48 BAB V RINGKASAN SKRIPSI Jepang merupakan negara yang kaya akan kebudayaan, baik itu kebudayaan yang berasal dari warisan nenek moyang, maupun kebudayaan serapan yang berasal dari negara lain yang kemudian dijadikan kebudayaan khas bangsa Jepang. Kebudayaan adalah sistem gagasan atau hasil karya manusia, baik berupa kepercayaan, kesenian, adat istiadat, moral, hukum, dan yang lainnya, semua aspek yang terdapat di dalamnya berperan untuk membantu terbentuknya pedoman hidup orang banyak. Mulai dari bulan Januari sampai dengan Desember, setiap wilayah di Jepang merayakan festivalnya masing-masing. Peristiwa itu diadakan untuk merespon perubahan dari empat musim yang terjadi di Jepang. Kegiatan ini disebut dengan matsuri, atau dalam ungkapan bahasa Indonesia disebut dengan festival. Matsuri diadakan setiap tahun pada tanggal-tanggal tertentu. Dalam pelaksanaannya, matsuri berhubungan dengan unsur-unsur upacara atau perayaan suatu ritual keagamaan. Matsuri berarti “berada di samping dewa”. Dengan istilah lain dikatakan melayani dewa, namun sebagai wujud konkritnya matsuri adalah suatu sikap menyambut kehadiran dewa, dengan mempersembahkan sajian dan menunjukkan sikap mengabdi kepada dewa dari tempat jauh. Pada Jepang modern, matsuri mengandung arti antara dua kata, yaitu “festival” dan “jamuan” dalam pengertian religius. Matsuri ini dapat ditemukan hampir setiap hari di berbagai tempat di penjuru Jepang. Beberapa matsuri itu berasal dari agama Budha dan kepercayaan Shinto. 49 Sejak jaman dahulu kala, orang Jepang telah menemukan hal yang bersifat suci dan adanya kekuatan spiritual yang berpusat dari berbagai aspek yang berasal dari alam. Sejak dulu orang Jepang menyembah aspek tersebut sebagai kami (dewa). Kami disembah sebagai ekspresi dari iman dan kepercayaan yang merupakan peninggalan jaman nenek moyang yang hidup dalam hari-hari yang penuh mistik pada zaman purbakala. Yang dimaksud dengan kami adalah dewa-dewa atas Surga dan Bumi yang terlihat dalam konteks kuno dan dewa-dewa sebagai sesuatu yang suci yang tersimpan dalam tempat suci, segala sesuatu yang mengandung mutu kemuliaan, tetapi juga termaksud objek-objek seperti burung, binatang ternak, pohon, rumput, laut dan gunung. Hal ini dipercaya sebagai awal mula lahirnya kepercayaan Shinto di Jepang. Di Jepang terdapat beberapa tipe matsuri, misalnya matsuri untuk memohon pada dewa untuk keberhasilan panen, selain itu juga terdapat matsuri untuk mengucapkan terima kasih kepada para dewa, dan matsuri untuk mengusir penyakit menular dan bencana alam. Ada matsuri yang bersifat serius dan khusuk, tapi ada pula yang bersifat meriah, disertai dengan permainan pertandingan dan berbagai pertunjukkan. Setiap matsuri yang diadakan mempunyai pelakunya masing-masing, mereka melaksanakan upacara tersebut dalam waktu-waktu tertentu. Pada umumnya masyarakat Jepang, baik yang berada di daerah pedesaan atau perkotaan, mereka memiliki kuil lokal yang menjadi pusat keagamaan mereka. Setiap desa di Jepang memiliki dewa pelindungnya masing-masing dan juga terdapat waktu khusus dalam satu tahun yang telah ditentukan untuk menghormati dewa. Sebuah kesempatan untuk mengucapkan doa di musim semi agar diberikan cuaca yang baik, berterima kasih untuk hasil panen yang baik, dan kembali berdoa 50 di musim dingin untuk mendapatkan perjalan yang lancar dalam tahun-tahun ke depan. Festival di desa berlanjut menjadi kesempatan utama bagi para