Capital Market

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pasar Modal
Pasar Modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas
(saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana
pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain ( misalnya pemerintah) dan sarana bagi
kegiatan berinvestasi. Dengan demikian pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus: fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau
wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan
dana (yaitu investor) dan pihak yang memerlukan dana (yaitu issuer, pihak yang
menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki
kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh
imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat
memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu
ersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fugsi
keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil
bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Dengan adanya pasar modal, diharapkan aktivitas perekonomian dapat menngkat
karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan, sehingga dapat
8
beroperasi dengan skala yang lebih besar, dan selanjutnya akan meningkatkan
pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas.
II.2. Nilai Perusahaan.
Berbagai perubahan struktural dalam perekonomian dan sistem pasar modal
memerlukan upaya peninjauan ulang secara terpadu. Tingkat pertumbuhan ekonomi
yang rendah dan persaingan global mengharuskan perusahaan untuk menyesuaikan
strategi perusahaannya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Umumnya
perusahaan dan investor (pemodal) akan berupaya untuk meningkatkan pengembalian
(return) dari aset yang dimiliki.
Investor yang menginvestasikan dananya pada sekuritas sangat berkepentingan
terhadap keuntungan saat ini dan keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang
serta adanya stabilitas dari keuntungan yang akan diperoleh. Sebelum menginvestasikan
dananya, investor melakukan analisis terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Investor juga berkepentingan atas informasi yang
berhubungan dengan kondisi atau kinerja keuangan perusahaan sebagai pedoman untuk
melakukan investasi, agar dana yang diinvestasikan tersebut mampu menghasilkan nilai
tambah di masa mendatang dalam bentuk deviden atau capital gain.
Harga saham suatu perusahaan menunjukkan nilai penyertaan dalam perusahaan.
Tinggi rendahnya harga saham suatu perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
kinerja perusahaan, resiko, deviden, tingkat suku bunga, penawaran, permintaan, laju
inflasi, kebijaksanaan pemerintah, dan kondisi perekonomian. Karena perubahan faktor
– faktor di atas, harga saham akan mengalami perubahan naik atau turun. Harga saham
menunjukkan nilai perusahaan di mata masyarakat. Apabila harga saham suatu
9
perusahaan tinggi, maka nilai perusahaan di mata masyarakat juga baik, begitu juga
sebaliknya, sehingga harga saham merupakan hal yang penting bagi perusahaan.
Berdasarkan pandangan keuangan, nilai perusahaan adalah nilai kini (present
value) dari pendapatan mendatang (future FCF) yang dihasilkan oleh perusahaan.
Mengingat bahwa FCF adalah arus kas bersih untuk penyedia kapital, maka nilai kini
dari pendapatan perusahaan tersebut juga mencerminkan nilai dari ekuitas ditambah
dengan hutang. Nilai perusahaan mungkin (selalu) berbeda dengan nilai buku kapital
dalam neraca. Perbedaaan (positif atau negatif) tersebut mencerminkan kemampuan
kapital dalam menghasilkan pendapatan di masa mendatang. Perbedaan yang positif
berarti terdapat atau diperoleh ”premium” atau nilai tambah bagi ekuitas karena
kemampuan kapital dalam menghasilkan pendapatan cukup bagus dan demikian pula
sebaliknya bila perbedaannya negatif.
II.3. Pengertian EVA, CVA, dan MVA
II.3.1. Pengertian EVA
Konsep dari EVA dikembangkan oleh Joel Stern dan Bennett Stewart, pendiri
kantor konsultan Stern Steward & Co. Stern Stewart menjadikan istilah EVA sebagai
hak ciptanya, sehingga kantor-kantor konsultan lain telah
memberikan nama yang
berbeda untuk nilai ini. Namun begitu, EVA adalah istilah yang paling umum digunakan
dalam praktik.
Menurut Stern Steward & Co., Economic Value Added merupakan sebuah
ukuran laba ekonomis yang dapat ditentukan dari selisih antara Laba Bersih Operasional
Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax) dengan biaya modal. Biaya modal ini
10
ditentukan melalui biaya rata-rata tertimbang dari hutang dan ekuitas (Weighted Average
Cost of Debt and Equity Capital – “WACC") dan jumlah dari modal yang digunakan.
Cara lain yang setara untuk menghitung EVA ialah dengan mengalikan modal
dengan selisih antara tingkat pengembalian atas modal (Return on Capital) dan WACC.
