SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN

advertisement
Jurnal Reformasi Hukum
Vol. 1. No. 1 September 2017
Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan…
( Suripto)
PENANGANAN TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN
TANPA SIPI (SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN)
Studi pada Ditpolair Polda Jawa Tengah
Suripto*, Jawade Hafidz **
*
Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang
Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang
**
ABSTRAK
The research aimed to find out the problems related to the handling of the illegal fishing crime
perpetrated by the investigator Ditpolair Polda Central Java. Sources of data obtained from the research
information field with the method of juridical Empirical / Sociological. Through interviews with Kasi
Lidik, Kasi Sidik and Investigators at Ditpolair Central Java Police as well as the perpetrators of illegal
fishing crime, while literary data obtained from various sources of books and legislation, The results
show that the handling of criminal acts of arrest fish without License by investigators Ditpolair Polda
Central Java by using two SOP (Standard Operating Procedure), the first using the Criminal Justice
System or the Criminal Justice System and the second is delegated to the Department of Marine and
Fisheries, to do coaching to prioritize the effort of pre -prive, preventive and educative. The cornerstone
in the handling of fishery crime is the Law of the Republic of Indonesia Number 45 Year 2009
regarding the amendment of Law of the Republic of Indonesia Number 31 Year 2004 concerning
fisheries and Presidential Instruction Number 15 Year 2011 concerning fishermen protection. The
President's policy has not been followed by the rules of conduct that govern how the perpetrator will
repeat his actions, and what if the perpetrator is a legal entity this becomes the gap of the perpetrators to
take refuge in this policy, and reduce awareness to comply with existing regulations, and will obscure
legal certainty which already exists. In order for the government apparatus, law enforcement officers,
and Stake Holder to optimize its duties and functions, and there is a clear regulation or a firm legal
product against fish theft.
Keywords: Handling of Crime Catching Fish Without SIPI
PENDAHULUAN
Kejahatan yang umumnya terjadi diwilayah perairan Indonesia adalah tindak pidana perikanan,
yaitu kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang
berlaku, aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga perikanan yang tersedia /
berwenang. Tindak pidana perikanan ini paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing yang berasal dari beberapa negara tetangga
║ 255
Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264
seperti Negara Thailand, Fillipina, dan Vietnam, walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi
tindak pidana perikanan yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.1
Tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh kapal sebagian besar terjadi di Exclusive Economic
Zone atau Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan juga cukup banyak terjadi di perairan Indonesia. Tindak
pidana perikanan juga dilakukan oleh warga Negara Indonesia dengan beberapa modus antara lain :
penangkapan ikan tanpa izin (SIPI), dan atau apabila memiliki izin tapi melanggar ketentuan
sebagaimana
ditetapkan
oleh
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
perikanan,
pemalsuan/manipulasi dokumen, transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter, dan
penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak,
alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.2
Pelaksanaan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan serta beberapa peraturan pelaksanaannya seperti peraturan pemerintah
dan Peraturan Menteri telah dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam kegiatan penyelidikan dan
penyidikan (Polri, TNI Angkatan Laut dan PPNS), penuntutan (jaksa penuntut umum), pemeriksaan di
muka sidang pengadilan (hakim) dan pelaksanaan putusan pengadilan (lembaga pemasyarakatan).
Upaya-upaya non-penalpun dilaksanakan melalui sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat terhadap penanggulangan tindak pidana perikanan.
Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan yang sangat besar dalam
penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan masyarakat atau
warga Negara serta terjaminnya kepastian hukum. Penegakan hukum secara ideal akan dapat
mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi
masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
bertugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi
Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian selaku alat
negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Mengingat bahwa
tindak pidana perikanan merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka menjadi kewajiban
Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui jajaran di bawahnya untuk menangani masalah ini, yaitu
dengan semaksimal mungkin menekan angka kriminalitas, khususnya tindak pidana perikanan sebagai
1
HYPERLINK "http://mukhtar-api.blogspot.com" http://mukhtar-api.blogspot.com illegal-fishing-di-indonesia.html,
diakses tanggal 26 April 2017
2
Rohimin Dahuri, 2012, Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan. Makalah Diklat Teknis Penanganan
Tindak Pidana Perikanan, hlm 8
256 ║
Jurnal Reformasi Hukum
Vol. 1. No. 1 September 2017
Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan…
( Suripto)
kajian penelitian. Hal di atas sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tugas pokok Kepolisian adalah memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
Tindak Pidana Perikanan diperairan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 maka
penanganannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Direktorat Kepolisian Perairan yang mempunyai
tugas pokok diantaranya sebagai pelaksana patroli, pengawalan dan penegakan hukum diwilayah
perairan.
Penegakan hukum di wilayah perairan telah diupayakan agar dapat terlaksana secara tertib, efektif
dan efisien serta dengan tingkat keberhasilan seoptimal mungkin, namun dalam berbagai hal ternyata
pelaksanaan penegakan hukum di perairan masih menghadapi tantangan, kendala dan masalah yang
cukup serius, antara lain masih terdapatnya praktek penangkapan ikan secara ilegal yang relatif cukup
tinggi, baik dilakukan oleh kapal ikan melalui pendaratan langsung ke di wilayah perairan serta
penggunaan ABK yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku3.
Demikian juga tindak kriminal lainnya di dan lewat perairan, sulit diberantas bahkan beberapa jenis
tindak pidana dan pelanggaran semakin meningkat dengan menggunakan teknologi yang canggih,
seperti perompakan yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Disadari bahwa penanganan penegakan hukum di
perairan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tindak pidana dan
pelanggaran sejenis yang terjadi di daratan mengingat medannya yang luas dan terdiri dari perairan.
Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penanganan penegakan hukum di perairan sangat
ditentukan adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan tepat, serta didukung aparat
penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik medan yang sangat luas dan penuh tantangan
tersebut maupun penguasaan atau pemahaman secara menyeluruh atas peraturan perundang-undangan
terkait. Selain itu yang juga sangat penting adalah tersedianya peraturan-perundang-undangan yang
dapat menampung permasalahan dan perkembangan yang ada. Tanpa dukungan ketiga instrumen pokok
tersebut, maka sasaran dalam penyelenggaraan penegakan hukum di Perairan tidak sepenuhnnya dapat
tercapai.
Masalah kewenangan masing-masing instansi pemerintah yang terkait dalam penyelenggaraan
penegakan hukum di perairan telah jelas pengaturannya, namun dalam praktek di lapangan masih
3
Wignyo Handoko, Kebijakan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Jurnal Hukum Internasional,
2004, hal 108 - 109
║ 257
Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264
dijumpai adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan kewenangan, khususnya dalam penyidikan suatu
tindak pidana atau pelanggaran yang terjadi di perairan, akibat ketidakjelasan mengenai instansi mana
yang mempunyai kewenangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimana
penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan
oleh penyidik Ditpolair Polda Jawa tengah.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris / Sosiologis yaitu upaya untuk
memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus.4 Data
terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan
penelitian, sementara itu data kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber
kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. 5 Data primer adalah data utama yang
diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara
(interview) dengan narasumber penelitian, dan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan (library research), dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori,
asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.
Pengolahan data dan analisis data. dilakukan analisis kualitatif, artinya hasil penelitian ini
dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk
diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat
khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Selanjutnya penarikan kesimpulan dilakuan secara
induktif, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hal-hal yang bersifat khusus lalu disimpulkan secara
umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.
PEMBAHASAN
Penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan,
dalam hal ini yang disebut keinginan hukum disini adalah pikiran badan pembuat undang-undang
dirumuskan dalam peraturan hukum. Perlunya pembicaraan mengenai proses penegakkan hukum ini
menjangkau pula sampai kepada pembuat hukum, kini sudah mulai agak jelas. Perumusan pikiran
pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menetukan penegakkan hukum itu
4
5
Soerjono Soekanto.1983, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta PT .Rineka Cipta, hlm.7.
Ibid hlm 36.
258 ║
Jurnal Reformasi Hukum
Vol. 1. No. 1 September 2017
Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan…
( Suripto)
dijalankan.
Masalah Penegakan Hukum Di perairan
Sebagaimana telah dikemukakan dalam, penegakan hukum di wilayah perairan telah diupayakan
agar dapat terlaksana secara tertib, efektif dan efisien serta dengan tingkat keberhasilan seoptimal
mungkin, namun dalam berbagai hal ternyata pelaksanaan penegakan hukum di perairan masih
menghadapi tantangan, kendala dan masalah yang cukup serius, antara lain masih terdapatnya praktek
penangkapan ikan secara ilegal yang relatif cukup tinggi, baik dilakukan oleh kapal ikan melalui
pendaratan langsung ke di wilayah perairan serta penggunaan ABK yang tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku6.
Bahwa penanganan penegakan hukum di perairan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tindak pidana dan pelanggaran sejenis yang terjadi di daratan mengingat
medannya yang luas dan terdiri dari perairan. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dalam penanganan
penegakan hukum di perairan sangat ditentukan adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus
dan tepat, serta didukung aparat penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik medan yang
sangat luas dan penuh tantangan tersebut maupun penguasaan atau pemahaman secara menyeluruh atas
peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu yang juga sangat penting adalah tersedianya peraturanperundang-undangan yang dapat menampung permasalahan dan perkembangan yang ada.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa penegakan hukum di wilayah perairan Jawa tengah masih
dirasakan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan optimal, utamanya berkaitan dengan kesiapan
atau ketersediaan sarana dan prasarana untuk operasionalisasi penegakan hukum di perairan yang
dirasakan masih belum memadai, dibandingkan baik dengan maraknya tindak pidana dan pelanggaran
yang terjadi maupun luasnya wilayah perairan Indonesia yang perlu dicakup dan dijangkau.
Masalah kewenangan
Masalah kewenangan yang perlu diteliti adalah melihat apakah kewenangan hukum masing-masing
instansi pemerintah yang terkait dalam penyelenggaraan penegakan hukum di perairan telah jelas
pengaturannya dan tidak tumpang tindih.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya kewenangan masing-masing instansi telah
cukup jelas pemilahannya, dan telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai
6
Wignyo Handoko, Kebijakan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Jurnal Hukum Internasional,
2004, hal 108 - 109
║ 259
Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264
dengan bidang dan lingkup tugasnya masing-masing. Namun dalam praktek di lapangan masih dijumpai
adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan kewenangan, khususnya dalam penyidikan suatu tindak
pidana atau pelanggaran yang terjadi di perairan, akibat ketidakjelasan mengenai instansi mana yang
mempunyai kewenangan. Kewenangan dalam pelaksanaan penegakan hukum di perairan yang tumpang
tindih tersebut tentunya dapat menyebabkan pelaksanaan yang tidak efisien, dan bahkan ada
kemungkinan suatu masalah atau tindak pidana dan pelanggaran yang terjadi di perairan tidak ditangani
karena tidak ada instansi terkait yang merasa mempunyai kewenangan untuk menanganinya.
Masalah Koordinasi
Permasalahan yang terjadi adalah apakah koordinasi antara instansi instansi terkait dan atau para
aparat penegak hukum di perairan telah terlaksana secara nasional terpadu?
Bahwa ada tingkatan koordinasi dalam penyelenggaraan penegakan hukum di perairan, yaitu
koordinasi pada tingkat pengambilan kebijaksanaan dan koordinasi dalam pelaksanaannya yang
mencakup koordinasi dalam kewenangan hukum dan koordinasi pada tingkat operasional di lapangan.
Koordinasi dalam kewenangan hukum adalah koordinasi antara instansi penyidik, penuntut dan dan
badan peradilan. Baik proses dan mekanismenya sudah cukup jelas pengaturannya dan sejauh ini
tampaknya telah berjalan dengan baik. Namun yang adakalanya masih menimbulkan kerancuan adalah
koordinasi yang sifatnya operasional. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa koordinasi antara aparat
penegak hukum dipandang masih perlu ditingkatkan dan perlu ada suatu wadah koordinasi yang jelas.
Masalah Aparat Penegak Hukum Terkait
Permasalahan yang diteliti adalah apakah kemampuan para aparat penegak hukum di perairan telah
memadai, termasuk kemampuannya dalam penguasaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penegakan hukum di perairan
Dari tanggapan terhadap kuesioner yang diajukan kepada instansi terkait dinyatakan bahwa
kemampuan para aparat penegak hukum telah memadai, karena pada umumnya mereka telah dibekali
pendidikan dan pelatihan teknis serta diklat pegawai negeri sipil sesuai dengan bidang instansi masingmasing. Jika kemudian terjadi penanganan penegakan hukum di perairan yang tidak optimal, hal ini
disebabkan masalah koordinasinya yang belum berjalan sebagaimana mestinya seperti dijelaskan di
atas.
Masalah Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan terhadap pentaatan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan perairan Indonesia masih menghadapi berbagai masalah. Diantaranya,
260 ║
Jurnal Reformasi Hukum
Vol. 1. No. 1 September 2017
Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan…
( Suripto)
pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan masih dirasa kurang, sehingga di
beberapa daerah mengalami tekanan over fishing yang melampaui daya dukung perairan. Hal ini
mengakibatkan penurunan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Kondisi ini mendorong nelayan
setempat melakukan penangkapan ikan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
selain tidak memiliki SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) misalnya seperti pengeboman, penggunaan
potasium, pengambilan terumbu karang dan melanggar daerah penangkapan serta melakukan
penangkapan ikan di daerah lain yang disebut nelayan andon7. Sistem pengawasan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan yang selama ini diterapkan belum menunjukkan hasil yang
menggembirakan sehingga belum dapat mengurangi pelanggaran penggunaan alat penangkap ikan dan
daerah penangkapan secara drastis.
Lemahnya sistem pengawasan antara lain disebabkan karena keterbatasan sarana, prasarana, biaya
dan petugas pengawas sumber daya ikan dan penerapan Monitoring, Control and Surveilance (MCS)
yang belum dilaksanakan secara terpadu8
Peraturan Perundang-undangan Terkait Permasalahannya adalah apakah peraturan perundangundangan yang ada mengenai penegakan hukum di perairan telah dapat mengakomodasi dan
mengantisipasi perkembangan dan permasalahan yang timbul, termasuk perkembangan teknologi yang
diperlukan dalam rangka penegakan hukum di perairan. Dilihat dari landasan hukum penegakan hukum
di perairan terlihat bahwa ketersediaan peraturan perundang-undangannya sudah cukup memadai, baik
yang berlingkup nasional maupun yang secara khusus mengatur aspek-aspek sektoralnya.
Namun yang masih menjadi kendala adalah masalah yang bersifat teknis operasional, artinya
dilihat dari pelaksanaannya tampaknya masih belum dilaksanakan secara harmonis dan terkoordinasi
secara menyeluruh, sehingga menjadikan hambatan pada tahap aplikasi dan eksekusi dalam penanganan
tindak pidana di perairan termasuk penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan oleh penyidik Ditpolair Polda Jawa Tengah
Direktorat Kepolisian Perairan, Polda Jawa Tengah sebagaimanan Keputusan Kapolri Nomor Pol:
Kep /53 /X /2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi
pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah satuan Kepolisian yang tugas
pokoknya yaitu sebagai penyelenggara fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patroli termasuk
penanganan pertama terhadap tidak pidana, pencarian dan penyelamatan laka laut dan pembinaan
7
8
Wignyo Handoko, hal 109
Ibid, hal 108 - 109
║ 261
Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264
masyarakat pantai/perairan serta bina fungsi Kepolisian dalam lingkungan Kepolisian Daerah Jawa
Tengah.
Dalam penyelenggaraan fungsi Kepolisian perairan yang mencakup patroli penanganan terhadap
tindak pidana penangkapan ikan tanpa SIPI (Surat Izin Penagkapan Ikan), penyidik Ditpolair Polda
Jawa Tengah dengan menggunakan dua SOP (Standard Operating Procedure), SOP adalah salah satu
cara untuk menangani sebuah permasalahan secara sistematis berdasarkan peraturan yang ditetapkan
guna meningkat kinerja sebuah lembaga atau instansi dalam rangka mencapai tingkat efisiensi dan
efektifitas yang maksimal. 9 SOP di keluarkan oleh Dit Pol Air sebagai produk aturan internal dalam
penanganan illegal fishing yang merupakan pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah pelaksanaan penanganan illegal fishing yang terukur, jelas, efektif dan efisien sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi anggota yang
dilapangan sehingga menimalisir hal-hal yang tidak didinginkan. 10
Penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan diartikan sebagai kegiatan perikanan yang
tidak syah, dan merupakan kejahatan maupun pelanggaran yang tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor. 45 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Pelaku tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan diwilayah perairan
Indonesia secara umum adalah setiap orang yang diartikan perseorangan atau korporasi. Namun hal ini
tampak tidak sebanding dengan efek dari kejahatan yang dilakukan.
Akibatnya penanganan kasus-kasus tindak pidana perikanan sulit dituntaskan, khusus yang
melibatkan korporasi, sehingga dalam penanganan tindak pidana penangkapan ikan tanpa SIPI (Surat
Izin Penangkapan Ikan) oleh Dit Pol Air Polda Jateng menggunakan SOP (Standard Operating
Procedure) Nomor 2 / I / 2015 / Dit Pol Air sebagai pedoman dan menyeragamkan dalam penanganan
tindak pidana perikanan.
Dalam Pelaksanaan penangan terhadap tindak pidana perikanan di bagi menjadi dua cara yaitu :
a. Menggunakan Sistem Peradilan Pidana (SPP) atau Criminal Justice System (CJS) yaitu dengan
mekanisme peradilan pidana sebagai proses dari mulai penangkapan, penggeledahan, penahanan,
penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana
penjara di lembaga permasyarakatan.
b. Dilimpahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan dengan mendasari Instruksi Presiden Nomor 15
Tahun 2011 tentang Perlidungan Nelayan, penanganan dalam cara ini mengutamakan upaya pre9
Wawancara dengan kompol Purwanto, SH.MH, Kasi Ren Dal Ops Ditpolair Polda Jawa Tengah.
Wawancara dengan kompol Norkhan, ST. MM , Kasi Tindak Ditpolair Polda Jawa Tengah, tanggal 6 Juni 2017.
10
262 ║
Jurnal Reformasi Hukum
Vol. 1. No. 1 September 2017
Penanganan Tindak Pidana Penangkapan Ikan…
( Suripto)
emtif, preventif dan edukatif dengan teknis, Dinas Kelautan dan Perikanan setelah menerima berkas
dari Polri melakukan langkah sebagai berikut :
1) Surat pernyataan yang berisi Tersangka telah mengakui kesalahan
2) Bersedia tidak mengulangi kesalahan lagi
3) Berjanji mematuhi segala peraturan perundang-undangan perikanan yang ada yaitu dengan
Surat Teguran Administratif dan Berita Acara Pelepasan
KESIMPULAN
1. Kebijakan lahirnya Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan ini
sangat kontrofersial, mengingat Negara dengan semangat membuat satgas anti Illegal Fishing
kebijakan dirasa malah memundurkan semangat dan memunculkan fenomena bahwa kebijakan
tersebut justru menunjang lahirnya pelaku-pelaku illegal fishing mengingat kebijakan tersebut
mengharuskan memberikan sanksi yang berupa teguran tertulis saja sebagai bentuk pembinaan
terhadap nelayan.
2. Kebijakan tersebut juga tidak diikuti aturan pelaksanaan yang mengatur tentang bagaimana pelaku
jika mengulangi perbuatan tersebut, dan bagaimana jika pelaku merupakan badan hukum hal ini
menjadi celah para pelaku untuk berlindung di kebijakan ini, dan mengurangi kesadaran untuk
mentaati peraturan yang ada, dan juga sedikit demi sedikit akan mengaburkan kepastian hukum yang
telah ada11 Karena pelanggaran yang terjadi juga ada penyebab dari pada isi hukum sendiri yang
tidak memadai, dalam arti dirasakan tidak adil, kurang pasti kurang keras atau kurang sesuai dengan
perkembangan masyarakat sehingga kehadiran hukum sendiri akan menjauhkan dari tujuan utama
hukum yaitu menciptakan kesejahteraan rakyat.12
Saran
1. Aparat pemerintah, aparat penegak hukum, serta Stake Holder agar lebih mengoptimalkan tugas dan
fungsi nya, dan terdapat regulasi yang jelas atau produk hukum yang tegas terhadap pencurian ikan
yang dilakukan oleh kapal asing. Agar supaya pemerintah meningkatkan sarana dan prasarana agar
tugas dan fungsi dapat berjalan dengan baik.
11
Wawancara dengan Kompol Norkhan, ST. MM, Kasi Tindak Subdit Gakkum Dit Pol Air Polda Jateng, pada
tanggal 11 Juli 2017
12
Achmad Roestandi, 2012, Etika dan Kesadaran Hukum, internalisasi Hukum dan Eksternalisasi Etika, Tangerang
Jelajah Nusa, hlm 14
║ 263
Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 255 - 264
2. Penengakan hukum agar dapat dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu, dan nelayan dapat
berdaulat dalam mengeksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan, sehingga penegak hukum,
serta masyarakat dapat memberikan pengawasan secara optimal terhadap perairan laut Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU – BUKU
Arif, B. N. (2002). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti.
Dahuri, R. (2012). Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Perikanan, Makalah Diklat Teknis
Penanganan Tindak Pidana Perikanan.
Partianan, I. W. (2014). Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia . Bandung: Y Rama
Widya.
Raharjo, S. (1998). Bunga Rampai, Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat
Pelayanan Keadilandan Pengabdian Hukum.
Reksodiputro, M. (1994). Sistem Peradilan Indonesia, (Melihat Kejahatan Dalam Batas-Batas
Toleransi), Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta: Pusat Keadilan dan Pengabdian
Hukum.
Soekanto, S. (n.d.). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rieneka Cipta.
Soeryono, S. (2010). Pengantar penelitian Hukum. Jakarta : Universitas terbuka.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Presiden nomor : 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan
Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor : 3 Tahun
2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana
Peraturan Daerah ProvinsiJawa Tengah nomor : 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Provinsi Jawa Tengah
Undang – Undang nomor : 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
United Nations Convention on the law of the sea UNCLOS 1982
Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 6 Tahun 1996 tentang Perairan di Indonesia
Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 45 Tahun 2009 atas perubahan Undang – Undang
Republik Indonesia nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
264 ║
Download