap ayat-ayat yang bersangkutan. Dengan demikian meskipun semangat yang dibawanya adalah pembebasan (liberation), namun tidak terlihat hubungannya dengan sumber ideologi dan teologi Islam, yakni al-Qur’an. (3) metode holistik/ hermeneutik, teori ini dimaksudkan sebagai jalan keluar untuk menutupi kekurangan metode yang ditawarkan para pemikir tradisional dan para pemikir reformis. Teori holistik menawarkan metode pemahaman dengan menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, moral ekonomi, politik, termasuk isu-isu perempuan yang muncul di era modernitas.8 Dengan metode hermeneutika tersebut wadud berharap akan memperoleh interpretasi al-Qur’an yang mempunyai makna dan kandungan yang selaras dengan konteks kehidupan modern, keadilan sosial, prinsip kesetaraan, dan saling menghormati. Ia juga ingin makna utama yang menjadi dasar al-Qur’an dapat dipahami, sehingga ayat-ayat al-Qur’an selalu dan akan tetap bersifat abadi kandungan dan maknanya, karena pesan al-Qur’an tidak dapat dibatasi atau direduksi oleh situasi historis pada saat diwahyukan saja. Dengan argumen ini, 7 Khoirudin Nasution, Fazlur Rahman tentang Perempuan, (Yogyakarta: Tafazza dan Academia, 2002), h.120 8 Amina Wadud, Qur‟an and Woman: Rereading the Secred Text from a Woman‟s Perspective, (New York : Oxford University Press, 1999), h. 1-4 305 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 Amina Wadud yakin bahwa dalam usaha memelihara relevansinya dengan kehidupan manusia al-Qur’an harus terus menerus ditafsirkan ulang.9 Berkaitan dengan hermeneutik feminisnya, Wadud memiliki asumsi epistemologis yang mendasarinya, meskipun tidak dia susun secara sistematik, akan tetapi prinsip-prinsip ini sangat dominan dalam tulisannya, di antaranya: (1) al-Qur’an sebagai pedoman universal, tidak pernah terikat oleh ruang dan waktu. Pernyataannya bernilai abadi dan tidak membedakan jenis kelamin maupun gender. Oleh karena itu Wadud berusaha menghadirkan pandangan ayat-ayat yang netral gender. (2) pandangan tentang peran perempuan hendaklah melalui kajian ulang al-Qur’an dengan berpedoman pada prinsip umum tentang keadilan sosial dan kesederajatan manusia. (3) al-Qur’an dapat beradaptasi dalam konteks perempuan dan masyarakat pada zaman Rasul, maka al-Qur’an juga memiliki potensialitas untuk diadaptasi dalam konteks perempuan modern. (4) selama ini interpretasi tentang perempuan dalam al-Qur’an secara eksklusif ditulis oleh pria beserta pengalaman mereka. Oleh karena itu ayat tentang perempuan hendaklah ditafsirkan oleh perempuan sendiri berdasarkan persepsi, pengalaman, dan pemikiran mereka.10 Selain metode hermeneutika, Wadud juga menggunakan tafsir al-Qur‟an bi al-Qur‟an (penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an) untuk menganalisa semua ayat yang memberikan petunjuk khusus bagi perempuan, baik yang disebutkan secara terpisah, maupun disebutkan bersamaan dengan laki-laki (dalam beberapa tafsir ia merujuk pada pemikiran para mufassir, seperti Al-Zamakhsyari, Al-Maududi, dan juga ulama besar Sayyid Qutb sebagai rujukan bagi penelitiannya). Setiap ayat dianalisis: (1) menurut konteksnya, dalam konteks apa teks tersebut ditulis. (2) menurut konteks pembahasan topik yang sama dalam Al-Qur’an (asba>b alnuzul). (3) dari sudut bahasa dan struktur sintaksis yang digunakan di seluruh bagian al-Qur’an, bagaimana komposisi tata bahasa teks, bagaimana pengungkapan apa yang dikatakannya. (4) dari sudut prinsip al-Qur’an