BAB II

advertisement
BAB II
PETIR DAN PENANGKAL PETIR
2.1
Petir
2.1.1 Pengertian Petir
Petir adalah suatu gejala listrik yang terjadi di atmosfir, yang timbul kalau
terjadi banyak kondensasi dari uap air dan ada arus yang naik kuat. Dengan
kondensasi, akan timbul titik-titik air, dan titik-titik tersebut dibawa naik oleh arus
udara karena titik air yang lebih kecil akan cepat naik dari pada yang besar. Jadi
akan terjadi gesekan antara titik-titik air itu. Gesekan ini menimbulkan awan yang
bermuatan listrik. Kalau muatannya terus bertambah, lama kelamaan kuat medan
antara awan dan bumi menjadi demikian besar maka terjadilah pelepasan muatan
terhadap bumi. Makin bertambahnya muatan, beda tegangan antara awan dan
bumi menjadi semakin besar dan karenanya di atmosfir juga ikut meningkat.
Energi yang sangat besar menjadi bebas karena pelepasan-pelepasan itu
diubah menjadi panas dan diserap bumi. Banyaknya petir yang terjadi tergantung
dari banyaknya hari guruh yang ada pada daerah itu. Menurut definisi WMO
(World meteorlocial organization) hari guruh adalah banyaknya hari dimana
terdengar guruh paling sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 km dari stasiun
pengamatan. Hari guruh ini juga di sebut hari badai guruh (Thunder Storm Day)
5
Data meteorlogical dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan adanya
beberapa daerah di indonesia yang berjumlah hari badai guruh pertahunnya cukup
tinggi anatara lain: sebagian besar daerah Sumatera Utara, daerah Kepulauan
Belitung, Daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Irian Jaya dimana
hari badai guruhnya lebih dari 100 hari pertahun.
2.1.2 Efek Sambaran Petir
Sebuah sambaran petir dapat menghasilkan energi yang sangat besar.
Dampak sambaran petir antara lain mengakibatkan:
a. Efek induksi, efek ini mengakibatkan kerusakan peralatan
b. Efek Panas, efek ini dapat mengakibatkan kebakaran
c. Efek Akustik, efek ini dapat mengakibatkan kacaunya gelombang radio
d. Efek terhadap manusia dan binatang yang mengakibatkan kematian
e. Beban korosi, karena proses elektrokimia di dalam rangka proses
pengosongan muatan awan.
f. Beban getaran mekanisme karena guntur.
g. Beban tegangan lebih karena pergeseran-pergeseran potensial didalam
bangunan.
h. Beban mekanis karena timbulnya gaya elektrodinamis akan tingginya puncak
arus.
2.1.3 Sambaran Petir Pada Bangunan Yang Tidak Dilindungi
Sambaran petir dapat menyebabkan kerusakan karena amplitudo arus
petir, dan kecuraman arus petir yang berkisar antara 5 sampai 200 kA.
6
Kerusakan pada bangunan yang tersambar atau terbakar, dapat pula berupa
kerusakan mekanisme, misalnya bagian atap bangunan atau tembok bangunan
bisa mengakibatkan retak atau runtuh. Kerusakan yang amat parah biasanya
diderita oleh bahan-bahan isolasi atau semi isolasi dan beberapa jauh kerusakan
yang terjadi tergantung pada kondisi dari bahan-bahan itu sendiri, baik kering atau
basah. Semakin kering suatu bahan maka akan semakin parah kerusakan yang
dialaminya.
Perlu diingat bahwa akibat sambaran petir pada bangunan bukan saja
terjadi pada bangunan, akan tetapi bisa terjadi pada manusia yang mendiami
bangunan tersebut. Letak, bentuk dan ukuran bangunan sangat mempengaruhi
sukar atau mudahnya bangunan tersambar dan juga apakah sambaran akan
menimbulkan kerusakan yang parah atau tidak.