Apabila salah satu sasaran utama dari sebuah perusahaan adalah untuk meningkatkan
EVA secara berkesinambungan, yang patut diperhatikan dari rumus tersebut adalah hal
ini dapat dicapai melalui empat cara yang berbeda. Pertama, suatu perusahaan dapat
mengembangkan bisnisnya dengan cara berinvestasi, di mana tingkat pengembalian atas
investasi tersebut harus melebihi WACC. Kedua, perusahaan meningkatkan efisiensi
operasional dari modal yang sudah ada, sehingga tingkat pengembalian modal yang
lebih tinggi dapat diraih. Selanjutnya, perusahaan juga dapat menarik modalnya dari
investasi yang merugi, dimana tingkat pengembalian modal lebih kecil dari WACC dan
hampir tidak memiliki kesempatan untuk berkembang. Dengan demikian, dana yang
ditarik dapat dikembalikan kepada para pemegang saham ataupun diinvestasikan di
tempat lain yang lebih menguntungkan. Terakhir, perusahaan dapat meningkatkan rasio
hutang terhadap modal yang dimilikinya sehingga WACC menjadi lebih rendah, dan
dengan demikian baik fleksibilitas maupun kelangsungan perusahaan tidak terancam.
Apa yang membedakan EVA dengan metrik kinerja lainnya, seperti Laba Bersih
per Saham (EPS), Laba sebelum Beban Bunga, Pajak, Penyusutan dan Amortisasi
(EBITDA), dan juga Tingkat Pengembalian terhadap Modal yang diinvestasikan
(ROIC), ialah EVA memperhitungkan semua biaya dalam menjalankan sebuah bisnis –
yakni biaya operasional dan finansial. Ini menjadikan EVA sebagai sebuah pengukuran
yang paling baik, dan satu-satunya metrik yang paling sejalan dengan penciptaan nilai
bagi pemegang saham. Bahkan, secara aritmatis EVA dan Net Present Value (NPV)
11
terkait satu sama lain. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dapat yakin bahwa
peningkatan EVA selalu merupakan hal yang baik bagi para penanam modalnya, dimana
hal ini tidak demikian adanya pada EPS (terjadi dalam kasus Enron) ataupun pada Arus
Kas Bebas (Free Cash Flow). Banyak orang menganggap bahwa EVA merupakan suatu
sarana pengambilan keputusan yang lebih baik daripada NPV karena EVA dapat
memperhitungkan nilai yang diciptakan ataupun dihancurkan dari waktu ke waktu, baik
dari sebuah perusahaan maupun investasi. Selain itu peninjauan atas hasil kinerja yang
sesungguhnya dengan prediksi manajemen menjadi lebih mudah karena EVA.
Mengingat kegunaan dari metrik ini, banyak perusahaan telah menerapkan EVA
sebagai bagian dari sistem manajemen dan insentif yang komprehensif, yang dapat
mengarahkan proses pengambilan keputusan mereka. Fokus pada penciptaan nilai ini
telah membantu para pemegang saham dari perusahaan-perusahaan dengan baik.
Menurut David Young dan O’Byrne (2001), EVA merupakan laba operasi
sesudah pajak dikurangi biaya modal. Salah satu kekuatan besar EVA adalah menjadi
penghubung antara pengukuran kinerja dan penilaian pasar modal, membantu
memastikan bahwa kinerja manajemen dinilai dan diberikan imbalan dengan cara yang
konsiten dengan teori keuangan yang dapat dipercaya. EVA tidak hanya memberikan
kontribusi terhadap perilaku yang menciptakan nilai pada proses awal alokasi modal
tetapi juga meningkatkan penciptaan nilai dalam implementasi tahap pemantauan. EVA
merupakan langkah yang besar kedepan karena EVA meningkatkan praktik – praktik
yang dapat menghantarkan hasil keuangan yang unggul.
Menurut Brigham & Houston (2009), EVA adalah suatu estimasi dari laba
ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan, dan sangat jauh
berbeda dari laba akuntansi. Alasan yang paing penting mengapa EVA berbeda dari laba
12
akuntansi adalah dikurangkannya biaya modal ekuitas ketika menghitung EVA. EVA
mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal, termasuk
modal ekuitas, telah dikurangkan, sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa
mengenakan beban untuk modal ekuitas.
