Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian
2.1.1 Laporan Keuangan
Siklus akuntansi merupakan keseluruhan proses yang dilakukan oleh
entitas yang berawal dari sebuah transaksi untuk mengolah data-data keuangan
hingga menjadi informasi berupa laporan keuangan yang bermanfaat bagi
pengguna untuk pengambilan keputusan (Martani, 2012:86).
2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Darsono dan Ashari (2005:13) laporan keuangan merupakan
informasi yang memuat posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus
kas perusahaan. Informasi ini diperlukan untuk melihat kinerja manajemen dalam
melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh pemilik. Laporan keuangan juga
berfungsi untuk mengurangi kesenjangan informasi antara direksi atau manajemen
perusahaan dengan pemilik atau kreditor yang berada di luar perusahaan.
Sedangkan pengertian laporan keuangan menurut Fahmi (2013:2) adalah:
“Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan
kondisi keuangan perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut”.
12
13
2.1.1.2Tujuan Laporan Keuangan
Prastowo dan Rifka (2002:5) menyebutkan bahwa tujuan laporan
keuangan adalah:
“laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut Samryn (2011:32) adalah:
1. Membuat keputusan investasi dan kredit. Informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
membuat keputusan investasi atau keputusan kredit tanpa harus membuat
lebih dari satu laporan keuangan untuk satu periode akuntansi.
2. Menilai prospek arus kas. informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan dapat digunakan untuk menilai potensi arus kas di masa yang
akan datang.
3. Melaporkan sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya tersebut,
dan perubahan-perubahan didalamnya. Informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan dapat menjelaskan kekayaan perusahaan, kepemilikan,
dan pihak-pihak yang masih berhak atas sumber daya tersebut. Informasi
yang disajikan juga dapat menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi
atas sumber daya tersebut selama satu periode akuntansi yang dilaporkan.
4. Melaporkan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas para pemilik.
14
5. Melaporkan kinerja dan laba perusahaan. Laporan keuangan digunakan
untuk mengukur prestasi manajemen dengan selisih antara pendapatan dan
beban dalam periode akuntansi yang sama.
6. Menilai likuiditas, solvabilitas, dan arus dana. Laporan keuangan dapat
digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi utang jangka
pendek, jangka panjang, dan arus dana.
7. Menilai pengolahan dan kinerja manajemen.
8. Menjelaskan dan menafsirkan informasi keuangan.
2.1.1.3 Pengguna Laporan Keuangan
Menurut
Darsono
dan
Ashari
(2005:11)
selain
sebagai
alat
pertanggungjawaban, informasi keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan
keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan ekonomi adalah keputusan yang
dilakukan secara sadar untuk menetapkan sesuatu atas dasar data dalam bidang
bisnis. Pengguna laporan keuangan dan kebutuhan informasi keuangan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Investor atau Pemilik
Pemilik perusahaan menanggung risiko atas harta yang ditempatkan pada
perusahaan. Pemilik membutuhkan informasi untuk menilai apakah
perusahaan memiliki kemampuan membayar dividen. Disamping itu untuk
menilai apakah investasinya akan tetap dipertahankan atau dijual. Bagi
calon pemilik, laporan keuangan dapat memberikan informasi mengenai
kemungkinan penempatan investasi dalam perusahaan.
15
b. Pemberi Pinjaman (kreditor)
Pemberi pinjaman membutuhkan informasi keuangan guna memutuskan
memberi pinjaman dan kemampuan membayar angsuran pokok dan bunga
pada saat jatuh tempo. Jadi, kepentingan kreditor terhadap perusahaan
adalah apakah perusahaan mampu membayar hutangnya kembali atau
tidak.
c. Pemasok atau kreditor usaha lainnya
Pemasok memerlukan informasi keuangan untuk menentukan besarnya
penjualan kredit yang diberikan kepada perusahaan pembeli dan
kemampuan membayar pada saat jatuh tempo.
d. Pelanggan
Dalam bebarapa situasi, pelanggan sering membuat kontrak jangka
panjang dengan perusahaan, sehingga perlu informasi mengenai kesehatan
keuangan perusahaan yang akan melakukan kerja sama.
e. Karyawan
Karyawan dan serikat buruh memerlukan informasi keuangan guna
manilai kemampuan perusahaan untuk mendatangkan laba dan stabilitas
usahanya. Dalam hal ini, karyawan membutuhkan informasi untuk menilai
kelangsungan
hidupnya.
hidup
perusahaan
sebagai
tempat
menggantungkan
16
f. Pemerintah
Informasi keuangan bagi pemerintah digunakan untuk menentukan
kebijakan dalam bidang ekonomi, misalnya alokasi sumber daya, UMR,
pajak, pungutan, serta bantuan.
g. Masyarakat
Laporan keuangan dapat digunakan untuk bahan ajar, analisis, serta
informasi trend dan kemakmuran.
2.1.1.4 Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK
No.1 (Revisi 2009) laporan keuangan yang lengkap
terdiri dari:
1. Laporan posisi keuangan (statement of financial position) adalah laporan
yang berisikan informasi mengenai posisi aset, liabilitas, dan ekuitas
perusahaan pada waktu tertentu.
2. Laporan laba rugi komprehensif (statement of comprehensive income)
adalah laporan yang menyajikan pendapatan, beban, laba atau rugi per
saham untuk periode akuntansi tertentu.
3. Laporan perubahan ekuitas (statement of changes in equity) adalah laporan
yang menyajikan informasi mengenai saldo laba untuk periode tertentu.
4. Laporan arus kas (statement of cash flow) adalah laporan yang menyajikan
informasi tentang arus kas masuk dan keluar dari kegiatan operasi,
pendanaan, dan investasi untuk periode tertentu.
17
5. Catatan atas laporan keuangan (notes to financial statement) adalah
laporan yang berisi informasi ringkasan dasar pengukuran yang digunakan
dalam penyusunan laporan keuangan atau kebijakan akuntansi penting dan
informasi penjelasan lain.
6. Laporan posisi keuangan awal periode (statement of financila position at
beginning of period) adalah laporan posisi keuangan yang disajikan ketika
entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat
penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau ketika entitas
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
2.1.1.5 Analisis Laporan Keuangan
Menurut Prastowo dan Rifka (2002:52) pengertian dari analisis laporan
keuangan yaitu:
“merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan kedalam
unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dengan tujuan
untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas
laporan keuangan itu sendiri”.
Untuk dapat menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan, selain
harus memahami betul kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan, juga harus mampu mengaplikasikan berbagai teknik atau alat analisis
laporan keuangan. Selain itu, analisis laporan keuangan juga tidak dapat terlepas
dari penggunaan pertimbangan-pertimbangan.
18
2.1.2 Analisis Rasio Keuangan
Analisis laporan keuangan dalam menilai kondisi keuangan dan prestasi
suatu perusahaan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang biasanya
digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang
satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio
dapat memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kondisi keuangan dan
prestasi suatu perusahaan.
2.1.2.1 Pengertian Rasio Keuangan
Menurut Prastowo dan Rifka (2002:756) rasio keuangan merupakan suatu
alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan symptom
(gejala-gejala yang tampak) terhadap suatu keadaan.
Sedangkan menurut Irawati (2006:22) Rasio keuangan merupakan teknik
analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagi alat ukur
kondisi-kondisi keuangan suatu perusahaan pada setiap periode tertentu ataupun
hasil-hasil usaha suatu perusahaan pada setiap periode tertentu dengan jalan
membandingkan dua variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan,
baik daftar neraca maupun laporan laba rugi.
Hasil dari perhitungan rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai
kinerja manajemen dalam suatu periode. Dan disamping itu juga dapat dijadikan
sebagai evaluasi agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan
sesuai dengan target perusahaan.
19
2.1.2.2 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan salah satu teknik dalam menganalisa
laporam keuangan yang banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan
karena penggunaannya yang relatif mudah. Menurut Sutrisno (2012, 215)
pengelompokan rasio keuangan menurut tujuan terbagi menjadi lima jenis, yaitu:
1. Rasio Likuiditas atau Liquidity Ratios
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Hutang dalam hal ini
merupakan kewajiban perusahaan.
2. Rasio Leverage atau Leverage Ratios
Rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan
dibelanjai dengan hutang.
3. Rasio Aktivitas atau Activity Ratios
Rasio ini
melihat
seberapa
besar
efektivitas perusahaan
dalam
memanfaatkan sumber dananya.
4. Rasio Keuntungan atau Profitability Ratios
Rasio ini mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat
diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukan
semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
5. Rasio Penilaian atau Valuation Ratios
Rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada
para pemegang saham.
