Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan… ( Suripto) PENANGANAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN TANPA SIPI (SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN) Studi pada Ditpolair Polda Jawa Tengah Suripto*, Jawade Hafidz ** * Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang ** ABSTRAK The research aimed to find out the problems related to the handling of the illegal fishing crime perpetrated by the investigator Ditpolair Polda Central Java. Sources of data obtained from the research information field with the method of juridical Empirical / Sociological. Through interviews with Kasi Lidik, Kasi Sidik and Investigators at Ditpolair Central Java Police as well as the perpetrators of illegal fishing crime, while literary data obtained from various sources of books and legislation, The results show that the handling of criminal acts of arrest fish without License by investigators Ditpolair Polda Central Java by using two SOP (Standard Operating Procedure), the first using the Criminal Justice System or the Criminal Justice System and the second is delegated to the Department of Marine and Fisheries, to do coaching to prioritize the effort of pre -prive, preventive and educative. The cornerstone in the handling of fishery crime is the Law of the Republic of Indonesia Number 45 Year 2009 regarding the amendment of Law of the Republic of Indonesia Number 31 Year 2004 concerning fisheries and Presidential Instruction Number 15 Year 2011 concerning fishermen protection. The President's policy has not been followed by the rules of conduct that govern how the perpetrator will repeat his actions, and what if the perpetrator is a legal entity this becomes the gap of the perpetrators to take refuge in this policy, and reduce awareness to comply with existing regulations, and will obscure legal certainty which already exists. In order for the government apparatus, law enforcement officers, and Stake Holder to optimize its duties and functions, and there is a clear regulation or a firm legal product against fish theft. Keywords: Handling of Crime Catching Fish Without SIPI PENDAHULUAN Kejahatan yang umumnya terjadi diwilayah perairan Indonesia adalah tindak pidana perikanan, yaitu kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia / berwenang. Tindak pidana perikanan ini paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing yang berasal dari beberapa negara tetangga ║ 255 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264 seperti Negara Thailand, Fillipina, dan Vietnam, walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tindak pidana perikanan yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.1 Tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh kapal sebagian besar terjadi di Exclusive Economic Zone atau Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan juga cukup banyak terjadi di perairan Indonesia. Tindak pidana perikanan juga dilakukan oleh warga Negara Indonesia dengan beberapa modus antara lain : penangkapan ikan tanpa izin (SIPI), dan atau apabila memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh perundang-undangan yang berkaitan dengan perikanan, pemalsuan/manipulasi dokumen, transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter, dan penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.2 Pelaksanaan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta beberapa peraturan pelaksanaannya seperti peraturan pemerintah dan Peraturan Menteri telah dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam kegiatan penyelidikan dan penyidikan (Polri, TNI Angkatan Laut dan PPNS), penuntutan (jaksa penuntut umum), pemeriksaan di muka sidang pengadilan (hakim) dan pelaksanaan putusan pengadilan (lembaga pemasyarakatan). Upaya-upaya non-penalpun dilaksanakan melalui sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap penanggulangan tindak pidana perikanan. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan yang sangat besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan masyarakat atau warga Negara serta terjaminnya kepastian hukum. Penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Mengingat bahwa tindak pidana perikanan merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka menjadi kewajiban Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui jajaran di bawahnya untuk menangani masalah ini, yaitu dengan semaksimal mungkin menekan angka kriminalitas, khususnya tindak pidana perikanan sebagai 1 HYPERLINK "http://mukhtar-api.blogspot.com" http://mukhtar-api.blogspot.com illegal-fishing-di-indonesia.html, diakses tanggal 26 April 2017 2 Rohimin Dahuri, 2012, Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan. Makalah Diklat Teknis Penanganan Tindak Pidana Perikanan, hlm 8 256 ║ Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan… ( Suripto) kajian penelitian. Hal di atas sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tugas pokok Kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tindak Pidana Perikanan diperairan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 maka penanganannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Direktorat Kepolisian Perairan yang mempunyai tugas pokok diantaranya sebagai pelaksana patroli, pengawalan dan penegakan hukum diwilayah perairan. Penegakan hukum di wilayah perairan telah diupayakan agar dapat terlaksana secara tertib, efektif dan efisien serta dengan tingkat keberhasilan seoptimal mungkin, namun dalam berbagai hal ternyata pelaksanaan penegakan hukum di perairan masih menghadapi tantangan, kendala dan masalah yang cukup serius, antara lain masih terdapatnya praktek penangkapan ikan secara ilegal yang relatif cukup tinggi, baik dilakukan oleh kapal ikan melalui pendaratan langsung ke di wilayah perairan serta penggunaan ABK yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku3. Demikian juga tindak kriminal lainnya di dan lewat perairan, sulit diberantas bahkan beberapa jenis tindak pidana dan pelanggaran semakin meningkat dengan menggunakan teknologi yang canggih, seperti perompakan yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Disadari bahwa penanganan penegakan hukum di perairan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tindak pidana dan pelanggaran sejenis yang terjadi di daratan mengingat medannya yang luas dan terdiri dari perairan. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penanganan penegakan hukum di perairan sangat ditentukan adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan tepat, serta didukung aparat penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik medan yang sangat luas dan penuh tantangan tersebut maupun penguasaan atau pemahaman secara menyeluruh atas peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu yang juga sangat penting adalah tersedianya peraturan-perundang-undangan yang dapat menampung permasalahan dan perkembangan yang ada. Tanpa dukungan ketiga instrumen pokok tersebut, maka sasaran dalam penyelenggaraan penegakan hukum di Perairan tidak sepenuhnnya dapat tercapai. Masalah kewenangan masing-masing instansi pemerintah yang terkait dalam penyelenggaraan penegakan hukum di perairan telah jelas pengaturannya, namun dalam praktek di lapangan masih 3 Wignyo Handoko, Kebijakan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Jurnal Hukum Internasional, 2004, hal 108 - 109 ║ 257 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264 dijumpai adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan kewenangan, khususnya dalam penyidikan suatu tindak pidana atau pelanggaran yang terjadi di perairan, akibat ketidakjelasan mengenai instansi mana yang mempunyai kewenangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimana penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan oleh penyidik Ditpolair Polda Jawa tengah. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris / Sosiologis yaitu upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus.4 Data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. 5 Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara (interview) dengan narasumber penelitian, dan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pengolahan data dan analisis data. dilakukan analisis kualitatif, artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Selanjutnya penarikan kesimpulan dilakuan secara induktif, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hal-hal yang bersifat khusus lalu disimpulkan secara umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran. PEMBAHASAN Penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan, dalam hal ini yang disebut keinginan hukum disini adalah pikiran badan pembuat undang-undang dirumuskan dalam peraturan hukum. Perlunya pembicaraan mengenai proses penegakkan hukum ini menjangkau pula sampai kepada pembuat hukum, kini sudah mulai agak jelas. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menetukan penegakkan hukum itu 4 5 Soerjono Soekanto.1983, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta PT .Rineka Cipta, hlm.7. Ibid hlm 36. 258 ║ Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan… ( Suripto) dijalankan. Masalah Penegakan Hukum Di perairan Sebagaimana telah dikemukakan dalam, penegakan hukum di wilayah perairan telah diupayakan agar dapat terlaksana secara tertib, efektif dan efisien serta dengan tingkat keberhasilan seoptimal mungkin, namun dalam berbagai hal ternyata pelaksanaan penegakan hukum di perairan masih menghadapi tantangan, kendala dan masalah yang cukup serius, antara lain masih terdapatnya praktek penangkapan ikan secara ilegal yang relatif cukup tinggi, baik dilakukan oleh kapal ikan melalui pendaratan langsung ke di wilayah perairan serta penggunaan ABK yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku6. Bahwa penanganan penegakan hukum di perairan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tindak pidana dan pelanggaran sejenis yang terjadi di daratan mengingat medannya yang luas dan terdiri dari perairan. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penanganan penegakan hukum di perairan sangat ditentukan adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan tepat, serta didukung aparat penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik medan yang sangat luas dan penuh tantangan tersebut maupun penguasaan atau pemahaman secara menyeluruh atas peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu yang juga sangat penting adalah tersedianya peraturanperundang-undangan yang dapat menampung permasalahan dan perkembangan yang ada. Dari hasil penelitian terlihat bahwa penegakan hukum di wilayah perairan Jawa tengah masih dirasakan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan optimal, utamanya berkaitan dengan kesiapan atau ketersediaan sarana dan prasarana untuk operasionalisasi penegakan hukum di perairan yang dirasakan masih belum memadai, dibandingkan baik dengan maraknya tindak pidana dan pelanggaran yang terjadi maupun luasnya wilayah perairan Indonesia yang perlu dicakup dan dijangkau. Masalah kewenangan Masalah kewenangan yang perlu diteliti adalah melihat apakah kewenangan hukum masing-masing instansi pemerintah yang terkait dalam penyelenggaraan penegakan hukum di perairan telah jelas pengaturannya dan tidak tumpang tindih. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya kewenangan masing-masing instansi telah cukup jelas pemilahannya, dan telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai 6 Wignyo Handoko, Kebijakan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Jurnal Hukum Internasional, 2004, hal 108 - 109 ║ 259 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264 dengan bidang dan lingkup tugasnya masing-masing. Namun dalam praktek di lapangan masih dijumpai adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan kewenangan, khususnya dalam penyidikan suatu tindak pidana atau pelanggaran yang terjadi di perairan, akibat ketidakjelasan mengenai instansi mana yang mempunyai kewenangan. Kewenangan dalam pelaksanaan penegakan hukum di perairan yang tumpang tindih tersebut tentunya dapat menyebabkan pelaksanaan yang tidak efisien, dan bahkan ada kemungkinan suatu masalah atau tindak pidana dan pelanggaran yang terjadi di perairan tidak ditangani karena tidak ada instansi terkait yang merasa mempunyai kewenangan untuk menanganinya. Masalah Koordinasi Permasalahan yang terjadi adalah apakah koordinasi antara instansi instansi terkait dan atau para aparat penegak hukum di perairan telah terlaksana secara nasional terpadu? Bahwa ada tingkatan koordinasi dalam penyelenggaraan penegakan hukum di perairan, yaitu koordinasi pada tingkat pengambilan kebijaksanaan dan koordinasi dalam pelaksanaannya yang mencakup koordinasi dalam kewenangan hukum dan koordinasi pada tingkat operasional di lapangan. Koordinasi dalam kewenangan hukum adalah koordinasi antara instansi penyidik, penuntut dan dan badan peradilan. Baik proses dan mekanismenya sudah cukup jelas pengaturannya dan sejauh ini tampaknya telah berjalan dengan baik. Namun yang adakalanya masih menimbulkan kerancuan adalah koordinasi yang sifatnya operasional. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa koordinasi antara aparat penegak hukum dipandang masih perlu ditingkatkan dan perlu ada suatu wadah koordinasi yang jelas. Masalah Aparat Penegak Hukum Terkait Permasalahan yang diteliti adalah apakah kemampuan para aparat penegak hukum di perairan telah memadai, termasuk kemampuannya dalam penguasaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum di perairan Dari tanggapan terhadap kuesioner yang diajukan kepada instansi terkait dinyatakan bahwa kemampuan para aparat penegak hukum telah memadai, karena pada umumnya mereka telah dibekali pendidikan dan pelatihan teknis serta diklat pegawai negeri sipil sesuai dengan bidang instansi masingmasing. Jika kemudian terjadi penanganan penegakan hukum di perairan yang tidak optimal, hal ini disebabkan masalah koordinasinya yang belum berjalan sebagaimana mestinya seperti dijelaskan di atas. Masalah Pengawasan Pelaksanaan pengawasan terhadap pentaatan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan perairan Indonesia masih menghadapi berbagai masalah. Diantaranya, 260 ║ Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan… ( Suripto) pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan masih dirasa kurang, sehingga di beberapa daerah mengalami tekanan over fishing yang melampaui daya dukung perairan. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Kondisi ini mendorong nelayan setempat melakukan penangkapan ikan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, selain tidak memiliki SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) misalnya seperti pengeboman, penggunaan potasium, pengambilan terumbu karang dan melanggar daerah penangkapan serta melakukan penangkapan ikan di daerah lain yang disebut nelayan andon7. Sistem pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan yang selama ini diterapkan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan sehingga belum dapat mengurangi pelanggaran penggunaan alat penangkap ikan dan daerah penangkapan secara drastis. Lemahnya sistem pengawasan antara lain disebabkan karena keterbatasan sarana, prasarana, biaya dan petugas pengawas sumber daya ikan dan penerapan Monitoring, Control and Surveilance (MCS) yang belum dilaksanakan secara terpadu8 Peraturan Perundang-undangan Terkait Permasalahannya adalah apakah peraturan perundangundangan yang ada mengenai penegakan hukum di perairan telah dapat mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan dan permasalahan yang timbul, termasuk perkembangan teknologi yang diperlukan dalam rangka penegakan hukum di perairan. Dilihat dari landasan hukum penegakan hukum di perairan terlihat bahwa ketersediaan peraturan perundang-undangannya sudah cukup memadai, baik yang berlingkup nasional maupun yang secara khusus mengatur aspek-aspek sektoralnya. Namun yang masih menjadi kendala adalah masalah yang bersifat teknis operasional, artinya dilihat dari pelaksanaannya tampaknya masih belum dilaksanakan secara harmonis dan terkoordinasi secara menyeluruh, sehingga menjadikan hambatan pada tahap aplikasi dan eksekusi dalam penanganan tindak pidana di perairan termasuk penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan oleh penyidik Ditpolair Polda Jawa Tengah Direktorat Kepolisian Perairan, Polda Jawa Tengah sebagaimanan Keputusan Kapolri Nomor Pol: Kep /53 /X /2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah satuan Kepolisian yang tugas pokoknya yaitu sebagai penyelenggara fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patroli termasuk penanganan pertama terhadap tidak pidana, pencarian dan penyelamatan laka laut dan pembinaan 7 8 Wignyo Handoko, hal 109 Ibid, hal 108 - 109 ║ 261 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264 masyarakat pantai/perairan serta bina fungsi Kepolisian dalam lingkungan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Dalam penyelenggaraan fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patroli penanganan terhadap tindak pidana penangkapan ikan tanpa SIPI (Surat Izin Penagkapan Ikan), penyidik Ditpolair Polda Jawa Tengah dengan menggunakan dua SOP (Standard Operating Procedure), SOP adalah salah satu cara untuk menangani sebuah permasalahan secara sistematis berdasarkan peraturan yang ditetapkan guna meningkat kinerja sebuah lembaga atau instansi dalam rangka mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas yang maksimal. 9 SOP di keluarkan oleh Dit Pol Air sebagai produk aturan internal dalam penanganan illegal fishing yang merupakan pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah pelaksanaan penanganan illegal fishing yang terukur, jelas, efektif dan efisien sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi anggota yang dilapangan sehingga menimalisir hal-hal yang tidak didinginkan. 10 Penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak syah, dan merupakan kejahatan maupun pelanggaran yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pelaku tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan diwilayah perairan Indonesia secara umum adalah setiap orang yang diartikan perseorangan atau korporasi. Namun hal ini tampak tidak sebanding dengan efek dari kejahatan yang dilakukan. Akibatnya penanganan kasus-kasus tindak pidana perikanan sulit dituntaskan, khusus yang melibatkan korporasi, sehingga dalam penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) oleh Dit Pol Air Polda Jateng menggunakan SOP (Standard Operating Procedure) Nomor 2 / I / 2015 / Dit Pol Air sebagai pedoman dan menyeragamkan dalam penanganan tindak pidana perikanan. Dalam Pelaksanaan penangan terhadap tindak pidana perikanan di bagi menjadi dua cara yaitu : a. Menggunakan Sistem Peradilan Pidana (SPP) atau Criminal Justice System (CJS) yaitu dengan mekanisme peradilan pidana sebagai proses dari mulai penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana penjara di lembaga permasyarakatan. b. Dilimpahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan dengan mendasari Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlidungan Nelayan, penanganan dalam cara ini mengutamakan upaya pre9 Wawancara dengan kompol Purwanto, SH.MH, Kasi Ren Dal Ops Ditpolair Polda Jawa Tengah. Wawancara dengan kompol Norkhan, ST. MM , Kasi Tindak Ditpolair Polda Jawa Tengah, tanggal 6 Juni 2017. 