I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahan bleaching mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun ini karena adanya perubahan warna gigi ekstrinsik yang mempengaruhi estetika (Walton dan Torabinejad, 2008). Penyebab perubahan warna gigi ekstrinsik adalah kebersihan mulut yang kurang, pengaruh makanan atau minuman, pengaruh rokok, dan restorasi logam (Tarigan dan tarigan, 2013). Perubahan warna pada gigi merupakan suatu masalah estetika yang cukup bermakna untuk mendorong pasien mencari upaya perbaikan pada giginya dengan cara dilakukan bleaching (Walton dan Torabinejad, 2008). Metode untuk bleaching ada dua yaitu intrakoronal dan ekstrakoronal. Bleaching ekstrakoronal adalah pemutihan pada gigi vital yang mengalami perubahan warna dengan mengaplikasikan bahan bleaching pada permukaan luar gigi (Walton dan Torabinejad, 2008). Perubahan warna gigi ekstrinsik terletak di permukaan luar gigi sehingga untuk mengembalikan estetika dapat menggunakan metode bleaching ekstrakoronal (Walton dan Torabinejad, 2008). Secara umum bleaching ekstrakoronal dapat dilakukan secara in-office bleaching maupun home bleaching (Ingle dkk., 2008). Home bleaching banyak dipilih oleh masyarakat karena memiliki kelebihan yaitu pasien dapat melakukan sendiri di rumah kapan saja atas kemauan sendiri, membutuhkan waktu yang singkat, dan dalam pemakainnya tetap dalam pengawasan dokter gigi (Garg dan Garg, 2010). Bahan yang biasa digunakan secara home bleaching adalah karbamid peroksida 1 2 (CH6N2O3) yang disebut juga dengan urea hidrogen peroksida. Konsentrasi karbamid peroksida untuk home bleaching adalah 10% hingga 30% (Ingle dkk., 2008). Karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% secara umum digunakan pada prosedur home bleaching karena telah disetujui oleh Ammerican Dental Association sebagai bahan yang aman dan efektif untuk penggunaan di luar klinik dokter gigi (Meizarini dan Rianti, 2005). Karbamid peroksida 10% memiliki pH rata-rata adalah 5 sampai dengan 6,5; mengandung gliserin atau propilen glikol, natrium sianat, asam fosfat atau asam sitrat, dan aroma (Walton dan Torabinejad, 2008). Pendapat lain menurut Meizarini dan Rianti (2005) karbamid peroksida 10% terdiri dari 3% hidrogen peroksida dan 7% urea. Urea yang terkandung di dalam karbamid peroksida berperan sebagai stabilisator, yaitu untuk memperpanjang masa penyimpanan dan memperlambat pelepasan hidrogen peroksida. Menurut Walton dan Torabinejad (2008) dalam beberapa preparat karbamid peroksida 10% juga ditambahkan karbopol yaitu suatu resin yang larut dalam air yang berfungsi untuk memperlama panjang waktu pelepasan peroksida dan untuk meningkatkan masa penyimpanannya. Mekanisme reaksi home bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% adalah dengan cara terurai menjadi urea, ammonia, karbondioksida, dan sekitar 3,5% hidrogen peroksida. Radikal bebas yang dihasilkan dari hidrogen peroksida akan menghasilkan kekuatan oksidatif yang berfungsi untuk mendegradasi dari molekul-molekul yang besar menjadi molekul-molekul yang kecil dan berat molekul menjadi lebih berkurang, sehingga dapat mengurangi dan menghilangkan 3 diskolorasi yang terjadi (Garg dan Garg, 2010 ; Walton dan Torabinejad, 2008). Perawatan bleaching tidak hanya mempengaruhi perubahan warna pada gigi tetapi juga dapat mempengaruhi struktur restorasi gigi yang ada di dalam rongga mulut seperti resin komposit, karena pada umumnya di dalam rongga mulut sering ditemukan gigi yang sudah direstorasi, seperti resin komposit (El-Murr dkk., 2011). Resin komposit sering digunakan sebagai bahan restorasi di kedokteran gigi. Pada perkembangannya, resin komposit mengandung