BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim dasar dalam sistem perekonomian dan globalisasi telah memunculkan dinamika perdagangan dan bisnis yang cepat di dunia. Hal tersebut juga diikuti oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Perubahan di berbagai sektor seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya, dan kondisi dari situasi pasar semakin terlihat jelas di berbagai sektor industri. Secara langsung maupun tidak langsung adanya perubahan tersebut telah mengubah sikap dan perilaku konsumen. Pemilihan akan suatu produk menjadi pilihan utama dalam pemasaran, konsumen tidak hanya mengharapkan kualitas tinggi dari suatu produk, tetapi juga manfaat yang akan mereka terima dari produk tersebut. Perdagangan global dan persaingan internasional merupakan faktor utama keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan. Untuk berkompetisi, memenangkan kompetisi dan memiliki keunggulan dari perusahaan lain dengan memproduksi produk sejenis, perusahaan harus bisa memberikan produk yang lebih berkualitas dan memberikan manfaat kepada konsumen sehingga pertumbuhan ukuran pasar dalam industri akan semakin bergerak dinamis. Dengan ditunjang oleh pesatnya 1 perkembangan teknologi maka posisi tawar konsumen terhadap produsen menjadi lebih kuat karena konsumen kini mampu mengakses dan menjangkau produk atau jasa yang diinginkan meskipun produk atau jasa tersebut terletak jauh dari tempat dimana konsumen berada (Yim, Anderson, dan Srinivasan, 2005). Berbagai macam pilihan produk, baik barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen, memberikan kesempatan bagi konsumen untuk melakukan konsumsi dengan berbagai pilihan merek. Beragam merek produk yang ditawarkan perusahaan membuat konsumen memiliki kesempatan untuk beralih dari satu merek ke merek lainnya. Selain itu kondisi ekonomi yang tidak stabil juga menyebabkan daya beli konsumen menurun dan akibatnya konsumen lebih berorientasi pada harga. Orientasi konsumen pada harga menyebabkan merek menjadi kurang dipentingkan, tingkat loyalitas konsumen terhadap merek produk tertentu semakin menurun, dan hal ini memicu terjadinya perpindahan merek (Setiyaningrum, 2007). Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek lainnya (Khairani, 2011). Perpindahan merek (brand switching) merupakan sisi lain dari loyalitas merek (brand loyalty) yang menurut Grover (1996:46) dalam Putra (2011) yang dikategorikan loyal adalah segmen yang lebih dari 80 persen membeli merek favorit mereka tetapi kadang membeli merek lain, sedangkan yang melakukan perpindahan memiliki perilaku membeli merek yang berbeda dalam satu kelas produk. Menurut Assael (1995) dalam Haryono (2010), perpindahan merek dilakukan 2 oleh konsumen terjadi pada produk-produk dengan karakteristik keterlibatan pembelian rendah, yaitu tipe perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian yang cenderung melakukan perpindahan merek dan sangat rentan berpindah terhadap merek pesaing. Tingkat persaingan yang terjadi antar produsen produk yang rentan terhadap perpindahan merek juga semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan aktivitas pemasaran dan menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada (Noorhayati, 2011). Pemasar pada umumya menginginkan agar pelanggan yang diciptakannya terus dipertahankan (Junaidi dan Dharmmesta, 2002). Penting bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada karena biaya untuk menarik pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada (Kotler, 2008:177). Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada adalah dengan meningkatkan kepuasan pelanggan. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap produk merupakan konsep penting yang perlu dipahami pemasar karena dapat mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2008:177). Kepuasan adalah rangkuman kondisi psikologis yang dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan yang tidak sesuai dilipatgandakan oleh perasaan-perasaan yang terbentuk dalam diri 3 seseorang tentang pengalaman pengkonsumsian (Oliver dalam Setiyaningrum, 2007). Ketidakpuasan konsumen merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perpindahan merek karena pelanggan yang tidak puas akan mencari informasi pilihan produk lain dan mereka mungkin akan berhenti membeli produk atau mempengaruhi orang lain untuk tidak membeli (Haryono, 2010). Keputusan konsumen untuk berpindah merek merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tertentu, skenario persaingan, dan waktu sehingga perpindahan merek tidak hanya terjadi karena faktor ketidakpuasan konsumen (Srinivasan dalam Wardani, 2011). Menurut Anwar (2007) keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan mencari variasi (variety seeking). Kebutuhan mencari variasi merupakan komitmen secara sadar untuk membeli merek lain karena individu terdorong untuk menjadi terlibat, terdorong ingin mencoba hal baru, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal baru yang tujuannya adalah untuk mencari kesenangan atau melepaskan kejenuhan dari merek yang biasa digunakan (Lestari, 2011). Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) No.31/05/Th.2011/XIV pada tahun 2009 kenaikan PDB sebesar 4,5 persen, tahun 2010 mengalami peningkatan 6,1 persen dan memasuki awal Tahun 2011 meningkat menjadi 6,5 persen. Seiring dengan naiknya PDB, pendapatan perkapita semakin meningkat pada Tahun 2009 pendapatan perkapita mencapai 24,3 juta, 27 juta 4 perkapita Tahun 2010 dan awal Tahun 2011 mencapai 28,75 juta perkapita sehingga berpotensi meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap produk dan jasa yang merupakan turning point dimana masyarakat akan lebih kreatif dan menuntut banyak terhadap produk (Hermawan Kartajaya dalam SWA 01/XXVII/6-19 Januari 2011). Diperkirakan dampak dari kenaikan pendapatan perkapita menyebabkan sektor industri semakin besar mendapatkan pangsa pasar (market size) dari konsumsi barang masyarakat. Pangsa pasar merupakan bagian pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan, atau persentase penjualan suatu perusahaan terhadap total penjualan para pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat tertentu. Berikut ini salah satu market size dari sektor industri di Indonesia pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Market Size Sektor Industri Kosmetik dan Toiletries di Indonesia Industri 2007 Market Size (%) 2008 2009 2010 2011 Kosmetik dan 14,1 16,3 20,7 22,1 28,1 Toiletries Sumber: SWA 27/XXIV/18 Desember-7 Januari 2009, dan SWA 27/XXVI/20 Desember-5 Januari 2011 Industri kosmetik dan toiletries merupakan salah satu jenis industri perawatan pribadi yang mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan market size sebesar 1,5 persen. Pada Tahun 2010 terjadi peningkatan 1,4 persen dari 20,7 persen menjadi 22,1 persen dan Tahun 2011 mencapai 28,1 persen dengan peningkatan 6 persen ukuran pasar pada industri kosmetik dan toiletries. Hal ini disebabkan oleh kesadaran konsumen terhadap pentingnya produk- 5 produk kosmetik dan toiletries untuk menunjang dirinya agar tetap hidup bersih dan sehat. Salah satu industri toiletries yang terus berkembang dan menjadi industri besar adalah produk sabun mandi cair, hal ini karena adanya pergeseran perilaku konsumen dalam menggunakan sabun mandi dari sabun mandi padat ke sabun mandi cair karena praktis, mudah dibawa, digunakan dan disimpan. Penampilan telah mengambil porsi besar dalam perhatian manusia dewasa ini. Kesadaran terhadap kesehatan kulit mengakibatkan konsumen sangat selektif dalam memilih produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan harapan dapat memperoleh kepuasan dari produk yang dikonsumsinya. Sehingga menuntut perusahaan harus dapat mengevaluasi kinerja produk yang semakin kompetitif dalam meningkatan indeks kepuasan produk sabun mandi cair di masa mendatang. Konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan merek produk dan kemungkinan konsumen untuk berpindah dari satu merek produk ke merek lain semakin besar, khususnya bagi mereka yang berorientasi pada harga dan menyukai hal-hal baru. Gencarnya promosi lewat iklan semakin memotivasi konsumen untuk mencoba merek baru. Pada sisi lain, produk sabun mandi cair merupakan produk yang dibutuhkan oleh setiap orang sehingga banyak muncul pesaing baru yang dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada. Kondisi ini memunculkan beberapa isu strategik tentang bagaimana perusahaan menarik perhatian pelanggan pada merek produk yang dihasilkan, bagaimana membuat pelanggan menerima dan 6 terus menggunakan merek produk yang dihasilkan, dan bagaimana perusahaan dapat menciptakan pelangggan baru serta mempertahankan loyalitas pelanggan (Lin et al. 2000). Sebagai akibatnya adalah dari tahun ke tahun produk sabun mandi cair semakin bervariasi baik dari sisi komposisi, kemasan, hingga harga. Persaingan pada industri sabun mandi cair dikuasai oleh beberapa perusahaan besar yaitu PT. Kao Indonesia dengan produk Biore, PT. Unilever Indonesia Tbk. dengan produk Lux, Lifebouy, Dove dan Citra, PT. Reckitt Benckiser dengan produk Dettol, PT. Bina Karya Utama dengan produk Shinzu’i, PT. Mandom Indonesia dengan produk Gatsby dan PT. Wings dengan produk Nuvo. Masingmasing perusahaan tersebut saat ini tengah bersaing dan mengembangkan keunggulan produknya dalam mendominasi pasar persaingan yang hampir sama yaitu mengeluarkan berbagai jenis produk khususnya produk sabun mandi cair. Pasar dengan konfigurasi persaingan di kategori ini mengacu pada persaingan sempurna, dimana para pemilik merek terlibat memiliki kekuatan yang relatif berimbang. Setiap merek bisa tumbuh, memiliki ekuitas tinggi, bersaing sehat, membangun ekonomi, dan memberikan nilai tambah yang terbaik untuk pelanggan. Biore merupakan pelopor dari kehadiran sabun mandi cair di bawah naungan PT. KAO Indonesia. Kao Corporation hadir di Indonesia dengan keyakinan bahwa bangsa yang bersih adalah bangsa yang sejahtera. Dan cara hidup yang sehat adalah cerminan sebuah tingkat kehidupan yang lebih baik. Produk–produk yang telah dibuat oleh PT. KAO sangat beragam, mulai dari deterjen, produk perlengkapan 7 wanita dan produk-produk perawatan bayi, kosmetik berkualitas dan produk perawatan kecantikan lainnya, serta produk makanan sehat untuk gaya hidup sehat. Produk–produk tersebut telah melalui uji klinis dari laboratorium sehingga semua produknya memiliki standar kualitas yang tinggi (www.kao.com/id). Biore merupakan merek sabun mandi cair yang paling banyak memiliki variasi produk, dengan 9 jenis sabun mandi cair yaitu Biore Body Foam Pure Mild, Biore Body Foam Active Deodorant, Biore Body Foam Whitening Scrub, Biore Body Foam Relaxing Aromatic, Biore Foam Sakura Sensation, Biore Body Foam Sparkling Apple, Biore Body Foam Healthy Plus, Biore Body Foam Daily Antiseptic, Biore Body Foam Charmming Freesia, dan Biore Body Foam Lively Refresh (www.kao.com/id). Segmentasi dan target pasar Biore adalah remaja hingga dewasa usia produktif (18-35 tahun) yang sering menggunakan dan memilih sendiri kebutuhan kosmetik dan toiletries (personal care) berdasarkan pilihan diri sesuai harapan yang ingin mereka dapatkan dari suatu produk untuk menunjang aktivitas yang dituntut untuk berpenampilan menarik dengan didukung kebersihan, kelembutan, kelembaban kulit yang sehat dan kesegaran tubuh. (www.indonesiabiore.com) Pada sektor yang ketat kompetisinya seperti sabun mandi cair memerlukan upaya yang jauh lebih berat dibanding sektor yang dikuasai segelintir pemain domain seperti seluler misalnya (Anonim, 2007). Tabel 1.2 menunjukkan market size sabun mandi cair di Indonesia yang dikuasai oleh lima merek besar yaitu Lux, Lifebouy, 8 Biore, Citra dan Dove. Dari kelima merek tersebut, pada tahun 2011 Lifebouy berada di urutan pertama dengan perolehan pangsa pasar 34,9 persen namun pada tahun sebelumnya Lux berada di posisi pertama dengan jumlah pangsa pasar sebesar 39,9 persen dan tahun 2011 sebesar 34,6 persen. Merek dengan pangsa pasar terendah yaitu Citra dengan perolehan sebesar 2,9 persen, dan Biore memperoleh pangsa pasar pada urutan ke tiga setelah Lifebouy dan Lux pada tahun 2011. Kondisi ini menggambarkan bahwa pangsa pasar Biore kurang dari sepersepuluh dari jumlah pangsa pasar yang erat kaitannya dengan jumlah pelanggan yang dimiliki oleh masing-masing merek sabun mandi cair dan menunjukkan bahwa penjualan Biore relatif lebih rendah dibandingkan dari dua pesaingnya setiap tahun. Tabel 1.2 Market Size Sabun Mandi Cair di Indonesia Tahun 2008-2011 Market Size (%) 2008 2009 2010 2011 Lux 29,10 41,60 39,90 34,6 Lifebuoy 30,70 26,30 28,10 34,9 Biore 18,90 11,50 10,20 7,2 Citra 4,30 4,80 2,9 Dove 3,80 1,80 Sumber: SWA/18/XXIV/21 Agustus-3 September 2008, SWA/16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, SWA/15/XXVI/15-28 Juli 2010, dan SWA/15/XXVII/18 27 Juli 2011 Merek Penurunan pangsa pasar Biore secara signifikan setiap tahun diduga adanya gejala yang timbul di mana pelanggan Biore yang lama berpindah ke merek pesaing sehingga hal ini menandakan adanya keengganan menggunakan kembali merek Biore. Hal ini ditunjukkan dari penurunan pangsa pasar Biore sebesar 7,4 persen dari tahun 2008 dan pada Tahun 2011 terjadi penurunan kembali sebesar 3 persen ukuran 9 pasar. Penurunan pangsa pasar yang terus terjadi menunjukkan Biore tidak dapat mempertahankan pasar sebagai pelanggan yang telah diperoleh tahun-tahun sebelumnya dan sekaligus mengindikasikan adanya penurunan loyalitas merek (brand loyalty) dari pelanggan Biore. Parameter untuk bisa melihat tingkatan merek dapat dilihat melalui Top Brand Index (TBI) yaitu pelanggan tertinggi di bidang merek, yang hanya diberikan kepada merek-merek yang berhasil meraih posisi puncak dalam tiga kategori, yaitu posisi merek di dalam benak konsumen (mind share), posisi merek (market share) berdasarkan pemakaian oleh konsumen, dan posisi merek (commitment share) berdasarkan pada keinginan konsumen untuk menggunakan produk tersebut di masa mendatang (www.topbrand-award.com). Tabel 1.3 Top Brand Index Sabun Mandi Cair di Indonesia Tahun 2009-2012 Top Brand Indeks (%) 2009 2010 2011 2012 Lifebouy 38,0 38,80 45,9 34,8 Lux 26,9 30,0 20,5 31,3 Biore 9,50 9,0 9,7 Sumber: Marketing/edisi khusus/1/2008, Marketing/02/IX/ Februari/2009, Marketing/02/X/Februari/2010, www.top-brand.com/tbi Merek Berdasarkan survei merek yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group seperti yang tertera pada Tabel 1.3 menunjukkan sabun mandi cair Biore memiliki hasil yang fluktuatif. Terlihat pada Tahun 2010 brand index Biore mencapai 9,50 persen yang kemudian mengalami penurunan 0,5 persen menjadi 9,0 persen pada Tahun 2011. Namun pada Tahun 2012 Biore dalam kategori sabun mandi cair 10 mengalami peningkatan 0,7 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini tidak membawa Biore untuk menggeser posisi Lifebouy dan Lux yang empat tahun terakhir menguasai pasar dalam kategori sabun mandi cair serta memperlihatkan bahwa pelanggan sabun mandi cair mulai memandang bahwa merek Biore tidak lagi menjadi pilihan utama dalam membeli sabun mandi cair dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi preferensi pelanggan dalam membeli ulang Biore untuk berpindah merek dan tidak loyal terhadap sabun mandi cair Biore. Sukses merek Biore pada awal berdiri bahkan sampai awal 2004, ternyata tidak sejalan dengan posisi merek Biore saat ini di pasar Indonesia. Jika melihat keberhasilan masa lalu yang terus mengalami penurunan prestasi. Situasi persaingan saat ini semakin sulit, sehingga perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan secara berkesinambungan yang menjadi kunci keunggulan bersaing perusahaan. Tabel 1.4 Indeks Loyalitas Sabun Mandi Cair di Indonesia Tahun 2008-2011 Indeks Loyalitas (%) 2008 2009 2010 2011 Lux 76,13 79,02 82,83 84,87 Lifebuoy 75,60 78,01 82,30 83,36 Biore 78,80 77,50 77,30 77,34 Citra 78,54 76,36 64,73 Dove 72,25 74,94 75,10 Sumber: SWA/18/XXIV/21 Agustus-3 September 2008, SWA/16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, SWA/15/XXVI/15-28 Juli 2010, dan SWA/15/XXVII/18-27 Juli 2011 Merek Tabel 1.4 menunjukkan, indeks loyalitas sabun mandi cair Biore tahun 2009 mengalami penurunan 1,30 persen dari Tahun 2008 dan kembali menurun 0,20 persen 11 menjadi 77,30 persen Tahun 2010. Namun Biore mengalami peningkatan indeks loyalitas dari tahun sebelumnya yakni 77,34 persen pada Tahun 2011. Hal ini berbanding terbalik dengan dua pesaingnya yakni Lux dan Lifebouy yang empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan dengan indeks loyalitas pada Tahun 2011 lebih dari 80 persen. Masih relatif rendahnya tingkat loyalitas yang dimiliki sabun mandi cair Biore menunjukkan siklus hidup produk yang semakin pendek dimana pelanggan dapat dengan mudah berpindah merek dari satu merek ke merek lainnya, hal ini dikarenakan penawaran produk yang lebih menarik dan keunggulan manfaat yang ditawarkan. Indikasi rendahnya loyalitas pelanggan yang berlanjut pada perpindahan merek yang dilakukan konsumen terhadap sabun mandi cair Biore dibuktikan dengan rendahnya kepuasan yang dirasakan. Total score satisfaction yang mencakup empat parameter yaitu quality satisfaction score (QSS) untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas produk atau layanan, value satisfaction score (VSS) untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap harga yang mereka bayar, perceived best score (PBS) untuk menilai keyakinan pelanggan bahwa merek yang telah mereka gunakan adalah merek terbaik dalam hal kepuasan konsumen dan expectation score (ES) digunakan untuk pengukuran terhadap harapan pelanggan terhadap suatu merek akan kemampuannya dalam memberikan kepuasan di masa yang akan datang. 12 Tabel 1.5 Total Satisfaction Score Sabun Mandi Cair di Indonesia Tahun 20082010 TSS 2008 QSS VSS PBS ES TSS Lux 3.998 3.741 4.031 3.582 3.828 Lifebuoy 3.954 3.851 3.968 3.592 3.883 Biore 4.1664 3.680 4.064 3.816 3.967 Citra 4.126 Dove 3.655 Rata-rata industri 4.002 3.787 3.958 3.651 3.842 TSS 2009 Merek QSS VSS PBS ES TSS Lux 4.303 4.042 4.019 3.883 4.106 Lifebuoy 4.076 3.856 4.073 3.728 3.936 Biore 3.967 3.758 3.977 3.773 3.861 Citra 4.126 3.819 4.079 3.775 3.952 Dove 3.655 3.305 3.672 3.553 3.546 Rata-rata industri 4.040 3.863 3.974 3.606 3.902 TSS 2010 Merek QSS VSS PBS ES TSS Lux 4.310 4.173 4.283 4.000 4.196 Lifebuoy 4.301 4.162 4.256 3.974 4.177 Biore 4.141 3.829 3.988 3.742 3.925 Citra 4.125 3.884 4.027 3.609 3.918 Dove 4.018 3.516 3.932 3.562 3.782 Rata-rata industri 4.048 3.882 4.006 3.711 3.918 Sumber: SWA/18/XXIV/21 Agustus-3 September 2008, SWA/16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, dan SWA/15/XXVI/15-28 Juli 2010 Merek Berdasarkan survei yang dilakukan Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) seperti yang tertera dalam Tabel 1.5 menunjukkan bahwa Biore pada kategori sabun mandi cair Tahun 2008 memperoleh skor total kepuasan sebesar 3.967 yang kemudian mengalami penurunan 2,7 persen pada Tahun 2009 menjadi 3.861. Hal 13 tersebut menunjukkan kinerja merek menurun diakibatkan kepuasan pelanggan terhadap merek (QSS) dan harapan pelanggan terhadap suatu merek akan kemampuannya dalam memberikan kepuasan dimasa mendatang (ES) menurun dibandingkan tahun sebelumnya dan berada di bawah rata-rata industri pada tahun tersebut yang berjumlah 3.902. Kondisi ini bisa ditafsirkan bahwa kondisi pasar semakin menuntut adanya perubahan yang memberikan nilai lebih dari suatu produk sehingga tidak hanya sekedar sabun mandi cair tetapi harus memiliki kesesuaian dengan keinginan pasar. Biore dituntut untuk bisa memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan yang dapat memberikan kepuasan yang nantinya akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap sabun mandi cair Biore. Menurut Rangkuti (2008:60) loyalitas merek adalah kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Kotler (2008:404) mengemukakan bahwa rata-rata perusahaan akan kehilangan setengah pelanggannya dalam waktu kurang dari 5 tahun, sementara perusahaan dengan tingkat loyalitas merek yang tinggi akan kehilangan kurang dari 20 persen pelanggannya dalam 5 tahun. Oleh karena itu, walaupun sudah memiliki pelanggan yang dianggap loyal, sabun mandi cair Biore harus tetap menjaga dan memperhatikan loyalitas pelanggan agar pelanggan tidak berpindah merek. Sehingga hal yang perlu dilakukan untuk membangun loyalitas adalah dengan menciptakan diferensiasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen diantara serangkaian persaingan yang semakin ketat untuk mengakuisisi 14 pelanggan baru sehingga mempengaruhi keberhasilan perusahaan di masa datang. Perkembangan potensi Biore dalam mengakuisisi pelanggan baru (gain index) di Indonesia tahun 2008 sampai tahun 2011 ditunjukkan dalam Tabel 1.6. Tabel 1.6 Gain Index Sabun Mandi Cair di Indonesia Tahun 2008-2011 Gain Index (%) 2008 2009 2010 2011 Lux 70,0 69,1 14,2 63,0 Lifebouy 35,0 48,3 19,4 20,3 Biore 27,4 4,5 2,0 6,3 Citra 25,1 38,3 -2,4 Dove 41,5 34,6 Sumber: SWA/18/XXVI/21 Agustus-3 September 2008, SWA/16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, SWA/15/XXVI/15-28 Juli 2010, dan SWA/15/XXVII/ 18-27 Juli 2011 Merek Biore telah berada dalam pasar perawatan kulit Indonesia sejak tahun 1987, dan berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemimpin dalam pasar sabun mandi cair yang meraih peningkatan penjualan 153 persen pada tahun 2004 (SWA No19/XXV/3-13 September 2009). Namun pada Tabel 1.6 dalam kinerja merek kategori sabun mandi cair tahun 2009 menunjukkan hampir semua merek meraih nilai gain index yang cukup tinggi yaitu Lux 69,1 persen, Lifebuoy 48,3 persen, Dove 34,6 persen, Citra 25,1 persen, kecuali Biore dengan 4,5 persen. Pada tahun 2010 gain index sabun mandi cair Biore hanya memperoleh 2,0 persen dan mengalami peningkatan 4,3 persen menjadi 6,3 persen pada Tahun 2011. Hal ini mengindikasikan Biore dapat mengakuisisi konsumen baru sangat rendah di Tahun 2011 dan 2012, berbeda dengan Lifebouy pada posisi pertama dengan perolehan gain index tertinggi 19,4 persen yang memiliki peluang hampir 20 persen mendapatkan 15 pelanggan baru. Tahun 2010 gain index merek-merek sabun mandi cair relatif rendah, ini menunjukkan potensi merek untuk mengakuisisi konsumen di Tahun 2011 sangat rendah dan menyebabkan pangsa merek menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Kepuasan pelanggan yang tinggi saja tidak cukup dapat menyebabkan seseorang tetap setia pada suatu produk dan tidak berpindah ke merek lain. Hal ini karena konsumen yang puas belum tentu loyal, tetapi konsumen yang loyal pasti mereka merasa puas. Ini menunjukkan kadar kepuasan konsumen yang lebih tinggi dibanding kadar loyalitasnya (Haryono, 2010). Konsumen dalam melakukan konsumsi baik barang maupun jasa akan menggunakan pengalaman pemakaian di masa lalu sebelum mengambil keputusan menggunakannya, jika pengalaman konsumen pada pembelian sebelumnya adalah positif maka konsumen mempunyai kecenderungan untuk mengulangi pembelian dengan memilih merek yang sama pada pembelian berikutnya. Tetapi jika perusahaan tidak dapat menciptakan keunggulan dari produk yang di dihasilkan maka kemungkinan konsumen untuk melakukan perpindahan merek pada produk yang dikonsumsinya akan semakin tinggi (Wardani, 2011). Penelitian yang dilakukan Setiyaningrum (2007) mengemukakan bahwa ketidakpuasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi (variety seeking) berpengaruh positif terhadap keputusan perpindahan merek. Srinivasan (1996) dalam Widyasari (2011) menyatakan bahwa perilaku perpindahan merek merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor-faktor keperilakuan, persaingan dan waktu, dimana perilaku perpindahan merek adalah perilaku pembelian 16 suatu produk dengan merek yang berbeda dari merek favorit yang biasa dibeli oleh konsumen. Widyasari (2011) menemukan bahwa perilaku perpindahan merek disebabkan oleh faktor ketidakpuasan konsumen dengan merek yang digunakan sebelumnya. Hal ini terbukti dengan adanya hubungan negatif antara kepuasan dan perilaku perpindahan merek. Widyasari (2011) dalam penelitiannya menggunakan produk otomotif sebagai objek penelitian. Hasil penelitian tersebut secara keseluruhan menunjukkan bahwa prior experience, product knowledge, dan media search memainkan peranan penting dalam keputusan konsumen untuk berpindah merek atau membeli kembali merek yang sama sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kepuasan. Menurut Junaidi dan Dharmmesta (2002), seorang konsumen yang mengalami ketidakpuasan pada masa pasca konsumsi mempunyai kemungkinan akan merubah perilaku keputusan pembelian dengan mencari alternatif merek lain pada konsumsi berikutnya untuk meningkatkan kepuasannya. Anwar (2007) meneliti mengenai pengaruh ketidakpuasan konsumen, karakteristik kategori produk, dan kebutuhan mencari variasi terhadap keputusan perpindahan merek. Produk yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah susu, teh dan kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakpuasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi secara signifikan mempengaruhi keputusan perpindahan merek. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pengaruh variabel moderating yaitu kebutuhan mencari variasi mempengaruhi terjadinya dampak interaksi antara ketidakpuasan konsumen dan karakteristik kategori produk terhadap keputusan perpindahan merek. 17 Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah ketidakpuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebutuhan mencari variasi pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar? 2) Apakah ketidakpuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar? 3) Apakah kebutuhan mencari variasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar? 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengetahui pengaruh ketidakpuasan konsumen terhadap kebutuhan mencari variasi pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar. 2) Mengetahui pengaruh ketidakpuasan konsumen terhadap keputusan perpindahan merek pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar. 18 3) Mengetahui pengaruh kebutuhan mencari variasi terhadap keputusan perpindahan merek pada mantan pengguna sabun mandi cair Biore di Kota Denpasar. 1.2.2 Kegunaan penelitian Penelitian ini memiliki manfaat tidak hanya bagi penulis, tetapi juga bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bukti empiris pada bidang manajemen pemasaran, khususnya mengenai pengaruh ketidakpuasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi terhadap keputusan perpindahan merek. 2) Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan acuan serta referensi dalam penelitian selanjutnya serta dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, masukan dan informasi yang berguna bagi perusahaan dalam mengambil kebijaksanaan strategis baik bagi PT. Kao Indonesia serta unit bisnis produk sabun mandi cair Biore. 19 1.3 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain dan disusun secara terperinci dan sistematik untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan tentang skripsi ini. BAB I Pendahuluan m Secara garis besar bab ini memuat uraian tentang latar belakang masalah, pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan tentang teori-teori atau konsep-konsep yang relevan sebagai acuan dan landasan dalam memecahkan permasalahan yang ada, pembahasan hasil penelitian sebelumnya serta rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang ingin dipecahkan. BAB III Metode Penelitian dan Hipotesis Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam pemecahan masalah yang meliputi lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, pengujian instrumen serta teknik untuk menjawab hipotesis yang ada. BAB IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini merupakan bab pembahasan hasil penelitian yang menguraikan mengenai gambaran umum perusahaan yang diteliti, deskripsi hasil 20 penelitian sesuai dengan analisis yang dilakukan serta pembahasan mengenai hasil analisis tersebut. BAB V Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam pembahasan serta saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian. 21