phytoplankton productivity and responses to

advertisement
This page was exported from Karya Tulis Ilmiah [ http://karyatulisilmiah.com ]
Export date: Tue Jul 18 15:07:11 2017 / +0000 GMT
PHYTOPLANKTON PRODUCTIVITY AND RESPONSES
TO CLIMATE VARIABILITY/CLIMATE CHANGE
LINK DOWNLOAD [114.28 KB]
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di hampir semua ekosistem perairan, termasuk lautan terbuka, danau, kontinental margin, sungai, dan muara,
fotosintesis persediaan sumber utama bahan organik untuk pertumbuhan dan tuntutan metabolisme semua
organisme lain di ekosistem. Oleh karena itu, laju fotosintesis terikat tempat paling atas pada keseluruhan
biomassa dan produktivitas ekosistem dan membatasi keseluruhan biologis energi di permukaan planet
ini. Kemampuan organime fitoplankton dalam mensintesa bahan-bahan oranik dalam perairan tegantung atas
berbagai intraksi factor fisik kimia dan biologi dalm ekosistem suatu komunitas. Fitoplankton merupakan spesies
yang bersipat autotrof, artinya dapat meng haslakn makanan sendiri dengan memnfatkan bahan organic terlarut,
karbon dioksida tersuspensi dengan bantuan sinar matahari melalui proses metabolism yang disebut fosintesis.
Fotosintesis sendiri merupakan istila dari produktifitas primer dari fitoplankton, yang dapat diartikan sebagai
laju pembentukan senyawa organic dari senya anorganik.
Pertumbuhan populasi fitoplankton tidak selalu meningkat, akibat adanya buffering (pembatasan) dari factorfaktor lingkungan dan daya dukung yang dibutuhkan. Factor pembatas (nutrient,cahaya, suhu, figman,grazing).
Factor ini bersifat pluktuatif, tetapi jika keaan berubah dari keadaan yang normal (fenomena ENSO dan isu
pemanasan global) akan berdampak buruk atau baik terhadap ekosistem hususnya pada komunitas fitoplankton
(fisik dan evolusi spesies) dan dampaknya antar ekosistem.
Pengetahuan tentang mekanisme dasar dan prinsip-prinsip proses fotosintetik organisme akuatik untuk
memberikan pemahaman dasar mengenai bagaimana mereka menanggapi perubahan di lingkungan mereka.
Interpretasi semacam itu membentuk dasar perairan ekofisiologi dan diperlukan untuk memahami struktur dan
masyarakat baik biogeochemical global siklus dalam lingkungan laut dan air tawar. Perubahan iklim yang
diakibatkan kecenderungan suhu udara di bumi yang semakin meningkat telah menjadi isu global, regional,
maupun masional. Pemanasan suhu bumi dapat terjadi secara alamiah maupun akibat kemajuan industrialisasi
yang semakin pesat, sehingga menghasilkan gas-gas seperti CO2 (Carbon dioxide), CH4 (Methane), N2O
(Nitrous oxide), CFCs (chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds).
Dengan meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi, maka penyerapan energi matahari
dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi, dan pada akhirnya meningkatkan suhu udara di bumi dan
memicuh terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim berpengaruh pada seluruh sistem di bumi yang meliputi
ekosistem, struktur komunitas dan populasi, distribusi organisma dan sebagainya. Suhu atmosfir bumi dan
konsentrasi CO2 terus meningkat, dan secara langsung kondisi ini juga menaikkan suhu air laut. Dampak dari
perubahan iklim terhadap aspek kelautan sangat kompleks, karena hal ini bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung, juga dalam jangka waktu yang pendek atau masa yang panjang.
Anggaran karbon dunia masih belum dalam kondisi mapan sejak awal Industri Revolution. Saat ini, karbon
dioksida dilepaskan oleh kegiatan antropogenik menambahkan sekitar ±7 gigaton (Gt) ke atmosfer, yang sekitar
2Gt dianggap dibuang kelaut. Dalam kondisi mapan, fitoplankton memperbaiki sekitar Gt C 35-50/tahun, yang
mewakili komponen karbon alam yang signifikan. Jika produktivitas laut berubah, proses-proses biologis ini
dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat CO2 antropogenik oleh gambar di bawah konsentrasi
CO2 dalam air permukaan dan meningkatkan konsentrasi gradien melintasi udara-laut interface1. walaupun
perubahan-perubahan sangat kecil mungkin terjadi di basin ini selama 70 tahun, mereka terlalu kecil untuk
memiliki pengaruh signifikan pada peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Naiknya suhu udara di bumi,
berdampak pada meningkatnya suhu air, dan secara tidak langsung menambah volume air di
samudera. Implikasinya adalah semakin tinggi paras laut (sea level).
Di Samudera Pasifik, meningkatnya stratifikasi air laut akan meningkatkan frekuensi kejadian El Nino/Southern
Oscillation (ENSO) dan variasi iklim lebih ekstrim. ENSO mengakibatkan suhu permukaan laut meningkat dan
lapisan termoklin menipis. Kondisiini jika disertai dengan kenaikan paras laut, akan mengakibatkan menurunya
produksi primer di laut. Sirkulasi termoklin berhubungan dengan siklus karbon dan ventilasi laut dalam, sehingga
perubahan lapisan termoklin dapat mengganggu siklus karbon dan proses biogeokimia dari sistem
ini. Terganggunya siklus karbon berdampak pada menurunnya fungsi laut sebagai salah satu komponen
penyerap karbon. Banyak studi memperkirakan CO2 yang diserap oleh lautan akan berkurang 4-28% selama
abad 21, sedangkan pada abad ke 20, tingkat penyerapan berkurang 8-10% akibat dari naiknya suhu permukaan.
