HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi cacing parasitic yang ditemukan pada insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST mengacu pada Woo (2006), Noga (2000) dan Hoffman (1967), sedangkan identifikasi bakteri mengacu pada Jang et al. (1976), Cowan (1974), dan Lay (1994). Hasil identifikasi cacing parasitik dan bakteri pada ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila BEST Cacing (Jumlah) Bakteri Ikan Insang Saluran Pencernaan 1 Dactylogyrus sp. (21) Pseudodactylogyrus sp. (11) 2 - 3 Pseudodactylogyrus sp. (7) 4 5 - Dactylogyrus sp. (22) 6 .- Insang Saluran Pencernaan - Aeromonas sp. Staphylococcus epidermidis Aeromonas sp. Staphylococcus epidermidis Bacillus sp. - Streptococcus sp. Aeromonas sp. - Staphylococcus epidermidis Escherichia coli Aeromonas sp. Escherichia coli - Staphylococcus epidermidis Sterptococcus sp. Escherichia coli Staphylococcus epidermidis Streptococcus sp. - Staphylococcus epidermidis Edwardsiella tarda Escherichia coli Edwardsiella tarda - Aeromonas sp. Staphylococcus epidermidis Streptococcus sp. Escherichia coli Staphylococcus epidermidis Streptococcus sp. Aeromonas sp. Aeromonas sp. Streptococcus sp. 7 Dactylogyrus sp. (25) - 8 Dactylogyrus sp. (17) Anisakis sp. (1) 9 . - Aeromonas sp. Staphylococcus epidermidis Streptococcus sp. Escherichia coli Pseudomonas flourescens Aeromonas sp. 10 Pseudodactylogyrus sp. (9) - Aeromonas sp. Escherichia coli Escherichia coli 26 Cacing Parasitik pada Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Hasil penelitian yang dilakukan pada 10 sampel ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) menunjukkan ikan yang terinfeksi cacing parasitik pada insang sebanyak 6 ekor, sedangkan ikan yang terinfeksi cacing parasitik pada saluran pencernaan hanya 1 ekor. Jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada insang berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pada saluran pencernaan. Hal tersebut dapat terjadi karena saluran pencernaan memiliki kondisi berbeda dengan kondisi insang. Parasit yang mampu hidup pada saluran pencernaan memiliki kemampuan untuk resisten terhadap mekanisme pencernaan baik fisik maupun proses kimiawi, tahan melawan respon imunitas dari inang, dan mampu bertahan di dalam usus yang memperoleh suplai oksigen sedikit (Bryant dan Carolyn 1989). Keberadaan dan jumlah cacing parasitik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik berasal dari kondisi tubuh ikan seperti kekebalan tubuh ikan, umur ikan, dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan ikan misalnya manajemen pemeliharaan ikan kurang baik, yaitu kepadatan ikan dalam kolam tinggi dan fluktuasi kualitas air pada saat penelitian dilakukan. Menurut Noga (2000), tingkat stres ikan dapat mengganggu mekanisme hemeostatik. Faktor musim dan suhu pada saat dilakukan penelitian juga sangat berpengaruh terhadap pola persebaran parasit pada tubuh ikan. Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Kecepatan metabolisme akan meningkat jika suhu meningkat dan suhu yang terlalu rendah menyebabkan daya tahan tubuh ikan berkurang sehingga ikan akan mudah terinfeksi. Jenis Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Insang Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Dactylogyrus sp. Dactylogyrus sp. adalah genus terbesar dari parasit monogenea. Famili Dactylogyridae tidak kurang dari 7 genus dan lebih dari 150 spesies yang banyak terdapat di air tawar. Cacing Dactylogyrus sp. yang ditemukan pada insang ikan 27 nila BEST (Oreochromis niloticus) memiliki panjang berturut turut (Gambar 10) adalah 0.432 mm dan 0.4342 mm, masih termasuk ke dalam kisaran normal panjang tubuh cacing Dactylogyrus sp. yaitu 0.3-2 mm (Noga 2000). Cacing yang memiliki bentuk pipih seperti daun ini memiliki lekukan-lekukan, kelenjar kepala, dan 4 spot mata pada bagian anterior. Lekukan-lekukan yang disertai oleh kelenjar kepala berfungsi sebagai perekat (Paperna 1996). Cacing Dactylogyrus sp. memiliki juga 16 kait pada bagian posterior tubuhnya yang terdiri dari 14 kait tepi dan sepasang kait utama. Siklus hidup cacing parasitik ini adalah langsung dan bersifat ovipar. Cacing menghasilkan telur yang akan menetas sekitar 2-3 hari dan berkembang menjadi onkomirasidium (fase infektif) selama kurang dari 24 jam. Larva-larva tersebut harus menemukan inang baru untuk tumbuh menjadi cacing dewasa (Noga 2000). A B A F B C C D E Keterangan: A. Bagian Kepala, B. Spot mata (4 mata), C. Vitelaria, D. Kait utama (2 buah), E. Kait tepi (14 buah), dan F. Faring. Gambar 10 Dactylogyrus sp. pada pembesaran 40x (penelitian) Dactylogyrus sp. sering menyerang ikan di kolam dengan kepadatan tinggi dan ikan yang kekurangan pakan (Irawan 2004). Penyakit ikan yang disebabkan 28 cacing Dactylogyrus sp. disebut Dactylogyrosis dengan gejala klinis diantaranya adalah pembengkakan pada insang, penonjolan operkulum, dan perubahan warna pada insang. Dactylogyrus sp. memiliki kemampuan memproduksi cairan kental berupa lendir yang berlebihan untuk penempelan maupun pergerakan cacing. Lendir tersebut dapat menyebabkan rusaknya insang sehingga akan mengganggu pertukaran gas oleh insang. Menurut Siregar (1995), perkembangan cacing Dactylogyrus sp. dapat dicegah dengan meningkatkan kualitas air, memberikan pakan yang cukup dan bermutu baik, menggunakan peralatan yang bersih, dan melakukan pengendapan serta penyaringan air yang masuk ke dalam kolam. Pseudodactylogyrus sp. Pseudodactylogyrus sp. adalah salah satu cacing parasitik monogenea yang menyerang insang dan banyak menimbulkan masalah pada ikan budidaya (Hoffman 1977). Genus Pseudodactylogyrus termasuk ordo Dactylogyridea dan famili Pseudodactylogyridae. Cacing parasitik yang ditemukan pada ikan nila BEST memiliki panjang 1.017 mm (Gambar 11), masih termasuk ke dalam kisaran panjang Pseudodactylogyrus sp. yaitu 1-1.5 mm (Noga 2000). Cacing yang memiliki 4 spot mata ini memiliki bentuk dan ciri yang hampir sama dengan genus Dactylogyrus. Psedodactylogyrus sp. memiliki opishaptor yang lengkap dengan 14 kait tepi dan 2 kait utama yang terletak lebih ventral dibandingkan dengan Dactylogyrus sp. (Hoffman 1977). Cacing monogenea seperti Pseudodactylogyrus sp. memiliki siklus hidup sedernana yang terdiri dari telur, larva, dan cacing dewasa. Menurut Noga (2000), temperatur optimum untuk siklus hidup Psedodactylogyrus sp. antara 25-30 °C. Psedodactylogyrus sp. juga bersifat ovipar dan dapat menghasilkan telur hingga 24 telur per hari. Telur cacing akan menetas menjadi larva (onkomirasidium) dan berenang bebas mencari inang definitif untuk berkembang menjadi cacing dewasa (Buchmann dan Bresciani 2001). 29 A C B Keterangan: A. 4 Spot mata, B. 2 kait utama, dan C. Kait tepi. Gambar 11 Pseudodactylogyrus sp. pada pembesaran 40x (Penelitian). Cacing memakan sel-sel epitel mukosa yang dapat menyebabkan hiperplasia dan pendarahan pada insang. Mekanisme perusakan insang juga dapat disebabkan akibat kait yang merusak struktur insang ikan. Ikan yang terinfeksi cacing ini memperlihatkan gejala klinis berupa pembengkakan, hiperplasia pada insang, dan warna insang berubah menjadi pucat. Pengobatan pada ikan yang terinfeksi dapat dilakukan dengan perendaman ikan oleh beberapa jenis obat seperti mebendazole (1 ppm) atau praziquantel (10 ppm). Penggunaan predator telur parasit dan onkomirasidium oleh Tubellaria telah dikembangkan menjadi strategi alternatif untuk mengontrol keberadaan cacing parasitik (Noga 2000). Jenis Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Saluran Pencernaan Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Anisakis sp. Anisakis sp. adalah genus dari parasit kelas nematoda dengan ordo Ascaridida dan famili Anisakidae (Anderson 2000). Cacing Anisakis sp. (Gambar 12) dapat menginfeksi berbagai jenis ikan baik ikan laut ataupun ikan air tawar seperti ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Cacing yang ditemukan di saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) memiliki tubuh bulat panjang berwarna putih transparan dan tampak jelas memiliki bagian kepala yang khas dilapisi oleh 30 lapisan kutikula pada ujung