Perhatikan bahwa ketika menghitung EVA kita tidak menambahkan kembali
depresiasi. Meskipun bukanlah suatu pengeluaran dalam bentuk kas, depresiasi tetap
merupakan suatu biaya, dan karenanya dikurangkan ketika menentukan baik laba bersih
maupun EVA. Perhitungan kita tentang EVA berasumsi bahwa depresiasi ekonomis
yang sebenarnya dari aktiva perusahaan adalah persis sama dengan depresiasi yang
digunakan untuk tujuan akuntansi dan perpajakan. Jika kenyataannya tidak seperti itu,
harus dilakukan penyesuaian – penyesuaian untuk mendapatkan hasil pengukuran EVA
yang lebih akurat.
II.3.2 Pengertian CVA
Cash Value Added memiliki ide dasar mirip dengan EVA, yaitu perusahaan
berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya bila laba melebihi biaya
modal. Perbedaaan dari EVA dengan CVA adalah memakai aliran kas sebagai dasar
perhitungan. Dengan hanya melihat pada aliran kas yang benar-benar terjadi, distorsi
akuntansi dapat dihilangkan, sehingga perhitungan CVA akan menunjukan seberapa
besar perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham, yaitu perbedaan
antara kas yang berasal dari operasi dengan nilai penggantian asset dan biaya kapitanya.
CVA dihitung dengan mengurangkan aliran kas yang berasal dari operasi dengan
depresiasi ekonomis dan biaya kapital. Aliran kas dan operasi merupakan jumlah uang
13
yang benar-benar didapat perusahaan karena melakukan aktivitas operasi perusahaan.
Dengan demikian, aliran kas ini tidak terdistorsi dengan metode pencatatan akumulasi.
Depresiasi ekonomis dihitung berdasarkan asumsi-asumsi umur ekonomis asset yang
merupakan umur pakainya, perkiraan laju inflasi selama umur ekonomis asset dan
tingkat biaya kapital tidak berubah selama umur ekonomis asset tersebut. Perbedaan
dalam membuat asumsi akan menghasilkan nilai CVA yang berbeda.
II.3.3 Pengertian MVA
Menurut Stern Stewart & Co Market Value Added mengukur perbedaan antara
nilai pasar dari suatu perusahaan (Hutang dan Ekuitas) dengan jumlah Modal yang
diinvestasikan. Secara ekuivalen, MVA sama dengan present value dari EVA yang
diharapkan di masa datang. Perusahaan yang bertransaksi pada harga premium atas
modal yang diinvestasikan memiliki MVA positif, sedangkan perusahaan yang
bertransaksi dibawah modal yang diinvestasikan memiliki MVA negatif.
Menurut David Young Dan O’Byrne (2001) MVA adalah perbedaan antara nilai
pasar (termasuk ekuitas dan hutang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam
perusahaan. Nilai pasar mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer
yang sukses telah menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya, dan
mengubahnya menjadi lebih besar. Semakin besar MVA, semakin baik. MVA negatif
berarti nilai dari investasi yang di jalankan manajemen kurang dari modal yang
diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal.
Menurut Brigham & Houston (2009), sasaran utama dari kebanyakan perusahaan
adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Sasaran ini sudah pasti akan
menguntungkan pemegang saham, tetapi juga akan membantu untuk memastikan bahwa
14
sumber daya yang terbatas telah di alokasikan secara efisien, yang akan memberikan
keuntungan pada ekonomi. Kekayaan pemegang saham akan dimaksimalkan dengan
meminimalkan perbedaan antara nilai pasar dari saham perusahaan dan jumlah model
ekuitas yang telah diberikan oleh pemegang saham. Perbedaan tersebut disebut sebagai
nilai tambah pasar (Market Value Added).
II.4. Metodologi Perhitungan EVA, CVA, dan MVA
II.4.1. Perhitungan EVA
David Young dan O’Byrne (2001) menyatakan bahwa EVA dapat dicari dengan
rumus sebagai berikut:
EVA = (RONA – WACC) x Invested Capital
Menurut David Young dan O’Byrne (2001), EVA sama dengan NOPAT
dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak. Biaya
modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan rata-rata
tertimbang dari biaya modal (WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap
komponen modal, utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang
saham, ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada
nilai pasar. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham,
seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, dan
kewajiban jangka panjang lainnya.