2.2
Pembentukan Muatan Pada Awan
Banyak teori yang mencoba menerangkan tentang fenomena pembentukan
muatan pada awan yang diperkirakan, akibat gesekkan tetes-tetes air atau pada
saat melelehnya kristal-kristal es. Menurut Teori ionisasi dari CIR Wilson [9], di
atmosfir terdapat ion-ion positif dan negatif akibat penyinaran sinar kosmis dan
sinar ultraviolet. Ion-ion yang terdistribusi secara random ini akan bergabung
dengan butir air sehingga membentuk ion yang lebih besar. Ion ini akan bergerak
di bawah pengaruh medan listrik normal yang ada pada atmosfir. Kecepatan yang
ditimbulkan oleh medan listrik normal ini sangat rendah, sekitar 0,003 sampai
dengan 0,005 cm/detik/volt/m. Intensitas medan listrik normal kira-kira 100volt/m
7
di permukaan bumi dan mencapai 2 volt/m pada ketinggian sekitar 10 km. Medan
listrik normal ini akan mempolarisasi butir-butir air.
Gambar 2.1 Terbentuknya muatan pada tetes air
Akibat polarisasi ini, pada bagian atas air akan berkumpul muatan negatif,
sedangkan pada bagian bawah berkumpul muatan positif. Gaya gravitasi
menyebabkan butir air bergerak ke bawah dengan kecepatan sekitar 590cm/detik.
Sedangkan kecepatan ion di dalam medan listrik kritis (di udara lembab, 10
kV/cm) hanya mencapai 3-5cm/detik. Kecepatan ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan kecepatan butir air. Pada keadaan ini, permukaan bagian bawah dari butir
akan menarik ion-ion positif mengalami gaya tolak. Akibatnya pada butir air itu
akan berkumpul muatan negatif.
Sementara itu, butir-butir air yang relatif kecil bergerak ke bawah dengan
kecepatan rendah. Hal ini memungkinkan terjadinya tumbukan antara butir-butir
air dengan ion-ion atau partikel bermuatan positif yang mempunyai mobilitas
rendah. Sehingga butir air ukurannya relatif kecil ini menjadi bermuatan positif.
Jadi ion-ion udara, yang tadinya terdistribusi akan terpisah. Butir-butir air yang
8
ukurannya relatif kecil, butiran tersebut mengandung muatan positif pada lapisan
atas dari awan.
Dengan adanya muatan negatif pada lapisan awan, maka di permukaan
bumi terinduksi muatan positif. Berarti terbentuk medan listrik antara awan
dengan permukaan bumi. Medan listrik ini akan membantu proses pembentukkan
lidah-lidah muatan dari awan dan kanal-kanal.
2.3
Mekanisme Sambaran Petir
Petir sebagai fenomena alam sudah banyak diselidiki para ilmuan
semenjak tahun 20an. Umumnya sudah terdapat pengertian tentang mekanisme
terjadinya muatan-muatan negatif/positif di awan yang kemudian menjadi petir.
Sambaran petir dimulai oleh terjadinya sambaran perintis dari awan dan diakhiri
dengan sambaran balik (return stok) dari tanah.
2.3.1 Sambaran Perintis
Luah awan ke tanah, dimulai dengan sambaran yang menjalar ke bawah
dekat dasar zona muatan negatif awan. dalam langkah sederhana ini dapat dilihat
dalam bentuk sebagai kilat yang bertambah, disebabkan oleh udara yang baru
terionisasi pada sambaran-sambaran perintis menuju tanah dengan kecepatan ratarata 10 7 cm/detik, seiring dengan lintasan zig-zag yang bercabang mengarah ke
bawah. Sambaran perintis ini mengangkut muatan negatif sepanjang lintasannya
dan menciptakan medan magnet kelistrikan dalam ruang antara ujung sambaran
perintis dan tanah.
9
2.3.2 Sambaran Balik
Kalau sambaran perintis telah mencapai ketinggian dimana tegangan
tembus listrik setempat antara perintis dengan suatu objek di tanah dilampaui,
maka dimulailah sambaran positif ke atas melalui lintasan, untuk menemui ujung
sambaran perintis. Pertemuan ini menghasilkan arus muatan dalam saluran
perintis ke tanah yang mulai dari ujung perintis.