yang menolaknya. (5) menurut konteks pandangan dunia al-Qur’an.11 9 Ibid, h.xxi Amina Wadud , Qur‟an Menurut Perempuan : Meluruskan Bias Gender Dalam Tradisi Tafsir, diterjemahkan oleh Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2001), h.171-175 11 Ibid, h.5 10 Asna Andriani, Penciptaan... | 306 Di samping itu, dalam pemikirannya Amina Wadud juga memakai tafsir tematik, yaitu membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berhubungan dengan tema dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas, serta didukung dengan dalil-dalil atau faktafakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik dari al-Qur’an, hadits, maupun pemikiran rasional.12 Selanjutnya ia juga menggunakan teori semantik, yaitu ilmu tentang makna, dengan menganalisis: (1) bentuk maskulin dan feminine dalam al-Qur’an. (2) sejumlah kata kunci dan ungkapan penting tertentu yang berhubungan dengan manusia secara umum dan wanita secara khusus untuk mengungkapkan pemahaman kontekstualnya.13 Hal ini terlihat dalam penjelasannya dalam Q.S An-Nisa’:1 dan Q.S arRum:21, dengan menguraikan makna dari kata kunci min, ayat, nafs, dan zawj. Selanjutnya dengan mengutip pandangan Fazlur Rahman, Amina Wadud menegaskan bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan dalam waktu tertentu dalam sejarah, pada umumnya menggunakan ungkapan yang relatif sesuai dengan situasi yang mengelilinginya, sehingga ia tidak dapat direduksi atau dibatasi oleh situasi historis pada saat ia diwahyukan. Oleh karena itu, dalam pandangan wadud usaha memelihara relevansi al-Qur’an dengan perkembangan kehidupan manusia dapat dilakukan dengan terus-menerus ditafsirkan ulang.14 Ide semacam ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Muhammad Syahrur dalam bukunya alKita>b wa al-Qur‟a>n Qira>ah Mu‟as}irah. Sikap semacam ini sesungguhnya merupakan satu konsekuensi logis dari diktum yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu sha>lih li kulli zama>n wa maka>n. 15 D. Konsep Penciptaan Perempuan Dalam Pandangan Amina Wadud Dalam diskursus feminisme, konsep penciptaan perempuan adalah isu yang sangat penting dan mendasar, karena konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan 12 Nasaruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 151 13 Amina Wadud , Qur‟an Menurut Perempuan……., h. 5. 14 Amina Wadud, Qur‟an and Woman........................, h.3. 15 Muhammad Syahrur, al-Kitậb wa al-Qur‟an: Qiraah Muashirah, (Damaskus: al-Ahali wa al-Tiba’ah wa an-Nasyr, 1992), h. 3. 307 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 berakar dari masalah penciptaan perempuan ini, sebab adanya diskriminasi dan segala bentuk ketidakadilan gender yang menimpa perempuan dalam lingkup umat Islam, berakar dari penafsiran kitab suci al-Qur’an, termasuk dalam hal ini adalah mis-interpretasi terhadap konsep penciptaan perempuan.16 Walaupun ada ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang penciptaan perempuan di antaranya: AlA’raf ayat 189,17 Az-Zumar ayat 6,18 dan Ar-Rum ayat 21,19 akan tetapi dalam diskursus feminisme yang sering digugat adalah surat an-Nisa’ ayat 1.20 Selama ini para mufassir laki-laki menafsirkan Q.S an-Nisa’ ayat1 dengan penafsiran bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Munculnya penafsiran semacam ini, secara sosiologis disebabkan oleh kuatnya sistem patriarkhi yang begitu hegemonik, sehingga melahirkan penafsiran-penafsiran yang bias kelelakian. Di samping