Tujuan
Sebagai bentuk dari di susunnya paper mengenai fitoplankton produktivitas dan responnya terhadap perubahan
dan variabilitas iklim dari tugas biologi laut sebagai berikut;
1. Mengetahui komunitas fitoplankton pada umumnya sebagai komunitas nabati penghuni perairan.
2. Penggambaran proses produktivitas primer, metode pengukuran produktivitas dan biomassa ( standing
crop) dari perairan.
3. Penjabaran factor-faktor pembatas (buffering) linkungan (fisik, kimia dan Biologi) yang menentukan
laju produktivitas fitoplankton.
4. Menggambarkan respon spesies fitoplankton terhadap perubahan kondisi lingkungan akibat adanya isu
pemanasan global dan fenomena ENSO, baik secara perubahan morfologi dan fisiologi juga siklus
produktivitas.
Rumusan Masalah
komunitas fitoplankton laut terdiri dari beberapa kelompok beragam ganggang yang melaksanakan produksi
autotrophic dan memulai pelagis rantai makanan laut. hasil fotosintesis dalam produksi energi tinggi bahan
organik dari karbon dioksida dan air plus nutrisi organik. Komposisi dan struktur dari komunitas ini produsen
primer utama diperairan yang mendukung tropic selanjutnya, tanpa keberadaannya tidak aka ada siklus
kehidupan dibumi ini.
Keberadaan spesies fitoplankton diperairan sebagai produsen primer dalam kolom air yg menunjang seluruh
siklus kehidupan di dalamnya. Kemampuan dari komunitas ini Dallam mensintesa material organic oleh
fitoplankton tergantung atas kombinasi dan adanya reaksi-intraksi antara berbagai farameter fisika, biologi dan
kimia.
Variasi konsentrasi gas radioaktif sensitif di atmosfer, seperti CO2dan CH4. Pada gilirannya, mempengaruhi
iklim global dan akibatnya sirkulasi laut, stratifikasi, sebuah transportasi nutrien di laut ke daerah-daerah
perairan terpencil. Fenomena el-Nino dan isu pemanasan global memberi danpak perubahan lingkungan yang
pada akhirnya berdampak terhada spesies penghuninya.
FITOPLANKTON
Plankton adalah suatu istilah umum, dimana kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian
lemah sehingga mereka sama sekali di kuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua
golongan, yakni ; fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta
mampu berfotosintesis. Selanjutnya zooplankton ialah hewan laut yang yang planktonik (Nybakken, 1988).
Sebagian besar tanaman di lautan berbagai jenis planktonic, alga uniseluler, secara kolektif disebut fitoplankton.
Meskipun beberapa fitoplankton yang cukup besar untuk dapat dikumpulkan dalam jaring-jaring halus, banyak
dari tanaman mikroskopis ini hanya dapat dikumpulkan dengan menyaring atau volume yang cukup besar
sentrifuging air laut.
Fitoplankton algae tergolong organism autotrof, dimana dengan energy sinar matahari dan krolofil, serta
menyerap karbondioksida dan senyawa nutrient anorganik mereka mampu mensintesa senyawa organic yagn
kompleks melalui proses fotosintesis. Mereka mempunyai krolofil dan pikmen fotosintetik penunjang lainnya,
seperti caritenoid, sehingga mereka mampu melakukan proses fotosintetis. Hanya beberapa jenis dari
dinoflagellata ada yang bersifat heterotrof, mampu menyerap zat organic terlarut menjadi zat anorganik lain
yang berguna untuk membangun tubuhnya (osmotrof), dan ada bahkan mampu memakan bahan organic partikel
(pagotrof) oleh Basmi (1995).
Jenis yang paling penting produktivitas primer adalah proses fotosintesis, di mana energi cahaya digunakan
untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat (anonim). Spesies fitoplankton yang dominan di
dalam kolam diklasifikasikan sebagai Oscillatoria tenuis, Synedra ulna, Chlamydomonas Cingulata dan
Cyclotella kutzingiana, dengan jenis dominan Melosira italica, Synechococcus sp. dan Cryptomonas
ovata.(Alam, et el. 2001). Fitoplankton hidup di lingkungan yang berfluktuasi di mana banyak faktor seperti
tekanan merumput, tenggelam, cahaya ketersediaan, asupan gizi dan omset mempengaruhi distribusi
fitoplankton dalam waktu dan ruang.
Fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton (Nybakken,1988) terdiri dari
dua kelompok besar, yaitu;
1. Diatom
Diatom mudah dibedakan dari dinopelagellata karena diatom dalam suatu kotak gelas yang unik dan tidak
memiliki alat gerak. Ada diatom yang hidup tunggal, tiap diatom terdiri dari satu kotak, tetapi ada juga yang
bembentuk rantai yang terdiri dari berbagai spesiaes diatom, dan ini yang menambah keindahan.
2. Dinoplagellata
Kelompok utama kedua,donoplagellata yang dicirikan oleh sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak
dalam air. Pada umumnya dinoplagellata berukuran kecil, hidup tunggal, dan jarang berbentuk rantai. Sama
halnya dengan diatom, dinoplagellata berkembang biak melalui proses pembelahan.