II.4.1.1. RONA (Return On Net Asset/ Pengembalian Pada Aktiva Bersih)
David Young dan O’Byrne (2001) menyatakan bahwa RONA dapat dicari
dengan rumus berikut :
15
RONA = NOPAT / Net Asset
RONA merupakan pengembalian atas aktiva bersih. Resiko terhadap perusahaan
yang menggunakan RONA tanpa EVA adalah manajer divisi mungkin melewati proyek
yang menciptakan nilai karena yang akan mengurangi RONA, atau mungkin
menjalankan proyek yang memusnahkan nilai karena manajer akan meningkatkan
RONA, dengan kata lain ketergantungan pada RONA semata dapat mengarah pada
perilaku yang kurang optimal.
II.4.1.2. WACC (Weighted Average Cost of Capital / Biaya Modal Rata – Rata
Tertimbang )
Menurut Brigham & Houston (2009) bentuk pembiayaan yang berbeda
membawa resiko yang berbeda bagi investor, mereka harus membawa biaya berbeda
untuk perusahaan yang menjadi pokok investor membutuhkan pengembalian lebih tinggi
untuk pembelian saham dalam suatu perusahaan tertentu daripada ketika memberikan
pinjaman karena lebih beresiko. Oleh karenanya biaya modal suatu perusahaan
bergantung tidak hanya pada biaya hutang dan pembiayaan ekuitas tetapi juga seberapa
banyak dari masing-masing itu dimiliki dalam struktur modal.
Menurut Yaoung & O’Byrne (2001) hubungan antara biaya modal dan baya
hutang serta pembiayaan ekuitas dapat digabungkan dalam biaya modal rata-rata
tertimbang (weighted average of capital) dari suatu perusahaan sebagai berikut:
WACC = hutang/ pembiayaan total (biaya hutang) (1-T) + ekuitas/ pembiayaan
total (biaya ekuitas)
16
Sehingga untuk menghitung WACC suatu perusahaan perlu mengetahui yang berikut
ini:
•
Jumlah hutang dalam struktur modal
•
Jumlah ekuitas dalam struktur modal
•
Biaya hutang
•
Tingkat pajak
•
Biaya ekuitas
Biaya hutang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayar perusahaan kepada
pemberi pinjaman. Biaya hutang (cost of debt = kd) merupakan tingkat keuntungan yang
di nikmati oleh pemegang / pembeli obligasi. Hutang dapat diperoleh dari lembaga
pembiayaan atau dengan menerbitkan surat pengakuan hutang (obligasi). Biaya hutang
merupakan rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar pada saat ini untuk
mendapatkan hutang jangka panjang baru. Perusahaan memiliki beberapa paket surat
hutang dengan beban bunga yang beragam dan cara yang tepat menghitungnya adalah
secara tertimbang (weight). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan
mengurangi besarnya pendapatan kena pajak maka Kd harus dikoreksi dengan faktor
tersebut (1-t) dengan t = tingkat pajak yang dikenakan. Biaya hutang berasal dari biaya
hutang setelah pajak, Kd (1-t).
Biaya hutang ini merupakan biaya yang relevan dari hutang baru, mengingat
pajak yang digunakan untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC).
Perhitungan ini sama dengan Kd dikalikan dengan (1-t), dimana t merupakan faktor
pajak marjinal perusahan, t dapat dihitung dengan biaya pajak dibagi dengan laba
sebelum pajak. Sehingga rumus untuk pembiayaan total biaya hutang adalah :
17
Kdt = Kd ( 1 – t )
Alasan penggunaan biaya hutang setelah pajak dalam menghitung biaya hutang
setelah pajak dalam menghitung biaya modal rata-rata tertimbang adalah sebagai
berikut, nilai saham perusahaan yang ingin kita maksimalkan, bergantung pada arus kas
setelah pajak. Karena bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan, maka bunga
menghasilkan penghematan pajak yang mengurangi biaya hutang bersih, yang membuat
biaya hutang setelah pajak lebih kecil dari biaya hutang sebelum pajak. Biaya hutang
adalah suku bunga atas hutang baru, bukan atas hutang yang masih beredar, dengan kata
lain biaya yang kita perlukan adalah biaya hutang marjinal.
Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan
bukan nilai buku. Menurut Brigham dan Haouston (2009) ada tiga metode pendekatan
untuk menetukan nilai Ke antara lain :
a. CAPM (Capital Asset Pricing Model)
b. Diccounted Cash Flow Model (DCF)
c. Bond Yield Risk Premium Approach.
Dari ketiga pendekatan tersebut yang dipilih oleh penulis adalah pendekatan
dengan CAPM karena Model CAPM adalah yang popular.