Sambaran balik ini sepertinya menjalar ke atas, seakan-akan sambaran
muatan positif kilauan cahaya (lumicity) timbul karena perubahan kecepatan gerak
dari muatan, maka yang menyebabkan efek ini adalah muatan negatif yang
bergerak. Kilauan cahaya dari sambaran balik ini jauh lebih besar dari pada
sambaran perintis, yang menjalar sekitar 3× 10 9 cm/detik, melalui saluran perintis
yang telah terionisasi dan berlangsung hanya dalam 100 mikro detik. Arus dari
sambaran balik inilah yang merupakan arus utama dari suatu luah. Besarnya arus
ini berkisar dai 5.000 sampai 200.000 Ampere.
Diameter saluran sambaran balik hanya beberapa cm, tetapi sebagian besar
arus yang mengalir dalam saluran inti hanya berdiameter beberapa mili meter
(mm) saja. Sekitar ¾ dari energi yang dilepaskan dari kilat, yamg besarnya sekitar
1010 joule, digunakan untuk pemanasan kolom udara yang mengelilingi saluran
luah. Suhu melonjak dalam beberapa mikro detik menjadi sekitar 30.000°C.
Karena itu, udara dalam saluran luah mengembang sangat cepat dan
menimbulkan gelombang bunyi yang kuat yang hanya kedengarannya sebagai
guntur. Gambar 2.2 dan gambar 2.3 masing-masing menunjukkan tahap-tahap
sambaran petir dan prose terjadinya sambaran petir, di gambar 2.4 sketsa
terjadinya titik sambaran.
10
Keterangan :
a.
Terjadi ‘stepped leader’ dari salah satu pusat muatan menuju bumi.
b.
Setelah ‘stepped leader’ hampir mencapai bumi, dari bumiterbentuk suatu kanal
positif yang bergerak ke atas. Kanal ini akan bertemu dengan ‘stepped leader’ pada
tempat yang disebut titik sambaran.
11
c.
Timbul sambaran balik dari bumi menuju ke pusat muatan di awan dengan kecepatan
yang sangat tinggi.
d.
Pusat muatan pertama telah dinetralisir. Kemudian kanal muatan positif akan
bergerak menuju pusat muatan yang lain.
e.
Akan terjadi pelepasan muatan antara pusat muatan yang pertama dengan pusat
muatan yang ke dua. Sementara itu lidah dengan kecepatan yang tinggi akan
bergerak menuju bumi melalui lintasan yang dibuat sambaran balik sebelumnya.
f.
Terjadi sambaran balik yang kedua (arus sambaran balik lebih kecil). Terjadi
pelepasan muatan yang lain antara bumi dan pusat muatan yang lain di awan.
Gambar 2.2 Tahap-tahap sambaran petir
Gambar 2.3 Proses terjadinya sambaran petir
12
Gambaran 2.4 Sketsa terjadinya sambaran petir`
2.4
Teori Dasar
2.4.1 Muatan Listrik
Muatan listrik adalah sesuatu yang dimiliki partikel dasar, proton
bermuatan listrik positif dan elekton bermuatan listrik negatif. Dalam susunan
sebuah atom, elektron-elektron terletak di bagian luar, bergerak mengelilingi inti
yang terdiri dari proton dan netron. Karena letaknya, elektron mudah lepas dari
susunan atom dan sebaliknya juga mudah mengisi (melengkapi) susunan atom.
Dengan demikian akan terdapat atom kekurangan elektron atau kelebihan
elektron, dapat dilihat pada gambar 2.5.
13
-
Keterangan:
Bermuatan listrik
: Positif, jika kekurangan elektron
Negatif, jika kelebihan elektron
Benda
Tak Bermuatan listrik
: Jika muatan positif sama banyak
dengan muatan negatif
Gambar 2.5 Terbentuknya sebuah atom
2.4.2 Hukum Coulomb
Gaya tarik menarik atau gaya tolak menolak antara dua muatan listrik
berbanding lurus dengan besar muatan masing-masing dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara kedua muatan tersebut. Pada gambar 2.6 dapat dilihat
terjadinya hukum coulumb.