20
2.1.2.3 Rasio Profitabilitas
Menurut Sartono (2010:122) profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva
maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan
sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang
saham akan melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen.
Rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang
ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam
hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio
profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya
perolehan keuntungan perusahaan (Fahmi, 2013:135). Rasio profitabilitas dapat
diukur dengan beberapa indikator yaitu:
1. Gross Profit Margin
Gross
profit
margin
merupakan
margin
laba
kotor
yang
memperlihatkan hubungan antara penjualan dan beban pokok
penjualan,
mengukur
kemampuan
sebuah
perusahaan
untuk
mengendalikan biaya persediaan atau biaya operasi barang maupun
untuk meneruskan kenaikan harga lewat penjualan kepada pelanggan.
Gross profit margin adalah persentase dari sisa penjualan setelah
sebuah perusahaan membayar barangnya. Adapun rumus rasio gross
profit margin adalah:
Gross Profit Margin =
21
2. Net Profit Margin
Net profit margin disebut juga dengan rasio pendapatan terhadap
penjualan. Margin laba bersih sama dengan laba bersih dibagi dengan
penjualan bersih, ini menunjukkan kestabilan kesatuan untuk
menghasilkan perolehan pada tingkat penjualan khusus. Dengan
memeriksa margin laba dan norma industri sebuah perusahaan pada
tahun-tahun sebelumnya, kita dapat menilai efisiensi operasi dan
strategi penetapan harga serta status persaingan perusahaan dengan
perusahaan lain dalam industri tersebut. Adapun rumus rasio net profit
margin adalah:
Net Profit Margin =
3. Return on Investment (ROI)
Rasio return on investment atau pengembalian investasi adalah rasio
yang melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu
memberikan
pengembalian
keuntungan
sesuai
dengan
yang
diharapkan. Adapun rumus return on investment adalah:
Return on Investment =
4. Return on Equity (ROE)
Return on equity disebut juga dengan laba atas equity, rasio ini
mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya
yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. Adapun
rumus return on equity adalah:
22
Return on Equity =
2.1.2.4 Rasio Penilaian
Menurut Sutrisno (2012:224) rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat
(investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi
seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga mereka mau
membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan
nilai buku saham.
Sedangkan menurut Fahmi (2013:138) rasio nilai pasar yaitu rasio yang
menggambarkan kondisi yang terjadi dipasar. Rasio ini mampu memberi
pemahaman bagi pihak manajemen perusahaan terhadap kondisi penerapan yang
akan dilaksanakan dan dampaknya pada masa yang akan datang. Rasio ini terdiri
dari:
1. Earning Per Share (EPS)
Earning per share atau pendapatan per lembar saham adalah bentuk
pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham
dari setiap lembar saham yang dimiliki. Adapun rumus earning per
share adalah:
Earning Per Share =
23
2. Price Earning Ratio (PER) atau Rasio Harga Laba
Bagi para investor semakin tinggi price earning ratio maka
pertumbuhan laba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan.
Dengan begitu price earning ratio (rasio harga terhadap laba) adalah
perbandingan antara market price pershare (harga pasar per lembar
saham) dengan earning per share (laba per lembar saham). Adapun
rumus price earning ratio adalah:
Price Earning Ratio =
3. Book Value Per Share (BVS)
Adapun rumus book value per share (harga buku per saham) adalah:
Book Value Pershare =
4. Price Book Value (PBV)
Adapun rumus price book value (PBV) adalah:
Price Book Value =
5. Dividend Yield
Adapun rumus dividend yield atau hasil saham adalah:
Dividend Yield =
6. Dividend Payout Ratio
Adapun rumus dividend payout ratio atau rasio pembayaran dividen
adalah:
Dividend Payout Ratio =
24
2.1.2.5 Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi
adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini bisa digunakan untuk
mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah
operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera
ditagih (Sutrisno, 2012:215).
Menurut Irawati (2006:27) likuiditas dibagi dengan 2 macam yaitu:
-
Likuiditas Badan Usaha
Merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya pada pihak luar perusahaan, jika pihak luar perusahaan
menagih pada perusahaan tersebut.
-
Likuiditas Perusahaan
Merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan proses
produksi.
Menurut Sutrisno (2012:216) ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga
alat ukur yaitu:
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Current ratio adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancar
yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Aktiva lancar
disini meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lancar
lainnya. Sedangkan hutang jangka pendek meliputi hutang dagang,
25
hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang
segera harus dibayar. Adapun rumus current ratio adalah:
Current Ratio =
2. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Quick ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi
persediaan dengan utang lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya alat
likuid yang paling cepat yang bisa digunakan untuk melunasi hutang
lancar. Adapun rumus Quick Ratio adalah:
Quick Ratio =
3. Rasio Kas (Cash Ratio)
Cash ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva
lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar.
Aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas adalah efek atau surat
berharga. Adapun rumus cash ratio adalah:
Cash Ratio =
2.1.3 Dividen
2.1.3.1 Pengertian Dividen
Stice et al (2004:902) menyatakan bahwa:
“dividen adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu
perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang
dipegang oleh masing-masing pemilik”.
26
Dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian investor atas suatu
saham. Dividen kas ini mencerminkan arus kas kepada pemegang saham dan
menginformasikan mengenai kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang.
Karena retained earning yaitu laba yang tidak dibagikan sebagai dividen adalah
salah satu bentuk pendanaan internal, maka keputusan mengenai dividen dapat
mempengaruhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan. Dengan kata lain,
semakin besar dividen kas yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar
pula jumlah pendanaan eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau
penjualan saham (Gitman, 2006:590).
2.1.3.2 Pengertian Kebijakan Dividen
Weston dan Copeland (2000:119) mendefinisikan kebijakan dividen
sebagai:
“Keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan yang akan
dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang diadakan di
perusahaan”.
Sartono (2009:292) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai:
“Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam retained
earnings guna membiayai investasi dimasa yang akan datang”.
Dari kedua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen
dipengaruhi dua kepentingan yang bertolak belakang yaitu kepentingan pemegang
saham dengan dividennya dan kepentingan perusahaan untuk melakukan
reinvestasi dengan menahan laba. Dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat
27
penting karena jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai
dividen maka akan mengurangi laba ditahan dan selanjutnya mengurangi sumber
intern perusahaan dan sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba
yang diperoleh maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar.
Dari sisi pemegang saham, dividen merupakan salah satu motivator untuk
menanamkan dana dipasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang
berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Selain itu juga pemegang saham
juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen
yang dibagikan.
2.1.3.3 Teori Kebijakan Dividen
Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen menurut
Brigham dan Houston (2010:198) terdapat lima teori kebijakan dividen
diantaranya adalah:
1. Teori “Dividen Tidak Relevan”
Nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend
Payout Ratio (DPR), tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan
kelas risiko perusahaan. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi
penting yang “lemah”, seperti:
1) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan.
2) Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi.
3) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap
dividend payout ratio (DPR).
28
4) Investor dan menejer mempunyai informasi yang sama tentang
kesempatan investasi dimasa yang akan datang.
5) Distribusi pendapatan diantara dividen dan laba ditahan tidak
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh
investor.
2. Teori “The Bird in the Hand”
Tingkat keuntungan yang diisyaratkan akan naik apabila pembagian
dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan
dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan
dari
laba
ditahan.
Tidak
semua
investor
berkepentingan
untuk
menginvestasikan kembali dividen mereka diperusahaan yang sama
dengan memiliki risiko yang sama, oleh sebab itu tingkat risiko
pendapatan mereka dimasa yang akan datang bukannya ditentukan oleh
dividend payout ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi
baru.
3. Teori Perbedaan Pajak
Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap
keuntungan dividen dan capital gain, maka para investor lebih menyukai
capital gain karena menunda pembayaran pajak.
4. Teori “Signaling Hypothesis”
Suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan
suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan
meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang.
29
Sebaliknya suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal
diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa
sulit dimasa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan
atau penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau
mungkin preferensi terhadap dividen.
5. Teori “Clientele Effect”
Menyatakan bahwa pemegang saham yang berada akan memiliki
preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahan. Kelompok
investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu
dividend payout ratio (DPR) yang tinggi, sebaliknya sekelompok investor
yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan
menahan sebagian besar laba bersihnya.
2.1.3.4 Jenis-jenis Dividen
Menurut Husnan (2004:395) dividen dapat dibedakan menjadi lima jenis
yaitu:
1. Cash Dividend
Cash dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai.
Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham
dan lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen
yang lain. Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang
berbentuk tunai atau kas.
30
2. Property Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk
assets selain kas, baik berupa peralatan, real estate, atau investasi
tergantung dari keputusan dewan direksi.
3. Scrip Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan
dengan cara menerbitkan surat wesel khusus kepada para pemegang saham
yang akan dibayarkan pada waktu yang akan ditambah dengan bunga
tertentu.
4. Liquiditing Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang didasarkan
kepada modal disetor (paid capital) bukan didasarkan kepada laba ditahan.
Jenis ini jarang digunakan, biasanya dibayar ketika perusahaan
menurunkan kegiatan operasinya secara permanen atau mengakhiri segala
urusannya.
5. Stock Dividend
Merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk
saham atau stock. Hal ini dimaksudkan untuk mengkapitalisasikan
pendapatan perusahaan sehingga tidak ada assets yang diberikan.
2.1.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Sutrisno (2012:267) faktor-faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham
adalah:
31
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang
menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini
disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk
memperbaiki posisi struktur modalnya.
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu
bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan
uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas
perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik,
biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba
digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah
mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih
besar.
3. Kebutuhan untuk Melunasi Hutang
Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang
baik jangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang-hutang ini harus
segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang
tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus
dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan
mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang
saham. Di samping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang
tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan
32
mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan
sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini
tentunya akan memperkecil dividend payout ratio.
4. Rencana Perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang
dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga
semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar
kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana
dalam ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal
sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh
dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan
demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin
kecil dividend payout rationya.
5. Kesempatan Investasi
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
besarnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi
semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk
memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi
kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar
dividen.
33
6. Stabilitas Pendapatan
Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan
kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang
pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak
perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan
perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas
yang cukup besar untuk berjaga-jaga.
7. Pengawasan Terhadap Perusahaan
Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahan.
Apabila
perusahaan
mencari
sumber
dana
dari
modal
sendiri,
kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi
kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai
dari hutang risikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung
tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.
2.1.3.6 Penetapan Tanggal Dividen
Menurut Brigham dan Houston (2001:84) penetapan tanggal merupakan
hal yang penting dan relevan dalam hubungannya dengan dividen. Adapun rincian
tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah
sebagai berikut:
1. Tanggal Pengumuman (Declaration Date)
Declaration
date
adalah
tanggal
pada
saat
direksi
perusahaan
mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. Dengan
34
ditentukannya tanggal tersebut, perusahaan mempunyai kewajiban untuk
melakukan pembayaran.
2. Tanggal Pencatatan (Recording Date)
Recording date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya pemegang
saham berhak mendapatkan dividen.
3. Ex-Dividend Date
Ex-Dividend date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dividen
lepas dari pemegang saham. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari
kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham.
4. Cum Dividend Date
Cum dividend date adalah tanggal yang menunjukkan batas akhir bagi para
investor yang membeli saham akan menerima pembagian dividen.
5. Payment Date
Payment date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perusahaan
membayar dividen.
2.1.3.7 Kebijakan Pemberian Dividen
Menurut Sutrisno (2012:268) ada beberapa bentuk pemberian dividen
secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang
saham. Bentuk kebijakan dividen tersebut adalah:
1. Kebijkan Pemberian Dividen Stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan
diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu
35
walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini
dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang
diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen
juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa
tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh
perusahaan, karena beberapa alasan, yaitu: (1) dapat meningkatkan harga
saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap
mempunyai risiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para
investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang
akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk
keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
2. Kebijakan Dividen Meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada
pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan
pertumbuhan yang stabil.
3. Kebijakan Dividen dengan Ratio yang Konstan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh
semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila
laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan
sering disebut dividend payout ratio.
36
4. Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah ditambah Ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan
jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian
ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah
tertentu.
2.1.3.8 Dividend Payout Ratio
Besarnya bagian laba yang dibagikan pada pemegang saham disebut
Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara
dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya
disajikan dalam bentuk persentase (Gitosudarmo dan Basri, 2002:232).
Menurut Riyanto (2001:266) semakin tinggi dividend payout ratio yang
ditetapkan perusahaan, semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan
kembali didalam perusahaan yang pertumbuhannya rendah, maka akan
mempunyai rasio yang tinggi. Pembayaran dividen merupakan bagian dari
kebijakan dividen perusahaan. Investor yang mengharapkan memperoleh capital
gain akan lebih menyukai angka rasio ini yang rendah. Sebaliknya investor yang
menyukai dividen menginginkan angka rasio ini yang tinggi.
Secara sistematis Dividend Payout Ratio (DPR) dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Dividend Payout Ratio (DPR) =
37
2.2
Kerangka Pemikiran
Menurut Irawati (2006:22) laporan keuangan pada dasarnya merupakan
cerminan dari prestasi manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Perlu
adanya interpretasi dari laporan keuangan tersebut untuk bisa melihat prestasi
perusahaan yang sesungguhnya, yaitu dengan menghubungkan elemen-elemen
yang ada pada laporan keuangan seperti elemen-elemen dari berbagai aktiva yang
satu dengan yang lainnya atau antara elemen yang ada pada aktiva dengan pasiva,
dan lainnya. Dari hasil interpretasi tersebut akan diperoleh kondisi keuangan suatu
perusahaan.
Menurut Fahmi (2011:12) bagi investor beserta pihak lainnya yang
berkeinginan untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan, maka perlu
melakukan analisis laporan keuangan secara sistematis dan terstruktur. Dengan
tujuan agar diperoleh hasil yang dapat dijadikanj pendukung dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam analisis data
keuangan untuk mengevaluasi posisi perusahaan diantaranya melalui rasio
keuangan.
Menurut Prastowo dan Rifka (2002:60) Rasio keuangan dapat dihitung
dari berbagai kombinasi atau pasangan angka dengan menggunakan pos-pos yang
ada pada laporan keuangan, dapat disusun suatu daftar angka rasio yang panjang.
Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan.
38
Brigham dan Houston (2006:107) menyatakan bahwa profitabilitas adalah
hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh
perusahaan. Rasio profitabilitas ini menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen
aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Menurut Sutrisno (2012:222) rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang
akan
diperoleh
oleh
perusahaan.
Semakin
besar
tingkat
keuntungan
menunujukkan semakin baik manajemen dalam mengelola suatu perusahaan.
Menurut Sutrisno (2012:224) rasio penilaian merupakan suatu rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat
(investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi
seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan, sehingga mereka mau
membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan
nilai buku saham. Para calon pemegang saham tertarik dengan EPS (earning per
share) yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan
perusahaan. Earning per share adalah bentuk pemberian keuntungan yang
diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki
(Fahmi, 2013:138). Semakin besar laba setelah pajak yang dihasilkan, maka EPS
dalam jumlah lembar saham yang konstan semakin besar.
Menurut Sutrisno (2012:215) likuiditas adalah kemampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas
perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen.
Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang
39
tersedia dan likuiditas perusahaan, maka semakin besar pula kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen.
Menurut Martono dan Harjito (2007:253) kebijakan dividen merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh oleh
perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam
bentuk dividen atau akan ditahan sebagai modal guna pembiayaan investasi
dimasa yang akan datang. Dividend Payout Ratio atau rasio pembayaran dividen
merupakan rasio yang menujukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan
kepada pemegang saham biasa dalam bentuk uang tunai. Apabila laba perusahaan
yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai
dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek penting dari kebijakan
dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai diantara pembayaran laba
sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan.
2.2.1 Pengaruh Return On Equity, Earning Per Share, dan Cash Ratio
terhadap Dividend Payout Ratio
Profitability (profitabilitas) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil
diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak
dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan
memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena
itu dividen yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend
payout ratio. perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan
40
membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar
keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2006:156).
Return on equity merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana suatu
perusahaan mempergunakan sumber daya
yang dimilki
untuk mampu
memberikan laba atas ekuitas (Fahmi, 2013:137). Meningkatnya return on equity
akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
Earning per share merupakan salah satu rasio pasar yang menunjukkan
besarnya pendapatan saham yang dimilki. Semakin besar laba setelah pajak yang
dihasilkan, maka earning per share dalam jumlah lembar saham yang konstan
semakin besar. Dengan demikian, kemampuan perusahaan akan semakin besar
untuk membayarkan cash dividend pada para pemegang saham. Dari penjelasan
tersebut dapat dismpulkan bahwa earning per share memiliki hubungan yang
psotitif dengan dividend payout ratio (Dewanti dan Sudiartha, 2011).
Menurut Horne dan Wachowicz (2014:215) likuiditas perusahaan
merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen
merupakan arus kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan keseluruhan
likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayarkan
dividen.
Semakin
meningkatnya
cash
ratio
juga
dapat
meningkatkan keyakinan para investor akan perusahaan untuk membayar dividen
yang diharapkan oleh investor. Sehingga apabila Cash Ratio perusahaan
mengalami peningkatan maka jumlah pembayaran dividen atau Dividend Payout
41
Ratio juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian tersebut maka
pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1
: Return On Equity, Earning Per Share dan Cash Ratio secara
simultan berpengaruh signiffikan terhadap Dividend Payout
Ratio.
2.2.2 Pengaruh Return On Equity terhadap Dividend Payout Ratio
Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan
masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen, sehingga Return On Equity dapat dianalisis sebagai faktor
penentu terpenting terhadap dividen.
Profitability (profitabilitas) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil
diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak
dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan
memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena
itu dividen yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi Dividend
Payout Ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan
membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar
keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston,2006:156).
Return on Equity merupakan rasio yang mengkaji sejauh mana suatu
perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu
42
memberikan laba atas ekuitas (Fahmi, 2013:137). Meningkatnya Return on Equity
akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
Penelitian mengenai Return On Equity dengan kebijakan dividen di
Indonesia dilakukan oleh Prawira et al (2014) yang menyatakan bahwa variabel
Return On Equity mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
Sedangkan penelitian lain, yang dilakukan oleh Mardaleni (2014) menemukan
bahwa variabel Return On Equity tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha2
: Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Dividend Payout Ratio
2.2.3 Pengaruh Earning Per Share terhadap Dividend Payout Ratio
Menurut Hanafi dan Halim (2005:194) pengertian Earning Per Share
adalah:
“Earning Per Share (EPS) adalah rasio keuangan yang digunakan oleh
investor saham untuk menganalisis kemampuan perusahaan menghasilkan
laba berdasarkan saham yang dimiliki”.
Earning Per Share yang tinggi merupakan daya tarik bagi para investor
untuk menanamkan dananya di perusahaan, sehingga apabila EPS semakin tinggi
maka kemampuan perusahaan untuk memberikan pendapatan kepada pemegang
saham juga akan semakin tinggi. Earning Per Share atau laba per lembar saham
merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar
43
saham pemilik. Dimana laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi
pemilik atau EAT (Sutrisno, 2012:223).
Penelitian mengenai Earning Per
Share dengan kebijakan dividen di
Indonesia dilakukan oleh Amyas et al (2014) menyatakan bahwa variabel Earning
Per Share memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Namun
penelitian lain yang dilakukan oleh Dewanti dan Sudiartha (2011) menemukan
bahwa variabel Earning Per Share tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan
dividen. Berdasarkan uraian tersebut maka pengembangan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha3
: Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Dividend Payout Ratio
2.2.4 Pengaruh Cash Ratio terhadap Dividend Payout Ratio
Menurut Horne dan Wachowicz (2014:215) likuiditas perusahaan
merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen
merupakan arus kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan keseluruhan
likuiditas perusahaan, maka makin besar kemampuan perusahaan untuk
membayarkan dividen. Perusahaan yang sedang bertumbuh dan menguntungkan
mungkin saja tidak likuid karena dananya digunakan untuk aset tetap dan modal
kerja permanen. Oleh karena pihak manajemen di perusahaan semacam ini
biasanya ingin mempertahankan beberapa penyangga likuiditas agar dapat
memberikan fleksibilitas keuangan dan perlindungan terhadap ketidakpastian,
maka pihak manajemen mungkin enggan untuk mempertaruhkan posisi
ini
44
dengan membayarkan dividen dalam jumlah yang besar. Sehingga apabila Cash
Ratio perusahaan mengalami peningkatan maka jumlah pembayaran dividen atau
Dividend Payout Ratio juga akan mengalami peningkatan.