penduduknya untuk dapat berinteraksi satu sama lain, simbol nyata dari kerja sama yang sangat penting untuk memastikan kelangsungan hasil panen yang baik. Dan bukan hanya untuk itu saja, festival juga diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat umum dan kemakmuran masyarakat desa yang telah diperbaharui saat festival di desa itu berlangsung. Pusat dari matsuri adalah mengundang dewa untuk turun dari langit dan mengambil tempat kediamannya sementara waktu di tempat suci yang telah disediakan. Namun sekarang ini hanya sedikit tempat yang masih merayakan penyembahan diluar Kuil. Melalui festival merupakan saat yang terbaik untuk masyarakat menjamu dewa yang mereka sembah. Melalui kesempatan itu mereka dapat melayani dewa, menikmati makan dan minum bersama dengan dewa dan juga peserta matsuri lainnya. Perayaan matsuri sangat berhubungan dengan kepercayaan Shinto, karena puncak Shinto terjadi pada saat diadakannya matsuri, yaitu ketika manusia dan dewa berkumpul bersama untuk bersama-sama menikmati segala hasil karunia yang ada di Bumi. Hal itu biasanya dilakukan melalui tarian dan nyanyian. Diantara beberapa agama yang dianut orang Jepang, Shinto dapat dikatakan sebagai agama yang tertua di Jepang dan juga dapat dianggap sebagai agama pribumi orang Jepang. Shinto merupakan gabungan kepercayaan “primitif “ yang sukar digolongkan sebagai suatu agama, namun bisa dikatakan sebagai suatu kepercayaan. Kepercayaan Shinto berupa pemujaan terhadap leluhur / alam. Tuhan yang dipuja dalam kepercayaan Shinto disebut dengan “kami” atau dewa. Menurut 51 kepercayaan mereka, dewa bisa ditemukan dimana saja, seperti di pohon yang tua, air terjun, dan lain sebagainya. Shinto adalah suatu prinsip hidup yang bukan merupakan suatu agama, bukan juga firman Tuhan, dan bukan pula penyembahan berhala. Dalam kepercayaan Shinto perlindungan tehadap pemenuhan bahan pangan selalu menjadi aspek penting dalam ritual religius. Ada beberapa dewa yang berhubungan dengan bahan pangan. Inari adalah pelindung dari pengolahan beras dan biji padi-padian lainnya. Doa dan ucapan syukur yang berhubungan dengan pertanian selalu tertuju kepadanya. Dewa Shinto disebut dengan kami. Dewa merupakan roh suci yang mengambil bentuk sebagai benda atau konsep penting untuk kehidupan, seperti angin, hujan, gunung, sungai dan kesuburan. Seorang manusia akan menjadi dewa setelah mereka meninggal dan akan dihormati oleh keluarganya sebagai dewa nenek moyang atau dewa leluhur. Dewi matahari Amaterasu dianggap sebagai dewa terpenting dalam kepercayaan Shinto. Dalam Shinto, seluruh aspek kehidupan selalu berjalan dalam hubungan yang erat dengan dewa dan disesuaikan dengan pikiran dewa yang selalu bersedia memberikan perlindungan kepada manusia dengan tulus. Kehidupan sehari-hari adalah dilakukan untuk melayani dan menghormati dewa, terutama pada saat berlangsungnya matsuri. Kepercayaan dalam Shinto difokuskan pada doa untuk menghindari nasib buruk yang akan menimpa dan doa agar tidak terserang penyakit. Doa itu juga ditujukan untuk memberikan prospek masa depan yang penuh harapan dan juga kesuksesan dalam hidup. 52 Terdapat empat unsur penting dalam kepercayaan Shinto, yang mencakup: A. Penyucian (monoimi) yaitu: penolakkan terhadap hal yang dapat mengakibatkan nasib buruk. Terutama makanan dan minuman pada suatu waktu tertentu. Menolak kekotoran dan mensucikan tubuh dengan cara mengendalikan diri dari segala tindakan. B. Pemberian persembahan (shinzen), yaitu: makanan dan sake yang dipersembahkan untuk dewa C. Doa (norito), yaitu: doa-doa yang diucapkan oleh kannushi dalam gaya bahasa Jepang kuno di depan dewa pada waktu berdoa dan memuja dewa. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa norito adalah doa-doa yang dibacakan oleh seorang kannushi (pendeta Shinto) dengan menggunakan gaya bahasa Jepang kuno untuk menjelaskan kepada dewa yang dipuja pada suatu matsuri tentang arti dan alasan diadakannya matsuri tersebut. D. Perjamuan suci / komuni (naorai), yaitu: bagian dari upacara Shinto yang merupakan saat berkumpulnya dewa dengan para pemujanya dengan memakan dan meminum persembahan yang sebelumnya disajikan untuk dewa yang dilakukan pada saat terakhir upacara. Berikut ini adalah sebuah festival yang berasal dari kepercayaan Shinto. Sebagian festival di Jepang berasal dari kepercayaan Shinto dan festival itu diadakan sesuai dengan musim yang berlaku. Ada sebuah festival musim dingin yang unik yang diadakan di Okayama, yaitu hadaka matsuri. Hadaka matsuri merupakan festival setengah telanjang yang diikuti sejumlah grup orang muda yang berusia 20 tahun keatas, dalam festival tersebut para peserta hanya menggunakan fundoshi. Festival ini di khususkan hanya bagi kaum pria. 53 Peserta yang ikut dalam hadaka matsuri ini adalah pria lokal dari kelompok yang berasal dari kalangan tetangga ataupun kalangan rekan kerja. Setiap grup terdiri dari 10-12 orang. Setiap grup memiliki garasi dimana mereka berkumpul dan mempraktekan “washoi” mereka dengan tujuan untuk membangkitkan kekuatan untuk melakukan apa yang akan mereka lakukan saat perlombaan dimulai. Terdapat lebih dari 10.000 peserta yang mengikuti hadaka matsuri di Okayama setiap tahunnya. Dalam hadaka matsuri merupakan sebuah ujian terberat yang harus dihadapi para pria untuk menunjukkan kejantanan dan keberanian mereka untuk menerima penyiksaan, menahan rasa dingin di tengah malam yang gelap. Peraturan dalam hadaka matsuri di Okayama ini sangat sederhana. Pada tengah malam, di panggung utama Kuil Saidaiji, pendeta Shinto melemparkan 10 tongkat “shingi” yang diarahkan kepada kerumunan orang banyak. Setiap shingi merupakan seikat tongkat yang di kelilingi dengan tali dan kertas dengan dua kharakter yang berarti “barang berharga” dan “kayu”. Dua dari sepuluh shingi adalah asli, yang akan memberkati pemenang dengan kekuatan yang membawa keberuntungan, selain itu juga dapat meningkatkan kesuburan dan kekuatan pria. Dari festival yang unik itu terdapat beberapa makna dibalik ketelanjangan yang terdapat dalam hadaka matsuri yaitu: • Sebagai salah satu wujud kebudayaan religi dari masyarakat Jepang, yaitu suatu kebudayaan yang dilakukan sebagai perwujudan upacara keagamaan, proses untuk melakukan hubungan dengan dewa melalui festival suci. • Kembali ke alam/ bersatu dengan alam. Telanjang berarti menyatu dengan alam. Seperti saat kita lahir tanpa membawa sesuatu apapun, maka ssaat 54 meninggal pun kita tidak akan membawa apapun. Hal itu berarti kembali ke alam/ menyatu dengan alam. • Menahan rasa dingin sebagai praktek shugyo. Mnahan dingin merupakan salah satu praktek dari shugyo. Dengan melakukan praktek shugyo, maka seseorang akan mendapatkan pembaharuan roh. Pembaharuan roh adalah satu cara untuk mendatangkan kesehatan, kebebasan jiwa, rasa percaya diri, persekutuan yang erat dengan diri sendiri dan dengan dunia di sekitar kita.