BAB IV Hasil dan Pembahasan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi cacing parasitic yang ditemukan pada insang dan saluran
pencernaan ikan nila BEST mengacu pada Woo (2006), Noga (2000) dan
Hoffman (1967), sedangkan identifikasi bakteri mengacu pada Jang et al. (1976),
Cowan (1974), dan Lay (1994). Hasil identifikasi cacing parasitik dan bakteri
pada ikan nila dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila BEST
Cacing (Jumlah)
Bakteri
Ikan
Insang
Saluran
Pencernaan
1
Dactylogyrus sp. (21)
Pseudodactylogyrus sp. (11)
2
-
3
Pseudodactylogyrus sp. (7)
4
5
-
Dactylogyrus sp. (22)
6
.-
Insang
Saluran
Pencernaan
-
Aeromonas sp.
Staphylococcus
epidermidis
Aeromonas sp.
Staphylococcus
epidermidis
Bacillus sp.
-
Streptococcus sp.
Aeromonas sp.
-
Staphylococcus
epidermidis
Escherichia coli
Aeromonas sp.
Escherichia coli
-
Staphylococcus
epidermidis
Sterptococcus sp.
Escherichia coli
Staphylococcus
epidermidis
Streptococcus sp.
-
Staphylococcus
epidermidis
Edwardsiella tarda
Escherichia coli
Edwardsiella tarda
-
Aeromonas sp.
Staphylococcus
epidermidis
Streptococcus sp.
Escherichia coli
Staphylococcus
epidermidis
Streptococcus sp.
Aeromonas sp.
Aeromonas sp.
Streptococcus sp.
7
Dactylogyrus sp. (25)
-
8
Dactylogyrus sp. (17)
Anisakis sp. (1)
9
.
-
Aeromonas sp.
Staphylococcus
epidermidis
Streptococcus sp.
Escherichia coli
Pseudomonas
flourescens
Aeromonas sp.
10
Pseudodactylogyrus sp. (9)
-
Aeromonas sp.
Escherichia coli
Escherichia coli
26
Cacing Parasitik pada Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus)
Hasil penelitian yang dilakukan pada 10 sampel ikan nila BEST
(Oreochromis niloticus) menunjukkan ikan yang terinfeksi cacing parasitik pada
insang sebanyak 6 ekor, sedangkan ikan yang terinfeksi cacing parasitik pada
saluran pencernaan hanya 1 ekor. Jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada
insang berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pada saluran
pencernaan. Hal tersebut dapat terjadi karena saluran pencernaan memiliki kondisi
berbeda dengan kondisi insang. Parasit yang mampu hidup pada saluran
pencernaan memiliki kemampuan untuk resisten terhadap mekanisme pencernaan
baik fisik maupun proses kimiawi, tahan melawan respon imunitas dari inang, dan
mampu bertahan di dalam usus yang memperoleh suplai oksigen sedikit (Bryant
dan Carolyn 1989).
Keberadaan dan jumlah cacing parasitik dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik berasal dari kondisi
tubuh ikan seperti kekebalan tubuh ikan, umur ikan, dan jenis kelamin. Faktor
ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan ikan misalnya manajemen
pemeliharaan ikan kurang baik, yaitu kepadatan ikan dalam kolam tinggi dan
fluktuasi kualitas air pada saat penelitian dilakukan.
Menurut Noga (2000), tingkat stres ikan dapat mengganggu mekanisme
hemeostatik. Faktor musim dan suhu pada saat dilakukan penelitian juga sangat
berpengaruh terhadap pola persebaran parasit pada tubuh ikan. Suhu
mempengaruhi kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Kecepatan
metabolisme akan meningkat jika suhu meningkat dan suhu yang terlalu rendah
menyebabkan daya tahan tubuh ikan berkurang sehingga ikan akan mudah
terinfeksi.
