BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Laporan Keuangan Siklus akuntansi merupakan keseluruhan proses yang dilakukan oleh entitas yang berawal dari sebuah transaksi untuk mengolah data-data keuangan hingga menjadi informasi berupa laporan keuangan yang bermanfaat bagi pengguna untuk pengambilan keputusan (Martani, 2012:86). 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Darsono dan Ashari (2005:13) laporan keuangan merupakan informasi yang memuat posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan. Informasi ini diperlukan untuk melihat kinerja manajemen dalam melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh pemilik. Laporan keuangan juga berfungsi untuk mengurangi kesenjangan informasi antara direksi atau manajemen perusahaan dengan pemilik atau kreditor yang berada di luar perusahaan. Sedangkan pengertian laporan keuangan menurut Fahmi (2013:2) adalah: “Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut”. 12 13 2.1.1.2Tujuan Laporan Keuangan Prastowo dan Rifka (2002:5) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah: “laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut Samryn (2011:32) adalah: 1. Membuat keputusan investasi dan kredit. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk membuat keputusan investasi atau keputusan kredit tanpa harus membuat lebih dari satu laporan keuangan untuk satu periode akuntansi. 2. Menilai prospek arus kas. informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai potensi arus kas di masa yang akan datang. 3. Melaporkan sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya tersebut, dan perubahan-perubahan didalamnya. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat menjelaskan kekayaan perusahaan, kepemilikan, dan pihak-pihak yang masih berhak atas sumber daya tersebut. Informasi yang disajikan juga dapat menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi atas sumber daya tersebut selama satu periode akuntansi yang dilaporkan. 4. Melaporkan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas para pemilik. 14 5. Melaporkan kinerja dan laba perusahaan. Laporan keuangan digunakan untuk mengukur prestasi manajemen dengan selisih antara pendapatan dan beban dalam periode akuntansi yang sama. 6. Menilai likuiditas, solvabilitas, dan arus dana. Laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi utang jangka pendek, jangka panjang, dan arus dana. 7. Menilai pengolahan dan kinerja manajemen. 8. Menjelaskan dan menafsirkan informasi keuangan. 2.1.1.3 Pengguna Laporan Keuangan Menurut Darsono dan Ashari (2005:11) selain sebagai alat pertanggungjawaban, informasi keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan ekonomi adalah keputusan yang dilakukan secara sadar untuk menetapkan sesuatu atas dasar data dalam bidang bisnis. Pengguna laporan keuangan dan kebutuhan informasi keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Investor atau Pemilik Pemilik perusahaan menanggung risiko atas harta yang ditempatkan pada perusahaan. Pemilik membutuhkan informasi untuk menilai apakah perusahaan memiliki kemampuan membayar dividen. Disamping itu untuk menilai apakah investasinya akan tetap dipertahankan atau dijual. Bagi calon pemilik, laporan keuangan dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan penempatan investasi dalam perusahaan. 15 b. Pemberi Pinjaman (kreditor) Pemberi pinjaman membutuhkan informasi keuangan guna memutuskan memberi pinjaman dan kemampuan membayar angsuran pokok dan bunga pada saat jatuh tempo. Jadi, kepentingan kreditor terhadap perusahaan adalah apakah perusahaan mampu membayar hutangnya kembali atau tidak. c. Pemasok atau kreditor usaha lainnya Pemasok memerlukan informasi keuangan untuk menentukan besarnya penjualan kredit yang diberikan kepada perusahaan pembeli dan kemampuan membayar pada saat jatuh tempo. d. Pelanggan Dalam bebarapa situasi, pelanggan sering membuat kontrak jangka panjang dengan perusahaan, sehingga perlu informasi mengenai kesehatan keuangan perusahaan yang akan melakukan kerja sama. e. Karyawan Karyawan dan serikat buruh memerlukan informasi keuangan guna manilai kemampuan perusahaan untuk mendatangkan laba dan stabilitas usahanya. Dalam hal ini, karyawan membutuhkan informasi untuk menilai kelangsungan hidupnya. hidup perusahaan sebagai tempat menggantungkan 16 f. Pemerintah Informasi keuangan bagi pemerintah digunakan untuk menentukan kebijakan dalam bidang ekonomi, misalnya alokasi sumber daya, UMR, pajak, pungutan, serta bantuan. g. Masyarakat Laporan keuangan dapat digunakan untuk bahan ajar, analisis, serta informasi trend dan kemakmuran. 2.1.1.4 Komponen Laporan Keuangan Menurut PSAK No.1 (Revisi 2009) laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: 1. Laporan posisi keuangan (statement of financial position) adalah laporan yang berisikan informasi mengenai posisi aset, liabilitas, dan ekuitas perusahaan pada waktu tertentu. 2. Laporan laba rugi komprehensif (statement of comprehensive income) adalah laporan yang menyajikan pendapatan, beban, laba atau rugi per saham untuk periode akuntansi tertentu. 3. Laporan perubahan ekuitas (statement of changes in equity) adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai saldo laba untuk periode tertentu. 4. Laporan arus kas (statement of cash flow) adalah laporan yang menyajikan informasi tentang arus kas masuk dan keluar dari kegiatan operasi, pendanaan, dan investasi untuk periode tertentu. 17 5. Catatan atas laporan keuangan (notes to financial statement) adalah laporan yang berisi informasi ringkasan dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan atau kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain. 6. Laporan posisi keuangan awal periode (statement of financila position at beginning of period) adalah laporan posisi keuangan yang disajikan ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. 2.1.1.5 Analisis Laporan Keuangan Menurut Prastowo dan Rifka (2002:52) pengertian dari analisis laporan keuangan yaitu: “merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan kedalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri”. Untuk dapat menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan, selain harus memahami betul kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, juga harus mampu mengaplikasikan berbagai teknik atau alat analisis laporan keuangan. Selain itu, analisis laporan keuangan juga tidak dapat terlepas dari penggunaan pertimbangan-pertimbangan. 18 2.1.2 Analisis Rasio Keuangan Analisis laporan keuangan dalam menilai kondisi keuangan dan prestasi suatu perusahaan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang biasanya digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kondisi keuangan dan prestasi suatu perusahaan. 2.1.2.1 Pengertian Rasio Keuangan Menurut Prastowo dan Rifka (2002:756) rasio keuangan merupakan suatu alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan symptom (gejala-gejala yang tampak) terhadap suatu keadaan. Sedangkan menurut Irawati (2006:22) Rasio keuangan merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagi alat ukur kondisi-kondisi keuangan suatu perusahaan pada setiap periode tertentu ataupun hasil-hasil usaha suatu perusahaan pada setiap periode tertentu dengan jalan membandingkan dua variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laporan laba rugi. Hasil dari perhitungan rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode. Dan disamping itu juga dapat dijadikan sebagai evaluasi agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan. 19 2.1.2.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan salah satu teknik dalam menganalisa laporam keuangan yang banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan karena penggunaannya yang relatif mudah. Menurut Sutrisno (2012, 215) pengelompokan rasio keuangan menurut tujuan terbagi menjadi lima jenis, yaitu: 1. Rasio Likuiditas atau Liquidity Ratios Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan. 2. Rasio Leverage atau Leverage Ratios Rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. 3. Rasio Aktivitas atau Activity Ratios Rasio ini melihat seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. 4. Rasio Keuntungan atau Profitability Ratios Rasio ini mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. 5. Rasio Penilaian atau Valuation Ratios Rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para pemegang saham. 20 2.1.2.3 Rasio Profitabilitas Menurut Sartono (2010:122) profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen. Rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan (Fahmi, 2013:135). Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu: 1. Gross Profit Margin Gross profit margin merupakan margin laba kotor yang memperlihatkan hubungan antara penjualan dan beban pokok penjualan, mengukur kemampuan sebuah perusahaan untuk mengendalikan biaya persediaan atau biaya operasi barang maupun untuk meneruskan kenaikan harga lewat penjualan kepada pelanggan. Gross profit margin adalah persentase dari sisa penjualan setelah sebuah perusahaan membayar barangnya. Adapun rumus rasio gross profit margin adalah: Gross Profit Margin = 21 2. Net Profit Margin Net profit margin disebut juga dengan rasio pendapatan terhadap penjualan. Margin laba bersih sama dengan laba bersih dibagi dengan penjualan bersih, ini menunjukkan kestabilan kesatuan untuk menghasilkan perolehan pada tingkat penjualan khusus. Dengan memeriksa margin laba dan norma industri sebuah perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya, kita dapat menilai efisiensi operasi dan strategi penetapan harga serta status persaingan perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri tersebut. Adapun rumus rasio net profit margin adalah: Net Profit Margin = 3. Return on Investment (ROI) Rasio return on investment atau pengembalian investasi adalah rasio yang melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Adapun rumus return on investment adalah: Return on Investment = 4. Return on Equity (ROE) Return on equity disebut juga dengan laba atas equity, rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. Adapun rumus return on equity adalah: 22 Return on Equity = 2.1.2.4 Rasio Penilaian Menurut Sutrisno (2012:224) rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham. Sedangkan menurut Fahmi (2013:138) rasio nilai pasar yaitu rasio yang menggambarkan kondisi yang terjadi dipasar. Rasio ini mampu memberi pemahaman bagi pihak manajemen perusahaan terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan dampaknya pada masa yang akan datang. Rasio ini terdiri dari: 1. Earning Per Share (EPS) Earning per share atau pendapatan per lembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Adapun rumus earning per share adalah: Earning Per Share = 23 2. Price Earning Ratio (PER) atau Rasio Harga Laba Bagi para investor semakin tinggi price earning ratio maka pertumbuhan laba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Dengan begitu price earning ratio (rasio harga terhadap laba) adalah perbandingan antara market price pershare (harga pasar per lembar saham) dengan earning per share (laba per lembar saham). Adapun rumus price earning ratio adalah: Price Earning Ratio = 3. Book Value Per Share (BVS) Adapun rumus book value per share (harga buku per saham) adalah: Book Value Pershare = 4. Price Book Value (PBV) Adapun rumus price book value (PBV) adalah: Price Book Value = 5. Dividend Yield Adapun rumus dividend yield atau hasil saham adalah: Dividend Yield = 6. Dividend Payout Ratio Adapun rumus dividend payout ratio atau rasio pembayaran dividen adalah: Dividend Payout Ratio = 24 2.1.2.5 Rasio Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih (Sutrisno, 2012:215). Menurut Irawati (2006:27) likuiditas dibagi dengan 2 macam yaitu: - Likuiditas Badan Usaha Merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada pihak luar perusahaan, jika pihak luar perusahaan menagih pada perusahaan tersebut. - Likuiditas Perusahaan Merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan proses produksi. Menurut Sutrisno (2012:216) ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur yaitu: 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Current ratio adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Aktiva lancar disini meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lancar lainnya. Sedangkan hutang jangka pendek meliputi hutang dagang, 25 hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang segera harus dibayar. Adapun rumus current ratio adalah: Current Ratio = 2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Quick ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan utang lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya alat likuid yang paling cepat yang bisa digunakan untuk melunasi hutang lancar. Adapun rumus Quick Ratio adalah: Quick Ratio = 3. Rasio Kas (Cash Ratio) Cash ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas adalah efek atau surat berharga. Adapun rumus cash ratio adalah: Cash Ratio = 2.1.3 Dividen 2.1.3.1 Pengertian Dividen Stice et al (2004:902) menyatakan bahwa: “dividen adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik”. 26 Dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian investor atas suatu saham. Dividen kas ini mencerminkan arus kas kepada pemegang saham dan menginformasikan mengenai kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang. Karena retained earning yaitu laba yang tidak dibagikan sebagai dividen adalah salah satu bentuk pendanaan internal, maka keputusan mengenai dividen dapat mempengaruhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan. Dengan kata lain, semakin besar dividen kas yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula jumlah pendanaan eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham (Gitman, 2006:590). 