sejumlah komponen untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik sehingga memenuhi sifat ideal untuk suatu restorasi (Anusavice, 2003). Resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada akhir tahun 1959 dan awal tahun 1960 yang digunakan untuk menggantikan struktur gigi, memodifikasi bentuk dan warna gigi, sehingga dapat mengembalikan fungsi dan estetika. Resin komposit dibentuk oleh empat komponen utama yaitu matriks resin, partikel bahan pengisi, coupling agent, dan aktivator-inisiator (Anusavice, 2003). Penambahan partikel bahan pengisi kedalam suatu matriks akan meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks, dan coupling agent merupakan bahan yang digunakan untuk memberikan ikatan antara partikel bahan pengisi anorganik dengan matriks resin (Anusavice, 2003). Resin komposit nanofill merupakan resin komposit dengan ukuran partikel yang sangat kecil, ukuran partikenya adalah 0,005-0,01 µm (Tjuatja dkk., 2011). Ukuran partikel bahan pengisi yang jauh lebih kecil menghasilkan muatan partikel bahan pengisi lebih banyak, yaitu dengan berat 84% dan volume 69%. Muatan 4 partikel bahan pengisi yang lebih banyak pada resin nanofill ini menyebabkan tingkat pengkerutannya menjadi lebih kecil (Ho, 2004). Resin komposit nanofill memiliki kekuatan yang baik, modulus elastisitas tinggi, dan mudah dilakukan pemolesan (Ho, 2004). Kombinasi nanocluster dengan nanopartikel yang terdapat pada resin komposit nanofill akan mengurangi jumlah ruang interstitial antar partikel filler, sehingga dapat meningkatkan sifat fisis dan hasil poles yang lebih baik apabila dibandingkan dengan resin komposit yang lain. Selama pemakaian resin komposit nanofill di dalam rongga mulut, hanya nanopartikel saja yang akan terkelupas, sementara permukaan cluster masih ada dan tetap rata, sehingga ketahanan hasil polesnya sangat baik (Permatasari dan Usman, 2008). Keunggulan lainnya dari resin komposit nanofill ini adalah resistensi yang lebih tinggi, daya atrisi yang rendah, dan dapat digunakan untuk restorasi gigi anterior maupun posterior (Tjuatja dkk., 2011; Ho, 2004). Bahan bleaching dapat mempengaruhi restorasi berbahan dasar resin, yang tergantung dari komposisi, konsentrasi, dan lama aplikasi bahan bleaching (Wang dkk., 2011). Penggunaan bahan bleaching seperti karbamid peroksida menyebabkan peningkatan kekasaran permukaan resin komposit yang terjadi akibat terlepasnya ikatan filler dengan matriks resin yang dapat menimbulkan microscopics cracks, sehingga menyebabkan permukaan resin komposit akan menjadi lebih kasar (Hubbezoglu dkk., 2008). Faktor lain adalah radikal bebas yang memutus rantai siloxane, sehingga terjadi mekanisme terlepasnya filler dari matriks resin juga menyebabkan terjadinya peningkatan kekasaran permukaan 5 resin komposit (Gandaatmaja dkk., 2010). Proses degradasi matriks resin komposit juga dapat terjadi dengan mengubah struktur mikro resin komposit dengan cara membentuk pori-pori pada resin komposit, sehingga monomer residual keluar dari pori tersebut (Putriyanti dkk., 2012). Kebersihan dan kesehatan rongga mulut sangat penting untuk dijaga, salah satunya adalah pemakaian obat kumur. Obat kumur yang digunakan oleh masyarakat juga berfungsi untuk mencegah berbagai penyakit mulut dan meningkatkan kesegaran nafas (Powers dan Sakaguchi, 2009). Komposisi obat kumur terdiri dari bahan aktif yang secara spesifik berfungsi untuk menjaga kesehatan rongga mulut seperti antikaries, antimikroba, dan mengurangi perlekatan plak (Powers dan Sakaguchi, 2009). Bahan aktif seperti surfaktan berfungsi untuk menghilangkan debris pada gigi dan melarutkan bahan lain yang terkandung dalam obat kumur. Bahan tambahan berupa flavouring agent seperti eucalyptol, mentol, timol, dan metil salisilat berfungsi untuk menyegarkan nafas. Pelarut yang biasanya digunakan dalam obat kumur adalah air atau alkohol (Powers dan Sakaguchi, 2009). Alkohol yang terkandung di dalam obat kumur digunakan untuk melarutkan bahan aktif, memberikan rasa, dan memperpanjang masa penyimpanan obat kumur (Powers dan Sakaguchi, 2009). Alkohol yang ada didalam obat kumur adalah etil-alkohol atau etanol dengan rumus kimia C 2H5OH (Joewana, 2005). Kandungan alkohol dalam obat kumur bervariasi antara 0% hingga 27% (Powers dan Sakaguchi, 2009). Alkohol yang terkandung pada obat kumur Listerine adalah 26,9% (de Moraes Porto dkk., 2015). 6 Peningkatan kekasaran permukaan resin komposit juga terjadi akibat paparan dalam suatu larutan secara langsung yang tergantung dari komposisi, pH dan waktu perendaman dalam suatu larutan (Miranda dkk., 2011). Menurut Dewi dkk, (2011) paparan dalam suatu larutan seperti obat kumur yang mengandung alkohol akan menyebabkan peningkatan kekasaran resin komposit. Alkohol dapat menyebabkan peningkatan kekasaran permukaan resin komposit dengan cara terjadinya pelunakan matriks resin BIS-GMA, sehingga permukaannya menjadi lebih kasar (Celik dkk., 2008). Kekasaran permukaan resin komposit akibat perendaman obat kumur beralkohol juga terkait dengan adanya pelepasan kembali senyawa dari monomer yang tidak bereaksi, efek degradasi pada rantai polimer resin komposit, perubahan secondary link yang akan meningkatkan volume rantai polimer, dan terjadi penurunan potensial karena hanya ada sedikit interaksi antara rantai polimer resin yang akan meningkatkan terjadinya pelunakan resin komposit (Rocha dkk., 2010). Kekasaran permukaan pada restorasi memainkan peran utama dalam pembentukan biofilm dan adhesi bakteri yang dapat menyebabkan inflamasi gingiva (Patidar dkk., 2014). Kekasaran permukaan resin komposit juga akan menyebabkan perubahan warna pada resin komposit (de Oliveira dkk., 2010). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada maka dapat dirumuskan permasalahan: Apakah terdapat perbedaan pengaruh obat kumur beralkohol dan tidak beralkohol terhadap kekasaran permukaan resin komposit nanofill pasca home bleaching menggunakan karbamid peroksida 10%. 7 C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis penelitian dengan judul pengaruh obat kumur beralkohol dan tidak beralkohol terhadap kekasaran permukaan resin komposit nanofill pasca home bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai kekasaran permukaan resin komposit yang dilakukan oleh Rocha dkk., (2010) tentang kekasaran permukaan resin komposit nanofill setelah dilakukan penyikatan, perendaman dalam obat kumur beralkohol dan obat kumur tidak beralkohol, alkohol, dan air. Selain itu juga terdapat penelitian mengenai efek obat kumur dengan perendaman waktu yang berbeda terhadap kekerasan dan kekasaran permukaan resin komposit (Miranda dkk, 2011). Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah pada penelitian tersebut tidak dilakukan bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% terlebih dahulu dan waktu perendaman dalam obat kumur yang berbeda. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obat kumur beralkohol dan tidak beralkohol terhadap kekasaran permukaan resin komposit nanofill pasca home bleaching menggunakan karbamid peroksida 10%. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat untuk informasi ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi, khususnya ilmu konservasi gigi yaitu sebagai pengembangan penelitian teknik home bleaching dan untuk edukasi pasien yang akan dilakukan perawatan bleaching.