Metode tersebut dapat dirumuskan :
Ke = risk free rate + risk premium
Ke = Krf + β [Krm –Krf]
Moedel ini melihat tingkat hasil yang diharapkan investor dengan rumus krf =
tingkat hasil pengembalian bebas resiko (risk free rate), Krm = tingkat hasil
pengembalian yang diharapkan pasar, dan β = koefisien Beta saham yang merupakan
Indeks resiko saham perusahaan. Risk free rate = Krf adalah tingkat bunga bebas resiko,
18
dimana penanaman modal pada instrumen bisnis yang mempunyai tahun bunga bebas
resiko. Ini akan dapat dipastikan memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan.
Sebagai ukuran dipakai tingkat suku bunga obligasi dalam ha ini Sertifiat Bank
Indonesia. Data ini diperoleh dengan mengakses situs Bank Indonesia. Market return =
Krm adalah tingkat keuangan portofolio pasar atau nilai keseluruhan pasar. Sebagai
pengukur dipakai tingkat keuntungan rata- rata seluruh kesempatan investasi yang
tersedia di indeks pasar. Indeks pasar yang dipakai adalah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Data diperoleh dari Capital Market Directory dan Yahoo Finance.
Cara memperolehnya adalah dengan mengumpulkan nilai IHSG bulanan.
Kemudian dihitung sebagai berikut :
Menurut Prof. Dr. Jogiyanto H.M., MBA., Akt. (2007), Beta merupakan suatu
pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar.
Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar. Dengan
demikian Beta merupakan pengukur risiko sistematik (Systematic Risk) dari suatu
sekuritas atau portofolio relatif terhadap resiko pasar. Volatilitas dapat di definisikan
sebagai fluktuasi dari return – return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode
tertentu.
Rumus untuk menghitung Beta adalah sebagai berikut :
Beta =
19
Keterangan:
n
= Jumlah observasi
Rm
= tingkat pengembalian pasar
Ri
=tingkat keuntungan saham individu
Rumus untuk menghitung tingkt keuntungan saham individu adalah sebagai berikut :
Ri =
Keterangan :
Pit
= Harga saham penutupan pada periode t
Ptt-1
= Harga penutupan saham pada periode t-1
Premi resiko pasar (Market Risk Premium) merupakan selisih antara return pasar
bebas resiko yang artinya investor akan memiliki tambahan sebesar Risk Premium atau
dengan kata lain Market Risk sebagai tambahan resiko perusahaan. Angka Market Risk
Premium ini diambil dari situs Damodaran.
II.4.1.3. Modal Yang Diinvestasikan (Invested Capital)
Modal yang diinvestasikan (invested capital) adalah keseluruhan jumlah ekuitas
dengan jumlah total kewajiban perusahaann. Modal yang diinvestasikan adalah aktiva
yang diinvestasikan dalam aktivitas operasi yang berkelanjutan. Modal yang
diinvestasikan terdiri dari jumlah hutang jangka pendek, pinjaman bank/sewaguna
usaha/obligasi jangka panjang, kewajiban yang ditangguhkan, kewajiban jangka panjang
lainnya, hak minoritas atas aktiva bersih anak perusahaan dan ekuitas.
20
II.4.2. Perhitungan CVA
Menurut Budi Rustadi K, metode perhitungan CVA adalah dengan
mengurangkan aliran kas dengan depresiasi ekonomis dan biaya kapital.
CVA = Operating Cash Flow - (Depresiasi ekonomis + Biaya kapital)
= Operating Cash Flow – {Depresiasi ekonomis + (k x Total capital)
Dimana:
Operating Cash Flow = aliran kas yang berasal dari kegiatan operasi
Depresiasi ekonomis = alokasi beban depresiasi akibat penggunaan asset tetap
perusahaan yang dilakukan setiap tahunnya sepanjang umur
asset tersebut.
k
= tingkat biaya capital (cost of capital), yakni batas minimum
tingkat hasil yang harus dicapai perusahaan agar perusahaan
tidak dinyatakan merugi.
Total kapital
= total hutang jangka panjang dan jangka pendek yang memiliki
beban bunga, ditambah dengan nilai ekuitas.
Aliran kas dari operasi yang dijadikan sebagai dasar perhitungan laba pada
metode CVA, merupakan jumlah uang yang benar-benar diperoleh perusahaan dari
aktivitas operasi perusahaan. Dengan hanya melihat pasa aliran kas yang benar-benar
terjadi, maka distorsi akuntansi dapat dihilangkan.