anterior tubuhnya. Lapisan kutikula berfungsi melindungi tubuhnya dari enzim-enzim pencernaan di dalam usus (Lorenzo 2000). Gambar 12 Morfologi Anisakis sp. (Nuchjangreed et al. 2006) A B Keterangan: A. Bagian anterior dan B. Bagian posterior Gambar 13 Anisakis sp. pada pembesaran 10x (Penelitian). Anisakidae memiliki siklus hidup yang kompleks. Cacing dewasa ditemukan di dalam saluran pencernaan ikan. Produksi telur parasit dewasa dilepaskan keluar melalui feses. Telur parasit yang dikeluarkan tersebut menetas di air. Larva 31 stadium kedua yang keluar dari telur akan ditelan oleh inang antara pertama kemudian berkembang menjadi larva stadium ketiga awal. Inang antara pertama dimakan oleh inang antara kedua dan kemudian masuk ke dalam usus. Inang antara kedua selanjutnya dimakan kembali oleh ikan yang lebih besar, mamalia laut, atau manusia dan tumbuh menjadi cacing dewasa (Parker dan Parker 2002). Infeksi Anisakis sp. dapat menyebabkan penyakit yang disebut anisakiasis. Ikan terinfeksi cacing Anisakis sp. dapat disebabkan akibat memakan ikan yang lebih kecil yang mengandung larva Anisakis sp. Gejala klinis ikan yang terserang parasit ini diantaranya, berenang tidak normal, sisik tampak pucat, frekuensi pernafasan lebih cepat dan memproduksi mukus berlebihan. Pada manusia penyakit anisakiasis menimbulkan gejala yang tidak spesifik bahkan sering tidak terdiagnosa, namun pada saluran pencernaan manusia telah terbentuk ulkus akibat memakan larva hidup cacing Anisakis sp. Tindakan pencegahan kejadian anisakiasis yang paling efektif adalah mencegah penularan dari ikan terinfeksi larva Anisakis yang akan dikonsumsi ke manusia, antara lain tidak memakan ikan yang mentah, pemanasan ikan yang akan dimakan minimal hingga suhu 60 °C, pembekuan hingga suhu -20 °C selama 24 jam, dan penggaraman pada larutan garam pekat selama 10 hari. Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Hasil yang didapatkan dari isolasi dan identifikasi bakteri pada sampel ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) menunjukkan seluruh ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) terinfeksi bakteri pada insang dan saluran pencernaannya. Beberapa jenis bakteri yang ditemukan diantaranya ada yang bersifat patogen dan bersifat non patogen pada ikan. Bakteri patogen merupakan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Bakteri non-patogen merupakan bakteri yang tidak menimbulkan penyakit tetapi dapat hidup pada organisme lain dan tidak menghambat kehidupan inangnya. Menurut Pelczar dan Chan (1986), faktor yang dapat mempengaruhi patogenitas suatu mikroorganisme yaitu kemampuan untuk masuk ke dalam tubuh inang, kekebalan tubuh inang, dan derajat kemampuan untuk menimbulkan penyakit. 32 Jenis Bakteri yang Ditemukan pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Pseudomonas flourescens Bakteri Pseudomonas flourescens termasuk Gram negatif yang dapat ditemukan secara luas baik di tanah, air laut, atau air tawar. Menurut Goto (1992), Pseudomonas fluorescens termasuk ke dalam ordo Pseudomonadales dan famili Pseudomonadaceae. Bakteri Pseudomonas flourescens sering ditemukan berasosiasi dengan tanaman maupun hewan sebagai bakteri flora normal atau sebagai agen penyakit (Todar 2004). Gambar 14 Uji biokimia bakteri (indol, sitrat, urea, laktosa, sukrosa, maltosa, glukosa, dan manitol) Pseudomonas flourescens (Penelitian). Bakteri Pseudomonas flourescens menyerang ikan yang masih muda dan ikan yang sudah dewasa. Bakteri ditemukan hanya pada insang ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Gambaran dan sifat bakteri yang dihasilkan dari uji-uji identifikasi menunjukan hasil yang sama dengan gambaran dan sifat Pseudomonas flourences pada umumnya. Morfologi sel tunggal berbentuk batang dan bersifat motil dengan bantuan dari flagella yang polar. Bakteri tidak memproduksi H2S, gas, indol, dan urea, namun sitrat menunjukkan hasil positif dan glukosa, manitol, laktosa, dan maltosa, dan sukrosa dapat difermentasikan (Gambar 14) 33 Penyakit ikan yang disebabkan oleh Pseudomonas flourescens adalah penyakit merah (red sore diseases). Serangannya sangat ganas hingga dapat menimbulkan kematian. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Penularannya dapat melalui air, alat-alat, bagian tubuh ikan yang telah terinfeksi, hewan lain, dan melalui tumbuhan air. Faktor-faktor yang menunjang berkembangnya penyakit adalah kualitas perairan yang buruk, kandungan bahan organik yang tinggi, dan perubahan musim kering ke musim hujan. Pencegahan penyakit yang disebabkan bakteri Pseudomonas flourescens dapat dilakukan dengan sanitasi perairan, pemberian pakan yang baik (mutu dan jumlahnya), desinfektan peralatan, vaksinasi, dan program karantina ikan yang baru datang sebelum ditebarkan ke kolam budidaya. Pengobatan untuk ikan yang telah terinfeksi dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan kalium permanganate (PK) 10 ppm-20 ppm selama 30-60 menit. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan pemberian pakan pellet yang dicampur oxytetracycline 30 mg/kg ikan yang diberikan setiap kali selama 7-10 hari atau dengan suntikan oxytetracycline HCL 25 mg-30 mg/kg ikan diberikan sebanyak 3 kali setiap 3 hari sekali (Cahyono 2001). Edwardsiella tarda Bakteri E. tarda adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan dan manusia dan berpotensi fatal jika tidak segera diobati. E. tarda biasanya ditemukan dalam usus normal ikan dan manusia, namun bersifat patogen oportunistik yang dapat menyebabkan gastroenteritis dan diare (Verjan et al. 2005). Bakteri ditemukan di kedua tempat isolasi yaitu insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Keberadaan bakteri pada insang ikan dapat disebabkan akibat kontaminasi dari perairan yang terinfeksi. Bakteri E. tarda termasuk bakteri Gram negatif dengan karakteristik anaerob fakultatif, berbentuk batang, motil oleh peritrichous flagella, positif pada fermentasi glukosa, tetapi negatif pada fermentasi laktosa (Gambar 15). 34 Gambar 15 Uji biokimia (TSIA, indol, sitrat, urea, laktosa, sukrosa, manitol, glukosa, maltosa) Edwardsiella tarda (Penelitian). E. tarda merupakan penyebab penyakit Edwarsiellosis. Serangan E. tarda pada ikan dalam tahap infeksi ringan hanya menampakkan luka-luka kecil, perkembangan penyakit lebih lanjut dapat berupa luka bernanah yang berkembang dalam otot rusuk. Luka bernanah secara cepat bertambah dengan berbagai ukuran pada fase akut, kemudian luka-luka terisi gas dan terlihat bentuk cembung menyebar ke seluruh tubuh dan akan tercium bau busuk hasil dari hydrogen sulfide (H2S) (Noga 2000). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi bakteri. E. tarda masih sangat rentan terhadap banyak antibiotik, termasuk ampisilin, antifolates, kloramfenikol, siprofloksasin, kanamisin, sebagian besar β-laktam, dan nitrofurantoin (Stock dan Wiedemann 2001). Aeromonas sp. Bakteri dari genus Aeromonas merupakan organisme akuatik yang dapat ditemukan pada air tawar terutama yang mengandung kadar bahan organik, feses, dan lumpur yang tinggi. Aeromonas sp. merupakan mikroorganisme patogen oportunistik dari berbagai hewan air dan darat termasuk manusia. Beberapa spesies dari Aeromonas sp. merupakan mikroorganisme patogen bagi ikan, katak, dan kura-kura diantaranya adalah Aeromonas hydrophilla dan Aeromonas punctata. Hasil pembiakan morfologi bakteri Aeromonas sp. adalah bentuknya seperti batang dan bersifat Gram negatif. Bakteri ditemukan pada insang dan saluran 35 pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Ciri Aeromonas sp. lain yang ditemukan adalah tidak berspora, bersifat motil karena mempunyai satu flagela (monotrichus flagella). Aeromonas sp. juga dapat memproduksi gas, indol, uji VP dengan hasil positif dan TSIA asam pada slant dan butt (Gambar 16). Isolat dari Aeromonas sp. yang diteliti juga menghasilkan asam dari glukosa, maltosa, manitol, dan sukrosa (Gambar 17). Gambar 16 Uji TSIA, urea, dan sitrat Aeromonas sp. (Penelitian). Gambar 17 Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan sukrosa) Aeromonas sp. (Penelitian). Motil Aeromonas dapat menyebabkan kondisi patologi yang berbeda-beda. Kehebatan penyakit yang ditimbulkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti virulensi bakteri, tingkat stres, kondisi fisiologis dari inang, dan tingkatan resistensi genetik dari ikan tersebut (Cipriano dan Bullock 2001). A. hydrophila menyebabkan motil aeromonas septicemia (MAS) yang merupakan penyakit terbesar yang mempengaruhi keberhasilan budidaya ikan di seluruh dunia. Ekor 36 dan sirip ikan membusuk dan terjadi hemoragik septisemia. Hemoragik septisemia dikarakteristikkan oleh kemunculan dari luka kecil pada permukaan (yang memacu pengeringan lendir pada sisik), mata menonjol keluar, hemoragik lokal biasanya terdapat pada insang dan anus, terjadi borok (ulcers), abses, dan penggelembungan perut (Noga 2000). Pencegahan terhadap infeksi Aeromonas sp. dapat dilakukan melalui penyediaan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan ikan, diantaranya adalah desinfeksi peralatan dan menjaga sanitasi air kolam, karantina untuk menghindari penyebaran penyakit, dan pemberian kekebalan dini. Pengobatan dapat dilakukan melalui penyuntikan Oxytetracycline 25-30 mg/kg ikan atau perendaman dalam larutan Oxytetracycline 5-10 ppm selama 24 jam, dan pemberian Oxytetracycline 50 mg/kg ikan melalui pakan yang diberikan setiap hari selama 7-10 hari. Streptococcus sp. Bakteri Streptococcus masuk ke dalam ordo Lactobacillales dan famili Streptococcaceae. Infeksi bakteri Streptococcus sp. sangat banyak ditemukan pada ikan nila dan (Chang dan Plumb menyebabkan 1996). penyakit Beberapa yang spesies disebut bakteri Streptococcosis Streptococcus yang menyerang ikan antara lain S. agalactiae, S. dysgalactiae, S. faccium, S. pyogenes, S. faecalis, dan S. zooepidemicus. S. agalactiae tipe non-hemolitik merupakan spesies yang paling banyak menimbulkan penyakit pada ikan nila (Hardi et al. 2011). Genus Streptococcus pada penelitian ditemukan pada insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Bentuk koloni pada agar darah kasar dan kecil, rantai pendek (tersusun atas 2-3 sel bakteri), dan tumbuh lambat (Gambar 18). Bakteri berbentuk bulat, Gram positif, non motil, tidak berspora, dan negatif pada uji katalase. 37 Gambar 18 Pewarnaan Gram Streptococcus sp. (Penelitian). Proses patogenisitas dari serangan bakteri Streptococcus sp. terhadap ikan belum diketahui dan dipelajari, namun sering ditemukan pada otak yang menyebabkan ikan berenang dengan tidak biasa kemudian bakteri menyebar ke seluruh tubuh ikan dan menimbulkan gejala klinis. Perubahan pada mata (mata mengkerut, pupil mata mengecil, mata seperti berkabut (opacity), purulens hingga sebelah mata dapat hilang). Pembengkakan mata atau eksoptalmia yang disertai dengan pendarahan juga dapat ditemui pada mata ikan yang terinfeksi. perubahan warna yang menghitam, ulcer, abses pada perut dan perubahan pola renang (whirling dan gasping) dapat menjadi indikasi adanya infeksi (Hardi et al. 2011). Manajemen kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan, dan agen patogen) dapat dijadikan metode pengobatan ikan terserang oleh Streptococcus sp. pemberian Erythromycine 50-100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 21 hari atau Oxytetracycline 50-75 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 10 hari, atau Tetracycline 75-100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 14 hari. Bacillus sp. Bakteri Bacillus sp. tersebar luas pada bermacam-macam habitat namun biasanya banyak ditemukan di tanah. Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif dengan sel batang yang tersusun rantai (Gambar 19) dan bersifat motil karena memiliki peritrichous flagella. Bacillus sp. dibedakan dari anggota famili Bacillaceae lainnya berdasarkan sifat-sifatnya yaitu keseluruhannya merupakan pembentuk spora. Bacillus sp. bersifat aerob sampai anaerob fakultatif. Hasil penelitian 38 bakteri Bacillus sp. ditemukan hanya pada saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Sedikit spesies dari bakteri Bacillus sp. yang patogen terhadap vertebrata atau invertebrata. Menurut Feliatra et al. (2004), bakteri Bacillus sp. dapat dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik pada beberapa ikan dan dapat memperbaiki kualitas air dengan menyeimbangkan populasi mikroba. Bakteri Bacillus sp. juga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat tumbuhnya bakteri Vibrio harveyi pada udang (Rusmana dan Widianto 2009). Bakteri Bacillus sp. jika dipanaskan akan membentuk endospora, yaitu bentuk dorman sel vegetatif sebagai bentuk pertahanan diri yang muncul saat kondisi ekstrim yang tidak menguntungkan bagi bakteri. Gambar 19 Pewarnaan Gram Bacillus sp. (Penelitian). Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis menurut Jodi (2008) adalah salah satu spesies dari famili Micrococcacea dan genus Staphylococcus yang merupakan flora normal pada mukosa manusia dan hewan. Bakteri biasanya bersifat non patogen, namun kadang-kadang dapat bersifat patogen oportunistik bagi inangnya. Bakteri akan menyebabkan penyakit pada inang jika pertahanan tubuh inang sedang menurun. Keberadaan Staphylococcus di lingkungan akuatik biasanya sebagai indikator kontaminasi feses terhadap air (Pelczar dan Chan 1986). Bentuk sel yang ditemukan pada insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) adalah coccus, bersifat Gram positif, bergerombol 39 (Gambar 20). Bakteri S. epidermidis memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2 dan O2 karena H2O2 dapat menjadi racun bagi bakteri, selain itu proses tersebut merupakan mekanisme pernafasan dari bakteri tersebut. Karakteristik bakteri ini juga ditunjukan oleh hasil penanaman pada agar MSA yang membentuk zona merah (Gambar 21). Zona merah yang terbentuk menunjukan bahwa manitol pada agar tidak di fermentasikan. Gambar 20 Pewarnaan Gram Staphylococcus sp. (Penelitian). Z M Z M Z M Z M Z M Gambar 21 Pembentukan Zona Merah pada Agar MSA (Penelitian). Infeksi jenis Staphylococcus pada ikan jarang terjadi, namun pada penelitian yang dilakukan Sutrisno dan Purwandari (2004), infeksi buatan Staphylococcus sp. 40 pada ikan nila air tawar dapat menimbulkan angka kematian tinggi hingga 80%. Lesi makroskopik pada ikan nila yang diinfeksi oleh Staphylococcus sp. berupa pembesaran abdomen akibat timbunan cairan eksudat dan proses peradangan pada rongga peritoneum, insang pucat karena sirkulasi minimal ke daerah lamella, nekrosis pada sirip ekor, dan erosi pada kulit daerah dorsal. Perubahan nekrosis pada sirip ekor dan erosi kulit dapat terjadi sebagai akibat aktivitas toksin, terutama eksotoksin yang dihasilkan (Sutrisno dan Purwandari 2004) Escherichia coli Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. E. coli menurut Dwidjoseputro (1998), masuk ke dalam ordo Eubacteriales dengan famili Enterobacteriaceae dan genus Escherichia. E. coli tersebar dengan bebas pada air yang tercemar feses atau urin yang terinfeksi sehingga dapat dengan mudah berada dan menular pada ekosistem perairan termasuk ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) yang hidup pada perairan. Bakteri yang bersifat Gram negatif ditemukan pada insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Koloni muncul di atas permukaan media agar nutrient dan berwarna putih susu. Bakteri berbentuk batang, tidak berspora, dan biasanya tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai pendek. Uji TSIA menunjukan warna merah pada slant berubah dan kuning pada butt (Gambar 22). E. coli bersifat anaerob fakultatif dengan suhu optimal pertumbuhan adalah 37 °C. Bakteri ini teruji motil pada hasil uji indol dan uji motilitas positif. Hasil uji sitrat yang diperoleh negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna. Uji fermentasi menunjukkan hasil positif pada semua media (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa), namun pada beberapa sampel bakteri hanya menunjukan hasil positif pada glukosa, maltosa, dan sukrosa (Gambar 23) 41 Gambar 22 Uji indol, sitrat, urea, dan TSIA Escherichia coli (Penelitian). Gambar 23 Uji fermentasi (glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan sukrosa) Escherichia coli (Penelitian).