BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dikembangkan berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang diuji secara serempak dan parsial. Peneliti mengindentifikasi 4 variabel independen (X) dan 1 variabel moderating (Z) yang diperkirakan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi alokasi belanja modal (Y). Model penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini: Rasio Kemandirian Rasio Efektifitas Keuangan Daerah (X2) Alokasi Belanja Modal Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio tingkat pembiayaan SiLPA(X4) Dana Alokasi Khusus (DAK) (Z) (Z) Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Belanja modal merupakan angka yang memberi gambaran tentang upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerahnya. Belanja modal digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati masyarakat/publik. Untuk membiayai belanja modal dibutuhkan sumber-sumber dana yang cukup besar. Tiap kabupaten/kota memiliki jumlah dan sumber pendanaan yang berbeda. Untuk mengoptimalkan jumlah dana untuk alokasi belanja modal dibutuhkan pengelolaan keuangan yang baik. Pengelolaan keuangan tersebut dapat diindentifikasi dengan melakukan analisis kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio keuangan, yang terdiri dari rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efisiensi, rasio efektivitas, rasio, dan rasio tingkat pembiayaan SiLPA DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Bila pembiayaan daerah diterima Menteri teknis dan anggaranya ditampung dalam DAK maka tentunya daerah dapat mengalokasikan belanja modalnya dalam jumlah yang semakin besar,. tentunya pemenuhan sarana dan prasarana daerah semakin cepat terlaksana. Sehingga kemungkinan DAK dapat menjadi pemoderasi hubungan Kinerja keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal. Universitas Sumatera Utara 3.2 Hipotesis Penelitian Menurut Sularso (2003), hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan rasio tingkat pembiayaan SiLPA dianalisis untuk dapat melihat masing-masing pengaruhnya terhadap pengalokasian belanja modal. Adapun hipotesis dalam penelitian ini, adalah : 1. Kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA, berpengaruh terhadap alokasi belanja modal pada kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara secara serempak dan parsial. 2. DAK mampu memoderasi hubungan antara kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA terhadap alokasi belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausal, yaitu mengindentifikasi hubungan sebab akibat antara berbagai variabel (Erlina, 2008). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan rasio tingkat pembiayaan SiLPA sebagai variabel independen; belanja modal sebagai variabel dependen; DAK sebagai variabel moderating. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2015 sampai dengan Juni 2016 seperti yang terlihat pada Tabel Jadwal Penelitian di lampiran 1. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera utara yang terdiri dari 33 kabupaten/kota (25 Kabupaten dan 8 Kota), dalam kurun waktu 4 tahun ( tahun 2011-2014). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel. 4.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan pada peneltian ini merupakan metode dokumentasi dimana data yang dikumpulkan oleh suatu instansi tertentu yang kemudian dipergunakan oleh si peneliti (Lubis, 2012). Data pada penelitian ini Universitas Sumatera Utara adalah data sekunder, berupa data APBD dan laporan realisasi APBD Tahun Anggaran 2010 s.d 2014 Kabupaten/Kota pada Provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui portal www.bps.go.id dan melalui portal Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah (DJPK) di www.kemenkeu.djpk.go.id. Data tersebut merupakan kombinasi dari data runtut waktu (time-series) yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan secara cross-section yang dikumpulkan pada suatu titik tertentu (Lubis, 2012) yang disebut dengan pooling data dengan combined model. Data SiLPA menggunakan data realisasi SiLPA Tahun 2010 - 2013; data alokasi belanja modal menggunakan data realisasi belanja modal dan total belanja tahun 2011-2014; data DAK menggunakan data realisasi DAK tahun 2011-2014; target PAD menggunakan data target PAD dalam data APBD tahun 2010-2013 sedangkan data untuk total pendapatan, total pengeluaran, dan total penerimaan menggunakan data realisasi total pendapatan, realisasi total pengeluaran, dan realisasi total penerimaan Tahun 2010-2013. 4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Variabel dependen dalam penelitian ini adalah alokasi belanja modal (Y). Variabel independen yang digunakan adalah kinerja keungan daerah yang yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah (X1), rasio efektifitas PAD (X2), rasio efisiensi keuangan daerah (X3), rasio tingkat pembiayaan SiLPA (X4) dan DAK (Z) sebagai variabel moderating. Universitas Sumatera Utara 1. Alokasi belanja modal (Y) didefinisikan sebagai alokasi pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, yang dibandingkan dengan total belanja dalam APBD. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio. Alokasi belanja modal diukur dengan formula : Alokasi Belanja Modal = 2. 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥100% Total belanja Rasio kemandirian keuangan daerah (X1) menunjukan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai pendapatan yang diperlukan daerah. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio. Kemandirian Keuangan daerah diukur dengan formula : 3. Rasio kemandirian keuangan = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥 100% Total Pendapatan Daerah Rasio efektifitas PAD (X2) menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio. Efektivitas PAD dapat diukur dengan : Rasio Efektivitas = 4. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥 100% Target PAD Rasio efisiensi keuangan daerah (X3) merupakan rasio yang menggambarkan realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan daerah.Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio. Rasio efisiensi diukur dengan : Universitas Sumatera Utara 5. Rasio Efisiensi = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑥𝑥 100% Realisasi Penerimaan Rasio Tingkat Pembiayaan SiLPA (X4), SiLPA didefinisikan sebagai selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.Variabel ini diukur dengan membandingkan jumlah SiLPA dengan total belanja dan menggunakan skala pengukuran rasio. 6. Dana Alokasi Khusus (DAK) (Z) didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Indikator yang digunakan pada variabel ini merupakan realisasi DAK Tahun 2011-2014 yang diubah dalam bentuk Logaritma natural (Ln).Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio. Dari uraian diatas, maka definisi operasional, pengukuran variabel serta skala ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Defenisi Operasional Alokasi Belanja Modal (Y) Merupakan Alokasi pengeluaran anggaran utuk memperoleh aset tetap dan aset lainya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dibandingkan dengan total belanja dalam APBD Rasio Kemandirian Keuangan (X1) Menunjukan berapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pengeluaran pemerintah daerah Pengukuran Variabel Belanja modal Total Belanja 𝑥𝑥100% PAD x 100% Total Pendapatan daerah Skala Rasio Rasio Universitas Sumatera Utara Rasio Efektivitas Keuangan Daerah (X2) Merupakan gambaran kemampuan pemda dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target PAD yang ditetapkan Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (X3) Merupakan gambaran realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan daerah Rasio tingkat pembiayaan (SiLPA) (X4) Merupakan merupakan Selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran dibandingkan dengan total belanja. Dana Alokasi Khusus (DAK) (Z) 4.6 Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional Realiasi PAD x 100% Target PAD Realiasi Pengeluaran x 100% Realisasi Penerimaan SiLPA x 100% Total Belanja Ln Realisasi DAK Rasio Rasio Rasio Rasio Metode Analisis Data Untuk menganalisis, pencapaian tujuan penelitian serta pengujian hipotesis yang diajukan, data yang yang sudah terkumpul diolah sesuai dengan kebutuhan analisis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, yang bertujuan untuk meramalkan bagaimana keadaan (hubungan) variabel dependen bila dihubungkan dengan dua atau lebih variabel independen. Untuk menguji variabel moderating dipilih menggunakan uji residual. Data penelitian diolah dengan menggunakan program Statistical Package for Social Sciencse (SPSS) Universitas Sumatera Utara Persamaan regresi berganda ditunjukan dengan model : Model I : Y = a+ b1 X1+ b2 X2+ b3 X3+ b4 X4 + e Model II : Z = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X.3 + b4 X4 + e (1) | e | = a + b1 Y (2) Keterangan : Y adalah alokasi belanja modal a adalah konstanta b1 adalah koefisiensi regresi rasio kemandirian keuangan b2 adalah koefisiensi regresi rasio efektifitas PAD b3 adalah koefisiensi regresi rasio efisiensi keuangan daaerah b4 adalah koefisiensi regresi rasio tingkat pembiayaan SiLPA X1 adalah rasio kemandirian keuangan X2 adalah rasio evektivitas PAD X3 adalah rasio efisiensi keuangan daerah X4 adalah rasio tingkat pembiayaan SiLPA Z adalah Dana Alokasi Khusus e adalah error (DAK) 4.6.1 Uji Asumsi Klasik Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu dilakukan pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar data dapat bermakna dan bermanfaat. Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolonieritaslinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Universitas Sumatera Utara 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas pada penelitian dilakukan dengan 2 cara,yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Data dikatakan normal apabila nilai Asymp. Sig lebih besar dari 0,05 (Ghozali, 2013). 2. Uji Multikolonieritaslinearitas Uji multikolonieritaslinearitas bertujuan untuk menguji korelasi antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2013). Pengujian multikolonieritaslinearitas dilakukan dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritasleniaritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu obsevasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series)(Ghozali, 2013).Dalam penaksiran model regresi linear mengandung asumsi bahwa tidak terdapat autokorelasi antara kesalahan penganggu. Pengujian autokorelasi dapat Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan Run Test. Run Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik, dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis) (Ghazali, 2013). 4. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dengan uji Glejser. Ada dua tahapan yang dilakukan dalam uji Glejser. Tahap pertama adalah melakukan regresi OLS dengan menggunakan Y sebagai variabel dependen dan X1, X2, X3, X4 sebagai variabel independen. Tahap kedua adalah dengan meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika setiap variabel independen nilai signifikannya lebih besar dari α (0,05) maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.6.1 Uji Hipotesis Penelitian Uji hipotesis berupa uji perbedaan antara nilai sampel dengan populasi atau nilai data yang diteliti dengan nilai ekspektasi (hipotesis) peneliti (Erlina, 2008). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji Statistik F, uji Statistik t dan uji residual (moderating). 