Jenis Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Insang Ikan Nila BEST
(Oreochromis niloticus)
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp. adalah genus terbesar dari parasit monogenea. Famili
Dactylogyridae tidak kurang dari 7 genus dan lebih dari 150 spesies yang banyak
terdapat di air tawar. Cacing Dactylogyrus sp. yang ditemukan pada insang ikan
27
nila BEST (Oreochromis niloticus) memiliki panjang berturut turut (Gambar 10)
adalah 0.432 mm dan 0.4342 mm, masih termasuk ke dalam kisaran normal
panjang tubuh cacing Dactylogyrus sp. yaitu 0.3-2 mm (Noga 2000). Cacing yang
memiliki bentuk pipih seperti daun ini memiliki lekukan-lekukan, kelenjar kepala,
dan 4 spot mata pada bagian anterior. Lekukan-lekukan yang disertai oleh kelenjar
kepala berfungsi sebagai perekat (Paperna 1996). Cacing Dactylogyrus sp.
memiliki juga 16 kait pada bagian posterior tubuhnya yang terdiri dari 14 kait tepi
dan sepasang kait utama.
Siklus hidup cacing parasitik ini adalah langsung dan bersifat ovipar. Cacing
menghasilkan telur yang akan menetas sekitar 2-3 hari dan berkembang menjadi
onkomirasidium (fase infektif) selama kurang dari 24 jam. Larva-larva tersebut
harus menemukan inang baru untuk tumbuh menjadi cacing dewasa (Noga 2000).
A
B
A
F
B
C
C
D
E
Keterangan: A. Bagian Kepala, B. Spot mata (4 mata), C. Vitelaria, D. Kait
utama (2 buah), E. Kait tepi (14 buah), dan F. Faring.
Gambar 10 Dactylogyrus sp. pada pembesaran 40x (penelitian)
Dactylogyrus sp. sering menyerang ikan di kolam dengan kepadatan tinggi
dan ikan yang kekurangan pakan (Irawan 2004). Penyakit ikan yang disebabkan
28
cacing Dactylogyrus sp. disebut Dactylogyrosis dengan gejala klinis diantaranya
adalah pembengkakan pada insang, penonjolan operkulum, dan perubahan warna
pada insang. Dactylogyrus sp. memiliki kemampuan memproduksi cairan kental
berupa lendir yang berlebihan untuk penempelan maupun pergerakan cacing.
Lendir tersebut dapat menyebabkan rusaknya insang sehingga akan mengganggu
pertukaran gas oleh insang. Menurut Siregar (1995), perkembangan cacing
Dactylogyrus sp. dapat dicegah dengan meningkatkan kualitas air, memberikan
pakan yang cukup dan bermutu baik, menggunakan peralatan yang bersih, dan
melakukan pengendapan serta penyaringan air yang masuk ke dalam kolam.
Pseudodactylogyrus sp.
Pseudodactylogyrus sp. adalah salah satu cacing parasitik monogenea yang
menyerang insang dan banyak menimbulkan masalah pada ikan budidaya
(Hoffman 1977). Genus Pseudodactylogyrus termasuk ordo Dactylogyridea dan
famili Pseudodactylogyridae. Cacing parasitik yang ditemukan pada ikan nila
BEST memiliki panjang 1.017 mm (Gambar 11), masih termasuk ke dalam
kisaran panjang Pseudodactylogyrus sp. yaitu 1-1.5 mm (Noga 2000). Cacing
yang memiliki 4 spot mata ini memiliki bentuk dan ciri yang hampir sama dengan
genus Dactylogyrus. Psedodactylogyrus sp. memiliki opishaptor yang lengkap
dengan 14 kait tepi dan 2 kait utama yang terletak lebih ventral dibandingkan
dengan Dactylogyrus sp. (Hoffman 1977).
Cacing monogenea seperti Pseudodactylogyrus sp. memiliki siklus hidup
sedernana yang terdiri dari telur, larva, dan cacing dewasa. Menurut Noga (2000),
temperatur optimum untuk siklus hidup Psedodactylogyrus sp. antara 25-30 °C.
Psedodactylogyrus sp. juga bersifat ovipar dan dapat menghasilkan telur hingga
24 telur per hari. Telur cacing akan menetas menjadi larva (onkomirasidium) dan
berenang bebas mencari inang definitif untuk berkembang menjadi cacing dewasa
(Buchmann dan Bresciani 2001).
29
A
C
B
Keterangan: A. 4 Spot mata, B. 2 kait utama, dan C. Kait tepi.