10 262 ║ Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan… ( Suripto) emtif, preventif dan edukatif dengan teknis, Dinas Kelautan dan Perikanan setelah menerima berkas dari Polri melakukan langkah sebagai berikut : 1) Surat pernyataan yang berisi Tersangka telah mengakui kesalahan 2) Bersedia tidak mengulangi kesalahan lagi 3) Berjanji mematuhi segala peraturan perundang-undangan perikanan yang ada yaitu dengan Surat Teguran Administratif dan Berita Acara Pelepasan KESIMPULAN 1. Kebijakan lahirnya Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan ini sangat kontrofersial, mengingat Negara dengan semangat membuat satgas anti Illegal Fishing kebijakan dirasa malah memundurkan semangat dan memunculkan fenomena bahwa kebijakan tersebut justru menunjang lahirnya pelaku-pelaku illegal fishing mengingat kebijakan tersebut mengharuskan memberikan sanksi yang berupa teguran tertulis saja sebagai bentuk pembinaan terhadap nelayan. 2. Kebijakan tersebut juga tidak diikuti aturan pelaksanaan yang mengatur tentang bagaimana pelaku jika mengulangi perbuatan tersebut, dan bagaimana jika pelaku merupakan badan hukum hal ini menjadi celah para pelaku untuk berlindung di kebijakan ini, dan mengurangi kesadaran untuk mentaati peraturan yang ada, dan juga sedikit demi sedikit akan mengaburkan kepastian hukum yang telah ada11 Karena pelanggaran yang terjadi juga ada penyebab dari pada isi hukum sendiri yang tidak memadai, dalam arti dirasakan tidak adil, kurang pasti kurang keras atau kurang sesuai dengan perkembangan masyarakat sehingga kehadiran hukum sendiri akan menjauhkan dari tujuan utama hukum yaitu menciptakan kesejahteraan rakyat.12 Saran 1. Aparat pemerintah, aparat penegak hukum, serta Stake Holder agar lebih mengoptimalkan tugas dan fungsi nya, dan terdapat regulasi yang jelas atau produk hukum yang tegas terhadap pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing. Agar supaya pemerintah meningkatkan sarana dan prasarana agar tugas dan fungsi dapat berjalan dengan baik. 11 Wawancara dengan Kompol Norkhan, ST. MM, Kasi Tindak Subdit Gakkum Dit Pol Air Polda Jateng, pada tanggal 11 Juli 2017 12 Achmad Roestandi, 2012, Etika dan Kesadaran Hukum, internalisasi Hukum dan Eksternalisasi Etika, Tangerang Jelajah Nusa, hlm 14 ║ 263 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264 2. Penengakan hukum agar dapat dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu, dan nelayan dapat berdaulat dalam mengeksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan, sehingga penegak hukum, serta masyarakat dapat memberikan pengawasan secara optimal terhadap perairan laut Indonesia. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU – BUKU Arif, B. N. (2002). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti. Dahuri, R. (2012). Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan, Makalah Diklat Teknis Penanganan Tindak Pidana Perikanan. Partianan, I. W. (2014). Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia . Bandung: Y Rama Widya. Raharjo, S. (1998). Bunga Rampai, Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilandan Pengabdian Hukum. Reksodiputro, M. (1994). Sistem Peradilan Indonesia, (Melihat Kejahatan Dalam Batas-Batas Toleransi), Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta: Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Soekanto, S. (n.d.). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rieneka Cipta. Soeryono, S. (2010). Pengantar penelitian Hukum. Jakarta : Universitas terbuka. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Peraturan Presiden nomor : 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor : 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Peraturan Daerah ProvinsiJawa Tengah nomor : 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Provinsi Jawa Tengah Undang – Undang nomor : 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana United Nations Convention on the law of the sea UNCLOS 1982 Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 9 Tahun 1985 tentang Perikanan Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 6 Tahun 1996 tentang Perairan di Indonesia Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 264 ║