itu, hal tersebut juga dipengaruhi oleh tradisi Yahudi dan Nasrani melalui kepustakaan hadits-hadits isra>illiyya>t. Berangkat dari asumsi tersebut, maka Amina Wadud mencoba melakukan dekonstruksi interpretasi ayat-ayat al-Qur’an tentang konsep penciptaan perempuan dengan menggunakan analisis kebahasaan melalui teori semantik, karena bagaimana pun juga bahasa Arab yang terdapat dalam al-Qur’an tidak terlepas dari budaya patriarkhi yang selalu melekat dalam kehidupan masyarakat Arab, terutama pada saat turunnya al-Qur’an. Amina Wadud menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hakiki penciptaan laki-laki dan wanita dalam al-Qur’an. Ia memberi pengantar sebelum memasuki fokus penciptaan laki-laki dan perempuan, bahwa sebenarnya pembahasan mengenai penciptaan laki-laki dan perempuan pada dasarnya pembahasan 16 Abdul Mustaqim, Paradigma Tafsir Feminis: Membaca al-Qur‟an dengan Optik Perempuan, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2008), h. 190. 17 ََِِّّثَب َْ لَخفٍِفًبَفًش َ ً ًْ جَح َْ احذةََٔجعمََ ِي ُْٓبَصْٔ جٓبَنٍِ ْغ ُكٍََإِنٍْٓب َۖ فه ًَّبَحغ َّشبْبَحًه ِ ََََُْٕٔانَّ ِزيَخهق ُكىَ ِّيٍََ َّ ْفظ ٌٍٍََ ِيٍََان َّشب ِك ِش ََّ ٍََٕآحٍْخُبَصب ِن ًحبَنَُّ ُك َْ ّللاَسبًَُّٓبَن ِئ ََّ ََۖ فه ًَّبَأ ْرقهجَ َّدعٕا 18 ُ ُ ُ ُ ْ ْ ْ ْ ْ ُ ُ ٌَ َِ ٕبو َرًبٍَِتَ َأصٔاسَ َۖ ٌخهقك َْى َفًِ َبُط َِ احذةَ َر ََّى َجعمَ َ ِيُٓب َصْٔ جٓب َٔأَضلَ َنكى َ ِّيٍَ َاْلَع ِ َٔ َخهق ُكى َ ِّيٍ َََّ ْفظ ٌَُٕلََُْٕ َۖ فأََّىََۖحُصْ شف َ َّ ِك َۖ لََإِنـَََِۖإ َُ ّللا َُسبُّ ُك َْىَن ََُّا ْن ًَُ ْه ََّ َأ ُ َّيٓب ِح ُك َْىَخ ْهقًبَ ِّيٍَب ْع َِذَخ ْهقََ ِفًَظُهًُبثََرلدَ َۖ رََۖ ِن ُك َُى ٌََ َفًِ َرََۖنِكَ ٌََبث ََّ ٍِ َأَفُ ِغ ُك َْى َأ ْصٔا ًجب َنِّخ ْغ ُكُُٕا َإِنٍْٓب َٔجعمَ َبٍُْ ُكى َ َّيٕ َّد َةً َٔسحْ ً َتً َۖ إ َْ ٌ َخهقَ َن ُكى َ ِّي َْ ٍ َآٌبحِ َِّ َأ َْ ٔ ِي19 ٌَُٔنِّقْٕ وٌََخف ََّكش 20 Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur‟an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 4. Asna Andriani, Penciptaan... | 308 mengenai bahasa, karena makna lengkap dari ayat alegoris (Mutasha>biha>t) tidak dapat dibuktikan dengan empiris.21 Wadud tidak secara langsung dan transparan mengemukakan teknis penciptaan perempuan, ia lebih menitikberatkan pada aspek kebahasaan dan semantik dengan mengkaji mengenai kata-kata kunci : ayat, min, nafs, dan zauj yang dipakai dalam firman Allah SWT surat ar-Rum:21 dan an-Nisa:1 ًٔ ِي ٍَْآٌب ِح َِّأ ٌَْخهقَن ُكىَ ِّي ٍَْأَفُ ِغ ُك ْىَأ ْصٔاجًبَنِّخ ْغ ُكُُٕاَ ِإنٍْٓبَٔجعمَبٍُْ ُكىَ َّيٕ َّدةًَٔسحْ ًَ َت ﴾١٢﴿ٌََُٔۖ ِإ ٌََّفًَِرََۖنِكٌََبثَنِّق ْٕوٌَخف َّكش “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”22 َّ احذةَٔخهقَ ِيُْٓبَص ْٔجٓبَٔب َذ ِ ٌَٔبَأٌُّٓبَانَُّبطُ َاحَّقُٕاَسبَّ ُك ُىَانَّ ِزيَخهق ُكىَ ِّيٍَََّفْظ َّ ٌَّ ِٕاَّللاَانَّ ِزيَحغبءنٌَُٕ ِب َِّٔ ْاْلسْ حبوََۖ إ َّ ُبَسج ًبلَكزٍِ ًشأََِغب ًَء َۖ ٔاحَّق ٌََّللاَكب ِ ًُ ُْٓ ِي ﴾٢﴿َعه ٍْ ُك ْىَسقٍِبًب “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”23 Berikut penjelasan Wadud tentang penafsiran ayat-ayat tersebut: 1. Ayat Ayat (jama’ dari Aya>t) artinya tanda yang menunjukkan sesuatu di luar dirinya (terpisah) atau merupakan tanda-tanda empiris yang dapat dirasakan oleh manusia, di sini Wadud mencontohkan sebuah pohon, menurut pengertian umum, hanyalah sebuah pohon, akan tetapi secara hakiki, sebuah pohon adalah ayat yang 21 Ibid, h.51 Al-Qur‟an dan Terjemahannya , h.644 23 Ibid, h.114 22 309 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 merefleksikan keberadaan