STRATEGI KOMUNIKASI PENGASUH DALAM PROSES PEMULIHAN TUNALARAS (Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Pengasuh Dalam Proses Pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi) Oleh : DAVIT PRANATA SEBAYANG 110904024 ABSTRAK Penelitian ini berjudul STRATEGI KOMUNIKASI PENGASUH DALAM PROSES PEMULIHAN TUNALARAS. (Studi Deskriptif Strategi Komunikasi Pengasuh Dalam Proses Pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi yang digunakan pengasuh dalam proses pemulihan tunalaras sekaligus mengetahui hambatan apa yang dihadapi pengasuh. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi, strategi komunikasi, komunikasi antar pribadi dan teori interaksionalisme simbolik. Studi yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif yakni menggambarkan suatu bentuk strategi komunikasi yang digunakan pengasuh dalam upaya pemulihan tunalaras dan hambatannya serta dinarasikan secara interpretatif. Informasi maupun data yang didapatkan berasal dari empat orang pengasuh yang bekerja di lokasi panti sebagai informan utama dan tiga orang warga binaan sosial tunalaras sebagai informan tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang digunakan pengasuh adalah strategi komunikasi yang melibatkan suatu bentuk komunikasi secara kontekstual, pendekatan secara pribadi serta pemanfaatan simbol-simbol nonverbal untuk meneguhkan bahasa verbal yang dilakukan. Selain itu, hambatan yag dihadapi di panti adalah hambatan yang berasal dari tunalaras sendiri yang memiliki keterbatasan fisik dan kondisi psikologis yang tidak baik. Hambatan lainnya adalah hambatan dari segi ketersediaan fasilitas. Kata kunci : Strategi Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Warga Binaan Sosial, Pemulihan dan Tunalaras. PENDAHULUAN Sejatinya di dalam kehidupan ini perilaku yang dianggap normal adalah ketika seseorang dapat melakukan segala sesuatu sesuai dengan batas-batas kewajaran. Artinya, bahwa kelakuan yang dimaksud sesuai dengan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang sebagai sebuah bentuk interaksi sosial. 1 Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku di luar dari kewajaran, otomatis orangorang akan mempersepsi bahwa kelakuannya sedang tidak “waras“. Seseorang yang tidak waras diartikan sebagai seseorang yang mengalami masalah kejiwaan. Gila atau Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) (bahasa Inggris: insanity atau madness) adalah istilah atapun sebutan umum untuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Komunikasi merupakan aktivitas yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dimana manusia memiliki akal dan pikiran dalam bertindak dan berperilaku di kehidupan sosialnya. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia Ketika berinteraksi, tidak jarang seseorang mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Oleh karena itulah dibutuhkan sebuah strategi yang dianggap penting sebagai sebuah kelancaran dalam proses komunikasi dan upaya mengatasi hambatan tersebut baik secara sosiologis, psikologis, dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian ini peneliti mengambil sebuah topik mengenai Strategi Komunikasi Pengasuh Dalam Proses Pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. Pemakaian istilah ODMK dikarenakan istilah orang gila sudah tidak boleh lagi digunakan untuk menyebut pasien gangguan jiwa.Hal ini dikarenakan kata “Orang Gila” dinilai dapat memberi dampak menyudutkan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi merupakan tempat rehabilitasi para warga binaan sosial yang berada di wilayah Berastagi Kabupaten Karo. Keberadaan UPT Pelayanan Sosial Tunasusila dan Tunalaras ini adalah sebagai tempat rehabilitasi wanita penjaja seks (tunasusila) dan pemulihan Orang Dengan Masalah kejiwaan (ODMK) atau yang sering di sebut warga binaan sosial tunalaras. Penderita tunalaras didapat dari penertiban gelandangan dan pengemis yang dilakukan Dinas Sosial setempat setelah itu dimasukkan kerumah sakit jiwa dan apabila sudah pulih kira-kira 50 % langsung dipindahkan ke panti tunalaras tersebut. Berkaitan dengan strategi tadi artinya bahwa proses pemulihan yang panjang dari seseorang yang mengalami keterguncangan bisa dikembalikan kembali menjadi manusia normal lazimnya. Pemulihan ini tak lain oleh karena keterlibatan pengasuh yang secara intens mengasuh warga binaan sosial serta mengupayakan sebuah strategi komunikasi dalam upaya pemulihan orang dengan masalah kejiwaan yang dibina di panti tersebut. Inilah yang menjadi dasar peneliti untuk meneliti masalah tersebut dikarenakan pasti tidak dapat dipungkiri membina seseorang yang mengalami masalah kejiwaan akan jauh berbeda dan lebih sulit daripada membina orang sehat secara emosional dan pikiran. Pengasuh tidak hanya membutuhkan kemampuan komunikasi yang handal akan tetapi melibatkan aspek psikologi dan tentunya strategi yang mumpuni pula. 2 Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah strategi komunikasi pengasuh dalam proses pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi ?.” Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi pengasuh dan hambatan dalam proses pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. KAJIAN LITERATUR Hal- hal yang menjadi cakupan teori dalam penelitian ini berangkat dari paradigma yang merupakan cara pandang ataupun basis kepercayaan utama dari sistem berpikir; basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma interpretatif. Hal ini dikarenakan paradigma interpretif adalah cara pandang yang bertumpu pada tujuan untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial dari kacamata aktor yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa peneliti disini sesuai dengan paradigma interpretatif memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala interaktif (reciprocal). Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih. Strategi komunikasi Ahli komunikasi, terutama di negara–negara yang sedang berkembang, dalam tahun–tahun belakangan ini menumpahkan perhatian yang besar terhadap strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan management dalam mencapai suatu tujuan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan- hambatan yang dimaksud merupakan Hambatan teknis,semantik, psikologis dan hambatan manusiawi. Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi atau yang sering disebut sebagai komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2004 : 5). Teori Interaksi Simbolik Sejarah teori Interaksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical Perspective” yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”. 3 Oleh karena itu, Mead tinggal di Chicago selama lebih kurang 37 tahun, maka perspektifnya seringkali disebut sebagai Mahzab Chicago. Terminologi yang dipikirkan Mead bahwa setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan metode deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan situasi, proses atau gejala- gejala tertentu yang diamati. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi dan situasi serta fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik realita itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi dan fenomena tertentu (Bungin, 2007 : 68).Objek penelitian merujuk pada masalah yang diteliti. Objek penelitian ini adalah Strategi Komunikasi Pengasuh Dalam Proses Pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. Subjek penelitian adalah informan yang dimintai informasi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun subjek penelitian dalam penelitian ini adalah orang–orang yang berperan sebagai pengasuh Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. Pengasuh merupakan seseorang yang secara intens mengurus Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Tunalaras tersebut. Selain itu, peneliti juga memakai informan tambahan untuk mendukung validitas informasi yaitu penderita yang sudah waras, keluarga pasien, maupun pegawai bidang pengembangan sosial di UPT Pelayanan Sosial wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. Data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman.Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal-hal yang penting. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder yakni dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi lapangan. 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan ke empat informan tersebut, peneliti melakukan pembahasan yang pastinya dikaitkan dengan tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui strategi komunikasi pengasuh dalam proses pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) sekaligus mengetahui hambatan pengasuh dalam proses pemulihan tunalaras Di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan sebuah bentuk strategi yang digunakan oleh pengasuh dalam proses pemulihan yakni dengan cara melakukan pendekatan secara pribadi, mengenali setiap karakteristik komunikan (dalam hal ini tunalaras) untuk menyesuaikan suatu proses komunikasi yang efektif serta bagaimana memanfaaatkan suatu kondisi yang kontekstual dan didukung oleh bahasa non verbal untuk menguatkan dan memperteguh sebuah bahasa verbal yang dilakukan oleh pengasuh terhadap Warga Binaan Sosial (WBS) yang dibina di Panti Tunalaras Berastagi tersebut. Faktor-faktor personal dan situasional sangat diperhitungkan mengingat kondisi warga binaan sosial yang belum pulih sepenuhnya. Faktor personal diartikan sebagai titik kedekatan antara