Jakarta, 11 Januari 2010

advertisement
Jakarta, 18 Mei 2015
Diskusi Dengan ECB
Memanfaatkan libur ‘terjepit’ panjang pekan lalu, kami melakukan lawatan ke Eropa termasuk untuk
berdiskusi dengan sejumlah petinggi ECB di Frankfurt. Kami diterima oleh Massimo Rostagno, direktur
perencanaan kebijakan moneter ECB, dan Roberto Motto yang bertugas dalam pelaksanaan operasi moneter
ECB. Mereka mengapresiasi kedatangan delegasi Indonesia sebab menganggap Indonesia khususnya dan
Asia secara umum memiliki kedudukan yang semakin penting dalam pemulihan ekonomi global.
Memasuki sesi diskusi, kami menanyakan rasionalitas, mekanisme, time frame, indikasi keberhasilan dan
batasan operasi quantative easing yang tengah dilakukan oleh ECB termasuk persiapan mitigasi sekira ada
member (terus terang yang dimaksud adalah Yunani) yang berisiko keluar dari European Union. Menurut
Rostagno, kebijakan moneter non-konvensional quantitative easing dilakukan untuk mengatasi berbagai
kerusakan (impairments) sistem moneter dan perekonomian paska krisis keuangan global 2008. Sejak bulan
Maret 2015, ECB melakukan pembelian asset sovereign, natioan agency, super national, corporate bond EU
asser-back securities senilai 60 milyar euro sebulan hingga September 2016.
Tujuan utama berbagai langkah kebijakan moneter adalah price stability dimana tingkat inflasi dijaga hingga
dibawah dua persen. Mencermati inflasi yang terus melambat, dapat dipastikan langkah ECB sebetulnya
upaya stimulus untuk mencegah deflasi seperti yang dilakukan oleh Jepang.
Ketika kami menanyakan bagaimana upaya untuk mencegah fenomena “too much liquidity but too little
credit” seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Jepang, Rostagno menilai langkah ECB membuahkan hasil
yang lebih cepat dari yang semula diduga. Konsensus Bloomberg memproyeksikan pertumbuhan kawasan
Uni Eropa sebesar 1,4% tahun ini dan 1,7% tahun 2016. Selain melakukan asset purchases dan memberikan
re-financing dalam jangka panjang bagi sistem perbankan (LTRO), ECB menetapkan suku bunga discount
windows yang negatif. Maksudnya bank harus membayar dana yang ditempatkan kepada ECB.
Rostagno menyarankan kami untuk mencermati pertumbuhan statistik agregate moneter M3. Statistik ini
lebih luas ketimbang M2 (M1 plus deposit yang secara tidak langsung menunjukkan aktivitas kredit) dengan
menambahkan pasar uang, repo dan obligasi jangka pendek dibawah 2 tahun. Untuk verifikasi atas
pernyataaan Rostagno, melalui peraga berikut ditampilkan pertumbuhan M2 dan perubahan consumer
confidence untuk mencermati dampak terhadap sektor riil.
Terlihat pertumbuhan tahunan M3 hingga Maret 2014 yang berkisar 4,6%. Sementara itu indeks keyakinan
konsumen kembali terangkat selama setahun terakhir setelah sempat kembali menurun dibanding periode
2013. Sangat bisa jadi perkembangan positif ini melandasi equity rally di Eropa, khususnya Jerman, sepanjang
tahun berjalan.
Kami juga menanyakan apakah pelemahan drastis euro selama setahun terakhir merupakan ‘desirable
impact’ yang ECB rancang. Rostagno berkilah bahwa walaupun menganggap posisi euro penting, namun
tujuan kebijakan moneter tetap berpusat pada price stability. Kami menilai pelemahan rupiah merupakan
konsensensi langsung dari penciptaan likuiditas melalui QE yang bersesuaian dengan kesenjangan growth
potential antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun, seperti terlihat pada update Bloomberg Surpise
Index untuk AS, pelemahan euro (dengan kata lain penguatan dollar) yang terlalu kuat dan cepat, malah
merugikan ekonomi Amerika Serikat. Terlihat data terakhir pekan lalu kembali mengindikasikan realisasi yang
lebih rendah dibanding harapan. Sebagai akibatnya semua kelompok indikator berwarna merah atau lebih
rendah dari harapan.
Sementara dalam diskusi dengan Roberto Motto, sebagai anggota pelaksaan operasi moneter ECB, kami
menyoroti bond yield Jerman yang pernah menyentuh teritori negatif namun spread yield yang sangat lebar
antara Yunani dan Jerman. Kami menanyakan apakah ECB tidak membeli obligasi Yunani. Roberto
mengatakan bahwan ECB terbuka melakukan pembelian semua obligasi pemerintah dan korporasi
berdenominasi euro untuk tenor 2 hingga 30 tahun yang memilki kolateral tertentu. Dengan yield yang
negatif alias harganya mahal, menurut Motto, ECB dapat terus membeli obligasi Jerman selama tidak
melebihi -0,2% yang menjadi acuan discount windows ECB kepada perbankan.
Baik Massimo Rostagno dan Roberto Motto mengungkap bahwa langkah ECB terbatas kepada operasi
moneter. Persoalan perbedaan yield antara negara lebih terkait otoritas fiskal masing-masing negara yang
harus berani melakukan reformasi.
Dalam kunjungan menuju sejumlah tempat wisata utama di Eropa, seperti Heidelberg Jerman, Vienna Austria
dan Interlaken Swiss, terlihat jelas dominasi turis Asia asal China dan India (Chindia) yang agresif berbelanja.
Tidak heran bila di Jungfraujoch – top of Euro – dijumpai makanan India dan marketing officer yang fasih
berbahasa Mandarin.
IHSG Terus Alami Technical Rebound
Kembali ke tanah air, kami cermati IHSG
dan indeks SUN terus mengalami
technical rebound setelah kejatuhan
yang dalam dua pekan terakhir. IHSG
kini berada pada posisi 5227 sama
seperti pada awal tahun. Kurva yield
SUN mengalami pergeseran mingguan
kebawah. Sangat bisa jadi investor
menduga
Bank
Indonesia
akan
menurunkan suku bunga menyusul
update data perdagangan internasional
yang mengindikasikan pelemahan ekonomi akan terus berlangsung pada triwulan kedua. Hal ini dapat
dicermati dari penurunan tajam impor yang melandasi surplus neraca perdagangan.
Kami cermati pelemahan rupiah kurang sejalan dengan pelemahan dollar selama lebih dari sebulan terakhir.
Pelemahan ini berisiko terus memperlambat ekonomi. Kami harap Bank Indonesia bereaksi dengan
menurunkan suku bunga untuk kembali menggerakkan ekonomi. Sebab walau suatu saat the Fed
menormalisasi suku bunga, investor asing akan lebih memilih perekonomian yang bertumbuh.
Salam
Budi Hikmat
Chief Economist and Director for Investor Relation
Download