Allah. Ayat yang eksplisit berhubungan dengan bahasa, simbol-simbol verbal atau kata-kata untuk memberi petunjuk.24 2. Min Menurut Wadud Min dalam bahasa Arab mempunyai dua fungsi, pertama dapat digunakan sebagai preposisi yang berarti “dari” (min yang menyatakan berasal dari tempat tertentu), maka maknanya menjadi Hawa diciptakan dari Adam, sebaliknya bila digunakan fungsi min yang kedua (min yang menyatakan jenis),25 maka maknanya Hawa diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam. Dalam hal ini Wadud tidak secara jelas memilih fungsi min yang pertama atau kedua dalam surat an-Nisa’ayat1 tersebut. Namun ia mengatakan bahwa mufassir seperti zamakhsari yang menggunakan fungsi min yang pertama (yang berarti “dari”) telah mengikuti penjelasan versi injil (Genesis/Kejadian: II), yang berbunyi: “Ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulanng rusuknya, lalu ditutupkannya pula tempat itu dengan daging. Maka tulang yang telah di keluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan.”26 Menurut Wadud hal ini menimbulkan implikasi bahwa manusia pertama yang diciptakan Allah adalah Adam (laki-laki) yang lengkap, sempurna, dan mulia. Sedangkan manusia kedua, yaitu Hawa (wanita) tidak sama dengannya, karena dia (wanita) diambilkan dari yang sempurna, sehingga dia hanya merupakan derivatif dan jelas tidak sama sempurnanya dengan yang menjadi bahannya, sebagaimana hadits Bukhori dan Muslim yang berbunyi: َِاعخٕصٕاَببنُغبءَخٍشاَفأٍََٓخهقٍَيٍَظهعَٔإٌَأعٕس شٍئَيٍَانعهعَاعل فئٌَرْبجَحقًٍَّكغشحَّٔإٌَحشكخَّنىٌَضلَأعٕس “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. (Diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah).” 24 Amina Wadud, Qur‟an menurut Perempuan…..,h.54-55 Abu Muhammad Abdullah ibn Hisyam al-Anshari, Audhǔh al-Masậlik ila Alfiyah ibn Malik, (Beirut: Dậr al-Jail, 1979), jilid III, hlm, 21-28. 26 Maurice Bucaille, Asal-Usul manusia menurut Bibel, Al-Qur‟an, dan Sains, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1999), h. 167. 25 Asna Andriani, Penciptaan... | 310 Benar memang ada hadits yang berbunyi demikian dan dipahami bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan kerendah derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan laki-laki. Hadits yang dipahami secara harfiah ini antara lain diungkapkan oleh Ibnu Katsir. 27 Namun cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadits tersebut, bahkan ada yang menolak kesahihan hadits tersebut.28 Dengan demikian Wadud lebih memilih penggunaan fungsi min yang kedua yang diartikan “menurut/dari jenis yang sama”, sehingga implikasi pemaknaannya adalah “pasanganmu adalah setipe atau sejenis denganmu”.29 3. Nafs Nafs berarti diri, akan tetapi dalam al-Qur’an yang dimaksudkan nafs adalah manusia itu sendiri, bukan diri perseorangan. Nafs menunjuk pada asal semua manusia. Kata nafs menurut konsepsi bisa digunakan sebagai feminin maupun maskulin, maka tidak ada istilah perbedaan gender dalam kata nafs pada surat anNisa’ayat1, begitu pula al-Qur’an tidak menyatakan menciptakan manusia pertama laki-laki (Adam).30 Sebagaimana Wadud mengutip pendapat Fazlur Rahman yang mengatakan bahwa kata nafs yang kemudian dalam filsafat dan sufisme Islam diartikan jiwa sebagai suatu substansi yang terpisah dari badan, dalam al-Qur’an kebanyakan diartikan sebagai dirinya (laki-laki maupun wanita) dan jamaknnya diri mereka (anfusukum/nufu>sukum), sedangkan dalam sebagian konteks diartikan sebagai manusia atau batin manusia, yakni realitas hidup manusia, tetapi tidak terpisah atau terlepas dari badan. Sebenarnya tubuh yang mempunyai pusat kehidupan dan kecerdasanlah yang merupakan identitas batin 27 Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur‟an al-Azhim, Jilid I (Beirut : Dar ar-Rasyad alHadisah,tt), h. 553-554. 