pengasuh dengan warga binaan sosial yang dibina serta faktor situasional merupakan kondisi selama menjalankan proses mengasuh di panti tersebut. Strategi yang dimaksud merupakan bagaimana usaha pengasuh untuk dapat berinteraksi dengan semua warga binaan sosial tanpa terkecuali dalam melakukan komunikasi yang efektif. Kemampuan pengasuh untuk memposisikan sama dengan warga binaan sosial sangat mendukung proses pemulihan penderita tunalaras. Cara berkomunikasi yang dilakukan secara tatap muka memberi kemudahan tersendiri dalam melihat efek apa yang berubah ketika pengasuh mulai menyebarkan suatu bentuk pesan-pesan persuasi dan motivasi kepada setiap penderita tunalaras. Kebersamaan sehari-hari di lokasi panti membuat penderita dan pengasuh mulai beranjak kedalam tahap penguangkapan diri secara pribadi dan menjalin suatu interaksi yang baik antara keduanya. Berkomunikasi dengan orang dengan masalah kejiwaan tentu saja harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik setiap komunikan. Orang dengan masalah kejiwaan yang sedang terguncang yang menjadi komunikan tentu saja memiliki kadar emosi yang berbeda-beda pula. Selain itu dari masing-masing komunikan pengalaman pahit mereka mengapa akhirnya mengalami masalah kejiwaan juga berbeda-beda. Pengasuh melakukan suatu pendekatan secara pribadi dan memoles setiap komunikasi yang dilakukan kepada tunalaras. Hal ini berarti di dalam berkomunikasi seorang pengasuh harus mampu memilih kata-kata yang sesuai, intonasi dan bentuk komunikasi verbal yang lainnya sehingga penderita tunalaras 5 dapat diatur dan terjalinlah suatu bentuk interaksi yang baik sebagai langkah awal proses pemulihan tunalaras di Panti. Menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect”, tentu saja who dalam penelitian ini adalah komunikator yakni pengasuh panti tunalaras. Say what tentu saja berhubungan dengan pesan-pesan komunikasi yang disampaikan dalam upaya pemulihan tunalaras baik secara verbal mapun nonvernal, in which channel merupakan media yang digunakan. Media dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara pengasuh dan warga binaan sosial dalam penyampaian pesan kepada tunalaras, to whom tentu saja berhubungan dengan komunikan yang menjadi sasaran komunikasi yaitu warga binaan sosial yang tunalaras yang dibina di panti tersebut serta with what effect merupakan hasil dari perubahan tingkah laku dan efek-efek menuju pemulihan tunalaras yang dibina. Upaya pemulihan orang dengan masalah kejiwaan di panti tersebut masih terkesan linear. Artinya bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan hanya kepada tahap bagaimana agar penderita bisa diperintah tanpa melihat efek apa yang ditimbulkan dari pesan apa yang disampaikan. Para warga binaan sosial tunalaras juga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan sikap dan sifat yang disebabkan oleh pengaruh obat yang minim serta kondisi cuaca maupun suasana panti yang membuat mereka kambuh atau mengalami puncak emosi yang tidak stabil. Perubahan ini mengandung dua aspek yaitu perubahan menuju ke arah positif dan perubahan menuju aspek negatif. Pengasuh sering sekali mengalami hal tersebut di Panti yang membuat pengasuh harus mempunyai taktik operasional yang baik untuk meminimalisir efek dari perubahan emosi dan perilaku tunalaras. Pengasuh memanfaatkan suatu bentuk komunikasi yang berkesan menghibur sekaligus mempengaruhi tunalaras yang mengalami gangguan emosi yang tidak stabil. Upaya mempengaruhi dilakukan dengan memberikan sebuah hadiah (reward) baik berupa makanan, rokok dan lain sebagainya. Selain itu, pada dasarnya pengasuh dapat membaca perubahan perilaku dan mendeteksi segala sesuatu yang berubah dari penderita itu sendiri. Pengasuh juga merasakan merasakan bahwa komunikasi yang efektif saja tidak cukup tanpa dibarengi dukungan hadiah (reward) dari pegasuh. Hal ini juga peneliti amati ketika berada dilapangan. Ketika persediaan obat habis, pengasuh akan terlihat mencoba mengalihkan perhatian setiap penderita dengan membuat suatu kegiatan seperti kegiatan olah raga, bernyanyi dan lain sebagainya. Komunikasi yang konstekstual juga diharuskan untuk menggunakan suatu penyususunan pesan yang baik sehingga pengasuh dapat merealisasikan suatu pesan yang mengandung solusi dan memenuhi kebutuhan dari setiap penderita tunalaras secara pribadi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti dengan keempat informan dalam penelitian ini diketahui bahwa semua pengasuh memanfaatkan sebuah komunikasi tatap muka yang dirasakan paling efektif untuk dilakukan serta sikap yang baik sebagai cerminan bagi penderita 6 tunalaras. Tatap muka ini tidak hanya berperan agar pesan tersampaikan akan tetapi pengasuh sekaligus melihat