PRODUKTIVITAS PRIMER
Adanya kehidupan dibumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan energy cahaya
matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik yang kaya energy dari senyawa-senyawa anorganik,
proses ini disebut sebagai fotosintesis. Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organic
yang kaya energy dari senyawa-senyawa anorganik. Jadi biasanya produktivitas primer dianggap sebagai
padanan fotosintesis, dimana sejumlah kecil produktivitas primer dapat dihasilkan oleh bakteri kemosintetik,
dan yang dimaksud dari produktivitas primer disini terbatas pada tumbuhan saja (Nybakken, 1988), selanjutnya
dikatakan bahwa jumlah seluruh bahan organic yang terbentuk dalam proses produksi dinamakan produktivitas
primer kotor atau produksi total. Karena sebagian dari produktivitas total ini digunakan untuk kelangsungan
proses-proses hidup, yang secara kolektif disebut respirasi, tinggallah sebagian dari produksi total yang tersedia
bagi pemindahan ke atau pemanfaatan oleh organisme lain. Produktivitas primer bersih ialah istilah yang
digunakan bagi sejumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan tumbuhan untuk respirasi.
Menurut Basmi,1995 menyatakan bahwa produktivitas primer sendiri adalah kreasi yang menghasilkan material
organic yang padat energy daro CO2, H2O, dan nutrient-nutrien lainnya dengan memanfaatkan sumber energy
dari sinar matahari. Material organic hasil sintesis produser primer ini kelak akan ditrasnfer ke tingkat trofik
lainnya yang ada di ekosistem bersangkutan. Selanjutnya dikatakan produktivitas yang terbentuk merupakan
material organic yang berguna untuk menunjang kehidupan hewan dan dekomposer. Nilai produktivitas primer
kotor dan bersih biasanya dinyatakan dalam unit gram karbon yang di ikat dalam proses fotosintesis dalam luar
permukaan perairan (m2) perhari atau pertahun, yang dingkat gC/m2/hari atau gC/m2/tahun.
Fitoplankton merupakan produsen primer yang dominan dari wilayah plagic mengkonversi bahan anorganik
(misalnya nitrat, fosfat) ke dalam senyawa organik baru (misalnya lipits dan protein) oleh proses dari sana oleh
photosinthesis dan memulai rantai makanan laut. Jumlah membangun jaringan tanaman oleh fotosynthesis atas
waktu umumnya disebut sebagai produktivitas primer (Lalli sebuah Parsons, 1997). Walaupun sejumlah langkah
yang terlibat, reaksi chemichal untuk fotosintesis dapat sangat umum diringkas sebagai:
6 CO2 + 6 H2O energy matahari C6H12O6 + 6O2
dalam kenyataannya proses ini sangat rumit, walaupun dapat dibagi menjadi dua set reaksi, dalam reaksi terang,
cahaya menggairahkan pigmen fotosintesis (terutama chlorophylls), yang meneruskan energi energi itu dalam
cara yang membuat tersedia untuk gelap reaksi. Dalam proses ini terbagi molekul air dan oksigen berkembang
sebagai sebuah produk. Reaksi gelap menggunakan energi kimia dikonversi dari cahaya untuk memperbaiki
karbon CO2 menjadi karbohidrat. Reaksi gelap disebut demikian karena, tidak seperti reaksi cahaya, mereka
mungkin terjadi dalam gelap( Anonimous, 2006) apa yang terjadi adalah pembentukan senyawa organik
(karbohidrat, seperti gula atau pati) yang dapat digunakan sebagai sebuah blok bangunan untuk senyawa organik
lain atau sebagai sumber energi. Dasarnya semua oksigen dalam atmosfer berasal dari fotosintesis terjadi di
lautan. Ketika proses fotosintesis dibalik, energi tinggi ikatan yang dibentuk selama masa konstruksi dari
karbohidrat rusak energi dari sebuah proses kebalikannya adalah respirasi oksidatif, dan semua organisme
bernafas.
1. Metode of measuring biomass and primary productivity
Untuk mendapatkan data kuantitatif dari standing stock (produksi primer) fitoplankton menurut Basmi (1995)
melalui 3 pendekatan, diantaranya;
1. Menurut Strickland and parsons (1972) untuk melihat keberadaan fitoplankton, zooplankton, dan
detritus suatu perairan dapat dilakukan melalui pengukuran partikel carbon, nitrogen atau fosforus,
krolofil, ATP dan lain sebagainya. Namun dengan metode ini kita tidak akan mendapat informasi
komposisi spesies dan kelimpahan masing-masing spesies.
2. Menurut (1969), parsons dan Seki (1969), pengukuran partikel-partikel di atas dapat memperlihatkan
ukuran spectrum partikel tersuspensi. Namun dengan metode ini kita dapat mengetahui antara partikel
yang masih hidup dan yang sudah mati, apalagi untuk identifikasi spesiesnya.
3. Metode mkroskopis dewasa ini dimaksudkan adalah unutk menentukan dan menghitung fitoplankter
serta bentuk-bentuk distribusinya pada ruang dan ruang tertentu. Perhitungan dapat pula menentukan
jumlah fitoplankter yang kemudian di transfer ke dalam biomassa atau energy, misalnya ke dalam
jumlah karbon organic atau kalori. Data mengenai karbon yang dikandung fitoplankton ini sangatn
bermanfaat untuk menggamabarkan trofodinamika perairan.