2.1.3.2 Pengertian Kebijakan Dividen Weston dan Copeland (2000:119) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai: “Keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang diadakan di perusahaan”. Sartono (2009:292) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai: “Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam retained earnings guna membiayai investasi dimasa yang akan datang”. Dari kedua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi dua kepentingan yang bertolak belakang yaitu kepentingan pemegang saham dengan dividennya dan kepentingan perusahaan untuk melakukan reinvestasi dengan menahan laba. Dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat 27 penting karena jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba ditahan dan selanjutnya mengurangi sumber intern perusahaan dan sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Dari sisi pemegang saham, dividen merupakan salah satu motivator untuk menanamkan dana dipasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Selain itu juga pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan. 2.1.3.3 Teori Kebijakan Dividen Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2010:198) terdapat lima teori kebijakan dividen diantaranya adalah: 1. Teori “Dividen Tidak Relevan” Nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “lemah”, seperti: 1) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan. 2) Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi. 3) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio (DPR). 28 4) Investor dan menejer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi dimasa yang akan datang. 5) Distribusi pendapatan diantara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor. 2. Teori “The Bird in the Hand” Tingkat keuntungan yang diisyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba ditahan. Tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka diperusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama, oleh sebab itu tingkat risiko pendapatan mereka dimasa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividend payout ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru. 3. Teori Perbedaan Pajak Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gain, maka para investor lebih menyukai capital gain karena menunda pembayaran pajak. 4. Teori “Signaling Hypothesis” Suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. 29 Sebaliknya suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit dimasa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap dividen. 5. Teori “Clientele Effect” Menyatakan bahwa pemegang saham yang berada akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi, sebaliknya sekelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersihnya. 2.1.3.4 Jenis-jenis Dividen Menurut Husnan (2004:395) dividen dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu: 1. Cash Dividend Cash dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham dan lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen yang lain. Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang berbentuk tunai atau kas. 30 2. Property Dividend Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk assets selain kas, baik berupa peralatan, real estate, atau investasi tergantung dari keputusan dewan direksi. 3. Scrip Dividend Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan dengan cara menerbitkan surat wesel khusus kepada para pemegang saham yang akan dibayarkan pada waktu yang akan ditambah dengan bunga tertentu. 4. Liquiditing Dividend Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang didasarkan kepada modal disetor (paid capital) bukan didasarkan kepada laba ditahan. Jenis ini jarang digunakan, biasanya dibayar ketika perusahaan menurunkan kegiatan operasinya secara permanen atau mengakhiri segala urusannya. 5. Stock Dividend Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk saham atau stock. Hal ini dimaksudkan untuk mengkapitalisasikan pendapatan perusahaan sehingga tidak ada assets yang diberikan. 2.1.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut Sutrisno (2012:267) faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham adalah: 31 1. Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modalnya. 2. Posisi Likuiditas Perusahaan Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar. 3. Kebutuhan untuk Melunasi Hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang baik jangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Di samping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan 32 mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio. 4. Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin kecil dividend payout rationya. 5. Kesempatan Investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen. 33 6. Stabilitas Pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga. 7. Pengawasan Terhadap Perusahaan Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang risikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya. 2.1.3.6 Penetapan Tanggal Dividen Menurut Brigham dan Houston (2001:84) penetapan tanggal merupakan hal yang penting dan relevan dalam hubungannya dengan dividen. Adapun rincian tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut: 1. Tanggal Pengumuman (Declaration Date) Declaration date adalah tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. Dengan 34 ditentukannya tanggal tersebut, perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran. 2. Tanggal Pencatatan (Recording Date) Recording date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya pemegang saham berhak mendapatkan dividen. 3. Ex-Dividend Date Ex-Dividend date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dividen lepas dari pemegang saham. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham. 4. Cum Dividend Date Cum dividend date adalah tanggal yang menunjukkan batas akhir bagi para investor yang membeli saham akan menerima pembagian dividen. 5. Payment Date Payment date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perusahaan membayar dividen. 2.1.3.7 Kebijakan Pemberian Dividen Menurut Sutrisno (2012:268) ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Bentuk kebijakan dividen tersebut adalah: 1. Kebijkan Pemberian Dividen Stabil Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu 35 walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yaitu: (1) dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. 2. Kebijakan Dividen Meningkat Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. 3. Kebijakan Dividen dengan Ratio yang Konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio. 36 4. Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah ditambah Ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu. 2.1.3.8 Dividend Payout Ratio Besarnya bagian laba yang dibagikan pada pemegang saham disebut Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase (Gitosudarmo dan Basri, 2002:232). Menurut Riyanto (2001:266) semakin tinggi dividend payout ratio yang ditetapkan perusahaan, semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali didalam perusahaan yang pertumbuhannya rendah, maka akan mempunyai rasio yang tinggi. Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan. Investor yang mengharapkan memperoleh capital gain akan lebih menyukai angka rasio ini yang rendah. Sebaliknya investor yang menyukai dividen menginginkan angka rasio ini yang tinggi. Secara sistematis Dividend Payout Ratio (DPR) dapat dirumuskan sebagai berikut: Dividend Payout Ratio (DPR) = 37 2.2 Kerangka Pemikiran Menurut Irawati (2006:22) laporan keuangan pada dasarnya merupakan cerminan dari prestasi manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Perlu adanya interpretasi dari laporan keuangan tersebut untuk bisa melihat prestasi perusahaan yang sesungguhnya, yaitu dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada pada laporan keuangan seperti elemen-elemen dari berbagai aktiva yang satu dengan yang lainnya atau antara elemen yang ada pada aktiva dengan pasiva, dan lainnya. Dari hasil interpretasi tersebut akan diperoleh kondisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Fahmi (2011:12) bagi investor beserta pihak lainnya yang berkeinginan untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan, maka perlu melakukan analisis laporan keuangan secara sistematis dan terstruktur. Dengan tujuan agar diperoleh hasil yang dapat dijadikanj pendukung dalam pengambilan keputusan ekonomi. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam analisis data keuangan untuk mengevaluasi posisi perusahaan diantaranya melalui rasio keuangan. Menurut Prastowo dan Rifka (2002:60) Rasio keuangan dapat dihitung dari berbagai kombinasi atau pasangan angka dengan menggunakan pos-pos yang ada pada laporan keuangan, dapat disusun suatu daftar angka rasio yang panjang. Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. 38 Brigham dan Houston (2006:107) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio profitabilitas ini menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Menurut Sutrisno (2012:222) rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunujukkan semakin baik manajemen dalam mengelola suatu perusahaan. Menurut Sutrisno (2012:224) rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham. Para calon pemegang saham tertarik dengan EPS (earning per share) yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Earning per share adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Fahmi, 2013:138). Semakin besar laba setelah pajak yang dihasilkan, maka EPS dalam jumlah lembar saham yang konstan semakin besar. Menurut Sutrisno (2012:215) likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang 39 tersedia dan likuiditas perusahaan, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Menurut Martono dan Harjito (2007:253) kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh oleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan sebagai modal guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang. Dividend Payout Ratio atau rasio pembayaran dividen merupakan rasio yang menujukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa dalam bentuk uang tunai. Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek penting dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan. 2.2.1 Pengaruh Return On Equity, Earning Per Share, dan Cash Ratio terhadap Dividend Payout Ratio Profitability (profitabilitas) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan 40 membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2006:156). Return on equity merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Fahmi, 2013:137). Meningkatnya return on equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Earning per share merupakan salah satu rasio pasar yang menunjukkan besarnya pendapatan saham yang dimilki. Semakin besar laba setelah pajak yang dihasilkan, maka earning per share dalam jumlah lembar saham yang konstan semakin besar. Dengan demikian, kemampuan perusahaan akan semakin besar untuk membayarkan cash dividend pada para pemegang saham. Dari penjelasan tersebut dapat dismpulkan bahwa earning per share memiliki hubungan yang psotitif dengan dividend payout ratio (Dewanti dan Sudiartha, 2011). Menurut Horne dan Wachowicz (2014:215) likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen. Semakin meningkatnya cash ratio juga dapat meningkatkan keyakinan para investor akan perusahaan untuk membayar dividen yang diharapkan oleh investor. Sehingga apabila Cash Ratio perusahaan mengalami peningkatan maka jumlah pembayaran dividen atau Dividend Payout 41 Ratio juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha1 : Return On Equity, Earning Per Share dan Cash Ratio secara simultan berpengaruh signiffikan terhadap Dividend Payout Ratio. 2.2.2 Pengaruh Return On Equity terhadap Dividend Payout Ratio Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga Return On Equity dapat dianalisis sebagai faktor penentu terpenting terhadap dividen. Profitability (profitabilitas) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi Dividend Payout Ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston,2006:156). Return on Equity merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu 42 memberikan laba atas ekuitas (Fahmi, 2013:137). Meningkatnya Return on Equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Penelitian mengenai Return On Equity dengan kebijakan dividen di Indonesia dilakukan oleh Prawira et al (2014) yang menyatakan bahwa variabel Return On Equity mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan penelitian lain, yang dilakukan oleh Mardaleni (2014) menemukan bahwa variabel Return On Equity tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha2 : Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio 2.2.3 Pengaruh Earning Per Share terhadap Dividend Payout Ratio Menurut Hanafi dan Halim (2005:194) pengertian Earning Per Share adalah: “Earning Per Share (EPS) adalah rasio keuangan yang digunakan oleh investor saham untuk menganalisis kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki”. Earning Per Share yang tinggi merupakan daya tarik bagi para investor untuk menanamkan dananya di perusahaan, sehingga apabila EPS semakin tinggi maka kemampuan perusahaan untuk memberikan pendapatan kepada pemegang saham juga akan semakin tinggi. Earning Per Share atau laba per lembar saham merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar 43 saham pemilik. Dimana laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik atau EAT (Sutrisno, 2012:223). Penelitian mengenai Earning Per Share dengan kebijakan dividen di Indonesia dilakukan oleh Amyas et al (2014) menyatakan bahwa variabel Earning Per Share memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Namun penelitian lain yang dilakukan oleh Dewanti dan Sudiartha (2011) menemukan bahwa variabel Earning Per Share tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha3 : Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio 2.2.4 Pengaruh Cash Ratio terhadap Dividend Payout Ratio Menurut Horne dan Wachowicz (2014:215) likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka makin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen. Perusahaan yang sedang bertumbuh dan menguntungkan mungkin saja tidak likuid karena dananya digunakan untuk aset tetap dan modal kerja permanen. Oleh karena pihak manajemen di perusahaan semacam ini biasanya ingin mempertahankan beberapa penyangga likuiditas agar dapat memberikan fleksibilitas keuangan dan perlindungan terhadap ketidakpastian, maka pihak manajemen mungkin enggan untuk mempertaruhkan posisi ini 44 dengan membayarkan dividen dalam jumlah yang besar. Sehingga apabila Cash Ratio perusahaan mengalami peningkatan maka jumlah pembayaran dividen atau Dividend Payout Ratio juga akan mengalami peningkatan. Penelitian mengenai Cash Ratio dengan kebijakan dividen di Indonesia dilakukan oleh Dewanti dan Sudiartha (2011) yang menyatakan bahwa variabel Cash Ratio memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Swastyastu et al (2014) berpendapat bahwa variabel Cash Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha4 : Cash Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio Berdasarkan beberapa teori dan temuan penelitian yang menguji pengaruh antara Return On Equity, Earning Per Share, dan Cash Ratio dengan Dividend Payout Ratio, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 45 Laporan Keuangan Rasio Keuangan Rasio Profitabilitas Rasio Penilaian Rasio Likuiditas Return On Equity Earning Per Share Cash Ratio Kebijakan Dividen Dividend Payout Ratio Gambar 2.1 Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran 46 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka paradigma penelitian ini adalah sebagai berikut: Return on Equity Earning Per Share Cash Ratio Gambar 2.2 Paradigma Penelitian Keterangan Variabel X : = Return on Equity = Earning Per Share = Cash Ratio Variabel Y = Dividend Payout Ratio = Pengaruh Secara Simultan = Pengaruh Secara Parsial Dividend Payout Ratio 47 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Variabel No dan Judul Penelitian Hasil Penelitian Penelitian Tahun 1 Lisna Pengaruh Cash Ratio, Cash Ratio, Hasil penelitian Dewanti Debt To Equity Ratio, Debt To menunjukkan Cash Ratio dan dan Earning Per Equity berpengaruh signifikan Merta Share Terhadap Cash Ratio, secara parsial terhadap Sudiarta Dividend Pada Earning Per Cash Dividend, (2011) Perusahaan Food and Share, dan sedangkan Debt to Beverages yang Cash Equity Ratio dan Terdaftar di BEI Dividend Earning Per Share tidak periode 2005-2010 berpengaruh signifikan terhadap Cash Dividend 2 Amyas et Pengaruh Quick Ratio, Quick Hasil penelitian al (2014 menunjukkan quick Earnig Per Share, dan Ratio, Return on Investment Earning Per ratio, earning per share Terhadap Dividen Kas Share, dan return on investment Pada Peusahaan Return on secara parsial dan Manufaktur Sektor Investment, simultan berpengaruh Food and Beverages dan Dividen positif terhadap dividen 48 yang Terdaftar di BEI 3 4 Kas kas Mardalen Analisis Pengaruh Return On Hasil penelitian i (2014) Return On Equity, Equity, menunjukkan Return On Debt To Equity Ratio, Debt To Equity, Debt To Equity dan Current Ratio Equity Ratio, Current Ratio Terhadap Dividend Ratio, secara parsial dan Payout Ratio Pada Current silmultan tidak Perusahaan Property Ratio, dan berpengaruh signifikan dan Real Estate yang Dividend terhadap kebijakan Terdaftar di BEI Payout dividen Periode 2010-2012 Ratio Prawira Pengaruh Leverage, Debt To Hasil penelitian et al Likuiditas, Equity menunjukkan secarara (2014) Profitabilitas, dan Ratio, parsial yang berpengaruh Ukuran Perusahaan Current signifikan hanya variabel Terhadap Kebijakan Ratio, Return On Equity, Dividen (Studi Pada Return On Variabel Current Ratio Perusahaan Perbankan Equity, Size, berpengaruh namun yang Terdaftar di BEI dan tidak signifikan. tahun 2010-2013) Dividend Sedangkan Debt To Payout Equity Ratio dan Log In Ratio Natural tidak berpengaruh signifikan 49 terhadap Dividend Payout Ratio. Dan secara simultan DER, CR, ROE, dan Size berpengaruh signifikan terhadap DPR 5 Swastyas Analisis Faktor-faktor Cash Ratio, Hasil penelitian tu (2014) yang Mempengaruhi Growth, menunjukkan Cash Kebijakan Dividend Firm Size, Ratio, Growth, Firm Payout Ratio di BEI Return On Size, Return On Asset, Asset, Debt Debt To Total Asset, to Total Debt To Equity Ratio Asset, Debt secara parsial dan to Equity simultan tidak memiliki Ratio, dan pengaruh terhadap Dividend Dividend Payout Ratio. Payout Ratio