suatu perubahan perilaku yang dilihat dari gerak-gerik, ekspresi wajah dan lain sebagainya. Pengasuh juga menuturkan bahwa ketika pengasuh berlaku baik secara otomatis penderita tunalaras akan menghargai pengasuh juga. Hal inilah yang melatarbelakangi seorang pengasuh dalam menjaga sikap didepan tunalaras. Hal ini dapat ditemui ketika wawancara dengan informan I, II,III,IV dimana mereka menuturkan bahwa sikap yang baik kepada tunalaras akan membawa respon yang baik pula terhadap proses pengasuh dalam upaya pemulihan tunalaras. Ketika tunalaras melihat sebuah cerminan yang baik dari pengasuh maka seyogyanya pengasuh tidak akan pernah mengalami kekhawatiran dalam mengasuh orang dengan masalah kejiwaan serta tunalaras yang dibina pun dapat merasakan bahwa pengasuh sama halnya seperti orang tua mereka. Komunikasi secara pribadi yang bersifat informatif, instruktif dan persuasif merupakan suatu bentuk cerminan sebuah strategi komunikasi yang berfungsi ganda sekaligus mewujudkan suatu bentuk pencapaian secara optimal khususnya dalam perubahan perilaku tunalaras menjadi yang lebih baik. Perlu diketahui bahwa dalam proses mengasuh di Panti tersebut, tak jarang seorang pengasuh mengulang-ulang pesan yang disampaikan kepada setiap penderita tunalaras. Hal ini juga salah satu metode pengasuh untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar dari tunalaras sekaligus meneguhkan dan memperbaiki pesan yang disampaikan secara berulang-ulang. Pengasuh merasakan bahwa intonasi keras merupakan suatu bentuk ketegasan kepada penderita tunalaras. Pengalaman yang didasarkan kepada kelemahlembutan dalam mengasuh orang dengan masalah kejiwaan dirasakan tidak sepenuhnya baik dilakukan serta membuat warga binaan sosial tunalaras melonjak dan sulit diatur. Apabila dikaitkan dengan simbol-simbol nonverbal yang dijadikan juga sebagai sebuah strategi komunikasi pengasuh terhadap WBS, pengasuh menyatakan bahwa budaya pemanfaatan bahasa nonverbal untuk meneguhkan bahasa verbal juga dinilai efektif. Misalnya saja penyampaian pesan kepada WBS tunalaras dalam hal makan siang hanya dengan mempergunakan lonceng saja serta pemanfaatan simbol-simbol yang konsisten untuk menyampaikan pesan kepada WBS khususnya WBS yang mengalami keterbatasan berbicara dan mendengar. Berkaitan dengan hambatan yang dirasakan pengasuh, tentu saja pengasuh banyak mengalami hambatan-hambatan khususnya dalam menyampaikan pesan maupun merealisasikan strategi yang telah direncanakan sebelumnya. Hambatan yang dirasakan pengasuh dalam upaya pemulihan tunalaras sebagian besar datangnya dari tunalaras itu sendiri meskipun tak dapat dipungkiri bahwa hambatan dari sisi pengasuh dan lokasi panti juga termasuk dalam proses penelitian. Hambatan yang paling sering adalah hambatan dalam hal pemaknan pesan oleh tunalaras itu sendiri atas apa yang disampaikan oleh pengasuh. Hambatan lainnya merupakan hambatan dalam penggunaakn bahasa dan kata 7 serta hambatan fasilitas yang mempersulit proses pemulihan warga binaan sosial di Panti tunalaras tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pengasuh dan tunalaras serta dikaitkan dengan teori yang ada tentu saja pemahaman akan strategi komunikasi dan realisasi perencanaan strategi dapat tergambar jelas dari keseluruhan aspek yang melibatkan aktor dalam penelitian ini yaitu pengasuh dan tunalaras dalam upaya pemulihan orang dengan masalah kejiwaan itu sendiri. Kegiatan yang menyangkut pikiran (mind) dalam interaksi sosial difokuskan pengasuh untuk membiasakan WBS tunalaras untuk mengembangkan pikiran mereka dalam sebuah kegiatan ataupun perintah yang dilakukan oleh pengasuh. Kegiatan kemandirian merupakan salah satu taktik untuk memproses pikiran mereka agar melihat bahwa diri mereka (self) merupakan manusia yang membutuhkan interaksi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan masyarakat (society) pada umumnya PENUTUP Ketika melakukan penelitian mengenai strategi komunikasi pengasuh dalam proses pemulihan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi ini, peneliti menemukan beberapa kesimpulan yakni karakteristik pengasuh orang dengan masalah kejiwaan di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunasusila dan Tunalaras Berastagi adalah berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat bahwa jenjang pendidikan dari setiap pengasuh bervariasi mulai dari lulusan SD (Informan II dan III) serta lulusan SMA (Informan IV) serta lulusan DIII keperawatan (Informan I) Strategi komunikasi yang berlangsung dalam proses komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh dengan cara memanfaatkan suatu bentuk komunikasi yang kontekstual serta pemanfaatan pendekatan secara pribadi dalam upaya mengenali