Tingkat biomassa (Lalli dan Parsons, 1997) bahwa tingkat biomassa mengacu pada jumlah organisme per satuan
luas atau per satuan volume air pada saat pengambilan sampel. Untuk fitoplankton, hal ini dapat diukur dengan
jumlah sel mikroskopis dari fitoplankton diawetkan disaring dari sampel air laut, dan berdiri saham diberikan
dalam jumlah sel per volume air. Namun, karena fitoplankton sangat bervariasi dalam ukuran, jumlah yang tidak
bermakna ekologis sebagai estimasi biomassa mereka. selanjutnya biomas didefinisikan sebagai berat total (total
bilangan x rata-rata berat) dari semua organisme dalam suatu daerah tertentu atau volume. Hal ini dimungkinkan
untuk menghitung jumlah dan mengukur volume fitoplankton secara elektronik, dan metode ini berusaha
memberikan perkiraan biomassa fitoplankton, volume sel meskipun mungkin tidak selalu akurat mencerminkan
berat badan sel. Biomas ini kemudian dinyatakan sebagai volume total (total bilangan x volume = MM3)
fitoplankton sel per satuan volume air. Perbedaan antara produktivitas dan biomassa tidak selalu menjadi jelas,
bagaimanapun, dan sering kali digunakan istilah sinonim.
Menurut Clark (1946), Williams dan Reynolds (2003) bahwa argumen sebelumnya menunjukkan bahwa
produktivitas mengukur berbeda berdasarkan ada di menu makanan yang diukur dan di mana planktonic
ekosistem, adalah fungsi dari waktu-skala. Petunjuk, sudah disajikan, adalah untuk diamati perubahan dalam
biomassa dari komponen produktif, untuk mengukur tingkat fisiologis, atau mengukur produktivitas yang akan
meninggal, menyerah, untuk tingkat lebih tinggi dari jaringan makanan. Biomas, hasil, dan tingkat bimassa
adalah komponen produktivitas. Ada sejumlah prosedur untuk mengukur tingkat ini, yang paling umum sebagai
berikut (Nontji, 2006).
1.
Black/white bottle method
Pengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol bening dan gelap yang berisikan contoh air dari kedalaman
tertentu. Inkubasi atau penyinaran dalam air dilakukan pada kedalaman sesuai kedalaman awal contoh dan
lamanya penyinaran berkisar dari beberapa jam hingga sehari. Dalam botol bening terjadi fotosintesis dan
respirasi sedangkan pada botol gelap hanya terjadi respirasi. Dengan asumsi bahwa respirasi dalam kedua botol
itu sama, maka selisih kandungan oksigen botol terang dan gelap pada akhirnya percobaan menunjukkan
produktivitas primer kotor dalam satuan oksigen persatuan waktu.
1. The hot carbon or 14C method.
Dalam metode ini digunakan juga botol bening dan botol gelap seperti pada metode oksigen,tetapi kedalam tiap
botol terlebih dahulu dikasih diberi perunut(tracer) isotop 14C yang aktifitasnya diketahui. Dalam metode ini
diasumsikan isotop 14C berfungsi identik dengan karbon yang normal (12C). setelah diingkubasi (disinari) selama
beberapa jam didalam laut, botol percobaan dan fitoplanktonnya disaring dengan filter Millipore. Pada proses
fisiologi yang terjadi dalam botol percobaan, perunut 14C akan tertambat dalam sel fitoplankton. dengan
mengetahui aktifitas isotop yang diberikan pada awal percobaan dan banyaknya yang tertambat pada
fitoplankton, produksi primer dapat diperhitungkan. Pengukuran aktivitas isotop 14C ini dilaksanakan dengan
alat liquid scintilatiion spectrotometer. Dalam metode yang di ukur sebenarnya bukanlah produktivitas primer
kotornya (gross primary productivity) tetapi lebih dekat ke produktivitas primer bersih (net primary
productivity).
Metode sebelumnya adalah dua yang paling penting dan cara-cara umum untuk mengukur produktivitas primer,
namun teknik lain juga telah mencoba, seperti berikut
1.
Standing crop of phytoplankton.
standing crop baik mengacu pada jumlah fitoplankton per volume atau unit (angka di bawah 1 meter persegi di
seluruh zona yg berhubung dgn cahaya), atau biomassa (berat hidup) fitoplankton. Penentuan baik kepadatan
(jumlah individu per volume) atau biomassa adalah sarana yang memadai memperoleh perkiraan ukuran
produktivitas primer, dan teknik ini dapat digunakan untuk memperkirakan produktivitas sekunder juga. Tentu
saja, karena Anda mengukur pada suatu saat dalam waktu Anda tidak mengukur tingkat, sehingga muncul
masalah yang signifikan. Metode memiliki kelemahan lain, dan Anda akan diminta untuk menyebutkan beberapa
dari mereka dalam bentuk laporan.
1.
Amount of chlorophyll method
Untuk metode ini, diasumsikan bahwa jika satu sampel memiliki lebih klorofil daripada yang lain, konten yang
lebih tinggi berarti produktivitas yang lebih besar. Namun, teknik ini menimbulkan sejumlah masalah.