Depresiasi ekonomis adalah jumlah yang disisihkan setiap tahun selama umur
ekonomis dari asset, dimana jumlah seluruh penyisihan pada akhir umur ekonomis sama
dengan nilai asset tersebut. Depresiasi ekonomis disini bukan berarti perusahaan harus
menyisihkan sejumlah uangnya untuk mengganti assetnya dimasa mendatang.
21
Depresiasi ekonomis adalah semacam benchmark dari hasil operasi perusahaan pada
periode tersebut (Yubardini 2005).
Dengan demikian perhitungan CVA akan menunjukan seberapa besar
perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham, yaitu perbedaan antara kas
yang berasal dari operasi dengan nilai penggantian asset dengan biaya kapitanya.
II.4.3. Perhitungan MVA
Brigham (2009) menyatakan bahwa Market Value Added (MVA) dapat
dirumuskan sebagai berikut :
MVA = nilai pasar dari saham – ekuitas modal yang diberikan pemegang saham
= (saham beredar) x (harga saham) – total ekuitas saham biasa.
Young & O’Byrne (2001) menyatakan bahwa Market Value Added (MVA)
adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal
keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. MVA adalah selisih ntara nilai pasar
saham biasa perusahaan dengan nilai nominal saham biasa perusahaan dikalikan dengan
jumlah saham biasa perusahaan yang beredar.
MVA = (Nilai pasar saham biasa perusahaan – Nilai nominal saham biasa
perusahaan) x Jumlah saham biasa perusahaan yang beredar
II.5. Kelebihan dan kekurangan EVA, CVA, dan MVA
II.5.1. Kelebihan dan kekurangan EVA
Menurut Brigham & Houston (2009), EVA menyajikan suatu ukuran yang baik
mengenai sampai sejauh mana perusahaan telah memberikan tambahan pada nilai
22
pemegang saham. Oleh karenanya, jika manajer berfokus pada EVA, hal ini akan dapat
membantu memastikan bahwa mereka telah menjalankan operasi dengan cara yang
konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Perhatikan
pula bahwa EVA dapat dihitung untuk divisi – divisi sekaligus juga untuk perusahaan
secara keseluruhan, sehingga dapat menjadi dasar yang berguna bagi perusahaan untuk
menentukan kompensasi manajerial pada seluruh tingkatan.
Selain itu, EVA juga sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai penilai kinerja
perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai (value
creation). Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan
perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para
manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya para pemegang saham, yaitu memilih
investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat
biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
Metode EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang
memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya. Proyek yang
memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek
tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian proyek tersebut sebaiknya
diambil, begitu juga sebaliknya, bila proyek tidak menguntungkan, maka tidak perlu
diambil.
Perhitungan EVA relatif lebih mudah dilakukan, hanya yang menjadi persoalan
adalah perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih banyak dan analisis
yang lebih mendalam. Selain itu, EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa
memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain,
sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan analisis rasio.
23
Dengan berbagai keunggulannya, EVA juga mempunyai beberapa kelemahan, di
antaranya adalah :
1.
EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu, sehingga
bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA pada tahun yang berlaku yang positif
tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA di masa datangnya yang negatif.
Padahal sebenarnya nilai suatu perusahaan merupakan akumulasi EVA selama umur
perusahaan, maka untuk menilai kinerja perusahaan menggunakan EVA harus
melihat EVA masa kini dan mendatang.
2.
Secara konseptual EVA memang lebih unggul dibanding pengukur tradisional
akuntansi, namun secara praktis belum tentu EVA dapat diterapkan dengan mudah.
Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi biaya modal yang sulit dilakukan
dengan tepat terutama untuk perusahaan yang belum go public. Untuk perusahaan
yang sudah go public, tingkat biaya modal dan ekuitas dapat diperkirakan dengan
menggunakan Capital Asset Pricing Model ( CAPM ) atau market model.
3.
EVA hanya mengukur hasil akhir (result). Konsep ini tidak mengukur aktivitas –
aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen.
II.5.2. Kelebihan dan kekurangan CVA
Menurut penemu konsep CVA (Boston Consulting Group), dalam Nurdin
(2007), keunggulan kinerja dengan menggunakan konsep CVA dibandingkan EVA
adalah:
1. CVA mengontrol depresiasi, maka dengan menggunakan CVA dapat focus pada
apa yang menjadi alat dalam menciptakan profitabilitas.
