HUBUNGAN PEMBERIAN Lactobacillus reuteri TERHADAP

advertisement
HUBUNGAN PEMBERIAN Lactobacillus reuteri TERHADAP
HITUNG LIMFOSIT DARAH TEPI PADA
MENCIT Balb/C MODEL SEPSIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ANITA PUSPITA SARI
G 0006003
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Pemberian Lactobacillus reuteri
terhadap Hitung Limfosit Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Sepsis
Anita Puspita Sari, G0006003, Tahun 2009
Telah disetujui untuk dipresentasikan dan disahkan di hadapan
Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Senin, Tanggal 16 Nopember, Tahun 2009
Pembimbing Utama
Nama : R.P. Andri Putranto, dr., M.Si
NIP : 19630525 199603 1 001
....................................
Pembimbing Pendamping
Nama : Sarsono, Drs., M.Si
NIP : 19581127 196801 1 001
....................................
Penguji Utama
Nama : Diding. H. Prasetyo, dr., M.Si
NIP : 19680429 199903 1 001
....................................
Anggota Penguji
Nama : Ipop Syarifah, Dra., Msi.
NIP : 19560328 198503 2 001
....................................
Surakarta, ……………………….
Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Sri Wahjono, dr., M. Kes. DAFK
Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS
NIP: 19450824 197310 1 001
NIP. 19481107 197310 1 003
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 16 Nopember 2009
Anita Puspita Sari
NIM G0006003
ABSTRAK
Anita Puspita S., G0006003, 2010. Hubungan Pemberian Lactobacillus reuteri
terhadap Hitung Limfosit Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Sepsis, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Apoptosis sel limfosit berperan utama dalam patogenesis sepsis. Lactobacillus
reuteri adalah probiotik yang dapat menghambat apoptosis sel limfosit. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian Lactobacillus reuteri
terhadap hitung limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C model sepsis.
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris dengan post test only control
group design. Hewan uji menggunakan 27 ekor Mencit Balb/C jantan dibagi
dalam 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok sepsis, kelompok
sepsis+Lactobacillus reuteri. Model sepsis diinokulasi pada hari 1-7. Pada hari ke
8 mencit dikorbankan dan diambil darahnya melalui sinus orbitalis untuk dihitung
limfositnya dengan pewarnaan Wright dan Giemsa. Data yang diperoleh dianalisis
secara statistik dengan One Way ANOVA menggunakan program SPSS for
Windows Release 15.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hitung limfosit setiap 100 sel leukosit
darah tepi masing-masing kelompok adalah kelompok kontrol 82 sel, kelompok
sepsis 80,7 sel, dan kelompok sepsis+L. reuteri 79,8 sel (p>0,05).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pemberian
Lactobacillus reuteri dengan jumlah limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C
model sepsis.
Kata kunci : Lactobacillus reuteri, sepsis, limfosit
ABSTRACT
Anita Puspita S., G0006003, 2010. The Correlation of Lactobacillus reuteri with
the Lymphocyte Count at Peripheral Blood in Sepsis Balb/C Mice, Faculty of
Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Lymphocyte apoptosis plays a central role in the pathophysiology of
sepsis. Lactobacillus reuteri is a probiotic that can inhibited lymphocyte
apoptosis. This experiment was aimed to get the information of correlation of
Lactobacillus reuteri with the lymphocyte count at peripheral blood circulation in
sepsis condition.
This was a pure experiment with post test only control group design. We used 27
male Balb/C Mice that were divided in 3 groups; control group, sepsis group, and
sepsis+Lactobacillus reuteri group. The sepsis model was inoculated on day 1-7.
On day 8 blood samples of subjects were taken from sinus orbitalis for
lymphocyte counting with Wright and Giemsa staining. Statistical analysis of the
data was performed with SPSS for Windows Release 15.
The data showed that lymphocyte rate of 100 pheripheral blood leukocyte of
control group 82 cells, sepsis group 80,7 cells, and sepsis+lactobacillus reuteri
group 79,8 cells (p>0,05).
From this experiments we concluded that there was no correlation between
Lactobacillus reuteri with lymphocyte count at peripheral blood circulation in
sepsis Balb/C Mice.
Key words : Lactobacillus reuteri, sepsis, lymphocyte
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, atas izin Allah Ta’ala semata, penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ‘Hubungan Pemberian Lactobacillus reuteri
terhadap Hitung Limfosit Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Sepsis’
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini tidakk lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr., M.Kes. DAFK, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. RP. Andri Putranto, dr., M.Si., selaku pembimbing utama yang telah
berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, dan motivasi.
4. Sarsono, Drs., M.Si., selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan,
arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.
5. Diding HP., dr., M.Si., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji
dan memberikan saran, bimbingan, nasihat untuk menyempurnakan
kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ipop Syarifah, Dra., M.Si., selaku anggota penguji yang telah memberikan
saran dan nasihat untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
7. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, para
dosen beserta segenap staf.
8. Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, para
dosen beserta segenap staf.
9. Tim Skripsi, Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi dan sebagai salah satu tempat mencari referensi.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Surakarta, 16 Nopember 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi
BAB I.
PENDAHULUAN ........................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah. .......................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................. 2
C.Tujuan Penelitan........................................................ 3
D.Manfaat Penelitian .................................................... 3
BAB II. LANDASAN TEORI.. ................................................................ 4
A. Tinjauan Pustaka.. .................................................... 4
B. Kerangka Pemikiran ................................................. 15
C. Hipotesis .................................................................. 16
BAB III.
METODE PENELITIAN.............................................. 17
A. Jenis Penelitian ........................................................ 17
B. Lokasi Penelitian...................................................... 17
C. Subjek Penelitian...................................................... 17
D. Teknik Sampling...................................................... 17
E. Variabel Penelitian ................................................... 18
F. Skala Variabel ......................................................... 18
G. Definisi Operasional................................................. 18
H. Rancangan Penelitian ............................................... 20
I. Alat dan Bahan ......................................................... 20
J. Alur Penelitian ......................................................... 21
K. Analisis Data............................................................ 23
BAB IV.
HASIL PENELITIAN................................................... 24
A. Data Hasil Penelitian ............................................... 24
B. Analisis Data ............................................................ 25
BAB V.
PEMBAHASAN........................................................... 27
BAB VI.
SIMPULAN DAN SARAN .......................................... 30
A. Simpulan ..................................................................................... 30
B. Saran
30
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hitung limfosit setiap 100 sel leukosit darah tepi Mencit Balb/C
setelah perlakuan …………………………………………....24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran limfosit pada sel darah normal…………………………..9
Gambar 2.2 Skema Kerangka
Pemikiran………………………………………..15
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian………………………………………20
Gambar 3.2 Alur Penelitian……………………………………………………..22
Gambar 4.1 Gambaran limfosit kelompok kontrol...............................................24
Gambar 4.2 Gambaran limfosit kelompok sepsis.................................................25
Gambar 4.3 Gambaran limfosit kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri.............25
Gambar 4.4 Histogram rata-rata hitung limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C
setelah perlakuan ..............................................................................26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Jadwal Penelitian
Lampiran 3. Tabel Hasil Hitung Limfosit setiap 100 Sel Leukosit Darah
Tepi Mencit pada Masing-Masing Kelompok.
Lampiran 4. Hasil Uji One Way ANOVA
Lampiran 5. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Lampiran 6. Foto Kegiatan Peenalitian
Lampiran 7. Tabel Konversi Dosis Hewan dan Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
yang dapat menyebabkan kerusakan organ (Shixin Qin et al., 2006).
Patofisiologi sepsis sangat kompleks, sebagai akibat dari interaksi antara
proses infeksi kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi (Kristine et al.,
2007) yang dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin
proinflamasi dengan sitokin anti-inflamasi (Elena et al., 2006).
Proses patologik yang utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel
efektor imunologi termasuk limfosit dan sel dendrit maupun apoptosis saluran
pencernaan. Hal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan dalam respon
imun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pencegahan apoptosis akan
meningkatkan kelangsungan hidup penderita sepsis (Chang et al., 2007).
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram negatif dengan
presentase 60–70 % (Guntur, 2006). Produk yang berperan penting dalam
peristiwa sepsis adalah Lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen
utama membran terluar dari bakteri Gram negatif (Jimmy et al., 2006).
Staphylococci, Pneumococci, Streptococci, dan bakteri Gram positif lainnya
jarang menimbulkan sepsis, dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan
kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes) atau protozoa
(Falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis walaupun jarang
(Guntur, 2006).
Pengobatan sepsis Gram
negatif didasarkan
pada pemberian
antimikroba yang adekuat dan support disfungsi organ (Oscar et al., 2006).
Salah satu upaya yang belakangan banyak dicoba dan diteliti untuk mengatasi
permasalahan sepsis adalah dengan pemberian preparat probiotik. Probiotik
bermanfaat untuk kesehatan sebagai imunomodulator pada sistem imun
(Galdeano et al., 2007) dan imunonutrisi pada penderita penyakit kritis seperti
sepsis (Calder, 2003). Lactobacillus reuteri merupakan salah satu jenis
probiotik tunggal yang banyak digunakan sebagai suplemen untuk
meningkatkan kesehatan pencernaan
manusia
(Nana et al., 2004).
Lactobacillus reuteri kini dicoba digunakan sebagai imunonutrisi pada pasienpasien yang kritis, termasuk diantaranya sepsis, sebagai immunomodulation
(Calder, 2003). Akan tetapi, sampai saat ini manfaat penggunaan L. reuteri
sebagai bentuk imunonutrisi dalam bidang medis secara formal belum
sepenuhnya dipahami karena belum diketahui bahan aktif dan mekanisme
kerjanya, termasuk penggunaan pada pasien-pasien kritis yang masih
diperdebatkan (Brown dan Valiere, 2004).
B. Perumusan Masalah
“ Adakah hubungan pemberian Lactobacillus reuteri terhadap hitung
limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C model sepsis?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan pemberian Lactobacillus reuteri terhadap
hitung limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C model sepsis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberi masukan dalam ilmu pengetahuan
khususnya
bidang imunopatobiologi molekuler probiotik
(L. reuteri)
Ń•ebagai terapi adjuvant pada kasus sepsis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk
penelitian lebih lanjut dan kajian ilmiah sehubungan dengan khasiat
Lactobacillus reuteri sebagai terapi adjuvant pada kasus sepsis dalam
pelayanan kesehatan formal.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses
inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas)
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme, ditandai
dengan takipnea (frekuensi respirasi lebih dari 20 kali/menit), takikardia
(frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit), hipertermia (temperatur
axilar tubuh lebih dari 1010 F / 38.30C) atau hipotermia (temperatur axilar
tubuh kurang dari 96.10F / 35.60C), leukositosis (> 12.000/mm3),
leukopenia (< 4000/mm3) dengan atau tanpa ditemukannya bakteri dalam
darah (Edwin et al., 2003; Guntur, 2008).
Sepsis disebabkan oleh bakteri Gram negatif, bakteri Gram positif,
jamur, virus, dan parasit (Edwin et al., 2003; James et al., 2005). Faktor
yang paling berperan penting terhadap sepsis adalah Lipopolisakarida
(LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dan dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab
terhadap reaksi inflamasi jaringan, demam, dan syok. LPS dapat langsung
mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan
septikemia. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah
Lipopolisakarida (LPS) terutama kandungan lipid A dalam LPS tersebut.
LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama
membran terluar dari bakteri Gram negatif (Guntur, 2006). LPS bersifat
stabil terhadap panas, mempunyai berat molekul antara 3000 dan 5000
(lipooligosakarida) sampai beberapa juta (lipopolisakarida). Dalam aliran
darah LPS akan terikat pada protein yang bersirkulasi kemudian
berinteraksi dengan reseptor makrofag, limfosit, dan monosit serta sel lain
pada sistem retikuloendotelial. Hal ini akan mengakibatkan pelepasan
sitokin dan pengaktifan jalur komplemen dan koagulasi. Runtutan
peristiwa tersebut dapat diamati secara klinis sebagai demam, leukopenia,
hipoglikemia, hipotensi, syok, koagulasi intravaskuler hingga kematian
karena disfungsi organ (Brooks et al., 2003).
Patofisiologi sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara
proses infeksi kuman patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine et
al., 2007) yang dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara
sitokin proinflamasi (seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α), Interferon-γ
(IFNγ), interleukin-1β (IL-1β), dan IL-6) dengan sitokin anti-inflamasi
(seperti IL-1ra, IL-4 dan IL-10) (Elena et al., 2006). Overproduksi sitokin
inflamasi menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama
pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang mempengaruhi
permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan
metabolik menyebabkan nekrosis jaringan, MOF, serta kematian (Elena et
al., 2006; Javier et al., 2005; Arul, 2001).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit
T akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai
imunomodulator yaitu : IFN- γ, IL-2, dan M-CSF (Macrophage Colony
Stimulating Factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6,
dan
IL-10.
IFN-γ
merangsang
makrofag
mengeluarkan
sitokin
proinflamasi lainnya sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan
kadar IL-1β dan TNF-α . Pada beberapa kajian ditemukan bahwa TNF-α
dan IL-2 dapat merusakkan endotel pembuluh darah. IL-1β sebagai
imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotelial yaitu
menyebabkan neutrofil beradhesi dengan endotel yang akan menyebabkan
dinding endotel lisis. Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan
menyebabkan terjadinya gangguan vaskuler (Vasculer leak) sehingga
menyebabkan kerusakan organ multipel (Guntur,2006).
Beberapa marker pada sepsis yaitu C-reactive protein (CRP), yang
telah digunakan sebagai marker pada infeksi, Procalcitonin (PCT), yang
merupakan marker yang sensitif dan spesifik pada sepsis, dan LBP
(Shahin et al., 2006). Rekomendasi yang utama dalam diagnostik sepsis
adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan Predisposition, insult
Infection, Response, and Organ disfunction (PIRO) (Guntur, 2006).
Pengobatan sepsis Gram negatif didasarkan pada pemberian
antimikroba yang adekuat dan support disfungsi organ (Oscar et al.,
2006). Pengobatan supportive standard untuk sepsis terdiri dari support
ventilasi, resusitasi volume darah yang adekuat dan aplikasi obat
vasoaktif, dengan tujuan memelihara pengiriman oksigen yang adekuat ke
seluruh organ dan usus (Jürgen et al., 2006).
2. Lactobacillus reuteri
Taksonomi Lactobacillus reuteri
Kingdom
: Bacteria
Division
: Firmicutes
Class
: Bacili
Ordo
: Lactobacillales
Family
: Lactobacillaceae
Genus
: Lactobacillus
Species
: L. reuteri
(Molin et al., 1993)
Lactobacillus reuteri merupakan bakteri heterofermentatif yang
hidup di saluran pencernaan manusia dan hewan serta diyakini merupakan
salah satu spesies Lactobacillus yang benar berasal dari manusia (Nana et
al.,2004). L. reuteri pertama kali ditemukan pada tahun 1980an dan
beberapa strainnya digunakan sebagai probiotik (Casas et al., 1997).
Probiotik adalah kultur tunggal atau campuran mikroorganisme
nonpatogenik hidup merupakan imunonutrisi yang memberikan manfaat
pada kesehatan host-nya (Brown dan Valiere, 2004; Calder, 2003).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Agrikultur
Pangan Dunia (FAO), probiotik secara umum ditargetkan untuk menjaga
keseimbangan mikroflora usus dan kesehatan saluran cerna dengan jumlah
106-108 koloni/ml bakteri hidup (Galdeano et al., 2007). Probiotik
merupakan imunonutrisi yang berfungsi sebagai immunomodulation atau
sebagai immunomodulating agent pada sistem imun (Galdeano et al.,
2007; Taylor et al., 2007), mempunyai pengaruh langsung pada fungsi
imun mukosa terutama mukosa usus, melalui modulasi sintetis IgA (Jan et
al., 2004), mengurangi inflamasi lokal maupun sistemik melalui
perubahan keseimbangan antara sitokin proinflamasi dan sitokin
antiinflamasi dengan menurunkan produk
sitokin
proinflamasi,
meningkatkan fungsi barrier imunologik intestinal serta pembentukan
mukus (Galdeano et al., 2007), menstabilkan mikroekologi usus,
mencegah kolonisasi kuman enterik patogen secara efektif dan sebagai
imunonutrisi pada beberapa penderita penyakit kritis seperti sepsis
(Calder, 2003).
Cara kerja probiotik nampaknya dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi kondisi immunocompromised pada pasien sepsis. Karena proses
patologik yang utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel efektor
imunologi, termasuk limfosit dan sel dendrit maupun apoptosis saluran
pencernaan. Apoptosis tersebut akan berakibat pada penurunan hitung sel
limfosit, sehingga terjadi kondisi immunocompromised
pada pasien
sepsis. Dengan keadaan tersebut maka pada pasien sepsis tidak mampu
mengeliminasi infeksi. Dari hasil penelitian menunjukkkan bahwa
pencegahan apoptosis akan meningkatkan kelangsungan hidup penderita
sepsis (Chang et al., 2007).
3. Limfosit
Limfosit adalah leukosit mononuklear dalam darah perifer,
nonfagositik, ditemukan di dalam darah, limfe, dan jaringan limfoid
(Dorlan, 2002). Limfosit mencakup sekitar 20 – 30 % leukosit darah
(Victor, 2003). Dalam sirkulasi jumlah leukosit berkisar 5000 sampai
10.000 permilimeter darah (Guyton and Hall, 1997). Besar limfosit
bervariasi, yang berada di darah terdapat limfosit kecil berukuran 5 – 10
microns atau limfosit medium dengan ukuran 10 – 18 micron. Sedangkan
limfosit besar biasanya ditemukan di luar sirkulasi, sebagian besar di
organ limfoid (Thomas, 2003).