1. Koefesien Determinasi (R2) Mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefesien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang mendekati nol berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu Universitas Sumatera Utara berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). 2. Uji Statistik F Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara serempak terdahap variabel dependen. Uji statistik F untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen bersama-sama. Menurut Ghozali (2013) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Kriteria uji : 1. Ho diterima dan Ha ditolak bila nilai sig >α (0,05) artinya secara serempak semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. 2. Ho ditolak dan Ha diterima bila nilai sig < α (0,05) artinya secara serempak semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen 3. Uji statistik t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh satu variabel independen secara individual atau parsial dapat menerangkan variasi variabel terikat. Menurut Ghozali (2006) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual (parsial) dalam menerangkan variabel terikat. Universitas Sumatera Utara Kriteria pengujian : 1. Bila nilai sig < α (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya secara parsial suatu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 2. Bila nilai sig > α (0,05) maka hipotesis nol (Ho) diterima dan Ha ditolak yang artinya secara parsial suatu variabel independen berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel dependen. 4. Uji Residual Pengujian variabel moderating dengan uji residual digunakan untuk mengatasi kecenderungan akan terjadi multikolonieritaslinieritas yang tinggi antar variabel independen (Ghozali, 2013). Uji residual menguji pengaruh deviasi dari suatu model regresi dengan melihat Lack of Fit (ketidakcocokan) yang ditunjukkan oleh nilai residual. Hipotesis moderating diterima jika terdapat ketidakcocokan dari deviasi hubungan linear antara variabel independen. Kriteria uji residual adalah P Value (Sig) < 0,05 dan nilai koefisien parameternya negatif , maka dapat memoderasi. Tetapi, apabila P Value (Sig) > 0,05 dan nilai koefisien parameternya positif, maka tidak dapat memoderasi. Universitas Sumatera Utara BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data Penelitian Populasi penelitian ini terdiri dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Setelah dilakukan pengumpulan data, ditemukan bahwa ternyata tidak semua kabupaten/kota memiliki SiLPA bernilai positif sehingga dari jumlah poopulasi, hanya 23 kabupaten/kota yang dijadikan sebagai sampel (Lampiran 2). Kurun waktu data penelitian adalah 4 tahun amatan yaitu 2011-2014. sehingga diperoleh 92 unit analisis data penelitian dengan deskriptif yang ditunjukkan. tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Deskriptif Data Penelitian Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation AlokasiBM 92 4.45 46.51 25.6010 8.86973 RasioKemandirian 92 .86 38.27 5.6816 6.65811 RasioEfektivitasPAD 92 20.49 332.77 111.1996 42.38843 RasioEfisiensi 92 70.17 102.75 91.2261 6.95665 RasioSiLPA 92 .04 42.71 9.3384 8.14908 Ln_DAK 92 23.61 25.23 24.4956 .40057 Valid N (listwise) 92 Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Tabel 5.1 deskriptif data penelitian menunjukan bahwa jumlah data penelitan (N) adalah 92 unit analisis. Setiap variabel memiliki nilai maksimum dan nilai minimum, rata-rata dan standar deviasi yang bervariasi, penjelasan untuk masingmasing variabel dijabarkan sebagai berikut: 1. Alokasi Belanja Modal (Y) Alokasi belanja modal yang diberikan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera dengan waktu pengamatan Tahun 2011-2014, terendah sebesar Universitas Sumatera Utara sebesar 4,45 % dan tertinggi sebesar 46,51%. Rata-rata alokasi belanja modal sebesar 25,6010 % 2. Rasio kemandirian keuangan daerah (X1) Rasio kemandirian keuangan daerah memiliki kesenjangan yang cukup tinggi, rasio terendah sebesar 0,86 % dan tertinggi sebesar 38,27 % dengan rata-rata sebesar 5,6816 %, hal ini menunjukkan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara masih sangat tergantung dari pemerintah pusat. qz 3. Rasio efektivitas PAD (X2) Rasio efektifitas PAD memiliki rata-rata yang sangat tinggi yaitu sebesar 111,1996 %, hal ini menunjukkan pemerintah kabupaten/kota sangat baik dalam pencapaian target PAD. Nilai terendah sebesar 20,49 % dan nilai tertinggi sebesar 332,77 % 4. Rasio efisiensi keuangan daerah (X3) Rasio efisiensi keuangan daerah kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara memiliki nilai terendah sebesar 70,17 % dan nilai tertinggi sebesar 102,75% dengan rata-rata sebesar 102,75 %. 5. Rasio tingkat pembiayaan SiLPA (X4) Rasio tingkat pembiayaan SiLPA memiliki kesenjangan yang cukup tinggi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, nilai terendah sebesar 0,04 % di Kabupaten Mandailing Natal dan nilai tertinggi sebesar 42,71 % di Kabupaten Nias dengan rata-rata sebesar 9,3384 % 6. DAK (Z) DAK tahun 2011-2014 Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara memiliki nilai terendah sebesar 23,61 dan nilai tertinggi sebesar 25,23. Universitas Sumatera Utara 5.2 Pengujian Data 5.2.1 Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari uji uji normalitas, heteroskedastisitas, uji multikolonieritaslinearitas dan uji autokorelasi. Data yang disajikakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan gabungan data cross section dan time series. 5.2.1.1 Uji Normalitas Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan 2 cara, dengan analisis grafik dan analisis statistik dengan uji Kolmogrov-Smirnov (K-S). 