BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Allergy Organization (WAO) mendefinisikan atopi sebagai kecenderungan masing-masing individu maupun secara familial (genetik) untuk menghasilkan antibodi Imunoglobulin E (IgE) dalam merespon alergen dalam dosis rendah dan berkembang menjadi suatu kondisi yang khusus, seperti asma, rhinitis maupun dermatitis atopik. Definisi ini menjelaskan imunoreaktifitas tapi tidak termasuk keberadaan gejala klinis. Atopi merupakan faktor risiko yang paling penting untuk perkembangan penyakit alergi, walaupun pasien atopi dapat menunjukkan hasil respon yang positif terhadap alergen tanpa adanya gejala yang berkembang.1 Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kulit yang berlangsung kronik berulang, disertai rasa gatal dan timbul pada predileksi tertentu. Umumnya dikaitkan dengan abnormalitas fungsi barier kulit, sensitisasi alergen, riwayat keluarga yang memiliki atopi dan infeksi kulit yang berulang. DA paling sering timbul pada tahun pertama kehidupan dan masa kanak-kanak, sekitar 90% kasus timbul pada 5 tahun pertama kehidupan.2-5 Sejak tahun 1960an telah terjadi peningkatan prevalensi DA sebesar tiga kali lipat. DA merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dengan prevalensi yang bervariasi. DA mengenai sekitar 10-20% anak di Amerika, Eropa Utara dan Barat, Afrika, Jepang, Australia dan negara-negara industri lainnya. Menariknya, prevalensi DA pada anak jauh lebih rendah pada negara-negara agraris seperti 1 Universitas Sumatera Utara 2 Cina, Eropa Timur, Afrika bagian rural, dan pusat Asia. Namun, data terakhir dari International Study of Asthma and Allergic in Childhood (ISAAC), dari penelitian fase ketiga mengkonfirmasikan bahwa DA merupakan penyakit yang tinggi prevalensinya baik pada negara berkembang maupun negara maju.2 Begitu pula di Indonesia, DA meningkat pesat pada dekade terakhir. Pada tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu RS dr Hasan Sadikin Bandung, RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS H. Adam Malik Medan, RS Kandou Manado, RSU Palembang, RSUD Sjaiful Anwar Malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%).3 Lebih dari satu dekade yang lalu, didapat frekuensi penyakit atopi dengan sensitisasi alergen meningkat secara paralel, yang menunjukkan bahwa peningkatan tersebut saling berkaitan. Di negara industri, diperkirakan 30-50% dari populasi pediatri menunjukkan adanya sensitisasi alergen.1 Hubungan antara DA dengan atopi (sensitisasi alergen) telah diperdebatkan sejak sekian lama. Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma bronkial, rhinitis alergi, atau DA. Pada sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. DA sering sebagai manifestasi pertama dalam atopic march, 80% pasien dengan DA bila tidak ditangani secara tepat akan berkembang menjadi asma atau rhinitis alergi. Semua uraian ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.6-8 Identifikasi alergen secara individual merupakan strategi yang tepat untuk mengontrol DA dan menghindari terjadinya atopic march.9,10 Investigasi alergen dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak makanan dan hirupan secara in Universitas Sumatera Utara 3 vitro yang dikenal dengan uji IgE spesifik dan secara in vivo yaitu uji tusuk kulit (UTK). Kedua metode tersebut mampu menunjukkan adanya hipersensitifitas tipe I. Diantara berbagai tes dalam klinis yang bertujuan untuk mendeteksi sensitivitas yang dimediasi oleh IgE, UTK merupakan uji yang dapat dilakukan sebagai langkah awal dikarenakan mudah, tidak terlalu mahal dibandingkan dengan pemeriksaan serum antibodi spesifik IgE, hasilnya cepat, juga lebih sensitif.1,11 Salah satu penelitian tentang UTK di Indonesia yaitu penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011. Pada penelitian tersebut didapatkan dari 35 anak yang menderita DA, 29 anak menunjukkan hasil UTK yang positif, terdiri atas 8 subyek positif terhadap alergen makanan saja, 3 subyek positif terhadap alergen hirupan saja, dan 18 subyek positif terhadap keduanya. Alergen hirupan yang tersering yaitu bulu anjing, aspergillus, rumput, sedangkan alergen makanan yang tersering yaitu maizena, putih telur, ikan tuna, daging ayam, dan tepung terigu.12 Gambaran hasil UTK pada anak dengan DA, dapat memberikan gambaran sensitisasi alergen yang penting sebagai petunjuk untuk tindakan eliminasi DA pada anak dan mengurangi ekspresi klinis dari penyakit alergi lainnya. Pemahaman tentang gambaran sensitisasi alergen pada pasien dari berbagai wilayah, penting untuk langkah pencegahan yang dapat diterapkan.1,12 Hal ini mendorong penulis untuk meneliti gambaran alergen pada anak dengan dermatitis atopik di beberapa sekolah di Medan. Universitas Sumatera Utara 4 1.2 Rumusan masalah Bagaimana gambaran alergen pada anak dengan dermatitis atopik ? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran alergen pada anak dengan dermatitis atopik 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui alergen yang paling banyak positif pada anak penderita dermatitis atopik. b. Untuk mengetahui karakteristik alergen yang positif pada anak dengan dermatitis atopik berdasarkan distribusi kelompok usia. c. Untuk mengetahui karakteristik alergen yang positif pada anak dengan dermatitis atopik berdasarkan jenis kelamin. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat dalam bidang akademik Membuka wawasan mengenai gambaran alergen pada anak dengan dermatitis atopik. 1.4.2 Manfaat dalam pelayanan masyarakat Menjadi landasan pendekatan dalam meningkatkan tindakan pencegahan terjadinya atopic march. Universitas Sumatera Utara 5 1.4.3 Manfaat bagi pengembangan penelitian Menjadi landasan teori bagi penelitian – penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara