BELAJAR PADA ORANG DEWASA TEORI DAN PRAKTEK DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (PSDM) Permulaan Pembentukan Teori tentang Belajar Orang Dewasa Pada tahun 1926, Eduard C Linderman mengarang buku yang berjudul “The Meaning of adult Education”, yang mengilhami karya tulis dalam bidang pendidikan orang dewasa. Pada tahun 1928, Edward L Thorndike membuat buku yang berjudul Adult Learning, ia menyatakan bahwa kemampuan belajar manusia tidak akan berkurang sampai usia 35 tahun, dan kemudian turun 1% per tahun. Pengetahuan yang digunakan sebagai dasar penelitian belajar orang dewasa berasal dari disiplin ilmu sosial yang lainseperti: a. Psikologi Klinik: menerangkan pengetahuan proses perubahan perilaku. b. Psikologi sosial: tentang dampak lingkungan terhadap belajar. c. Sosiologi: mengenai konsekuensi dari kebijakan dan prosedur institusional, d. Norma-norma dan sistem penghargaan (reward) serta psikologi perkembangan: tentang tahap-tahap perkembangan saat dewasa. Akhir 1950an, pendidik orang dewasa dari Eropa memberikan sebuah nama “Andragogi” yang diturunkan dari kata latin anere yang berarti untuk orang dewasa, dan agogus yang berarti “pengetahuan dan seni untuk membantu orang dewasa belajar” Makna dan Penggunaan Praktis Teori Belajar Orang Dewasa Teori adalah seperangkat prinsip-prinsip atau proposisi-proposisi yang mencoba untuk menjelaskan dan diharapkan dapat meramalkan gejala. Sebuah teori dapat menjadi penuntun untuk kegiatan praktis. Teori Belajar: 1. Teori Mekanistik atau Behavioristik Teori ini menyamakan manusia dengan mesin. Kita dapat memberikan masukan (stimulus) dan kita dapat mengendalikan bagaimana masukan tersebut diproses (operant conditioning), serta dapat menentukan sebelumnya keluaran (Respon) yang kita kehendaki. Tujuan Pendidikan: menghasilakn perilaku yang diinginkan dan telah ditentukan sebelumnya, yaitu perilaku yang ditntukan guru yang harus dilakukan oleh peserta belajar. Teori ini dikenal dengan teori “S-R” (Stimulus-Respon) 2. Teori Kognitif Teori ini menyamakan manusia dengan otak Tujuan belajar: melatihotak untuk dapat berfikir kritis dan memecahkan masalah. 3. Teori Organismik atau Humanistik Manusia, sebagaimana makhluk hidup yang lain, mempunyai faktor genetik yang tertentu, unik, dan memiliki potensi individual. Tujuan belajar: mengembangkan sepenuhnya potensi diri individu yang unik tersebut. Setiap model mempunyai kerangka strategi belajar sendiri-sendiri. Model Behavioristik mengarah pada pengajaran terprogram (instruction programmed). Model Kognitif meliputi pengajaran rote memorization of information or procedures (seperti langkah-langkah dalam pemecahan masalah). Model humanistik meliputi metode penemuan (Discovery methods), proyek belajar individual, dan belajar mandiri (selfdirected learning). Teori Belajar Andragogik Belajar orang dewasa relatif merupakan subyek yang masih baru dalam ilmu pengetahuan, sebagian besar apa yang kita ketahui tentang belajar orang dewasa lebih banyak berdasarkan naluri pengalaman mendidik orang dewasa. Asumsi yang sangat penting yang harus kita bangun tentang orang dewasa sebagai peserta belajar. 1. Kebutuhan untuk Tahu (The Need to Know) Orang dewasa belajar lebih efektif apabila mereka memahami mengapa mereka perlu untuk tahu atau dapat melakuakan sesuatu yang dipelajari. 2. Kebutuhan untuk Swa-arah (The Need to be Self Directing) Orang dewasa mempunyai kebutuhan psikis yang mendalam untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan dirinya, untuk mandiri. 3. Memperbanyak isi dan Kualitas Pengalaman (Greater Volume and Quality of Experience) Seorang dewasa, sepanjang hidupnya mengumpulkan pengalaman yang sangat banyak dan beragam kualitasnya dibanding dengan anak-anak atau pemuda. Penambahan isi pengalaman terjadi dengan sendirinya sepanjang hidupnya-mereka selalu mengerjakan sesuatu dan semakin lama hidupnya, maka semakin banyak pula pengalamannya. Beberapa konsekuensi timbul dari perbedaan pengalaman: a. Menunjukkan bahwa dalam setiap kelompok orang dewasa akan bersifat heterogen dan semakin beragam usia dan latar belakang anggota kelompok, maka semakin besar tingkat heterogenitasnya. b. Pada saat orang dewasa masuk dalam situasi belajar dengan pengalaman yang banyak, ia merupakan sumber yang kaya untuk belajar-untuk dirinya sendiri maupun untuk yang lain. c. Dari memperbanyak pengalaman adalah bahwa orang dewasa dapat mengembangkan pola kebiasaan, konsepsi awal, prasangka, dan cara berfikir yang ketat yang dapat menunjang belajarnya. 4. Kesiapan Belajar (Readiness to Learn) Bialamana anak-anak atau pemuda dapat dikondisikan dengan baik untuk siap belajar apa yang diajarkan atau apa yang seharusnya ddipelajari, maka orang dewasa menjadi siap belajar sesuatu bila mereka percaya atau merasa apa yang dipelajari tersebut akan memberikan kepuasan atau keberhasilan dalam hidupnya. 5. Orientasi Belajar (Learning Oriented) Bilamana pemuda dapat dikondisikan untuk memasuki kegiatan belajar dengan orientasi belajar pada materi belajar (subject-matter), maka orang dewasa berorientasi pada kehidupan (live-centered), tugas (task centered) atau pemecahan masalah (problem-solving) Menerapkan Model Adragogik Misi dari guru tradisional, baik penganut teori behavioristik maupun kognitif adalah untuk menyampaikan materi (content), karena itu mereka menerapkan model materi dalam merencanakan dan menciptakan kondisi program mereka. Sikap mereka terhadap teori yang dianutnya bersifat dogmatis dan menganggap teori itu sebagai ideologi. Pada penganut behavioristik, memandang hanya strategi Stimulus-responoperant conditioning yang satu-satunya sahih (valid) Demikian juga bagi penganut teori kognitif, pengajaran didaktit merupakan pemecahan yang manjur bagi semua situasi belajar. Model andragogi di satu sisi, merupakan model proses yang dapat menggabungkan prinsip-prinsip dan teknologi dari berbagai teori dan namun selalu dapat memelihara integritasnya. Penganut andragogi melihat 2 fungsi: sebagai perancang dan pengelola proses untuk memudahkan belajar dan sebagai sumber belajar. Yang ke duamelihat tidak hanya saja yang merupakan sumber belajar secara langsung, namun juga sebagai penghubung dengan sumber belajar lain yang diperlukan. Mengembangkan Iklim yang Kondusif untuk Belajar Dalam mengembangkan rancangan proses belajar, perlu dipertimbangkan dua aspek iklim belajar, yaitu iklim fisik dan iklim psikis. Dalam merancang lingkungan fisik, otak manusia yang cerdas tidak mungkin menciptakan sesuatu yang kondusif bagi belajar daripada kelas yang tipikal. Sebagaimana iklim fisik yang sangat penting dalam kegiatan belajar, iklim psikis pun bahkan lebih penting. Berikut ini ciri-ciri iklim psikis yang menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. 1. Iklim Saling Menghormati 2. Iklim Bekerjasama, bukan Iklim persaingan 3. Iklim yang Mendukung Semangat Peserta Belajar. 4. Iklim saling percaya 5. Iklim untuk Menenemukan Secara Aktif (A Climate of Active Inquiry) 6. Iklim Keterbukaan Menciptakan Mekanisme untuk Perencanaan yang Saling Menguntungkan (Creating a Mechanism for Mutual Planning) Salah satu aspek belajar yang sangat tajam membedakan antara pedagogi dari andragogi, antara mekanistik dengan organismik dan antara mengajar dengan membelajarkan adalah peranan peserta dalam perencanaan. Dalam setiap pasangan yang pertama, tanggung jawab perencanaan hampir mutlak di tangan orang yang mempunyai kekuasaan (guru, programmer, instrutur,dsb) Namun dalam pelaksanaannya, hal tersebut bertentangan dengan orang dewasa yang mempunyai kebutuhan untuk mandiri. Karena itu prinsip dasar dari andragogi adalah mekanisme perencanaan yang dilakukan harus melibatkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan belajar sebagai peserta belajar, guru atau instruktur, supervisor, manajer, khalayak pelanggan perusahaan dsb. Mendiagnosis Kebutuhan belajar Ada beberapa tingkat kedalaman dan obyektivitas dalam kebutuhann belajar dapat diperkirakan. Pada tngkat bawah: menanyakan pada individu-individu, apa yang mereka butuhkan untuk dipelajari dalam rangka mereka menjadi lebih produktif. Tingkat yang lebih atasnya: menanyakan pada kelompok-kelompok kerja fungsional, apa yang mereka pikir kebutuhanbelajar yang mereka perlukan sebagai suatu kelompok. Tingkat Selanjutnya: memperoleh data dari supervisor atau manajer tentang apa yang mereka pikir merupakan kebutuhan belajar bawahannya. Merumuskan Tujuan Program Tujuannya adalah untuk memberikan kepada perencana program beberapa garis besar tujuan dalam cakupan yang luas, yang memungkinkan mereka akan dapat membuat perencanaan yang dapat diperhitungkan dan memberikan kepada pengguna program sebagai dasar untuk memilih aspek-aspek program yang sesuai dengan kebutuhannya. Ada 2 pendapat yang bertentangan tentang bagaimana perumusan tujuan pada kegiatan PSDM. Penganut teori behavioristik yang mempertahankan pendapatnya bahwa rumusan tujuan belajar harus menjelaskan “perilaku akhir kegiatan belajar (terminal behavior) yang dapat diamati dan diukur. Kaum Humanistik mengatakan bahwa sebagian besar belajar yang berlangsung dalam diri manusia itu terlalu kompleks untuk dapat dijelaskan dengan terminal behavior yang dapat diamati dan diukur, karena itu, tujuan belajar harus menggambarkan arah pertumbuhan aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai. Merancang dan Mengoperasikan Sistem Sumber Belajar Mengevaluasi Hasil-hasil Sistem PSDM Dari semua aspek pendidikan orang dewasa, tidak satupun aspek yang menyebabkan rasa ketidakmampuan, rasa bersalah, dan kecewa sebesar aspek evaluasi.