Penelitian mengenai Cash Ratio dengan kebijakan dividen di Indonesia
dilakukan oleh Dewanti dan Sudiartha (2011) yang menyatakan bahwa variabel
Cash Ratio memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Swastyastu et al (2014) berpendapat bahwa variabel Cash
Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan uraian
tersebut maka pengembangan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ha4
: Cash Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Dividend Payout Ratio
Berdasarkan beberapa teori dan temuan penelitian yang menguji pengaruh
antara Return On Equity, Earning Per Share, dan Cash Ratio dengan Dividend
Payout Ratio, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
45
Laporan Keuangan
Rasio Keuangan
Rasio
Profitabilitas
Rasio Penilaian
Rasio Likuiditas
Return On
Equity
Earning Per
Share
Cash Ratio
Kebijakan Dividen
Dividend Payout Ratio
Gambar 2.1
Gambar 2.1
Gambar Kerangka Pemikiran
46
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka paradigma penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Return on Equity
Earning Per
Share
Cash Ratio
Gambar 2.2
Paradigma Penelitian
Keterangan
Variabel X
:
= Return on Equity
= Earning Per Share
= Cash Ratio
Variabel Y
= Dividend Payout Ratio
= Pengaruh Secara Simultan
= Pengaruh Secara Parsial
Dividend Payout
Ratio
47
2.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Variabel
No
dan
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian
Tahun
1
Lisna
Pengaruh Cash Ratio,
Cash Ratio,
Hasil penelitian
Dewanti
Debt To Equity Ratio,
Debt To
menunjukkan Cash Ratio
dan
dan Earning Per
Equity
berpengaruh signifikan
Merta
Share Terhadap Cash
Ratio,
secara parsial terhadap
Sudiarta
Dividend Pada
Earning Per Cash Dividend,
(2011)
Perusahaan Food and
Share, dan
sedangkan Debt to
Beverages yang
Cash
Equity Ratio dan
Terdaftar di BEI
Dividend
Earning Per Share tidak
periode 2005-2010
berpengaruh signifikan
terhadap Cash Dividend
2
Amyas et Pengaruh Quick Ratio, Quick
Hasil penelitian
al (2014
menunjukkan quick
Earnig Per Share, dan
Ratio,
Return on Investment
Earning Per ratio, earning per share
Terhadap Dividen Kas
Share,
dan return on investment
Pada Peusahaan
Return on
secara parsial dan
Manufaktur Sektor
Investment,
simultan berpengaruh
Food and Beverages
dan Dividen
positif terhadap dividen
48
yang Terdaftar di BEI
3
4
Kas
kas
Mardalen Analisis Pengaruh
Return On
Hasil penelitian
i (2014)
Return On Equity,
Equity,
menunjukkan Return On
Debt To Equity Ratio,
Debt To
Equity, Debt To Equity
dan Current Ratio
Equity
Ratio, Current Ratio
Terhadap Dividend
Ratio,
secara parsial dan
Payout Ratio Pada
Current
silmultan tidak
Perusahaan Property
Ratio, dan
berpengaruh signifikan
dan Real Estate yang
Dividend
terhadap kebijakan
Terdaftar di BEI
Payout
dividen
Periode 2010-2012
Ratio
Prawira
Pengaruh Leverage,
Debt To
Hasil penelitian
et al
Likuiditas,
Equity
menunjukkan secarara
(2014)
Profitabilitas, dan
Ratio,
parsial yang berpengaruh
Ukuran Perusahaan
Current
signifikan hanya variabel
Terhadap Kebijakan
Ratio,
Return On Equity,
Dividen (Studi Pada
Return On
Variabel Current Ratio
Perusahaan Perbankan
Equity, Size, berpengaruh namun
yang Terdaftar di BEI
dan
tidak signifikan.
tahun 2010-2013)
Dividend
Sedangkan Debt To
Payout
Equity Ratio dan Log In
Ratio
Natural tidak
berpengaruh signifikan
49
terhadap Dividend
Payout Ratio. Dan secara
simultan DER, CR,
ROE, dan Size
berpengaruh signifikan
terhadap DPR
5
Swastyas
Analisis Faktor-faktor
Cash Ratio,
Hasil penelitian
tu (2014)
yang Mempengaruhi
Growth,
menunjukkan Cash
Kebijakan Dividend
Firm Size,
Ratio, Growth, Firm
Payout Ratio di BEI
Return On
Size, Return On Asset,
Asset, Debt
Debt To Total Asset,
to Total
Debt To Equity Ratio
Asset, Debt
secara parsial dan
to Equity
simultan tidak memiliki
Ratio, dan
pengaruh terhadap
Dividend
Dividend Payout Ratio.
Payout
Ratio
Download