Gambar 11 Pseudodactylogyrus sp. pada pembesaran 40x (Penelitian).
Cacing memakan sel-sel epitel mukosa yang dapat menyebabkan hiperplasia dan
pendarahan pada insang. Mekanisme perusakan insang juga dapat disebabkan
akibat kait yang merusak struktur insang ikan. Ikan yang terinfeksi cacing ini
memperlihatkan gejala klinis berupa pembengkakan, hiperplasia pada insang, dan
warna insang berubah menjadi pucat. Pengobatan pada ikan yang terinfeksi dapat
dilakukan dengan perendaman ikan oleh beberapa jenis obat seperti mebendazole
(1 ppm) atau praziquantel (10 ppm). Penggunaan predator telur parasit dan
onkomirasidium oleh Tubellaria telah dikembangkan menjadi strategi alternatif
untuk mengontrol keberadaan cacing parasitik (Noga 2000).
Jenis Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Saluran Pencernaan Ikan Nila
BEST (Oreochromis niloticus)
Anisakis sp.
Anisakis sp. adalah genus dari parasit kelas nematoda dengan ordo Ascaridida dan
famili Anisakidae (Anderson 2000). Cacing Anisakis sp. (Gambar 12) dapat
menginfeksi berbagai jenis ikan baik ikan laut ataupun ikan air tawar seperti ikan
nila BEST (Oreochromis niloticus). Cacing yang ditemukan di saluran pencernaan
ikan nila BEST (Oreochromis niloticus) memiliki tubuh bulat panjang berwarna
putih transparan dan tampak jelas memiliki bagian kepala yang khas dilapisi oleh
30
lapisan kutikula pada ujung anterior tubuhnya. Lapisan kutikula berfungsi
melindungi
tubuhnya
dari
enzim-enzim
pencernaan
di
dalam
usus
(Lorenzo 2000).
Gambar 12 Morfologi Anisakis sp.
(Nuchjangreed et al. 2006)
A
B
Keterangan: A. Bagian anterior dan B. Bagian posterior
Gambar 13 Anisakis sp. pada pembesaran 10x (Penelitian).
Anisakidae memiliki siklus hidup yang kompleks. Cacing dewasa ditemukan di
dalam saluran pencernaan ikan. Produksi telur parasit dewasa dilepaskan keluar
melalui feses. Telur parasit yang dikeluarkan tersebut menetas di air. Larva
31
stadium kedua yang keluar dari telur akan ditelan oleh inang antara pertama
kemudian berkembang menjadi larva stadium ketiga awal. Inang antara pertama
dimakan oleh inang antara kedua dan kemudian masuk ke dalam usus. Inang
antara kedua selanjutnya dimakan kembali oleh ikan yang lebih besar, mamalia
laut, atau manusia dan tumbuh menjadi cacing dewasa (Parker dan Parker 2002).
Infeksi Anisakis sp. dapat menyebabkan penyakit yang disebut anisakiasis.
Ikan terinfeksi cacing Anisakis sp. dapat disebabkan akibat memakan ikan yang
lebih kecil yang mengandung larva Anisakis sp. Gejala klinis ikan yang terserang
parasit ini diantaranya, berenang tidak normal, sisik tampak pucat, frekuensi
pernafasan lebih cepat dan memproduksi mukus berlebihan. Pada manusia
penyakit anisakiasis menimbulkan gejala yang tidak spesifik bahkan sering tidak
terdiagnosa, namun pada saluran pencernaan manusia telah terbentuk ulkus akibat
memakan larva hidup cacing Anisakis sp. Tindakan pencegahan kejadian
anisakiasis yang paling efektif adalah mencegah penularan dari ikan terinfeksi
larva Anisakis yang akan dikonsumsi ke manusia, antara lain tidak memakan ikan
yang mentah, pemanasan ikan yang akan dimakan minimal hingga suhu 60 °C,
pembekuan hingga suhu -20 °C selama 24 jam, dan penggaraman pada larutan
garam pekat selama 10 hari.
Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus)
Hasil yang didapatkan dari isolasi dan identifikasi bakteri pada sampel ikan nila
BEST
(Oreochromis
niloticus)
menunjukkan
seluruh
ikan
nila
BEST
(Oreochromis niloticus) terinfeksi bakteri pada insang dan saluran pencernaannya.
Beberapa jenis bakteri yang ditemukan diantaranya ada yang bersifat patogen dan
bersifat non patogen pada ikan. Bakteri patogen merupakan bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit. Bakteri non-patogen merupakan bakteri yang tidak
menimbulkan penyakit tetapi dapat hidup pada organisme lain dan tidak
menghambat kehidupan inangnya. Menurut Pelczar dan Chan (1986), faktor yang
dapat mempengaruhi patogenitas suatu mikroorganisme yaitu kemampuan untuk
masuk ke dalam tubuh inang, kekebalan tubuh inang, dan derajat kemampuan
untuk menimbulkan penyakit.
32
Jenis Bakteri yang Ditemukan pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan
Nila BEST (Oreochromis niloticus)
Pseudomonas flourescens
Bakteri Pseudomonas flourescens termasuk Gram negatif yang dapat ditemukan
secara luas baik di tanah, air laut, atau air tawar. Menurut Goto (1992),
Pseudomonas fluorescens termasuk ke dalam ordo Pseudomonadales dan famili
Pseudomonadaceae.
Bakteri
Pseudomonas
flourescens
sering
ditemukan
berasosiasi dengan tanaman maupun hewan sebagai bakteri flora normal atau
sebagai agen penyakit (Todar 2004).
Gambar 14 Uji biokimia bakteri (indol, sitrat, urea, laktosa, sukrosa, maltosa,
glukosa, dan manitol) Pseudomonas flourescens (Penelitian).
Bakteri Pseudomonas flourescens menyerang ikan yang masih muda dan ikan
yang sudah dewasa. Bakteri ditemukan hanya pada insang ikan nila BEST
(Oreochromis niloticus). Gambaran dan sifat bakteri yang dihasilkan dari uji-uji
identifikasi menunjukan hasil yang sama dengan gambaran dan sifat
Pseudomonas flourences pada umumnya. Morfologi sel tunggal berbentuk batang
dan bersifat motil dengan bantuan dari flagella yang polar. Bakteri tidak
memproduksi H2S, gas, indol, dan urea, namun sitrat menunjukkan hasil positif
dan glukosa, manitol, laktosa, dan maltosa, dan sukrosa dapat difermentasikan
(Gambar 14)
33
Penyakit ikan yang disebabkan oleh Pseudomonas flourescens adalah penyakit
merah (red sore diseases). Serangannya sangat ganas hingga dapat menimbulkan
kematian. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Penularannya dapat melalui
air, alat-alat, bagian tubuh ikan yang telah terinfeksi, hewan lain, dan melalui
tumbuhan air. Faktor-faktor yang menunjang berkembangnya penyakit adalah
kualitas perairan yang buruk, kandungan bahan organik yang tinggi, dan
perubahan musim kering ke musim hujan.
Pencegahan penyakit yang disebabkan bakteri Pseudomonas flourescens dapat
dilakukan dengan sanitasi
perairan, pemberian pakan yang baik (mutu dan
jumlahnya), desinfektan peralatan, vaksinasi, dan program karantina ikan yang
baru datang sebelum ditebarkan ke kolam budidaya. Pengobatan untuk ikan yang
telah terinfeksi dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan kalium
permanganate (PK) 10 ppm-20 ppm selama 30-60 menit. Pengobatan juga dapat
dilakukan dengan pemberian pakan pellet yang dicampur oxytetracycline 30
mg/kg ikan yang diberikan setiap kali selama 7-10 hari atau dengan suntikan
oxytetracycline HCL 25 mg-30 mg/kg ikan diberikan sebanyak 3 kali setiap 3 hari
sekali (Cahyono 2001).
Edwardsiella tarda
Bakteri E. tarda adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan dan
manusia dan berpotensi fatal jika tidak segera diobati. E. tarda biasanya
ditemukan
dalam
usus
normal
ikan
dan
manusia,
namun
bersifat
patogen oportunistik yang dapat menyebabkan gastroenteritis dan diare (Verjan et
al. 2005).