1. Analisis Grafik Gambar 5.1 Histogram Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2 Grafik Normal P- Plot Gambar 5.1 menunjukkan bahwa variabel berdistribusi normal, dengan grafik histogram yang memberikan pola distribusi yang tidak menceng (swekness) ke kiri atau ke kanan. Hasil yang sama ditunjukan grafik normal p-plot pada Gambar 5.2, dimana terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mendekati garis diagonal. Namun penilaian normalitas berdasarkan historgam dan grafik normal p-plot tersebut seringkali bersifat subjektif sehingga diperlukan uji statistik untuk membuktikan variabel pegganggu atau residual memiliki distribusi normal. 2. Analisis Statistik Hasil Uji normalitas data dengan uji Kolmogrov-Smirnov (KS). Uji KS dilakukan dengan membuat hipotesis : H0 : Data residual terdistribusi normal H1 : Data residual tidak terdistribusi normal Universitas Sumatera Utara Kriterianya adalah : H0 diterima apabila nilai signifikansi (Asymp. Sig) > 0,05 H1 diterima apabila nilai signifikansi (Asymp. Sig) < 0,05 Tabel 5.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences 92 Mean .0000000 Std. Deviation 6.83806933 Absolute .104 Positive .104 Negative -.057 Test Statistic .104 Asymp. Sig. (2-tailed) .016 c a. Test distribution is Normal. Sumber : Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Tabel 5.2 menunjukkan bahwa nilai test statistik Kolmogrov-Smirnov adalah 0,104 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,016 yang nilainya lebih kecil α = 0,05 (Asymp Sig = 0,016 < 0,05) sehingga hipotesis H0 ditolak, yang berarti data residual tidak terdistribusi normal. Hasil pengujian ini tidak sejalan dengan hasil analisis grafik yang telah dilakukan sebelumnya. 5.2.1.2 Uji Multikolonieritaslinearitas Pengujian multikolonieritaslinearitas dilakukan dengan menggunakan VIF dan nilai Tolerance. Data dikatakan tidak mengalami multikolonieritaslinearitas apabila nilai Tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10. Hasil uji multikolonieritaslinearitas dapat dilihat pada Tabel 5.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Uji Multikolonieritaslinearitas Collinearity Statistics Model 1 a. Tolerance VIF (Constant) Rasio Kemandirian Keuangan .945 1.058 Rasio Efektivitas PAD .789 1.268 Rasio Efisiensi Keuangan .477 2.095 .570 1.754 Rasio SiLPA Dependent Variable: Alokasi Belanja Modal b. Sumber : Data Sumber : Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,10, sehingga diantara data variabel independen tidak bergejala multikolonieritaslinearitas. 5.2.1.3 Uji Heterokedasititas Uji Heterokendasititas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Deteksi gejala heterokedasititas pada penelitian ini dilakukan dengan Uji Glejser. Hasil Uji Glejser ditampilakan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Uji Glejser Coefficients Model 1 Rasio Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B (Constant) Kemandirian Keuangan Rasio Efektivitas PAD Rasio Efisiensi Keuangan Rasio SiLPA a Std. Error 3.919 8.793 -.030 .065 -.005 Beta t Sig. .446 .657 -.050 -.459 .647 .011 -.057 -.474 .637 .027 .087 .047 .306 .760 -.003 .068 -.006 -.044 .965 a. Dependent Variable: absut Sumber : Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Universitas Sumatera Utara Tabel 5.4 menunjukan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut Ut (Absut). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi diatas tingkat kepercayaan 5%. Dengan demikian, model regresi tidak bergejala hetroskedastisitas. 5.2.1.4 Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier berganda ada terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Run Test. Uji Run Test dilakukan dengan membuat hipotesis : H0 : Data tidak mengalami autokorelasi H1 : Data mengalami autokorelasi Kriterianya adalah : H0 diterima apabila nilai signifikansi (Asymp. Sig) > 0,05 H1 diterima apabila nilai signifikansi (Asymp. Sig) < 0,05 Hasil uji run test pada penelitian ini, disajikan pada Tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 uji Runs Test Runs Test Unstandardized Residual a Test Value -1.19136 Cases < Test Value 46 Cases >= Test Value 46 Total Cases 92 Number of Runs 40 Z -1.468 Asymp. Sig. (2-tailed) .142 a. Median Sumber : Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.5 diatas, menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,142 lebih besar α = 0,05 (Asym Sig 0,142 > α 0,05), sehingga data pada penelitian ini tidak mengalami gejala autokorelasi. Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik, dideteksi satu uji pada model tidak memenuhi asumsi klasik yaitu uji normalitas. Untuk memenuhi asumsi klasik maka data pada penelitian ini telah ditransformasi dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). 5.2.1.5 Uji Normalitas setelah transformasi data Hasil Uji normalitas yang dilakukan setelah data ditransformasi dalam bentuk Ln, meliputi analisis grafik dan analisis statistik, yaitu: 1. Analisis Grafik 5.3 Grafik Histogram setelah transformasi data Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4 Grafik Normal P- Plot setelah transformasi data Grafik histrogram yang ditunjukan gambar 5.3 menunjukkan pola distribusi normal, yang terlihat dari pola distribusi yang tidak menceng ke kiri atau ke kanan. Hasil yang sama ditunjukan grafik Normal P-Plot pada gambar 5.4 dimana terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mendekati garis diagonal. 2. Analisis Statistik Uji normalitas data dengan analisis statistik pada penelitian ini dilakukan dengan uji Kolmogrov-Smirnov (KS). Hasil uji Kolmogrov-Smirnov (KS) setelah data ditransformasi dalam bentuk Ln ditunjukkan oleh Tabel 5.6 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 5.6 .One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test setelah transformasi data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 92 Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation Most Extreme Differences .26567497 Absolute .058 Positive .036 Negative -.058 Test Statistic .058 Asymp. Sig. (2-tailed) .200 c,d Test distribution is Normal. Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Tabel 5.6 menunjukkan bahwa nilai test statistik Kolmogrov-Smirnov adalah 0,058 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,200 yang nilainya lebih besar α = 0,05 (Asymp Sig = 0,200 > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi normal. Hasil analisis statistik sejalan dengan analisis grafik, maka model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas. 5.2.1.6 Uji Multikolonieritaslinearitas setelah transformasi data Pengujian multikolonieritaslinearitas dilakukan dengan menggunakan VIF dan nilai Tolerance. Data dikatakan tidak mengalami multikolonieritaslinearitas apabila nilai Tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF ≤ 10. Pengujian multikolonieritaslinearitas setelah dilakukan transformasi data dalam bentuk Ln, hasilnya disajikan pada Tabel 5.7 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7 Uji Multikolonieritaslinearitas setelah transformasi data Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) Ln_RasioKemandirian .886 1.129 Ln_RasioEfektivitasPAD .826 1.210 Ln_RasioEfisiensi .595 1.681 Ln_RasioSiLPA .766 1.306 Dependent variable : Ln_AlokasiBM Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan Tabel 5.7 terlihat bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,10, sehingga diantara data variabel independen tidak bergejala multikolonieritaslinearitas. 5.2.1.7 Uji Heterokedasititas setelah transformasi data Hasil Uji Glejser setelah dilakukan transformasi data dalam bentuk Ln ditampilkan pada Tabel 5.8 berikut: Tabel 5.8 Uji Glejser setelah transformasi data Coefficients Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B (Constant) Ln_RasioKemandirian Ln_RasioEfektivitasPAD Ln_RasioEfisiensi Ln_RasioSiLPA a Std. Error -1.297 1.351 .050 .026 -.051 Beta t Sig. -.960 .340 .203 1.915 .059 .049 -.113 -1.032 .305 .371 .276 .174 1.345 .182 -.007 .014 -.059 -.520 .605 a. Dependent Variable: absut1 Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Tabel 5.8 menunjukan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut Ut (Absut). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi diatas tingkat kepercayaan Universitas Sumatera Utara 5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan model regresi tidak bergejala hetroskedastisitas. 5.2.1.8 Uji Autokorelasi setelah transformasi data Hasil uji autokorelasi dengan Uji Runs Test setelah dilakukan transformasi data dalam bentuk Ln ditampilkan dapat dilihat pada Tabel 5.9 dibawah ini: Tabel 5.9 Uji Runs Test setelah transformasi data Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea .00741 Cases < Test Value 46 Cases >= Test Value 46 Total Cases 92 Number of Runs 42 Z Asymp. Sig. (2-tailed) -1.048 .294 a. Median Sumber : Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan Tabel 5.9 diatas, menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,294 lebih besar α = 0,05 (Asym Sig 0,294 > α 0,05), sehingga data pada penelitian ini tidak bergejala autokorelasi. 5.3 Pengujian Hipotesis 5.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama Pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini ditujukan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA terhadap alokasi belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara secara serempak dan parsial. Pengujian hipotesis pertama menggunakan Uji Statistik F dan Uji Statistik t. 5.3.1.1 Koefisien determinasi ( R2) Nilai koefisein determinasi ( R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai Koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Hipotesis pertama yang diuji pada penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh secara serempak dan parsial terhadap alokasi belanja modal. Untuk melihat seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel independen dapat dilihat melalui nilai adjusted R square pada Tabel 5.10 berikut ini Tabel 5.10 Nilai Koefisien Determinasi ( R2) b Model Summary Model 1 R R Square a .713 .509 Adjusted R Square .486 Std. Error of the Estimate .27171 a. Predictors: (Constant), Ln_RasioSiLPA, Ln_RasioKemandirian, Ln_RasioEfektivitasPAD, Ln_RasioEfisiensi b. Dependent Variable: Ln_AlokasiBM Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Nilai adjusted R square yang ditunjukan Tabel 5.10 adalah sebesar 0,486. Hal ini menunjukan bahwa 48,6 % variabel alokasi belanja modal dapat dijelaskan oleh kinerja keuangan daerah yang diukur rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi kemandirian keuangan daerah, rasio tingkat Universitas Sumatera Utara pembiayaan SiLPA, sedangkan sisanya sebesar 51,4 % dipengaruhi variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. 5.3.1.2 Uji statistik F Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara serempak terhadap variabel independen. Hasil uji statistik F dapat dilihat pada Tabel 5.11 dibawah ini: Tabel 5.11 Uji Statistik F ANOVAa Sum of Model 1 Squares Df Mean Square Regression 6.658 4 1.664 Residual 6.423 87 .074 13.081 91 Total F 22.544 Sig. .000b a. Dependent Variable: Ln_AlokasiBM b. Predictors: (Constant), Ln_RasioSiLPA, Ln_RasioKemandirian, Ln_RasioEfektivitasPAD, Ln_RasioEfisiensi Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan keuangan daerah, dan rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh secara serempak terhadap alokasi belanja modal. 5.3.1.3 Uji statistik t Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.12 Uji Statistik t Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error (Constant) 9.226 2.256 Ln_RasioKemandirian (RK) -.278 .044 .035 Sig. .000 -.507 -6.351 .000 .082 .035 .424 .673 -1.306 .461 -.276 -2.834 .006 .049 .023 .185 2.151 .034 Ln_RasioSiLPA(RSiLPA) a. Dependent T 4.090 Ln_RasioEfektivitasPAD (REP) Ln_RasioEfisiensi (RE) Beta Variable: Ln_AlokasiBM Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Hasil uji Statistik t yang ditunjukkan oleh Tabel 5.12 dengan kriteria pengambilan keputusan menggunakan nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05, maka pengaruh secara parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut: Variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan variabel rasio kemandirian (RK) memiliki tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 dengan koefisien regresi yang bernilai negatif maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel rasio kemandirian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Variabel rasio efektifitas PAD (REP) memiliki tingkat signifikansi 0,673 lebih besar dari α = 0,05 dengan koefisien regresi bernilai positif maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel efektifitas PAD berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Variabel rasio efisiensi keuangan daerah (RE) memiliki tingkat signifikansi 0,006 lebih kecil dari α = 0,05 dengan koefisien regresi bernilai negatif maka dapat Universitas Sumatera Utara disimpulkan bahwa secara parsial variabel rasio efisiensi keuangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Variabel rasio tingkat pembiayaan SiLPA (RSiLPA) memiliki tingkat signifikansi 0,034 lebih kecil dari α = 0,05 dengan koefisien regresi bernilai positif maka dapat disimpulkan secara parsial variabel rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel alokasi belanja modal. Berdasarkan nilai-nilai koefisien yang ditunjukan pada Tabel 5.12, dapat disusun persamaan regresi berganda, sebagai berikut : Alokasi_BM = 9,226 - 0,278 RK + 0,035 REP – 1,306 RE + 0,049 RSiLPA Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat diuraikan penjelasan sebagai berikut: a. Konstanta sebesar 9,226 bermakna bahwa alokasi belanja modal akan tetap sebesar konstanta jika variabel independen bernilai nol b. Varibel rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja dengan nilai koefisien 0,278 artinya setiap penambahan rasio kemandirian keuangan sebesar 1%, akan menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya sebesar 0,278% dengan asumsi variabel lain konstan. c. Variabel rasio efektivitas PAD berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0,035 namun tidak signifikan terhadap alokasi modal. d. Variabel rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal dengan nilai koefisien sebesar 1,306 artinya setiap penambahan rasio efisiensi keuangan daerah sebesar 1% akan menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya sebesar 1,306 % dengan asumsi variabel lain konstan. Universitas Sumatera Utara e. Variabel rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja dengan nilai koefisien 0,049 artinya setiap penambahan rasio tingkat pembiayaan SiLPA sebesar 1% akan menaikan alokasi belanja modal tahun berikutnya sebesar 0,049 % dengan asumsi variabel lain konstan. 5.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua 5.3.2.1 Uji Residual Pengujian hipotesis kedua pada penelitian ini dilakukan dengan uji residual. Pengujian ini dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis bahwa variabel DAK sebagai variabel moderating mampu memoderasi hubungan antara variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA dengan variabel alokasi belanja modal. Hasil uji residual disajikan pada Tabel 5.13 dan Tabel 5.14 dibawah ini. Tabel 5.13 Hasil Regresi untuk Uji Residual Coefficients Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B (Constant) a Std. Error 24.518 3.282 Ln_RasioKemandirian (RK) .000 .064 Ln_RasioEfektivitasPAD (RE) .004 Ln_RasioEfisiensikeuangan(REK) Ln_RasioSiLPA (RSilPA) Beta t Sig. 7.471 .000 .000 .002 .998 .120 .004 .037 .970 .018 .671 .004 .026 .979 -.073 .033 -.262 -2.214 .029 a. Dependent Variable: Ln_DAK Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan Hasil Regresi yang ditunjukan Tabel 5.13 dapat disusun persamaan untuk hasil pengujian hipotesis kedua, yaitu : DAK = 24,518 + 0,00 RK + 0,004 RE + 0,018 REK - 0,073 RSiLPA Universitas Sumatera Utara Hasil olahan data yang disajikan Tabel 5.13 bertujuan untuk memperoleh nilai residual dari variabel moderating, nilai residual tersebut kemudian ditransformasi menghasilkan nilai absolut residual. Nilai absolut residual tersebut diregresikan dengan belanja modal yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5.14 dibawah ini: Tabel 5.14 Hasil Uji Residual a Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Ln_AlokasiBM Std. Error .595 .184 -.086 .058 Coefficients Beta t -.155 Sig. 3.226 .002 -1.485 .141 a. Dependent Variable: AbsRes_1 Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah) Berdasarkan data pada Tabel 5.14 maka model uji residual dapat disusun bentuk persamaan, yaitu : |e| = 0,595 - 0,086 AlokasiBM Sebuah variabel bisa dikatakan sebagai variabel moderating apabila nilai signifikan < nilai α = 0,05 dan memiliki nilai koefisien yang negatif. Tabel 5.14 menunjukan bahwa tingkat signifikansi alokasi belanja modal sebesar 0,141 lebih besar dari α = 0,05 dan nilai koefisien bertanda negatif. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel DAK tidak mampu memoderasi hubungan variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA dengan variabel alokasi belanja modal. Universitas Sumatera Utara 5.4 Pembahasan hasil penelitian Hasil pengujian dari hipotesis pertama menyimpulkan bahwa variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA secara serempak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sedangkan secara parsial, variabel kinerja kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya; rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya; rasio efektivitas PAD berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hasil pengujian dari hipotesis kedua menyimpulkan bahwa variabel DAK tidak mampu memoderasi hubungan variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA dengan variabel alokasi belanja modal 6.4.1 Pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal Hasil pengujian pengaruh variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal dengan uji t menunjukkan hasil bahwa nilai koefisien regresi sebesar -0,278 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, hal ini menunjukan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh negatif menunjukan arti bahwa rasio kemandirian Universitas Sumatera Utara keuangan daerah tidak searah dengan alokasi belanja modal, dimana semakin meningkatnya rasio kemandirian keuangan daerah akan menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya. Hasil penelitiaan ini sejalan dengan penelitian Gerungan, Saerang, dan Pontoh (2013) dan Verawaty, Merina, dan, Sari (2015) yang menyatakan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Fitri (2013) dan Ardhini (2011) yang menyatakan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya. Rasio kemandirian keuangan menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Suatu daerah yang dikatakan mandiri dapat meningkatkan jumlah belanja modal untuk pelayanan publik (Ardhini, 2011). Rata-rata tingkat kemandirian keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 5,68 % (Tabel 5.1), hal ini menunjukan bahwa pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara mampu mengelola PAD nya, walaupun masih tetap bergantung kepada pemerintah pusat. Rasio kemandirian keuangan daerah memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal, kemungkinan hal ini disebabkan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, mengalokasikan PAD kepada belanja-belanja lain selain belanja modal atau dengan kata lain belanja modal bukan menjadi prioritas sehingga kenaikan rasio kemandirian keuangan daerah justru menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya. Universitas Sumatera Utara 6.4.2 Pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio Efektivitas PAD terhadap alokasi belanja modal Hasil pengujian pengaruh variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio efektivitas PAD terhadap alokasi belanja modal dengan uji t menunjukan hasil bahwa nilai koefisien regresi sebesar 0,35 dan tingkat signifikansi sebesar 0,673 yang lebih besar dari α = 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh tidak signifikan, menunjukan bahwa rasio efektivitas PAD tidak memiliki peranan penting dalam pengalokasian belanja modal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martini dan Dwirandra (2015) dan juga Fitri (2014) yang menyatakan bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap alokasi belanja modal, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sularso dan Restianto (2011) serta Arsa (2015) yang menyatakan bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. Rasio efektivitas yang tinggi, mencerminkan kemampuan daerah yang sudah baik dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Tidak berpengaruhnya rasio efektivitas PAD terhadap alokasi belanja modal, walaupun rata-rata rasio efektivitas PAD mencapai 111,19 % (Tabel 5.1) kemungkinan disebabkan oleh PAD yang diperoleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tidak dialokasikan untuk belanja modal namun untuk belanja lain, seperti belanja barang dan jasa, belanja pegawai dan belanja lain-lain. Hal ini akan berimbas pada terhambatnya pembangunan untuk kepentingan publik yang dibiayai dari belanja modal. Universitas Sumatera Utara 6.4.3 Pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio efisiensi keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal Hasil pengujian pengaruh variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio efisiensi keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal dengan uji t menunjukkan hasil bahwa nilai koefisien regresi sebesar -1,306 dan tingkat signifikansi sebesar 0,006 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio efektifitas keuangan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh negatif menunjukan arti bahwa rasio efektifitas keuangan daerah tidak searah dengan alokasi belanja modal, dimana semakin meningkatnya rasio efektivitas keuangan daerah akan menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martini dan Dwirandra (2015) dan juga penelitian Gerungan, Saerang, dan Pontoh (2013) serta Ardhini (2011) yang menyatakan bahwa rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya, namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitri (2014) yang menyatakan rasio efisiensi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio efisiensi keuangan daerah maka akan menurunkan alokasi belanja modal tahun berikutnya. Pengaruh negatif rasio efisiensi keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal kemungkinan disebabkan karena penggunaan keuangan daerah oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara kurang efisien yang digambarkan oleh tingginya rata-rata rasio efisiensi keuangan daerah yaitu sebesar 91,22 % (Tabel 5.1). Tingginya rasio efisiensi keuangan daerah kemungkinan disebabkan oleh tingginya realisasi Universitas Sumatera Utara pengeluaran namun tidak diimbangi dengan realisasi penerimaan daerah, sehingga terjadi pemborosan belanja daerah namun tidak digunakan untuk belanja modal secara maksimal. Selama ini, pengeluaran daerah didominasi oleh belanja pegawai dan belanja operasional lainnya sedangkan porsi belanja modal relatif kecil. Hal lain yang diduga menjadi penyebab rasio efisiensi keuangan daerah memiliki pengaruh negatif terhadap alokasi belanja modal adalah kemungkinan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tidak semuanya menerapkan Standar Analisis Biaya dalam menyusun anggaran kegiatan/program, sehingga kemungkinan banyak kegiatan/program tidak efisien (tidak wajar) dalam penganggaran biayanya. 6.4.4 Pengaruh kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio Tingkat Pembiayaan SiLPA terhadap alokasi belanja modal Hasil pengujian pengaruh variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio tingkat pembiayaan SiLPA daerah terhadap alokasi belanja modal dengan uji t menunjukan hasil bahwa nilai koefisien regresi sebesar 0,049 dan tingkat signifikansi sebesar 0,034 yang lebih kecil dari α = 0,05, hal ini menunjukkan bahwa rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh positif menunjukkan arti bahwa rasio tingkat pembiayaan SiLPA searah dengan alokasi belanja modal, dimana semakin meningkatnya tingkat pembiayaan SiLPA akan menaikan alokasi belanja modal tahun berikutnya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Martini dan Dwirandra (2015) yang menyatakan bahwa rasio tingkat pembiayaan SiLPA tahun lalu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya Universitas Sumatera Utara namun sejalan dengan penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada α = 1 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya. hal ini dapat menunjukkan kemungkinan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara mengalokasikan SiLPA daerahnya untuk mendanai pelaksanaan kegiatan yang bertujuan untuk pelayanan publik yang ditampung dalam kegiatan belanja modal, hal ini sesuai dengan tujuan SiLPA berdasarkan penjelasan Permendagri Nomor 13 tahun 2006. 6.4.5 DAK sebagai variabel moderating Hasil uji residual menunjukkan nilai koefisien adalah -0,086 dan signifikansi sebesar 0,141 lebih dari α = 0,05 sehigga DAK tidak mampu memoderasi hubungan antara kinerja keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal atau dapat dikatakan bahwa variabel DAK bukanlah variabel pemoderasi. DAK bersifat special grant, dimana peruntukanya untuk pembangunan yang sudah ditentukan dari pusat, yang lebih diprioritaskan untuk belanja modal (Verawaty, Meriana dan Sari, 2015). Besaran DAK ditentukan oleh pemerintah pusat melalui kajian menteri teknis berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bila usulan pembiayaan daerah diterima menteri teknis dan anggarannya ditampung dalam DAK maka daerah akan mempunyai sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang ditampung dalam belanja modal namun jika besaran DAK yang diusulkan pemerintah daearah tidak terealisasi berdasarkan usulan yang sudah diajukan kepada pemerintah pusat, Universitas Sumatera Utara maka pemerintah daerah harus mencari sumber pembiayaan lain untuk menutupi belanja modal yang pendanaanya berasal dari DAK. Berdasarkan deskripsi dan evaluasi APBD 2014 yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2014), menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang disampaikan pemerintah daerah dalam penyusunan APBD adalah terlambatnya informasi alokasi dana transfer ke daerah yang ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya. Keterlambatan informasi alokasi dana transfer yang mencakup DAK, DBH dan DAU ke daerah mempengaruhi proses penganggaran APBD termasuk penganggaran untuk belanja modal. Jadi, kemungkinan penyebab DAK tidak mampu memoderasi hubungan antara kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA terhadap alokasi belanja modal adalah karena ketidakpastian jumlah alokasi DAK yang diterima pemerintah daerah. Ketidakpastian ini disebabkan oleh lambatnya informasi alokasi dana transfer ke daerah oleh Kementerian Keuangan, sehingga seringkali besaran alokasi DAK yang dianggarkan pemerintah daerah pada APBD tidak sesuai dengan jumlah yang diberikan pemerintah pusat. Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pengujian hipotesis dan analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA secara serempak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Meskipun demikian pengujian secara parsial menunjukan tidak semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel alokasi belanja modal. Rasio kemandirian keuangan daerah dan rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya; rasio efektivitas PAD berpengaruh positif tidak signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya; Rasio tingkat pembiayaan SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal tahun berikutnya. 2. Variabel DAK tidak mampu memoderasi hubungan antara variabel kinerja keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA dengan variabel alokasi belanja modal. Variabel DAK bukan variabel pemoderasi. Universitas Sumatera Utara 6.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut : 1. Variabel dependen yang digunakan hanya mampu menjelaskan 48,6 % pengaruhnya terhadap alokasi belanja modal, kemungkinan masih lebih banyak variabel lain yang mempengaruhi alokasi belanja modal dan pengukuran kinerja keuangan daerah hanya menggunakan 4 rasio keuangan daerah 2. Penelitian ini hanya meneliti 23 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. 6.3 Saran 1. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian tentang alokasi belanja modal, supaya menambah variabel independen lainnya seperti DBH, pinjaman daerah dan lain-lain. Pengukuran kinerja keuangan agar menambah indikator lain, seperti rasio kontribusi BUMD, Total Revenues/Population Ratio, Debt Service Coverage Ratio dan lain-lain. 2. Peneliti selanjutnya, agar memperluas atau menambah sampel penelitian di luar wilayah Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara