1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit mulut yang prevalensi dan morbiditasnya sangat tinggi, tidak ada satu wilayah di dunia yang bebas dari karies gigi. Karies gigi menyerang semua orang, semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, semua suku, ras dan pada semua tingkatan status sosial ekonomi (Moses dkk., 2011). Karies gigi di negara-negara yang sedang berkembang mulai mengalami peningkatan, terutama pada anak usia prasekolah (Tinanoff dkk., 2002). Karies gigi pada anak usia prasekolah atau Early Childhood Caries (ECC) menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya tinggi dan perkembangan penyakitnya yang sangat cepat sehingga menyebabkan kerusakan pada gigi desidui (Borutta dkk., 2010). Prevalensi nasional masalah gigi-mulut adalah sebesar 23,4 % dengan proporsi di daerah perkotaan dan pedesaan yang hampir sama yaitu 21,9 dan 24,4 serta proporsi jenis kelamin yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 22,5 dan 24,3. Prevalensi nasional anak usia 1-9 tahun yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah sebesar 28,4 %. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi masalah gigimulut dan karies aktif di atas prevalensi nasional, yaitu sebesar 23,6 % dan 52,3 %. Indeks DMF-T nasional adalah 4,85, yang berarti bahwa rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia adalah 5 buah gigi perorang, yang menurut klasifikasi WHO merupakan kategori tinggi (Departemen Kesehatan RI., 2008). Menurut Kuswandari (2006) prevalensi karies gigi pada anak usia 3-6 tahun di Kota Yogyakarta adalah sebesar 84.1% dengan angka deft rata-rata sebesar 5.80. Hampir semua kasus karies tersebut (99.77%) tidak dilakukan perawatan, bahkan 10% dari kelompok anak usia 3 tahun telah menderita abses dan tinggal akar gigi. Masalah penyakit gigi dan mulut pada saat sekarang dapat menggambarkan perbedaan sifat-sifat faktor risiko antar negara maupun antar 1 2 daerah dalam satu negara. Faktor risiko tersebut antara lain kondisi kehidupan masyarakat, gaya hidup, faktor lingkungan dan implementasi program kesehatan gigi dan mulut yang bersifat preventif (Petersen dkk., 2005). Hallett dan Rourke (2003) menyatakan bahwa Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Ada atau tidaknya ECC pada individu tergantung pada keseimbangan antara virulensi agen, resistensi individu, serta lingkungan (sosial, budaya, demografi, perilaku dan keadaan ekonomi). Menurut Pretty (2006) faktor risiko utama penyakit karies gigi meliputi faktor diet dan faktor modifikasi (gaya hidup, status sosial ekonomi, kepatuhan dalam diet, serta kebiasaan dan perilaku sehat). Shimizu dkk. (2008) menyatakan bahwa asam yang dihasilkan oleh plak gigi merupakan faktor risiko yang paling penting terhadap proses demineralisasi gigi. Penelitian yang telah banyak dilakukan lebih menitikberatkan pada prediktor biologis seperti level Streptococcus mutans, Lactobacillus dan kandungan fluor saliva. Sensistivitas ketiga prediktor tersebut sangat tinggi hanya pada prevalensi penyakit yang tinggi pula, sehingga spesifitasnya sangat rendah oleh karena angka positif palsunya juga tinggi. Penelitian tentang penyebab penyakit karies gigi secara multidimensional, baik faktor psikososial dan biologi belum banyak dilakukan (Litt dkk., 1995). Menurut Petersen dkk. (2005) faktor sosial dan perilaku merupakan faktor yang berperan penting terhadap kejadian penyakit karies gigi baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Borutta dkk. (2010) menyatakan bahwa faktor risiko ECC meliputi determinan sosial dan perilaku seperti lingkungan keluarga, sosial-ekonomi, budaya, frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut, tingkat pendidikan orang tua, status kebersihan mulut serta faktor lingkungan. Early childhood caries merupakan masalah di bidang politik, sosial, perilaku dan kesehatan yang dapat dikontrol hanya dengan memahami perubahan dinamis yang terjadi dalam masyarakat terkait faktor lingkungan seperti lingkungan fisik, struktur keluarga, status sosial-ekonomi serta pola asuh keluarga. Faktor kebersihan mulut berpengaruh terhadap kejadian karies, jika seseorang tidak menjaga kebersihan mulutnya, maka akan terbentuk plak pada gigi, yang 3 merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya karies dan inflamasi jaringan lunak. Menurut Pine dkk. (2004) faktor risiko ECC yang paling signifikan adalah kemampuan dan perilaku orang tua dalam memberikan serta mengajarkan kebiasaan dan perilaku sehat kepada anak mereka, terutama perilaku menyikat gigi atau biasa disebut sebagai brushing parental efficacy. Werneck dkk. (2008) menyatakan bahwa prediktor kuat ECC adalah kurangnya pelayanan kesehatan gigi dan asuransi kesehatan. Anak-anak prasekolah pada keluarga miskin berisiko 2 kali menderita ECC dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi (Hallet dan Rourke, 2002). Ferraz dkk. (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pengalaman karies pada anak, sedangkan menurut Lida dkk. (2007) kemiskinan dan frekuensi kunjungan ke pelayanana kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan kejadian ECC. Berat badan serta tinggi badan berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Anakanak yang pendek dan mempunyai berat lahir yang rendah (BBLR) berhubungan dengan angka dmf-s yang tinggi. Owen Determinan ECC antara lain sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sosiokultural, lingkungan, pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, serta faktor perilaku (Owen dkk., 2006). Berg dan Slayton (2009) menyatakan bahwa program pencegahan ECC akan berhasil apabila strategi yang digunakan tidak hanya menitikberatkan pada aspek biologi saja, akan tetapi pada aspek sosial, sosiopsikologi, sosioekonomi serta lingkungan sosial. Menurut Petersen dkk. (2005) karies gigi pada anak-anak selama ini belum bisa dieradikasi, akan tetapi hanya bisa dikontrol pada tingkat yang sangat rendah. Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang mempunyai masalah kesehatan gigi-mulut yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Pola penyakit gigi-mulut pada anak usia 5-9 tahun di Kabupaten Sleman antara lain gangguan perkembangan dan erupsi gigi sebanyak 11.159 kasus, penyakit pulpa dan jaringan perapikal sebanyak 3.498 kasus serta karies gigi sebanyak 1.466 kasus, sedangkan penyakit gigi-mulut yang paling banyak pada 4 semua golongan umur di Kabupaten Sleman adalah penyakit karies gigi, yaitu sebanyak 17.752 kasus. Data kesehatan gigi dan mulut di Kabupaten Sleman berdasarkan laporan kegiatan pelayanan dasar gigi dan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang dilakukan oleh puskesmas di sekolah dasar sehingga penyakit karies gigi anak usia prasekolah belum terdata dengan baik (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011). Penelitian terkait faktor risiko karies gigi anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman belum banyak dilakukan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah faktor plak gigi, BPE, status gizi, tingkat pendidikan ibu serta frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui prevalensi ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang hubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. c. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. 5 D. Manfaat Penelitian 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman: a. Sebagai informasi terkait prevalensi ECC di Kabupaten Sleman. b. Sebagai informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan ECC di Kabupaten Sleman. c. Sebagai salah satu masukan dalam rangka menentukan dan menindaklanjuti program penjaringan penyakit karies gigi di Kabupaten Sleman khususnya pada anak-anak usia prasekolah. 2. Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman: a. Sebagai informasi terkait tingkat kesehatan gigi dan mulut pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. b. Sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lintas sektoral terkait program edukasi kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak usia prasekolah. 3. Responden: Sebagai informasi terkait kesehatan gigi dan mulut anak, terutama karies gigi, serta faktor yang mempengaruhi keparahan serta pencegahannya. 4. Peneliti: Sebagai dasar untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan ECC di Kabupaten Sleman. 6 E. Keaslian Penelitian Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya terkait determinan ECC dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Judul Moimaz dkk.(2005), Brazilia Oral Hygiene Practices, Parent’s Aducation Levels and Dental Caries Pattern in 1-5 Years Old Children Hallet dan Social and Rourke Behavioural (2003), Determinants of Early Queensland Childhood Caries (4-5 years old) Sugito dkk. (2008), Jakarta, Indonesia Breastfeeding and Early Childhood Caries (ECC) Severity of Children Under Three Years Old in DKI Jakarta Werneck dkk.(2008), Mexico Early Childhood Caries and Access to Dental Care Among Children of Portuguese-Speaking Immigrant in The City of Toronto Persamaan dengan penelitian ini Desain penelitian: Cross sectional Variabel bebas: tingkat pendidikan orangtua Analisis data: deskriptif Desain penelitian: Cross sectional Variabel bebas: tingkat pendidikan Analisis data: Multiple Logistic Regression Desain penelitian: Cross Sectional Variabel bebas: tingkat pendidikan ibu Analisis data: linear regression, anova, t-test, multiple linear regression. Variabel bebas: Frekuensi kunjungan ke pelayanan gigi dan mulut. Tingkat pendidikan orang tua. Analisis data: Chi square, Fisher’s exact, t-test, logistic regression. Perbedaan dengan penelitian ini Subyek penelitian pada penelitian ini adalah anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4-6 tahun, dengan pertimbangan pada kisaran umur tersebut 20 gigi susu sudah erupsi dan anak sudah bisa kooperatif. Variabel bebas: Plak gigi, brushing parental efficacy, status gizi anak, tingkat pendidikan ibu, frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Teknik sampling: Simple random sampling Analisis data: Logistic regression