Bakteri ditemukan di kedua tempat isolasi yaitu insang dan saluran pencernaan
ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Keberadaan bakteri pada insang ikan
dapat disebabkan akibat kontaminasi dari perairan yang terinfeksi. Bakteri
E. tarda termasuk bakteri Gram negatif dengan karakteristik anaerob fakultatif,
berbentuk batang, motil oleh peritrichous flagella, positif pada fermentasi
glukosa, tetapi negatif pada fermentasi laktosa (Gambar 15).
34
Gambar 15 Uji biokimia (TSIA, indol, sitrat, urea, laktosa, sukrosa, manitol,
glukosa, maltosa) Edwardsiella tarda (Penelitian).
E. tarda merupakan penyebab penyakit Edwarsiellosis. Serangan E. tarda pada
ikan dalam tahap infeksi ringan hanya menampakkan luka-luka kecil,
perkembangan penyakit lebih lanjut dapat berupa luka bernanah yang berkembang
dalam otot rusuk. Luka bernanah secara cepat bertambah dengan berbagai ukuran
pada fase akut, kemudian luka-luka terisi gas dan terlihat bentuk cembung
menyebar ke seluruh tubuh dan akan tercium bau busuk hasil dari hydrogen
sulfide (H2S) (Noga 2000). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
infeksi bakteri. E. tarda masih sangat rentan terhadap banyak antibiotik,
termasuk ampisilin,
antifolates,
kloramfenikol,
siprofloksasin,
kanamisin,
sebagian besar β-laktam, dan nitrofurantoin (Stock dan Wiedemann 2001).
Aeromonas sp.
Bakteri dari genus Aeromonas merupakan organisme akuatik yang dapat
ditemukan pada air tawar terutama yang mengandung kadar bahan organik, feses,
dan lumpur yang tinggi. Aeromonas sp. merupakan mikroorganisme patogen
oportunistik dari berbagai hewan air dan darat termasuk manusia. Beberapa
spesies dari Aeromonas sp. merupakan mikroorganisme patogen bagi ikan, katak,
dan kura-kura diantaranya adalah Aeromonas hydrophilla dan Aeromonas
punctata.
Hasil pembiakan morfologi bakteri Aeromonas sp. adalah bentuknya seperti
batang dan bersifat Gram negatif. Bakteri ditemukan pada insang dan saluran
35
pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Ciri Aeromonas sp. lain yang
ditemukan adalah tidak berspora, bersifat motil karena mempunyai satu flagela
(monotrichus flagella). Aeromonas sp. juga dapat memproduksi gas, indol, uji VP
dengan hasil positif dan TSIA asam pada slant dan butt (Gambar 16). Isolat
dari Aeromonas sp. yang diteliti juga menghasilkan asam dari glukosa, maltosa,
manitol, dan sukrosa (Gambar 17).
Gambar 16 Uji TSIA, urea, dan sitrat Aeromonas sp. (Penelitian).
Gambar 17 Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan
sukrosa) Aeromonas sp. (Penelitian).
Motil Aeromonas dapat menyebabkan kondisi patologi yang berbeda-beda.
Kehebatan penyakit yang ditimbulkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti
virulensi bakteri, tingkat stres, kondisi fisiologis dari inang, dan tingkatan
resistensi genetik dari ikan tersebut (Cipriano dan Bullock 2001). A. hydrophila
menyebabkan motil aeromonas septicemia (MAS) yang merupakan penyakit
terbesar yang mempengaruhi keberhasilan budidaya ikan di seluruh dunia. Ekor
36
dan sirip ikan membusuk dan terjadi hemoragik
septisemia. Hemoragik
septisemia dikarakteristikkan oleh kemunculan dari luka kecil pada permukaan
(yang memacu pengeringan lendir pada sisik), mata menonjol keluar, hemoragik
lokal biasanya terdapat pada insang dan anus, terjadi borok (ulcers), abses, dan
penggelembungan perut (Noga 2000).
Pencegahan terhadap infeksi Aeromonas sp. dapat dilakukan melalui penyediaan
lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan ikan, diantaranya adalah desinfeksi
peralatan dan menjaga sanitasi air kolam, karantina untuk menghindari
penyebaran penyakit, dan pemberian kekebalan dini. Pengobatan dapat dilakukan
melalui penyuntikan Oxytetracycline 25-30 mg/kg ikan atau perendaman dalam
larutan Oxytetracycline 5-10 ppm selama 24 jam, dan pemberian Oxytetracycline
50 mg/kg ikan melalui pakan yang diberikan setiap hari selama 7-10 hari.
Streptococcus sp.
Bakteri Streptococcus masuk ke dalam ordo Lactobacillales dan famili
Streptococcaceae. Infeksi bakteri Streptococcus sp. sangat banyak ditemukan pada
ikan
nila
dan
(Chang dan Plumb
menyebabkan
1996).
penyakit
Beberapa
yang
spesies
disebut
bakteri
Streptococcosis
Streptococcus
yang
menyerang ikan antara lain S. agalactiae, S. dysgalactiae, S. faccium, S. pyogenes,
S. faecalis, dan S. zooepidemicus. S. agalactiae tipe non-hemolitik merupakan
spesies
yang
paling
banyak
menimbulkan
penyakit
pada
ikan
nila
(Hardi et al. 2011).
Genus Streptococcus pada penelitian ditemukan pada insang dan saluran
pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Bentuk koloni pada agar
darah kasar dan kecil, rantai pendek (tersusun atas 2-3 sel bakteri), dan tumbuh
lambat (Gambar 18). Bakteri berbentuk bulat, Gram positif, non motil, tidak
berspora, dan negatif pada uji katalase.
37
Gambar 18 Pewarnaan Gram Streptococcus sp. (Penelitian).
Proses patogenisitas dari serangan bakteri Streptococcus sp. terhadap ikan
belum diketahui dan dipelajari, namun sering ditemukan pada otak yang
menyebabkan ikan berenang dengan tidak biasa kemudian bakteri menyebar ke
seluruh tubuh ikan dan menimbulkan gejala klinis. Perubahan pada mata (mata
mengkerut, pupil mata mengecil, mata seperti berkabut (opacity), purulens hingga
sebelah mata dapat hilang). Pembengkakan mata atau eksoptalmia yang disertai
dengan pendarahan juga dapat ditemui pada mata ikan yang terinfeksi. perubahan
warna yang menghitam, ulcer, abses pada perut dan perubahan pola renang
(whirling dan gasping) dapat menjadi indikasi adanya infeksi (Hardi et al. 2011).
Manajemen kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan, dan agen patogen) dapat
dijadikan metode pengobatan ikan terserang oleh Streptococcus sp. pemberian
Erythromycine 50-100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 21 hari atau
Oxytetracycline 50-75 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 10 hari, atau
Tetracycline 75-100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 14 hari.
Bacillus sp.
Bakteri Bacillus sp. tersebar luas pada bermacam-macam habitat namun biasanya
banyak ditemukan di tanah. Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif dengan
sel batang yang tersusun rantai (Gambar 19) dan bersifat motil karena memiliki
peritrichous flagella. Bacillus sp. dibedakan dari anggota famili Bacillaceae
lainnya berdasarkan sifat-sifatnya yaitu keseluruhannya merupakan pembentuk
spora. Bacillus sp. bersifat aerob sampai anaerob fakultatif. Hasil penelitian
38
bakteri Bacillus sp. ditemukan hanya pada saluran pencernaan ikan nila BEST
(Oreochromis niloticus).
Sedikit spesies dari bakteri Bacillus sp. yang patogen terhadap vertebrata atau
invertebrata. Menurut Feliatra et al. (2004), bakteri Bacillus sp. dapat
dimanfaatkan sebagai bakteri probiotik pada beberapa ikan dan dapat
memperbaiki kualitas air dengan menyeimbangkan populasi mikroba. Bakteri
Bacillus sp. juga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat tumbuhnya bakteri
Vibrio harveyi pada udang (Rusmana dan Widianto 2009). Bakteri Bacillus sp.
jika dipanaskan akan membentuk endospora, yaitu bentuk dorman sel vegetatif
sebagai bentuk pertahanan diri yang muncul saat kondisi ekstrim yang tidak
menguntungkan bagi bakteri.