Secara singkat, nilai produksi primer maupun standing crop adalah merupakan gambaran dari intensitas dan
dinamika daripada produksi fitoplankton itu sendiri. Bagaimanapun juga bila produktivitas tumbuhan dan
standing crop diukur bersama-sama secara simultan, maka indeks Produktivitas (PI) dapat dikalkulasikan Basmi
(1997)
Indeks Produktivitas (PI) = Nilai Produksi Primer
Standing crop
Indeks yang paling besar dipengaruhi oleh intensitas sinar ketimbang komponen-komponen lainnya, karena
sinarlah yang akan menentukan karaktristik tinggi rendahnya produktivitas fitoplankton. Terlepas dari
sumbernya, energi ini digunakan untuk mensintesis molekul-molekul organik kompleks dari senyawa anorganik
sederhana seperti karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Dua persamaan berikut adalah representasi
disederhanakan fotosintesis (atas) dan (satu bentuk) chemosynthesis (bottom):
CO2 + H2O + cahaya Rightarrow CH2O + O2
CO2 + O2 + 4 H 2 S Rightarrow CH2O + 4 S + 3 H2O
Dalam kedua kasus, titik akhir berkurang karbohidrat (CH2O), biasanya molekul seperti glukosa atau gula lain.
Molekul relatif sederhana ini dapat kemudian digunakan untuk mensintesis lebih molekul yang lebih rumit,
termasuk protein, kompleks karbohidrat, lipid, dan asam nukleat, atau respired untuk melakukan kerja. Konsumsi
heterotrophic produsen utama oleh organisme, seperti binatang, kemudian transfer molekul organik ini (dan
energi yang tersimpan di dalam diri mereka) menaiki jaringan makanan, bahan bakar semua sistem kehidupan
bumi.
1. Perhitungan krolofil fitoplankton
Penentuan kandungan klorofil di laut, Nontji (2006) dengan tehnik kromatografi yang terdiri dari teknik
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis dan HPLC yang digunakan sebagai standar untuk menera
(kaliberasi) metode penentuan klorofil. Saat ini berkembang latdengan pengukuran langsung dilapangan (in situ)
lansung ditempat aslinya dalam laut dengan tidak perlu mengetraksi sampel fitoplankton . peralatan ini seperti
rosette sampler dengan CTD, yang dilengkapi dengan sensor untuk mendeteksi fluoresensi klorofil fitoplankton
. sehingga profil sebaran vertical krofil fitoplankton di suatu posisi di laut dapat lansung diketahui seketika dan
direkam di computer, bersama dengan profil parameter lainna seperti salinitas, suhu dan transmisi cahaya.
Kasprzak et. el. (2008) Fitoplankton biomassa diperkirakan dalam empat Sepa-makan cara: (1) oleh hitungan
mikroskopis, (2) didasarkan padaproporsi dalam onstant chla fitoplankton berat basah, 3) dengan menerapkan
variabel rasio chla fitoplanktonet berat sebagai terkait dengan biomassa fitoplankton dan (4) y menggunakan
variabel rasio chla fitoplankton basah delapan yang terkait dengan chla konsentrasi. Kasprzak et. el. (2008)
Fitoplankton biomassa diperkirakan dalam empat Sepa - makan cara: (1) oleh hitungan mikroskopis, (2)
didasarkan pada proporsi dalam constant chloro-fitoplankton berat basah, 3) dengan menerapkan variabel rasio
chla fitoplanktonet berat sebagai terkait dengan biomassa fitoplankton dan (4) menggunakan variabel rasio chla
fitoplankton basah delapan yang terkait dengan chlorophyll konsentrasi.
Terlepas dari masalah ini dan keterbatasan, kami memeriksa apakah chla konsentrasi di sebuah trophic gradien
danau (oligotrophic - eutrophic) dapat digunakan sebagai prediksi biomassa fitoplankton. Berbasis Chloro
biomassa fitoplankton perhitungan dilakukan dengan menerapkan faktor konversi konstan seperti yang
ditetapkan dari literatur dan dengan menggunakan variabel rasio yang diperolehdari database yang komprehensif
dari Leibniz-Institut of Freshwater Ecology & Inland Perikanan (IGB,Neuglobsow, Jerman). Selain itu, kami
menguji presisi dan temporal koherensi dengan yang time series biomassa fitoplankton dari berbagai danau dapat
diprediksi menggunakan faktor konversi ini dibandingkan dengan hasil hitungan mikroskopis.
1. Produktivitas Global
Falkowski et.el. (1992) mengatakan gangguan respon biologi global dalam lingkungan fisik adalah dipengaruhi
oleh efek buffering yang kerumitan. Desakan untuk ciri fisik-biologis seperti masukan berkembang selama
dekade terakhir abad kedua puluh meningkat karena publik dan ilmiah lingkungan membuat kekhawatiran
bahwa kegiatan manusia transmitioning dari lokal skala global. Di garis depan ini muncul isu global dalam
potensi untuk perubahan iklim di atmosfer yang dihasilkan dari peningkatan konsentrasi karbon dioksida yang
lainnya gas rumah hijau unguestionably, karantina CO2 oleh fotosyntetic biosfer (darat dan laut) akan
memainkan peran penting dalam tren acritical kapur masa depan, tetapi kuantifikasi ini pertukaran CO2 dan
tanda waktu tetap menjadi ragu-ragu dalam model gglobal (GCMS).
