I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu jenis ketunaan pada anak yang perlu mendapat perhatian serius
adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.
Kondisi anak yang megalami tuna daksa sangat beragam jenis dan tingkatan
gangguannya. Salah satunya yaitu Cerebral palsy (CP). Cerebral palsy
didefinisikan sebagai kumpulan beberapa kelainan yang disebabkan oleh
kerusakan permanen di otak yang terjadi pada periode prenatal dan perinatal
selama sistem saraf sentral masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
(McDonald dan Avery, 2000). Angka kejadian CP di dunia yaitu 1-4 anak tiap
1000 kelahiran hidup (Raducanu dkk., 2008) dan di Indonesia diperkirakan 1-5
anak tiap 1000 kelahiran hidup (Oewen dkk., 2012).
Menurut
Raducanu
dkk.
(2008),
etiologi
terjadinya
CP
adalah
multifaktorial. Berdasarkan saat terjadinya, etiologi CP dibedakan menjadi 3,
yaitu CP yang terjadi sebelum kelahiran (penyakit genetik dan anomali
embrionik), saat kelahiran (hipoksia, inkompatibilitas Rh, kelahiran prematur, dan
berat badan lahir rendah), dan setelah kelahiran (penyakit infeksi dan trauma).
Frekuensi terjadinya CP 10 kali lebih tinggi pada anak dengan riwayat kelahiran
prematur dan 25 kali lebih tinggi pada anak yang lahir dengan berat badan rendah.
Satu atau lebih gejala yang dialami anak CP, yaitu : kekakuan otot atau
spasme, pergerakan involunter, kesulitan dalam kemampuan motorik kasar
(berjalan, berlari), dan kesulitan dalam kemampuan motorik halus (menulis,
1 menggenggam, menyikat gigi, dan lain-lain) (Lemos dan Katz, 2011).
Berdasarkan derajat kemampuan fungsionalnya, CP dapat diklasifikasikan
menjadi ringan, sedang, dan buruk. Anak CP derajat sedang memiliki ciri-ciri,
yaitu aktivitasnya sangat terbatas dan membutuhkan bermacam-macam bantuan
atau pendidikan khusus untuk dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak, maupun
berbicara agar dapat bergaul di tengah masyarakat dengan baik (Soetjiningsih dan
Ranuh, 2013).
Anak CP lebih rentan mengalami karies gigi karena kebersihan mulut yang
buruk. Hal ini disebabkan ketidakmampuan anak tersebut untuk melakukan
prosedur pembersihan mulut dasar di rumah (Chandna dkk., 2011). Hambatan
bagi penderita CP untuk membersihkan rongga mulut diakibatkan gerakangerakan yang tidak terkendali. Anak CP juga sering melakukan gerakan-gerakan
yang mempersulit akses ke dalam rongga mulut, seperti menggerak-gerakkan
kepala, menggigit benda yang dimasukkan ke dalam mulut, menolak alat dengan
lidah, mudah tersedak, kontraksi otot wajah, lidah, dan bibir, gusi mudah berdarah
serta rasa sakit karena gingivitis, dan lain-lain (Oewen dkk., 2012).
Adanya gangguan otot motorik pada wajah dan mulut menyebabkan anak
CP tidak mampu mengunyah dengan baik (Oewen dkk., 2012) sehingga
menyebabkan retensi makanan di dalam mulut menjadi lebih lama dan
mengganggu fungsi pembersihan mulut secara alami (Camargo, 2008 cit. Lemos
dan Katz, 2011). Konsistensi makanan lunak yang sering dikonsumsi anak CP
mudah melekat pada permukaan gigi dan fungsi oromotor yang terganggu dapat
2 mengganggu proses penelanan yang akan mempengaruhi indeks karies (Sehrawat,
2014).
Perhatian akan kesehatan gigi anak CP masih minim (Raducanu dkk.,
2008). Menurut Costa (2007) cit. Lemos dan Katz (2011), anak CP kurang
mendapat pelayanan kesehatan gigi baik yang dasar maupun spesialis. Menangani
anak CP merupakan tantangan yang besar bagi dokter gigi anak karena adanya
gerakan yang tidak terkontrol dan anak tidak dapat membuka mulut dalam waktu
yang lama (Chandna dkk., 2011). Menurut Chori (2005), dalam melatih anak CP
tidak dapat mengikuti acuan yang berlaku pada anak-anak yang tidak CP, tetapi
harus
disesuaikan
dengan
kemampuan
masing-masing
individu
yang
bersangkutan.
Mengingat kondisi dan kemampuan yang terbatas, perencanaan perawatan
yang baik dan tindakan pencegahan merupakan kunci kesehatan gigi dan mulut
anak CP. Tindakan preventif dini dianjurkan bagi anak dengan CP karena mereka
merupakan kelompok risiko tinggi dalam terjadinya karies. Pemeriksaan gigi dan
mulut oleh tenaga profesi kesehatan sebaiknya dilakukan secara berkala. Bagi
penderita yang sulit melakukan pembersihan gigi dan mulut sehari-hari sebaiknya
dilakukan setiap bulan atau 3 bulan sekali oleh tenaga profesional (Oewen dkk.,
2012).
Karies merupakan penyakit multifaktorial. Menurut Krasse dan Newburn
(1982), faktor utama yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk terjadinya
karies, yaitu gigi dan saliva, bakteri dan plak, substrat, dan waktu. Berdasarkan
program Kariogram faktor risiko karies tersebut dibagi menjadi faktor diet, faktor
3 bakteri, faktor kerentanan, dan faktor lain-lain. Kariogram adalah program
berbasis komputer yang dikembangkan untuk menentukan urutan faktor risiko
terjadinya karies, selain itu Kariogram juga dapat memberikan rekomendasi
tindakan pencegahan terjadinya karies yang paling sesuai pada masing-masing
individu (Bratthall, 1996).
Tindakan pencegahan karies pada anak CP sebaiknya ditujukan pada
beberapa faktor yang berhubungan dengan karies secara bersamaan. Tindakan
pencegahan karies yang dilakukan dengan penyuluhan tentang peningkatan
kebersihan mulut dan pengaturan pola makan saja akan memberikan hasil yang
kurang optimal. Tindakan pencegahannya harus diikuti dengan peningkatan daya
tahan gigi terhadap karies, yaitu dengan pemakaian fluor secara lokal dan
sistemik serta penutupan pit dan fisura (Suwelo, 1994). Selain itu, pemakaian
pasta gigi yang mengandung fluor dapat meningkatkan daya tahan gigi terhadap
karies (Caldwell, 1977).
Pada Kariogram akan muncul diagram pie yang menunjukkan persentase
peluang mencegah terjadinya karies dan faktor risiko karies berupa faktor diet,
faktor bakteri, faktor kerentanan dan faktor lain-lain. Faktor diet diperoleh dari
kombinasi kandungan makanan dan hasil survey diet tentang fekuensi makan per
24 jam. Faktor bakteri diperoleh dari pemeriksaan banyaknya plak dan aktivitas
bakteri Streptococcus mutans. Faktor kerentanan merupakan kombinasi adanya
program fluor, sekresi saliva, dan kapasitas buffer saliva. Faktor lain-lain
merupakan kombinasi dari pengalaman karies dan penyakit-penyakit umum yang
berhubungan dengan karies (Bratthall, 1996).
4 B. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka timbul permasalahan,
yaitu :
1. Bagaimanakah urutan faktor risiko terjadinya karies berdasarkan
Kariogram pada anak CP derajat sedang usia 6-12 tahun sebelum dan
sesudah tindakan pencegahan karies.
2. Bagaimanakah peluang terjadinya karies pada anak CP derajat sedang usia
6-12 tahun sesudah tindakan pencegahan karies.
C. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian mengenai anak CP masih sangat jarang, begitu juga
mengenai pemanfaatan program Kariogram. Penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan, antara lain :
1. Lasmi-Dewi-Nurnaini (2005) melakukan penelitian pada anak-anak
usia 4 tahun yang menjadi pasien di Puskesmas Sidoharjo, Wonogiri,
Jawa Tengah untuk mengetahui urutan faktor risiko karies dengan
Kariogram pada populasi tersebut.
2. Putri-Kusuma-Wardani dkk., (2012) melakukan penelitian terhadap 26
anak dalam periode gigi-geligi bercampur untuk mendapatkan
gambaran urutan faktor risiko karies dengan pendekatan Kariogram di
klinik Kedokteran Gigi Anak RSGMP Prof. Soedomo, Yogyakarta.
5 3. Peker dkk., (2012) melakukan penelitian terhadap 90 mahasiswa dan
lulusan dari Fakultas Kedokteran Gigi berusia 19-25 tahun di Turki
untuk mengetahui urutan faktor risiko karies dengan Kariogram pada
populasi tersebut.
4. Kavvadia dkk., (2012) melakukan penelitian pada 812 anak berusia 26 tahun di Yunani untuk mengetahui urutan faktor risiko karies dengan
Kariogram pada populasi tersebut.
Pencegahan terjadinya karies berdasarkan Kariogram pada anak CP derajat
sedang usia 6-12 tahun sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran urutan faktor risiko
terjadinya karies dan terjadinya penurunan peluang terjadinya karies berdasarkan
Kariogram pada anak CP derajat sedang usia 6-12 tahun.
E. Manfaat Penelitian
1. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan
a. Dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan pencegahan
terjadinya karies berdasarkan Kariogram pada anak CP derajat sedang
usia 6-12 tahun
b. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang
tindakan pencegahan karies pada anak CP.
6 2. Untuk klinisi
Dapat memberikan gambaran urutan faktor risiko terjadinya karies
berdasarkan Kariogram pada anak CP derajat sedang usia 6-12 tahun
sehingga tindakan pencegahan karies dapat lebih tepat sasaran.
7 
Download