-
-
Gambar 2.6 Terjadinya hukum coulumb
14
2.4.3 Medan Listrik
Daerah di sekitar benda bermuatan listrik yang masih mendapat pengaruh
gaya tolak atau tarik, apabila benda bermuatan lain ditempatkan dalam daerah itu
disebut medan listrik dalam medan listrik terdapat gari-garis listrik. Pada gambar
2.7 dapat dilihat pembentukan medan listrik.
Gambar 2.7 Terbentuknya medan listrik
Gaya yang dialami tiap satuan muatan positif yang terletak dalam medan
listrik disebut kuat medan, di beri lambang E dengan persamaan:
E =
F
Q
(2.1)
dimana:
E
= kuat medan
(newton/coulumb)
F
= gaya
(newton)
Q
= muatan
(coulomb)
Sebuah titik yang terletak di dalam medan listrik mempunyai potensial,
dengan persamaan:
15
V =
K.
Q
r
(2.2)
dimana :
V
= potensial
(volt)
K
= 9.10 9
(N. M²/C²)
r
= jarak
(meter)
Antara dua titik A dan B yang terletak di dalam medan listrik terdapat
beda potensial yang dapat ditulis dengan = VA – VB = VAB.
2.5
Pembahasan Teori Dasar
Apabila terjadi awan petir bermuatan listrik negatif maka antara awan dan bumi
akan terjadi beda potensial (beda tegangan). Dengan adanya beda potensial maka
mengakibatkan timbulnya medan listrik. Medan listrik yang terjadi akan
menginduksi terminal penagkal petir tersebut, sehingga memacu muatan positif
dari bumi untuk berkumpul pada bagian ujung. Dengan adanya muatan listrik
negatif dari awan dan muatan positif pada ujung final, maka terjadi gaya tarik
menarik antara kedua muatan listrik tersebut yang diformulasikan dalam hukum
coulumb sebagai berikut:
F = K.
Q1.Q 2
r2
(2.3)
Dengan gaya tarik menarik kedua muatan tersebut, maka memungkinkan
terjadinya loncatan muatan listrik (spark). Semakin banyak muatan yang terjadi,
maka semakin jauh jarak serangannya (striking distance). Besaran muatan listrik
tersebut akan mempengaruhi besar arus petir yang akan terjadi. Semakin banyak
muatan listrik, maka semakin besar arus listrik yang terjadi, dan besarnya arus
16
petir menentukan level proteksi. Menurut standart nasional Indonesia (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1987) diberikan level proteksi sehubungan dengan
besar muatan dan arus petir seperti tampak pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 level proteksi
Leader charge
Peak current
Percent exending
Protection level
(Coulomb)
(kA)
(%)
0,50
6,5
98
High
0,9
10
93
Medium
1,5
16
85
Standard
2,0
20
75
Low
Dalam menentukan ketentuan radius proteksi dipengaruhi oleh beberapa
hal, antara lain besar muatan listrik petir. Tinggi penangkal 1 dan level proteksi
muatan listrik (Q) yang terdistribusi sepanjang leader menyebabkan kenaikan
secara cepat medan listrik antara leader tersebut dengan titik ground. Jika harga
kritis dari titik medan terpenuhi, maka ujung final akan terjadi loncatan keatas (up
streamer) untuk menangkap leader. Jarak yang terjadi disebut “striking distance”
dan ini bergantung pada besarnya arus petir yang terjadi,
sesuai persamaan
berikut:
D = 6 .7 I 0 , 8
(2.4)
dimana:
D
= striking distance (meter)
I
= arus petir (amper)
17
Dari hasil LIPI dan PLN, Indonesia merupakan daerah dengan arus petir
rata-rata 20 kA. Sehingga kalau dilihat dari table 2.1 maka Indonesia mempunyai
proteksi “LOW LEVEL”.
2.6
Karakteristik Parameter Arus Petir
Apabila petir menyambar pada obyek di bumi, maka setiap sambarannya
memiliki arus petir yang sangat tinggi dalam waktu singkat. Hingga karakteristik
arus petir ditentukan oleh parameter-parameter seperti dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik parameter arus petir
Harga karakteriristik
Arus puncak petir ( I )
Kecuraman arus petir
Definisi
Petir maksimum atau puncak arus petir.
di
dt
1


Muatan arus petir  Q = ∫ i.dt 
0


Laju kenaikan arus terhadap waktu.