setiap karakteristik komunikan (WBS Tunalaras) serta mengusahakan penyampaian pesan secara efektif untuk merubah perilaku dan membentuk kesadaran setiap tunalaras untuk semakin termotivasi untuk sembuh. Hambatan mendasar yang dialami pengasuh berasal dari kondisi dari tunalaras itu sendiri yaitu hambatan yang meliputi hambatan fisik dan manusiawi. Hambatan yang dimaksud yaitu keterbatasan fisik dan kemampuan berpikir secara jernih serta gangguan psikologis dan emosi penderita yang membuat pesan yang disampaikan pengasuh terhambat sepenuhnya tersampaikan kepada penderita tunalaras sehingga apa yang diharapkan pengasuh untuk dikerjakan sering sekali melenceng dari yang diharapkan sebelumnya. Hambatan lainnya hanyalah hambatan teknis yang meliputi kelengkapan prasarana dan fasilitas yang dirasakan sangat kurang serta hambatan fisik yang juga datangnya dari pengasuh itu sendiri. Berdasarkan pengalaman peneliti, maka peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya agar sebelum melaksanakan penelitian, sangat disarankan kepada mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU khususnya agar senantiasa memperdalam pemahaman mengenai penelitian yang berkaitan dengan penelitian 8 kualitatif khususnya. Dalam hal ini berkaitan juga dengan penelitian yang menyangkut materi tentang teori deskriptif kualitatif. Selain itu, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi juga harus memperdalam berbagai macam referensi khususnya yang berkaitan dengan komunikasi untuk memperkaya ilmu pengetahuan serta melatih kemampuan berfikir yang lebih baik lagi. Sesungguhnya masing-masing WBS memiliki keinginan untuk sembuh dan berinteraksi dengan manusia normal pada umumnya. Untuk itu sangat diharapkan bahwa agar dalam mengasuh Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dibutuhkan kemampuan berkomunikasi dengan baik, kesabaran serta strategi yang mumpuni dari setiap pengasuh. Selain itu pengasuh juga sangat diharapkan memiliki etos kerja yang baik khususnya bekal mengasuh dalam segala bidang serta pesan komunikasi yang dinatakan kepada WBS tunalaras hendaknya mengandung pesan-pesan motivasi yang membuat tunalaras semakin memiliki kesadaran untuk sembuh layaknya manusia normal biasa. Hal ini juga berpengaruh kepada terciptanya suatu bentuk interaksi dan bentuk komunikasi interaksional dan transaksional. Penelitian kualitatif pada umumnya tidak mempunyai ukuran yang pasti tentang batas benar atau salah, semua tergantung dari nilai, etika dan moral yang dianut peneliti. Karena itu, peneliti menyarankan bagi mereka yang berminat untuk meneliti penelitian kualitatif agar mempunyai ukuran yang pasti. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran baru bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian serupa lebih lanjut serta dapat memperbaiki penelitian berikutnya serta yang lebih penting memberikan masukan-masukan dan saran demi perbaikan proses mengasuh di UPT Pelayanan Sosial Wanita Tunalusila dan Tunalaras Berastagi. DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif ; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana. Effendy, Onong Uchana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Cetakan ke 21: Bandung PT Remaja Rosdakarya. Koswara.E, dkk. 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. PT REFIKA. Kryantono, Rahmat. 2006 . Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Moleong, Rexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nanawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM 9 Press. Rahmat, Jalanuddin. 2005. Psikologi Komunikasi : Bandung : Remaja Rosdakarya. Rice, Phillip L. 1987. Stress and Health (Principles and Practice for Coping and Wellness).USA. Ritzer George & Douglas J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Penerbit: Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sugyono.2005. Statistika Untuk Penelitian, Bandung : CV Alfabeta. Tubbs, Stewart L & Sylvia Moss. 2005. HUMAN COMMUNICATION. Penerbit: MC. Graw- Hill. Singapore. Editor: Deddy Mulyana. West, Richard & Lynn H Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis Dan Aplikasi Edisi 3. Jakarta : Salemba Humanika. Wiryanto.2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Grafindo. Sumber lain http://www.beritasatu.com/galeri-foto/851-jiwa-jiwa-diam--panti-tunalaraspejoreken.html). http://belajarpsikologi.com/teori-pengembangan-kepribadian/ http://wikipedia.com/. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/1849 http://mrlungs.wordpress.com/about/strategi-komunikasi-pembangunan/ http:// m.kompasiana.com.KA/ http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29834/5/Chapter%20I.pdf http://journal.wima.ac.id/index.php/KOMUNIKATIF/article/view/277/337 10