Limfosit memiliki inti relatif besar, berbentuk bulat dengan sedikit
cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, dan anak inti baru terlihat
dengan mikroskop elektron (Zukesti, 2003). Inti sel terpulas gelap mengisi
hampir seluruh sitoplasma dan sitoplasmanya tampak sebagai daerah
basofilik di sekitar inti. Sitoplasma limfosit agranular, namun dapat
mengandung sedikit granul azurofilik (Victor, 2003)
Gambar 2.1: Gambaran limfosit di antara eritrosit
pada sel darah normal (Thomas,2003)
Limfosit merupakan komponen esensial pada sistem pertahanan
tubuh yang berperan dalam sistem imun adaptif. Adapun sistem imun
secara garis besar dapat dibagi dua yaitu respon imun garis pertama atau
imunitas bawaan diperankan oleh sel-sel fagositer dan barrier nonspesifik
lainnya serta respon imun tahap selanjutnya yang spesifik (adaptif) (Abbas
and Litchman, 2005). Sebagian besar imunitas merupakan imunitas adaptif
yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang
menyebabkan penyakit atau toksin (Guyton and Hall, 1997).
Infeksi
mikroorganisme
akan
memicu
respon
pertahanan
nonspesifik seperti sel NK (Natural Killer) dan makrofag. Akan tetapi
imunitas
nonspesifik
yang
inadekuat
ataupun
juga
kemampuan
mikroorganisme penginfeksi untuk resisten dan menghindar melalui
bermacam mekanisme seperti mengubah polaritas antigenik sehingga tidak
mampu dikenali sel imun atau dengan mensekresikan substansi yang
menonaktifkan pertahanan garis pertama akan mengaktifkan respon imun
spesifik yang diperankan oleh limfosit melalui perantara sel penyaji
(APC). Antigen presenting cell (APC)
mikroorganisme
tersebut akan menangkap
dan membawanya ke jaringan limfoid. Di jaringan
limfoid mikroorganisme penginfeksi tersebut akan dipresentasikan kepada
limfosit native yang mengakibatkan limfosit tersebut memperbanyak diri,
baik melalui sekresi IL-15 oleh sel APC atau juga dengan IL-2 yang
diproduksi dirinya sendiri sebagai respon agen yang dipresentasi APC.
Limfosit-limfosit ini selanjutnya akan berdiferensiasi ke dalam subsetsubset khusus sehingga dapat berfungsi sebagai sel efektor dalam
menghadapi mikroorganisme penginfeksi atupun juga sebagai sel memori
yang menyimpan respon spesifik terhadap agen penginfeksi tersebut jika
terjadi infeksi ulang. Sel-sel limfosit yang telah berdiferensiasi selanjutnya
akan memasuki sirkulasi darah yang menyebabkan kenaikan jumlah
limfosit (limfositosis). Selanjutnya limfosit akan menuju jaringan perifer
untuk mengeliminasi mikroorganisme dengan berbagai mekanisme
termasuk dengan mensekresikan mediator-mediator proinflamasi seperti
TNF dan limfotoksin yang akan menyebabkan leukosit datang ke bagian
infeksi tersebut dan terjadi inflamasi (Abbas and Litchman, 2005).
Respon imun adaptif sendiri dapat dibagi dalam dua jalur utama
yaitu respon imun humoral yang diperankan limfosit B dengan hadirnya
antibodi, dan respon imun seluler oleh limfosit T yang memiliki reseptor
spesifik untuk mengenal antigen asing. Pada kejadian infeksi respon imun
humoral berperan untuk menetralkan dan mengeliminasi mikroorganisme
ekstrasel dan toksinnya, tetapi respon imun humoral ini tidak efektif
melawan mikroorganisme yang mampu hidup dan bereplikasi intrasel.
Disinilah peran respon imun seluler dalam melengkapi respon imun
humoral yaitu dengan mengenali mikroorganisme intrasel tersebut melalui
reseptor permukaannya dan kemudian mengeliminasinya (Abbas and
Litchman, 2005).
Pembagian jenis limfosit antara lain :
a. Limfosit B
Bertanggung jawab dalam sintesis antibodi yang memberikan
imunitas humoral dan dikenal juga dengan nama imunoglobulin. Sel
plasma, yang merupakan sel khusus turunan sel B, mensintesis dan
mensekresikan imunoglobulin ke dalam plasma sebagai respon
terhadap pajanan berbagai macam antigen (Guyton and Hall, 1997;
Robert et al., 2003).
Imunoglobulin merupakan globulin plasma dengan berat
molekul antara 160.000 dan 970.000, biasanya merupakan sekitar 20%
dari seluruh protein plasma. Imunoglobulin terdiri atas kombinasi
rantai polipeptida ringan dan berat, sebagian besar merupakan
kombinasi dua rantai berat dan dua rantai ringan. Setiap imunoglobulin
spesifik untuk antigen tertentu karena struktur uniknya yang tersusun
atas asam-asam amino yang dapat berubah dari kedua asam amino
ringan dan berat (Guyton and Hall, 1997).
Terdapat lima golongan umum imunoglobulin, masing-masing
diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD, IgE. Ig singkatan dari imunoglobulin.
Dua golongan imunoglobulin terpenting adalah IgG yang merupakan
antibodi bivalen dan kira-kira 75% dari seluruh antibodi pada orang
normal, dan IgE yang merupakan antibodi dalam jumlah kecil,
khususnya terlibat dalam peristiwa alergi. IgM juga penting sebab
golongan ini merupakan antibodi pertama yang terbentuk sewaktu
terjadi respon imun primer (Guyton and Hall, 1997; Robert et al.,
2003).
Sedang imunoglobulin yang berperan penting dalam imunitas
mukosa adalah IgA (Abbas and Litchman, 2005). IgA merupakan
pertahanan garis depan terhadap bakteri dan virus (Stryer, 2000). IgA
diproduksi di jaringan limfoid mukosa dan disekresikan melalui epitel
mukosa ke dalam lumen. IgA akan mengikat mikroba dan toksin yang
terdapat dilumen dan menetralisasinya melalui hambatan jalur masuk
ke host (Abbas and Litchman, 2005).
Imunoglobulin bekerja terutama melalui dua cara untuk
mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit:
1) Menyerang secara langsung agen penyebab penyakit tersebut
2) Mengaktifkan
sistem
komplemen
yang
kemudian
dengan
serangkaian proses merusak penyebab penyakit tersebut (Guyton
and Hall, 1997).
b. Limfosit T
Limfosit T bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit
teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus dirancang untuk
menghancurkan benda asing (Guyton and Hall, 1997). Limfosit ini
berperan dalam imunitas seluler serta memodulasi responsivitas imun
(Ronald et al., 2000). Terdapat tiga kelompok utama sel T:
1) Sel T Pembantu/ T helper (Th)
Berperan sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun
dengan membentuk serangkaian mediator protein yang disebut
limfokin, yang bekerja pada sel-sel lain dari sistem imun dan pada
sel sumsum tulang. Limfokin penting yang disekresikan oleh selsel T pembantu antara lain IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IFN-γ dan
GM-CSF, faktor perangsang koloni monosit-granulosit (Guyton
and Hall, 1997).
Sel T pembantu akan mengeliminasi agen asing melalui
aktivasi sel-sel fagositer seperti makrofag dan menyekresikan
mediator inflamasi (Abbas and Litchman, 2005).
2) Sel T Sitotoksik (Tc)
Merupakan
sel
penyerang
langsung
yang
mampu
membunuh mikroorganisme dan pada suatu saat, bahkan
membunuh sel-sel tubuh sendiri melalui sebuah mekanisme sekresi
protein pembentuk lubang pada membran sel yang diserang yang
disebut perforin. Selain itu sel T sitotoksik juga melepaskan
substansi sitotoksiknya secara langsung ke dalam sel yang
diserang. Hal ini menyebabkan gangguan keseimbangan sehingga
dengan segera sel yang diserang membengkak dan larut (Guyton
and Hall, 1997; Abbas and Litchman, 2005).
3) Sel T Supresor (Ts)
Merupakan sel T yang mempunyai kemampuan menekan
fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini
menyebabkan pengaturan aktivitas sel-sel lain dan menjaganya agar
tidak berlebihan dan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, yang
disebut toleransi imun. Dengan alasan inilah, maka sel-sel supresor,
bersama dengan sel T pembantu, digolongkan sebagai sel T
regulator (Guyton and Hall, 1997).
B. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Berpikir Konseptual
Cecal Inoculum
Keterangan :
merangsang
Mikroorganisme penginfeksi
menghambat
Produksi Sitokin
pro-inflamasi berlebihan
Hiperinflamasi
SIRS
Penekanan system imun
(apoptosis limfosit)
Peningkatan proliferasi
sel limfosit
Peningkatan limfosit
perifer
Gambar 2.1: Skema Kerangka Pemikiran
2. Kerangka Berpikir Teoritis
Masuknya polimikroba yang berasal dari material cecal inoculum
ke dalam tubuh akan menginduksi pembentukan sitokin proinflamasi,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan
anti
inflamasi.
Produksi
sitokin
proinflamasi
yang
berlebihan
menyebabkan hiperinflamasi seperti aktivasi SIRS pada organ terutama
pada paru, ginjal, hati, usus, dan organ lainnya. Proses patologik utama
adalah apoptosis sel yang akan menekan sistem imun. Disfungsi saluran
pencernaan (usus) ini mengakibatkan hilangnya pertahanan mukosa,
peningkatan permeabilitas yang kemudian lebih lanjut akan meningkatkan
inflamasi usus.
Lactobacillus reuteri melalui proses immunomodulation memiliki
kemampuan sebagai penghambat kompetitif dari polimikroba sehingga
mengurangi induksi sitokin proinflamasi yang berlebihan. Dengan adanya
keseimbangan sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi menyebabkan
terhambatnya apoptosis sel limfosit sehingga mampu meningkatkan
imunitas tubuh.
C. Hipotesis
Ada hubungan pemberian Lactobacillus reuteri terhadap hitung
limfosit darah tepi Mencit Balb/C model sepsis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik, dengan post test only
control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah Mencit Balb/C jantan dengan berat badan 1523 gram, dan berumur 4-6 minggu. Mencit Balb/C diperoleh dari Unit
Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Setia Budi (USB), Surakarta.
Bahan makanan mencit yang digunakan adalah pelet.
D. Teknik Sampling
Untuk pengambilan sampel digunakan teknik simple random sampling.
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus Federer (Purawisastra,
2001), yaitu :
(t – 1) (n – 1) >15
Dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel
perkelompok perlakuan. Dengan rumus tersebut diperoleh besar sampel :
(t – 1) (n – 1)
> 15
(3 – 1) (n – 1)
> 15
2 (n – 1)
> 15
n
> 8,5
Jadi dapat ditentukan jumlah sampel perkelompok adalah 9 ekor
mencit dan jumlah keseluruhan sampel ada 27 ekor Mencit Balb/C.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: Lactobacillus reuteri
2. Variabel terikat
: hitung limfosit darah tepi
3. Variabel luar
:
a. Dapat Dapat dikendalikan
:
makanan, stres, genetik, umur,
berat badan tikus.
b. Tidak dapat dikendalikan
: variasi kepekaan Mencit Balb/C
terhadap suatu zat.
F. Skala Variabel
1. Lactobacillus reuteri
: Skala nominal
2. Hitung limfosit darah tepi
: Skala rasio
G. Definisi Operasional
1. Pembuatan sepsis pada mencit
Mencit dibuat sepsis dengan paparan Cecal inoculum (CI). Cecal
inoculum dibuat baru setiap hari dari mencit donor yang dikorbankan
dengan mensuspensikan 200 mg material cecal pada 5 mL dextrose water
5% (D5W) steril (Ren et al., 2002). Pada mencit diinjeksikan cecal
inoculum 4 mg/mencit secara intraperitoneal (Brahmbhatt et al., 2005;
Chopra dan Sharma, 2007).
2. Pemberian Lactobacillus reuteri
Lactobacillus reuteri yang digunakan adalah L. reuteri ATCC
55730........108 CFU yang diproduksi oleh Farmasierra Manufacturing S.L.
Madrid, Spanyol. dosis setara dengan 1 tablet/hari pada manusia, yaitu
dengan faktor konversi dosis manusia ke mencit adalah 0,0026
(Suhardjono, 1995).
3. Hitung Limfosit
Limfosit adalah sel mononukleus yang sferis, garis tengah 6-8um,
dan merupakan 20-30% leukosit darah. Limfosit memiliki inti relatif
besar, berbentuk bulat dengan sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin
inti padat, dan anak inti baru terlihat dengan mikroskop elektron.
Sitoplasmanya sangat sedikit, sedikit basofilik dan mengandung granulagranula azurofilik (Zukesti, 2003).
Darah mencit diambil dari sinus orbitalis dengan menggunakan
tabung hematokrit. Darah tersebut ditampung dalam tabung EDTA,
kemudian
dilakukan
hitung
jumlah
sel
limfosit
secara
manual
menggunakan hapusan darah dengan metode pan-optic stainning “Wright
Giemsa”. Hapusan
darah dicat secara Wright dan sebagai pengganti
buffer dipakai cat Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan
penyangga, lalu diperiksa tiap zona hapusan darah dibawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran 400x. Jumlah sel limfosit masing-masing
sampel dihitung setiap 100 sel leukosit (Gandasoebrata, 2001).
H. Rancangan Penelitian
X
K
L
S
Ls
R
Lr
Hitung jumlah limfosit
semua kelompok
dibandingkan dengan
Uji ANOVA dilanjutkan
dengan Post Hoc Test
Gambar 3.1 :Skema Rancangan Penelitian
Keterangan :
X
K
S
R
L
Ls
Lr
:
:
:
:
Jumlah mencit yang digunakan
Kelompok kontrol negatif
Kelompok sepsis (pemberian Cecal inoculum 4 mg/mencit/i.p)
Kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri (pemberian Cecal
inoculum 4 mg/mencit/i.p dan Lactobacillus reuteri 0,1
ml/mencit/oral)
: Hitung limfosit kelompok kontrol negatif
: Hitung limfosit kelompok sepsis
: Hitung limfosit kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri
I. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
a. Kandang hewan percobaan (Ukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm)
b. Timbangan Metler Toledo
c. Spuit injeksi 3 ml dan 5 ml
d. Spuit tuberkulin 1ml
e. Sonde 5 ml
f. Tabung ukur 10 ml dan 100 ml
g. Beaker glass 100 ml
h. Toples pastik mencit
i. Mikroskop cahaya Olympus
j. Minor set
k. Pinset
l. Objek glass Gruond edges
m. Pengaduk kaca
2. Bahan penelitian
a. Lactobacillus reuteri
b. Aquades
c. Dextrose water 5% (D5W) steril
d. Hewan uji (27 ekor Mencit Balb/C)
e. Makanan standar hewan uji
f. Alkohol 70%
g. Pewarna Wright
h. Pewarna Giemsa
i. Darah tepi mencit diambil dari sinus orbitalis
J. Alur Penelitian
1. Sebelum perlakuan
a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian
dilakukan selama kurang lebih 1 minggu.
b. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok. Masing
masing kelompok terdiri dari 9 ekor mencit.
2. Pemberian perlakuan
Sejak hari ke-1 sampai dengan hari ke-7.
Kelompok K, S, dan R diberi diet standar.
Masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda
3. Setelah perlakuan
Mencit diambil darahnya pada hari ke-8 dari sinus orbitalis,
kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel limfosit darah tepi secara
manual dengan hapusan darah.
Alur penelitian secara umum :
MENCIT 27 EKOR
Kelompok K
Mencit
9 ekor
Kelompok S
Mencit
9 ekor
Kelompok R
Mencit
9 ekor
DIET STANDAR
HARI KE 1 - 7
injeksi CI 4 mg/mencit
(intraperitonial)
HARI KE 1 - 7
Injeksi CI 4 mg/mencit
(intraperitonial)
HARI KE 1 - 7
+ Lactobacillus
reuteri
Hari ke - 8
mencit diambil darahnya
Hitung jumlah sel limfosit darah tepi
Ganbar 3.2 : Alur Penelitian
K. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoc Test.
Uji ANOVA adalah uji membandingkan perbedaan mean pada lebih
dari dua kelompok. Post Hoc Test membandingkan kelompok mean antara
dua kelompok (Eko, 2001) .
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan pemeriksaan hitung limfosit dengan metode
hapusan, didapatkan rata-rata hitung limfosit setiap 100 sel leukosit darah
tepi pada masing-masing kelompok perlakuan seperti yang tertera pada tabel
4.1.
Tabel 4.1. Hitung limfosit setiap 100 sel leukosit darah tepi Mencit Balb/C
setelah perlakuan
Kelompok
Rata-rata ± Standar Deviasi
Kontrol (K)
82 ± 5,29
Sepsis (S)
80,7 ± 3,08
Sepsis + Lactobacillus reuteri (R)
79,8 ± 2,79
Pengamatan mikroskopis limfosit masing – masing kelompok dapat
dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.1. Gambaran limfosit kelompok Kontrol dengan
pengecatan Wright-Giemsa perbesaran 400x
Panah hitam menunjukkan limfosit
Gambar 4.2. Gambaran limfosit kelompok Sepsis dengan
pengecatan Wright-Giemsa perbesaran 400x
Panah hitam menunjukkan limfosit
Gambar 4.3. Gambaran limfosit kelompok sepsis+L. reuteri
dengan pengecatan Wright-Giemsa, perbesaran 400x
Panah hitam menunjukkan limfosit
B.
Analisis Data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hitung limfosit setiap
100 sel leukosit darah tepi dari kelompok kontrol 82 sel, kelompok sepsis
80,7 sel, dan kelompok sepsis+L. reuteri 79,8 sel.
Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan
dengan One way ANOVA
menggunakan program SPSS for Windows
Release 15.
Dari perhitungan statistik secara One way ANOVA terhadap rata-rata
hitung limfosit antar kelompok perlakuan didapatkan p>0,05. Hal ini berarti
rata-rata hitung limfosit antara kelompok kontrol, sepsis, dan kelompok
sepsis+L. Reuteri secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna, sehingga tidak dilanjutkan Post Hoc Test (LSD).
K = kontrol
S = Sepsis
R = Sepsis+L. reuteri
Gambar 4.4. Histogram rata-rata hitung limfosit darah tepi pada Mencit Balb/C
setelah perlakuan
BAB V
PEMBAHASAN
Dari penelitian ini diperoleh rata-rata hitung limfosit darah tepi dari
kelompok sepsis yang lebih rendah dibanding kelompok kontrol. Hal ini
membuktikan bahwa cecal inoculum mampu menyebabkan sepsis fase
lanjut/hipodinamik, dimana pada keadaan tersebut terjadi penurunan sistem imun
salah satunya karena apotosis limfosit. Hal ini sesuai dengan Chopra and Sharma
(2007) yang dalam laporannya menyebutkan bahwa pada pemeriksaan kelompok
sepsis hari ke-3 dan ke-7 ditemukan peningkatan ekspresi cytosolic active
caspase-3 yang merupakan jalur apoptosis sel serta peningkatan yang signifikan
dari rasio antara Bax dan BCl2 yang menunjukkan peningkatan apoptosis sel
(mitochondrial dependent apoptosis).
Apoptosis sel ini dapat diinduksi antara lain oleh sitokin (TNF-α, IL-1, dan
IL-6), Fas ligand (FasL), radikal bebas oksigen, nitric oxide (NO). Mediatormediator tersebut akan menyebabkan apoptosis sel dendritic, Gut associated
lymphoid tissue (GALT) dan limfosit. Dari penelitian Elena (2006) dan Javier
(2005) disebutkan bahwa overproduksi sitokin inflamasi yang menyebabkan
apoptosis sel limfosit tersebut akan mensupresi sistem imun yang dapat
mengakibatkan nekrosis jaringan, multiple organ failure, hingga kematian
Pemberian Lactobacillus reuteri pada keadaan sepsis akan menghambat
induksi dari nuclear factor κ-B (NFκ-B) sehingga akan menghambat sinyal dan
transkripsi sitokin proinflamasi, khemokin, adhesion dan faktor koagulasi.
Menurut Galdeano (2007) dengan menurunkan produksi sitokin proinflamasi
tersebut, L. reuteri dapat menghambat apoptosis sel limfosit pada Mencit Balb/C
yang diinduksi dengan cecal inoculum. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Calder (2003) yang menyatakan bahwa Lactobacillus reuteri dapat digunakan
sebagai immunomodulation yang dapat menghambat apoptosis sel imun, termasuk
sel limfosit.
Akan tetapi dari penelitian ini didapatkan rata-rata hitung limfosit darah
tepi kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri menunjukkan angka yang lebih
rendah dari kelompok sepsis maupun dari kelompok kontrol. Pemberian L. reuteri
pada kelompok sepsis tidak terbukti dapat menurunkan apoptosis sel limfosit pada
Mencit Balb/C yang diinduksi dengan cecal inoculum. Hal ini mungkin terjadi
karena penghambatan apoptosis sel limfosit oleh L. reuteri secara kuantitas masih
lebih rendah dari apoptosis sel limfosit yang terjadi. Sehingga walaupun tidak
nampak
peningkatan
jumlah
sel
limfosit
pada
mencit
kelompok
sepsis+Lactobacillus reuteri, bukan berarti tidak terjadi penghambatan apoptosis
sel limfosit sama sekali. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil analisis stasistik
yang tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara rata-rata hitung limfosit
darah tepi kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri dengan kelompok sepsis dan
kelompok kontrol.
Pada penelitian ini secara kuantitas jumlah sel limfosit darah tepi
kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri menunjukkan angka yang lebih rendah
dari kelompok sepsis. Akan tetapi secara kualitas kemungkinan sel limfosit pada
mencit kelompok sepsis+Lactobacillus reuteri lebih baik dari kelompok sepsis.
Hal ini dibuktikan dari penelitian Mirantika (2009) dengan obyek penelitian yang
sama didapatkan bahwa pemberian L. reuteri pada mencit model sepsis dapat
menurunkan derajat inflamasi usus secara bermakna. Sel limfosit di mukosa usus
mencit tersebut dapat menghambat polimikroba secara kompetitif dan mencegah
kolonisasi kuman enterik patogen secara efektif sehingga menginduksi
terbentuknya Ig A sekretori. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian
Diding (2009) yang menyatakan bahwa pada kelompok sepsis+Lactobacillus
reuteri yang sama dengan penelitian ini terjadi peningkatan kadar Ig A serum
secara bermakna.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
pemberian Lactobacillus reuteri terhadap hitung limfosit darah tepi pada
Mencit Balb/C model sepsis.
B. Saran
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut
dengan metode dan parameter biomolekuler sehingga dapat lebih diketahui
lebih mendalam tentang pengaruh pemberian Lactobacillus reuteri pada
sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K. dan Lichtman, A. H., 2005. Cellular and Moleculer
Immunology. Elsevier Science, USA, pp : 264,433-451.
Arul MC., et al. 2001. Molecular Signatures of Sepsis Multiorgan Gene
Expression Profiles of Systemic Inflammation. Am J Pathol. October;
159(4): 1199–1209.
Brahmbhatt S., Gupta A., Sharma AC. 2005. Bigendothelin-1 (1-21) Fragment
during Early Sepsis Modulates tau, p38-MAPK Phosphorylation and
Nitric Oxide Synthase Activation. Molecular and Cellular Biochemistry.
271:225–237
Brooks G.F, Butel J, Morse A.S. 2003. Medical Microbiology Singapore: Mc
Graw Hill Company, p: 217.
Brown AC and Valiere A. 2004. Probiotics and Medical Nutrition Therapy. Nutr
Clin Care, 7(2): 56-68.
Calder PC. 2003. Immunonutrition. In: David J W Knight. Increased mortality is
associated with immunonutrition in sepsis. BMJ. July ;327:117-8.
Casas IA, Dobrogosz WJ.1997. Lactobacillus reuteri: An overview of a new
probiotic for humans and animals. Microecol Therap; 25: 221–31.
Chang KC., et al. 2007. Multiple triggers of cell death in sepsis: death receptor
and mitochondrialmediated apoptosis. FASEB J. 21, 708–719.
Chopra M. and Sharma AC. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular
characteristics during early and late stages of sepsis-induced myocardial
dysfunction. Life Sci. July 4; 81(4): 306–316.
Diding HP, 2009. Analisis Lactobacillus reuteri terhadap Survival Rate, Inflamasi
Intestinal dan Ig A pada Mencit Balb/C Model Sepsis. Dibiayai DIPA
PNBP Fakultas Kedokteran 2009.
Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC, p : 1265.
Edwin SVA., Theo JCVB., and Johan K. 2003. Receptors, Mediators, and
Mechanisms Involved in Bacterial Sepsis and Septic Shock. Clin
Microbiol Rev. July; 16(3): 379–414.
Eko Budiarto. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta:EGC,p:226
Elena GR., Alejo C., Gema R., and Mario D. 2006. Corstatin, a new antiinflammatory peptide with therapeutic effect on lethal endotoxemia. J Exp
Med. March; 20393): 563-571.
Galdeano MC., et al. 2007. Mechanism of Immunomodulation Induced by
Probiotic Bacteria. Am J Clinical and Vaccine Immunology. 14:485-492.
Gandasoebrata, R. 2001.
Rakyat.pp:32-33
Penuntun
Laboratorium
Klinik.
Jakarta:Dian
Guntur H, A.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV.In:Sudoyo et
al.(Eds).Penyakit Tropk Dan Infeksi:Sepsis.Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,pp:1840-1843.
Guntur HA. 2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Guyton and Hall. 1997. “Resistensi Tubuh terhadap infeksi: Leukosit, Granulosit,
Sistem Makrofag-monosit, dan Inflamasi”. Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Penerbit EGC, Jakarta,pp: 556-566.
James MJ., Naeem AA., and Edward A. 2005. Year in review in Critical Care,
2004: sepsis and multi-organ failure. Crit Care. 9(4): 409–413.
Jan W., et al. 2004. NF-κB- and AP-1-Mediated Induction of Human Beta
Defensin-2 in Intestinal Epithelial Cells by Escherichia coli Nissle 1917: a
Novel Effect of a Probiotic Bacterium. Infect Immun. October; 72(10):
5750–5758.
Javier C., et al. 2005. Role of Lipopolysaccharide and Cecal Ligation and
Puncture on Blood Coagulation and Inflammation in Sensitive and
Resistant Mice Models. Am J Pathol. April; 166(4): 1089–1098.
Jimmy F. P. et al. 2006. Apolipoprotein CI stimulates the response to
lipopolysaccharide and reduces mortality in Gram-negative sepsis. FASEB
J. 20:E1560–E1569.
Jürgen B., et al. 2006. Effects of dopexamine on the intestinal microvascular
blood flow and leucocyte activation in a sepsis model in rats. Crit
Care.10(4): R117.
Kristine M J., et al. 2007. Common TNF-α, IL-1β, PAI-1, uPA, CD14 and TRL4
polymorphism are not associated with disease severity or outcome from
Gram negative sepsis. BMC Infect Dis. 7: 108.
Mirantika E. 2009. Hubungan Pemberian Lactobacillus reuteri dengan Derajat
Inflamasi Ususpada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan Cecal
inoculums. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Molin G, Jeppsson B, Johansson M-L. 1993. Numerical taxonomy of
Lactobacillus reuteri associated to healthy and diseased mucosa of the
human intestines. J Appl Microbiology, 74: 314–23.
Nana Valeur, et al. 2004. Colonization and Immunomodulation by Lactobacillus
reuteri ATCC 55730 in the Human Gastrointestinal Tract. Applied and
Environmental Microbiology, 70:1176-1181
Oscar C., et al. 2006. LL-37 Protects Rats against Lethal Sepsis Caused by GramNegative Bacteria. Antimicrob Agents Chemother. May; 50(5): 1672–
1679.
Purawisastra S. 2001. Penelitian Pengaruh Isolat Galaktomanan Kelapa terhadap
Penurunan
Kadar
Kolesterol
Serum
Kelinci.
http://digilab.ekologi.litbang.depkes.go.id/office.php?m=bookmark&id=jk
pkbppk-gdl-grey-2001-suryana-108-galaktomanan.
(2
Februari 2009).
Ren J., Ren BH., Sharma AC. 2002. Sepsis-Induced Depressed Contractile
Function of Isolated Ventricular Myocytes Is Due to Altered Calcium
Transient Properties. Shock:Volume 18(3)September pp 285-288.
Robert J Boyle, Roy M Robins-Browne, and Mimi LK Tang. 2006. Probiotic use
in clinical practice: what are the risks?. AmJ Clinical Nutrition, 83:1256–
64.
Ronald, SA ,Mcpherson.A.R. 2000. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium edisi sebelas. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, p
:58.
Shahin G., Ole GK., Court P., and Svend SP. 2006. Procalcitonin,
lipopolysaccharide-binding protein, interleukin-6 and C-reactive protein in
community-acquired infections and sepsis: a prospective study. Critical
care, 10:R53
Shixin Qin, et al. 2006. Role of HMGB1 in apoptosis-mediated sepsis lethality.
JEM. 203:1637-1642
Suhardjono, D., 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, hal:207.
Stryer, L. 2000. Biokimia.Vol 1. Penerbit EGC, Jakarta,p:375.
Taylor AL, Dunstan JA and Prescott SL. 2007. Probiotic Supplementation for the
First 6 Months of Life Fails to Reduce the Risk of Atopic Dermatitis and
Increases the Risk of Allergen Sensitization in High-Risk Children: A
Randomized Controlled Trial. Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 119: 184-191.
Thomas
J.,
2003.
Formed
Elements
of
http://www.education.vetmed.vt.edu/.../Labs/Lab6/Lab6.htm.(18
2009)
Blood.
Maret
Victor P. Eroschenko. 2003. Atlas Histologi di fiore dengan korelasi fungsional
Ed.9. Jakarta: EGC. Hal: 62-65.
Zukesti Effendi. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam
Tubuh.USU Digital Library.
Download