28 M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an:, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 271. Menurut Quraish Shihab tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa hadits tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, yang bila tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar atau melakukan kekerasan. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha, maka akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang yang bengkok. 29 Amina Wadud, Qur‟an menurut Perempuan…..., h. 56. 30 Ibid, h. 57-58. 311 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 atau personalitas manusia.31 Ide semacam ini senada dengan pendapat para mufassir, seperti: Muhammad Abduh, At-Thaba’i, Al-Qasimi,32 dan Sya’rawi33 yang mengartikan kata nafs sebagai ”jenis” (perempuan diciptakan dari jenis yang sama dengan laki-laki/ bukan dari tulang rusuk. Dan bertentangan dengan pendapat mufassir klasik seperti Jalaluddin As-Suyuti, Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, Abu As-Su’ud, At-Tabarsi,34 dan Al-Alusi35 yang mengartikan kata nafs dengan Adam (perempuan diciptakan dari laki-laki/ dari tulang rusuk laki-laki). 4. Zawj Zawj dipakai dalam al-Qur’an untuk arti teman, pasangan, kelompok dan bentuk jamaknya adalah azwa>j.36 Bahkan dalam kamus Munawwir disebutkan aplikasi kata zawj ini, yaituَ صٔسَاحذٌتyang diartikan dengan “sepasang sepatu”.37 Wadud menyatakan bahwa karena memang penciptaan nafs yang pertama dan zawj yang selalu nomor dua dan lebih sedikit dari nafs, maka para mufassir mengatakan bahwa zawj itu tercipta dari nafs dan untuk itu mereka menyetir berita dari injil tentang tulang rusuk.38 Sebagaima yang telah diungkapkan oleh Muhammad Rasyid Ridha seorang ulama tafsir modern dalam tafsir Al-Manarnya menulis: seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam kitab perjanjian lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak akan terlintas dalam benak seorang Muslim.39 Selanjutnya menurut Wadud bahwa pasangan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari dua hal yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al-Qur’an banyak mendukung pendapat bahwa pasangan ini sama-sama esensial, di antaranya:“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan 31 Fazlur Rahman, Major Themes in The Qur‟an, (Chicago and Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1980), h. 112. 32 M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an..., h. 299. 33 Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsîr al-Sya‟rawi, al-Majlid IV, (al-Qậhirah: Akhbar al-Yawn, 1991), h. 1986. 34 M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an………, h. 299. 35 Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud al-Alusi, Ruh al-Ma‟ani, Jilid II (Beirut: Dar alKutub, 2001), h. 39. 36 Amina Wadud, Qur‟an menurut Perempuan…....., h.59 37 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1984), h. 591. 38 Amina Wadud, Qur‟an menurut Perempuan…..., h.59. 39 Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al-Manar, jilid IV (Kairo: Dar Al-Manar,1367 H), h. 330. Asna Andriani, Penciptaan... | 312 (zawjayn)”(Q.S. Al-Hasyr: 49).