Gambar 19 Pewarnaan Gram Bacillus sp. (Penelitian).
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis menurut Jodi (2008) adalah salah satu spesies dari
famili Micrococcacea dan genus Staphylococcus yang merupakan flora normal
pada mukosa manusia dan hewan. Bakteri biasanya bersifat non patogen, namun
kadang-kadang dapat bersifat patogen oportunistik bagi inangnya. Bakteri akan
menyebabkan penyakit pada inang jika pertahanan tubuh inang sedang menurun.
Keberadaan Staphylococcus di lingkungan akuatik biasanya sebagai indikator
kontaminasi feses terhadap air (Pelczar dan Chan 1986).
Bentuk sel yang ditemukan pada insang dan saluran pencernaan ikan nila BEST
(Oreochromis niloticus) adalah coccus, bersifat Gram positif, bergerombol
39
(Gambar 20). Bakteri S. epidermidis memproduksi enzim katalase yang dapat
memecah H2O2 menjadi H2 dan O2 karena H2O2 dapat menjadi racun bagi bakteri,
selain itu proses tersebut merupakan mekanisme pernafasan dari bakteri tersebut.
Karakteristik bakteri ini juga ditunjukan oleh hasil penanaman pada agar MSA
yang membentuk zona merah (Gambar 21). Zona merah yang terbentuk
menunjukan bahwa manitol pada agar tidak di fermentasikan.
Gambar 20 Pewarnaan Gram Staphylococcus sp. (Penelitian).
Z
M
Z
M
Z
M
Z
M
Z
M
Gambar 21 Pembentukan Zona Merah pada Agar MSA (Penelitian).
Infeksi jenis Staphylococcus pada ikan jarang terjadi, namun pada penelitian yang
dilakukan Sutrisno dan Purwandari (2004), infeksi buatan Staphylococcus sp.
40
pada ikan nila air tawar dapat menimbulkan angka kematian tinggi hingga 80%.
Lesi makroskopik pada ikan nila yang diinfeksi oleh Staphylococcus sp. berupa
pembesaran abdomen akibat timbunan cairan eksudat dan proses peradangan pada
rongga peritoneum, insang pucat karena sirkulasi minimal ke daerah lamella,
nekrosis pada sirip ekor, dan erosi pada kulit daerah dorsal. Perubahan nekrosis
pada sirip ekor dan erosi kulit dapat terjadi sebagai akibat aktivitas toksin,
terutama eksotoksin yang dihasilkan (Sutrisno dan Purwandari 2004)
Escherichia coli
Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam
saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. E. coli menurut
Dwidjoseputro (1998), masuk ke dalam ordo Eubacteriales dengan famili
Enterobacteriaceae dan genus Escherichia. E. coli tersebar dengan bebas pada air
yang tercemar feses atau urin yang terinfeksi sehingga dapat dengan mudah
berada dan menular pada ekosistem perairan termasuk ikan nila BEST
(Oreochromis niloticus) yang hidup pada perairan.
Bakteri yang bersifat Gram negatif ditemukan pada insang dan saluran
pencernaan ikan nila BEST (Oreochromis niloticus). Koloni muncul di atas
permukaan media agar nutrient dan berwarna putih susu. Bakteri berbentuk
batang, tidak berspora, dan biasanya tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai
pendek. Uji TSIA menunjukan warna merah pada slant berubah dan kuning pada
butt (Gambar 22). E. coli bersifat anaerob fakultatif dengan suhu optimal
pertumbuhan adalah 37 °C. Bakteri ini teruji motil pada hasil uji indol dan uji
motilitas positif. Hasil uji sitrat yang diperoleh negatif ditandai dengan tidak
terjadinya perubahan warna. Uji fermentasi menunjukkan hasil positif pada semua
media (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, dan sukrosa), namun pada beberapa
sampel bakteri hanya menunjukan hasil positif pada glukosa, maltosa, dan sukrosa
(Gambar 23)
41
Gambar 22 Uji indol, sitrat, urea, dan TSIA Escherichia coli (Penelitian).
Gambar 23 Uji fermentasi (glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan sukrosa)
Escherichia coli (Penelitian).
Download