24
2. CVA dapat mengeliminasi distorsi akuntansi yang masih mungkin imbul dengan
mengguakan EVA karena mereleksikan keuntungan yang benar-benar diperoleh
perusahaan dalam bentuk uang.
3. Investor bisanya lebih tertarik dengan cashflow dibandingkan dengan income.
Keunggulan CVA lainnya dibandingkan dengan EVA adalah perhitungan CVA
lebih sederhana karena tidak memerlukan penyesuaian-penyesuaian seperti ekuivalen
ekuitas dalam EVA. CVA menggunakan basis kas, yang dapat langsung diperoleh dari
laporan arus kas dan dat-data yag diperlukan dalam perhitungan CVA merupakan dta
yang tedapat dalam laporan keuangan dan lebih mudah didapatkan.
CVA merupakan nilai absolute, sehingga salah satu kelemahannya adalah sama
dengan kelemahan EVA, yaitu tidak dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan-perusahaan yang memiliki besar berbeda.
Kelemahan lain dari CVA adalah pada asumsi-asumsi yang digunakan dalam
menghitung depresiasi ekonomis. Asumsi yang dilakukan adalah dalam menetapkan laju
inflasi, tingat biaya kapital, serta umur ekonomis dari asset. Dengan asumsi yang
berbeda, depresiasi ekonomis yang dihasilkan juga akan berbeda sehingga dapat
mengahasilkan nilai dari CVA yang berbeda pula.
Selain itu kelemahan CVA adalah pada perbedaan pengkategorian beban.
Misalnya, biaya riset yang dapat dianggap sebagai beban ataupun dapat pula
dikapitalisasikan, perbedaan prinsip successful effort dan full cost dalam perusahaan
pertambangan, dan lain-lain. Biaya riset yang dianggap sebagai beban dapat mengurangi
nilai CVA, yang berarti kinerja lebih kecil. Padahal riset diperlukan untuk tetap menjaga
keunggulan perusahaan.
25
Perhitungan biaya kapital dalam CVA juga merupakan salah satu masalah yang
perlu diperhatikan. Seperti halnya perhitungan EVA keakuratan perhitungan CVA juga
bergantung pada keakuratan estimasi biaya ekuitas dan perhitungan biaya hutang.
Selain itu, CVA menggunakan jumlah ekuitas yang ada pada neraca perusahaan, dimana
perhitungan ekuitasnya terdistorsi oleh prinsip akutansi yang digunakan.
II.6. Hubungan Antara EVA Dan CVA Terhadap MVA
II.6.1. Hubungan EVA Terhadap MVA
Menurut Brigham & Houston (2009), terdapat suatu hubungan antara EVA dan
MVA tetapi hubungan tersebut bukanlah suatu hubungan langsung. Jika sebuah
perusahaan memiliki sejarah nilai – nilai EVA yang negatif, maka nilai MVA-nya
kemungkinan juga akan negatif, dan begitu juga sebaliknya jika terdapat sejarah nilainiai yang positif. Namun begitu, harga saham, yang merupakan unsur utama dari
perhitngan MVA, lebih tergantung pada ekspektasi kinerja di masa mendatang dari pada
suatu kinerja historis. Oleh sebab itu, sebuah perusahaan dengan sejarah nilai EVA yang
negatif dapat saja memiliki nilai MVA yang positif, asalkan para investornya
mengharapkan terjadinya suatu perubahan arah di masa mendatang.
II.6.2. Hubungan CVA terhadap MVA
Nilai CVA menunjukkan pendapatan dalam bentuk kas yang diperoleh
perusahaan dari aktivitas operasinya. Nilai CVA yang tinggi akan menguntungkan
perusahaan karena menunjukkan bahwa perusahaan mampu membiayai aktivitas operasi
selanjutnya dan menguntungkan juga bagi investor karena menunjukkan kemampuan
26
perusahaan menghasikan kas dari satu periode ke periode berikutnya, dengan
menciptakan keuntungan yang likuid. Kemampuan ini seharusnya dapat meningkatkan
nilai bagi perusahaan yang dapat dilihat melalui peningkatan harga saham
perusahaan,dimana dalam penelitian ini peningkatan harga saham perusahaan tercermin
oleh MVA perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa apabila CVA bernilai positif
maka MVA perusahaan juga akan bernilai positif.
27
Download