“Dia yang menciptakan semua berpasangpasangan”(Q.S. Az-Zukhruf:12). Demikian pula eksistensi masing-masing bagian mempunyai ketergantungan dengan bagian lainnya. Allah berfirman dalam surat Yasin: 36, yaitu: ًٌَُٕ ٍ أَفُ ِغ ِٓ َْى ٔ ِي ًَّب لَ ٌعْه َْ ج ْاْلسْ ضَُ ٔ ِي َُ ُعبْحبٌَ انَّ ِزي خهقَ ْاْل ْصٔاسَ ُكهَّٓب َِي ًَّب حُ ُِب ﴾٦٣﴿ “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”40 Kemudian Wadud menambahkan bahwa penciptaan manusia, baik laki-laki dan perempuan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan al-Qur’an tidak secara khusus memberikan karakteristik yang tegas kepada salah satunya. 41 Oleh karena itu, Adam tidak akan pernah ada jika tidak ada Hawa, dan juga sebaliknya Hawa tidak akan pernah ada jika tidak ada Adam. Hawa diciptakan dari bahan bahan yang sama dengan bahan penciptaan Adam. Karena masingmasing dari keduanya merupakan bagian dari rencana Tuhan yang utuh. Dengan demikian, menurut Wadud ayat tersebut menegaskan bahwa asal dari seluruh manusia adalah nafs yang satu, yang merupakan bagian dari suatu sistem kesatuan-pasangan: nafs dan zawj-nya dalam hubungan kemanusiaan yang berfungsi pada tataran fisik, sosial dan moral. Ringkasnya pasangan hakiki ini adalah laki-laki dan perempuan. Dalam ayat tersebut, penggunaan kata-kata “laki laki dan perempuan” berarti bahwa manifestasi lahiriah dari realitas berpasangan yang hakiki ini dilipatgandakan dan berkembang biak di muka bumi ini. 42 Dengan pemikirannya tersebut selanjutnya Wadud mengkritik anggapan orang bahwa perempuan harus atau hanya berperan menjadi ibu yang baik untuk mendidik anak dan melayani suaminya. Menurutnya sebenarnya tidak ada indikasi dalam al-Qur’an bahwa melahirkan anak adalah peran utama bagi perempuan. Dengan tegas ia mengatakan: ”There is no term which indicates that child bearing is primary to woman. No indication is given that mothering is her exlusive 40 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h.710. Amina Wadud, Qur‟an menurut Perempuan, h.60. 42 Ibid, h. 63. 41 313 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 role”.43 Namun demikian, meskipun al-Qur’an tidak hanya membatasi peranan perempuan sebagai ibu, al-Qur’an sangat menganjurkan agar menghormati, simpati, dan bertanggung jawab kepada ibu yang telah melahirkan anak. Bahkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat1 memberikan isyarat bahwa kita harus menghormati seluruh perempuan.44 Refleksi dari pasangan ini hendaknya laki-laki dan perempuan mau bersatu dan bekerja sama melengkapi satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi kekuatan yang luar biasa demi menjaga eksistensinya sebagai kha>lifah fi al-ard. laki-laki dan perempuan harus dipandang setara, sehingga relasi antara keduanya mestinya bersifat fungsional, bukan struktural, sebab relasi struktural cenderung melahirkan budaya subordinsi yang cenderung mengatas bawahi. Sebagaimana firman Allah surat at-Taubah ayat 1. ٍَ َِ ُٔفٌَٔ ُْٓ ٌََْٕع َِ عُٓ َْىَأ ْٔ ِنٍب َُءَبعْطَ َۖ ٌأْ ُيشٌََُٔ ِب ْبنً ْعش َُ ُٔانْ ًُ ْؤ ِئٌََُُٕانْ ًُ ْؤ ِي ُ بثَب ْع ََّللا َٔسعُٕن َُّ َۖ أُٔنـَۖ ِئك ََّ َ ٌَُْٕان ًُُك َِش ٌَُٔ ِقٍ ًٌَُٕ َانصَّلةَ ٌَٔ ُْؤحٌَُٕ َان َّضكبةَ ٌَٔ ُِطٍع ﴾١٢﴿ََّللاَع ِضٌضََح ِكٍى ََّ ٌَ ََّ ّللاُ َۖ ِإ ََّ َعٍشْ ح ًُُٓ َُى “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”45 Dengan demikian asumsi, pandangan, konsep, serta seperangkat metodologi, dan aplikasinya yang ditawarkan oleh Amina Wadud, hendaknya mendapat apresiasi positif dalam rangka mengembangkan kajian reinterpretasi ayat-ayat gender agar tetap menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang lahir dari alQur’an dan tidak terlepas dari akar kemanusiaan yang telah digariskan Islam sebagai rahmatan li al-„a>lami>n. Kesimpulan 43 Ibid, h. 61. Abdul Mustaqim, Paradigma Tafsir Feminis…, h. 48. 45 Al-Qur‟an dan Terjemahannya … h.291. 44 Asna Andriani, Penciptaan... | 314 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Wadud tidak secara langsung dan transparan mengemukakan teknis penciptaan perempuan, ia lebih menitikberatkan pada aspek kebahasaan dan semantik dengan mengkaji mengenai kata-kata kunci: ayat (tanda yang menunjukkan sesuatu di luar dirinya), min (dari jenis yang sama), nafs (jiwa sebagai suatu substansi yang terpisah dari badan, diartikan sebagai diri (laki-laki maupun wanita), dan zawj (Pasangan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari dua hal yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain) yang dipakai dalam firman Allah SWT surat ar-Rum: 21 dan an-Nisa’ : 1 Menurut Wadud bahwa penciptaan manusia, baik laki-laki dan perempuan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, masing-masing mempunyai ketergantungan dengan yang lainnya dan al-Qur’an tidak secara khusus memberikan karakteristik yang tegas kepada salah satunya. Ringkasnya laki-laki dan perempuan adalah pasangan hakiki yang akan dilipatgandakan dan berkembang biak di muka bumi ini. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra Ad-Dimasyqi, Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-Azhim Jilid I, Beirut: Dar arRasyad al-Hadisah,tt Ali Engineer ,Asghar, Hak-hak perempuan Dalam Islam, terj. Farid Wijidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1994 Al-Alusi, Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud, Ruh al-Ma‟ani, Jilid II, Beirut: Dar al-Kutub, 2001 Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli, Tafsîr al-Sya‟rawi, al-Majlid IV, al-Qậhirah: Akhbar al-Yawn, 1991 Baidan, Nasaruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998 Ilyas, Yunahar, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur‟an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997 Kurzman, Charles, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global. Terj. Bahrul Ulum dan Heri Junaedi, Jakarta: Paramadina, 2001 Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1984 315 | Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013 Mustaqim, Abdul, ” Amina Wadud: Menuju Keadilan Gender”, dalam A. Khudhori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 66. Nasution, Khoirudin, Fazlur Rahman tentang Perempuan,Yogyakarta: Tafazza dan Academia, 2002 Rahman, Fazlur, Major Themes in The Qur‟an, Chicago and Minneapolis: Bibliotheca Islamica, 1980 Ridho, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Manar jilid IV, Kairo:Dar Al-Manar,1367 H Shihab, M.Quraish, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat , Bandung: Mizan, 1994 Syahrur, Muhammad, al-Kitậb wa al-Qur‟an: Qiraah Muashirah, Damaskus: alAhali wa al-Tiba’ah wa an-Nasyr, 1992 Wadud, Amina, Qur‟an and Woman: Rereading the Secred Text from a Woman‟s Perspective, New York: Oxford University Press, 1999 ___________, Qur‟an Menurut Perempuan: Meluruskan Bias Gender Dalam Tradisi Tafsir, diterjemahkan oleh Abdullah Ali, Jakarta: Serambi, 2001 [email protected]. www.iiu.edu.my/istac-php.