FARAMETER YANG MEMPENGARUHI RPDUKTIVITAS PRIMER
Energi yang diperlukan agar ekosistem bahari di bumi dapat berfungsi hampir seluruhnya bergantung pada
aktivitas fotosintesis tumbuhan bahari. Arti penting fitoplankton bagi semua organisme penghuni habitat bahari
sangat besar, penting sekali untuk mengetahui kondisi-kondisi yang baik atau buruk bagi produktivitas
fitoplankton (Nybakken,1988). Kesinambungan mensintesa material organik tergantung atas serentetan intraksi
kondisi-kondisi fisik, kimia, biologi lingkungan. Jika nutrient, sinar matahari, ruang dan parameter penting
lainnya untuk pertumbuhan tidak terbatas, maka peningkatan populasi fitoplankton akan mencerminkan
perkembangan yang ekspinensial Basmi, 1995), selanjutnya dikatakan apabila kondisi tersebut dibawah
kebutuhan minimum, maka pertumbuhan organsme tersebut akan tergangu atau populasinya akan menurun ,
dimana kondisi demikian disebut factor pembatas.
biomas umumnya tertinggi di daerah di mana proses-proses fisik suplai nutrisi yang memadai misalnya,
diasumsikan bahwa pembatasan besi di laut bahwa pembatasan besi merupakan kendala fitoplankton biomas di
daerah tertentu. Kedua jenis pembatasan, sering dikaitkan dengan tanaman fisiologi, berkaitan dengan tingkat
pertumbuhan ke ketersediaan gizi. Ini pembatasan jenis lebih kurang jelas dalam samudra (Cullen et al., 1992).
Fitoplankton tinggi tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan (di daerah oligotrophic laut) dengan regenerasi
biologis atau yang fitoplankton tumbuh perlahan-lahan karena faktor fisiologis. Membedakan antara pembatasan
biomassa dan keterbatasan laju pertumbuhan tidak hanya masalah semantik.
Nondji (2006) beberapa factor lingkungan yang mempengaruhi yang menentukan dan menjadi pembatas pada
aktivitas produktivitas primer fitoplankton antara lain; cahaya, suhu, dan hara.
Dengan deskripsi singkat sebagai berikut;
Cahaya
1. Produktivitas mempunyai hubungan yang linier dengan cahaya hanya paada intensitas cahaya yang
rendah.
2. Pada intensitas tertentu (Iopt), produktivitas akan mencapai maksimum (Pmax).
3. Intensitas cahaya yang terlampau kuat akan menyebabkan produktivitas menurun (photo inhibition).
4. Titik kompensasi adalah intensitas dimana produktivitas adalah sama dengan laju respirasi (P=R).
5. Produktivitas di permukaan biasanya kecil karena pengaruh sinar yang terlampau kuat menghambat
produktifitas.
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada
suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa fitopalnkton yang produktif hanya terdapat di lapisan-lapisan air
teratas dimana intensitas cahaya cukup bagi kelangsungan fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam
suatu laut oleh Nybakken (1995) merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung
, bergantung pada beberapa factor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan
air, pantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang georafik, dan musim.
1. Suhu
Menurut Bigg( 2003) permukaan laut global dan laut pada malam hari memberi catatan suhu udara yang
menunjukkan tren dasarnya sama seperti suhu udara bumi sejak 1860. Masing-masing berisi tren peningkatan
yang kuat from1920 sampai 1940 dan sekali lagi from1980 untuk themid-1990s.However, selama periode
masing-masing daratan lebih cepat dari laut, menyebabkan kontras suhu global laut sekitar 0,20C greater
daripada Panas average. kapasitas penyimpanan laut terbukti selama periode 1950-70 statis ketika tanahperbedaan laut menjadi hampir 0,10C lebih lemah dari rata-rata. Kenaikan bersih suhu sejak akhir abad
kesembilan belas adalah sekitar 0,60C. Suhu permukaan laut (SST) dan meningkatkan angin tropis yang akan
diharapkan untuk mengarah ke peningkatan pelepasan panas laten.
Suhu permukaan laut bervariasi dengan garis lintang, suhu permukaan dapat melebihi tropis 300C di lautan
terbuka, dan pendekatan syallow tropis 400C di laguna. Pada ekstrem yang lain, suhu permukaan air di daerah
kutub mungkin serendah-1.90C titik beku khas air laut. Rezim moderat suhu permukaan air laut dalam kontras
yang tajam. Untuk suhu udara mempengaruhi ekosistem; ini berkisar setinggi 580C (di Afrika utara selama
musim panas) ke-890C di Antartika selama musim dingin. Regume suhu di lautan, adalah buffered oleh fhysichal
tertentu sifat air. Air memiliki panas spesipic sangat tinggi, yang berarti bahwa hal itu dapat absob atau
largequantities los panas dengan perubahan suhu litte. Selanjutnya, samudera coled terutama oleh penguapan
dan, karena lateensheat penguapan air adalah yang tertinggi dari semua bahan, kuantitas besar dapat ditransfer
panas andand disimpan dalam uap air dengan sedikit perubahan suhu air (lalli dan Parsons, 2006 )
Menurut Nondji (2006) suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung, maupun tidak
langsung. Pengaruh lansung karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis
dikendalikan suhu. Secara tidak langsung suhu akan menetukan struktur morfologis suatu perairan diamana
fitoplankton itu berada.
1. Unsur Hara/ Nutrien
Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen
(sebagai nitrat, NO3_) dan fosfor ( sebagai fosfat, PO42-). Kedua unsur inilah yang merupakan factor pembatas
dari produktivitas fitoplankton pada kondisi-kondisi laut yang biasa terdapat (Nybakken,1988).
Secara berkelanjutan dari siklus produktivitas oleh tumbuhan dalam air oleh Basim (1995) dipengaruhi oleh
regenerasi nutrient yang dimanfaatkan oleh tumbuhan dan ini tergantung pada; respirasi dan hasil dekomposisi
oleh baktery dan beberapa jamur yang hidup dalam perairan terhaadap sisa bahan organic perairan, juga adanya
aktivitas angin dan gelombang pasang (up-welling) yang mengakibatkan pengadukan massa air dan mengangkat
nutrient ke permukaan.
Selain factor fisik dan kimia diperairan, juga ada beberapa factor pendukung dan pembatas dari produktifitas
primer fitoplankton diantaranya adanya tekanan (Grazing) oleh tingkat tropic selanjutnya dan factor zat
warna/pigmen-pigmen fotosintetik penyusun utama tiap komunitas dari fitoplankton. Basmi (1995) mengatakan
grazing oleh herbivore renik (zooplankton) ini dapat menurunkan (mengurangi) standing crop dan hal ini
berpengaruh terhadap produktifitas populasi fitoplankton. pigmen-pigmen di dalam kloroplast inilah yang
mengabsorpsi energy sinar dan merubahnya menjadi dalam bentuk energy kimia yang digunakan oleh tumbuhan
untuk pertumbuhan dan perkembangannya, dan kelak tumbuhan ini dimakan oleh biota lain.
CLIMATE VARIABILITY/CLIMATE CHANGE
Iklim bumi secara alami bersifat dinamis dan bervariasi pada musiman, decadal, seratus tahun, dan rentang waktu
lebih lama. Fluktuasi dapat menyebabkan kondisi yang lebih hangat atau lebih dingin, basah atau kering, lebih
penuh badai atau diam. Analisis iklim decadal dan catatan lebih panjang dan studi yang didasarkan pada modelmodel iklim menunjukkan bahwa banyak perubahan dalam dekade belakangan ini dapat dikaitkan dengan
tindakan-tindakan manusia; decadal tren ini disebut sebagai perubahan iklim.
Perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai sebuah tren dalam satu atau lebih variabel iklim dicirikan oleh yang
cukup halus terus meningkat atau penurunan nilai rata-rata selama periode catatan. Seperti kita melihat 30 tahun
nilai rata-rata, variabilitas iklim iklim sebagai cara variabel (seperti suhu dan curah hujan) berangkat dari
beberapa negara rata-rata, baik di atas atau di bawah nilai rata-rata. Sebagai contoh, rata-rata suhu maksimum
pada bulan Juli di Boulder, CO dapat 87 ° F (setara dengan lebih dari 30 tahun terakhir). Sebagai contoh, 30-Juli
rata-rata suhu tahun 1971-2000 lebih rendah sekitar 1 ° F dari itu tahun 1941 sampai 1970 (www.ucar.edu).
Menurut Hitz and Smith (2004) Jumlah energi yang masuk dan keluar dari Bumi adalah faktor penentu dalam
iklim. Setiap perubahan terhadap keseimbangan-baik input maupun output-akan menyebabkan perubahan yang
terarah pada iklim. Pengamatan telah meyakinkan menunjukkan bahwa atmosfer kelimpahan gas rumah kaca
telah meningkat secara dramatis sejak dimulainya Era Industri. Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan
bakar fosil dan penggundulan hutan telah menyebabkan peningkatan ini. konsentrasi karbon dioksida di
Atmosfer (CO2), telah meningkat sebesar 31% sejak 1750 dan sekarang pada konsentrasi tertinggi terlihat pada
420.000 tahun terakhir (dan mungkin lebih tinggi daripada yang terlihat konsentrasi selama 20 juta tahun). Gas
rumah kaca lain yang telah meningkat sejak 1750 adalah metana (sampai dengan 151%), nitrogen oksida (sampai
dengan 17%), halocarbons (meningkat pesat sejak tahun 1950 namun melambat atau menurun dalam beberapa
tahun terakhir karena perjanjian internasional untuk melindungi lapisan ozon), dan troposfer ozon (sampai
dengan 36%). Gas-gas ini menyerap panas yang kalau tidak akan melarikan diri ke ruang angkasa. Efek rumah
kaca alami menghangatkan permukaan planet untuk temperatur yang ramah untuk kehidupan. Memang, tanpa
itu kita akan memiliki sebuah planet beku dengan suhu permukaan 0 ° F (-18 ° C), beberapa 59 ° F lebih dingin
dari nilai saat ini (www.esrl.noaa.gov).
Fenomena alami yang dikenal sebagai El Niño-Southern Oscillation (ENSO), interaksi antara laut dan atmosfer
di atas Samudera Pasifik tropis yang memiliki konsekuensi penting bagi cuaca di seluruh dunia. Siklus yang
ENSO ditandai oleh koheren dan kuat variasi suhu permukaan laut, curah hujan, tekanan udara, dan sirkulasi
atmosfer di khatulistiwa Pasifik. El Niño mengacu pada fase hangat dari siklus, di mana atas rata-rata suhu
permukaan laut mengembangkan di timur-tengah Pasifik tropis. La Niña adalah fase dingin dari siklus ENSO.
Perputaran dari siklus ENSO biasanya terjadi pada skala waktu beberapa tahun. Perubahan-perubahan dalam
cuaca tropis mempengaruhi pola curah hujan di seluruh dunia (www.arl.noaa.gov). Perubahan yang diamati
selama beberapa dekade terakhir cenderung sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, tapi kita tidak
dapat mengesampingkan bahwa beberapa bagian penting dari perubahan ini juga merupakan refleksi dari
variabilitas alami.
RESPON FITOPLANKTON TERHADAP CLIMATE CHANGE/CLIMATE VARIABILITY
Perubahan global iklim antara tahun 1990 dan 2100 (Peperzak,2003) menyebabkan proyeksi kenaikan suhu 1,45,8 ° C dengan 90% probabilitas interval 1,7-4,9 ° C. Sebuah akibat langsung dari pemanasan global adalah
ekspansi termal air, dan karenanya peningkatan permukaan laut tahun 2100 oleh 0,1-0,9 m. Selanjutnya dapat
diaktakan perubahan iklim global yang dinyatakan sebagai peningkatan suhu musim panas maksimum oleh 4 °
C pada 2100, dalam kombinasi dengan stratifikasi kolom air, menyebabkan pertumbuhan dua kali lipat tingkat
dinoflagellates berpotensi membahayakan dan raphidophytes. Ini berarti bahwa resiko HABs oleh spesies ini
cukup meningkat. Penekanannya adalah pada mereka merugikan jumlah algae mengakibatkan relevansi, dampak
lingkungan, dan karena kenaikan suhu tampaknya kondusif untuk pembentukan HABs, bahwa risiko berbahaya
raphidophyte dinoflagellata dan blooming akan meningkat daripada penurunan karena perubahan iklim.
Pendapat para ilmuwan dalam jurnal (Vogel, 1996, Vogel, 1996, Ikeda, 1985 dalam Louis Paperzak, 2003) yang
memperidiksi pengaruh dari dampak peribahan iklim dunia terhadap fitoplankton sebagai produsen primer,
mereka meramalkan perilaku dari fitoplankton dan tanggapan ekosistem keseluruhan yang diusulkan (suhu dan
stratifikasi), berupa prediksi respons ekosistem untuk sejumlah alas an yang sulit. Jelas bahwa peningkatan suhu
air laut tidak hanya berdampak pada tingkat pertumbuhan fitoplankton, tetapi juga lingkungan fisik di mana selsel yang terkena. Beberapa proses yang sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Peningkatan suhu
mengakibatkan penurunan yang cukup viskositas, yang secara teori mengarah ke peningkatan: (i) difusi nutrisi
ke permukaan sel, penting ketika persaingan antarspesies nutrisi terjadi, dan (ii) tingkat sedimentasi, yang akan
menjadi penting mendera non-spesies seperti diatom. Satu trophic tingkat atas, zooplankton memiliki tingkat
metabolisme Q10=2, sehingga konsumsi fitoplankton akan meningkat pada suhu yang tinggi. Simultan
penurunan viskositas air laut dapat berarti bahwa filter-binatang menyusui menjadi mampu menangkap partikel
yang lebih besar.
REFRENSI
Anonimous, 2006). Primary and secondary productivity.
Alam, M.G.M.,Jahanb, N. Thalibc, L. Weia, B. and Maekawaa, T. 2004. Effects of environmental factors on the
seasonally change of phytoplankton populations in a closed freshwater pond. USA Elsevier. Jurnal
Basim J. 1995. Planktonologi: Produktivitas Primer. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Bigg, G.R. 2003. The Oceans and Climate Second Edition. United States of America by Cambridge University
Press, New York.
Falkowski P. G. Richard M. G. and Geider R. J. 2002. Physiological Limitions On Phytoplankton Productivity.
Blackwell publishing. University of Wales, UK.
Hitz. S. and Smith J. 2004. Estimating global impacts from climate change. Culver City. USA Elsevier. Jurnal
Kasprzak P. Padisa J. Koschel R. Krienitz L. Gervais F. 2008. Chlorophyll a concentration across a trophic
gradient of lakes: An estimator of phytoplankton biomass. Department of Limnology of Stratiļ¬ed Lakes.
Neuglobsow, Germany. ´jurnal.
Lalli, C. M. and T.M.Parsons, 2006. Biology Oceanografi An Introduction. Second Edition. The Open
University. Canada.
Nybakken,J. W. 1988. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.
Nondji A. 2006. Tiada Kehidupan di Buni Tanpa Plankton. LIPI. Jakarta 2006
Peperzak L. 2003. Climate change and Harmful Algal Blooms in the North Sea. Elsevier SAS. National Institute
for Coastal and Marine Management/RIKZ, PO Box 8039, NL-4330 EA Middelburg, The Netherlands. Jurnal.
Williams.P.J. le B,. Thomas. D. N. and C. S. Reynolds. 2003. Phytoplankton Productivity, Carbon assimilation
in marine and freshwater ecosistems. Blackwell publishing. University of Wales, UK.
Www.ucar.edu. Sabtu. 23/01/2010
Www.arl.noaa.gov. Sabtu. 23/01/2010
Www.esrl.noaa.gov. Sabtu. 23/01/2010
Post date: 2014-06-18 23:46:00
Post date GMT: 2014-06-18 23:46:00
Post modified date: 2016-05-16 14:08:07
Post modified date GMT: 2016-05-16 14:08:07
Powered by [ Universal Post Manager ] plugin. MS Word saving format developed by gVectors Team www.gVectors.com
Download