Jumlah muatan arus petir yang mengalir
atau integrasi arus petir terhadap waktu.
Action integral yang bertanggung jawab
Arus kuadrat imuls petir ( ∫ 1².dt )
terjadinya efek mekanis peleluan arus
petir.
2.6.1 Tingkat Perlindungan Akibat Parameter Arus Petir
Parameter arus petir mengakibatkan kerusakan, sehingga dibutuhkan suatu
tingkat perlindungan. Kebutuhan untuk perlindungan di kelompokan antara lain
perlindungan normal, perlindungan tinggi, dan perlindungan sangat tinggi.
Tingkat perlindungan ditentukan oleh jenis, tipe, fungsi bangunan dan peralatan
18
yang akan dilindungi serta resiko yang akan timbul bila terjadi kegagalan
perlindungan.
Perlindungan normal misalnya, untuk bangunan biasa apabila terjadi
kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun. Perlindungan tinggi
misalnya, instalasi eksplosif mudah meledak. Bangunan–bangunan dengan tingkat
penggunaan tinggi dapat menimbulkan bahaya yang besar. Tingkat perlindungan
sangat tinggi, untuk bangunan atau instalasi yang jika terjadi kegagalan
perlindungan dapat menyebabkan bahaya ikutan yang tidak terkendali seperti
pusat instalasi nuklir.
2.6.2 Arus Puncak Petir
Arus puncak merupakan arus maksimum yang terjadi pada suatu sambaran
petir. Dalam mendesain instalasi penangkal petir, batas harga arus puncak diambil
pada harga 10 kA sampai 20 kA. Parameter ini menentukan daerah lindung suatu
penangkal petir.
2.7
Persyaratan Teknis
Pada perencanaan dan pemasang instalasi penangkal petir, tanpa
mengabaikan faktor keserasian arsitektur, perhatian utama harus ditujukan kepada
nilai perlindungan terhadap sambaran petir yang efektif.
Menurut peraturan Umum Instalasi Penagkal Petir (PUIPP) setiap
pemasangan instalasi pengkal petir harus dilengkapi dengan gambar perencanaan
yang meliputi gambar beserta keterangan terperinci sehingga dapat dipakai
sebagai pegangan untuk perancangan, pemasangan, pengujian dan pemeliharaan
19
dari instalasi tersebut. Setelah pemasangan harus tersedia gambar akhir (as build
drawing) instalasi. Gambar 2.8 adalah contoh untuk gambar perencanaan instalasi
penangkal petir.
6 7
Kawat konduktor
7
4
1
8
9
1
TAMPAK DEPAN
5
5
6 7
TAMPAK ATAS
Keterangan gambar:
1. Penghantar penyalur diatas bubungan
2. Bangunan cerobong asap
3. Hubungan antara penghantar dengan benda-benda logam didekatnya
4. Sambungan pada talang atap atau talang air hujan
5. Talang air hujan dihubungkan dengan penghantar pentanahan
6. Titik sambung dengan sistem pantanahan
7. Elektroda pentanahan
8. Tiang Listrik (dachs standar)
9. Hubungan dengan bagian logam diatas atap
10. Penghantar Penyalur
Gambar 2.8 Rencana instalasi penagkal petir
20
2.7.1 Komponen Dan Bahan-Bahan
Menurut
PUIPP
bahan-bahan
yang
digunakan
dalam
pemilihan
komponen-komponen dari suatu instalasi pengkal petir harus dipilih sesuai
dengan daftar bahan pada tabel 2.3. Bentuk komponen-komponen yang berada di
atas tanah diharuskan memakai jenis bahan tembaga, almunium dan besi yang
telah digalvanis.
Dalam hal penggunaan penghantar pilin untuk penghantar di atas tanah,
maka jenis penghantar pilin dari tembaga yang dipilih, sedangkan penghantar lilin
dari alumunium (Alumunium wire conductor) tidak boleh digunakan karena
ketahanan korosinya rendah.
2.7.2 Penangkal Petir
Penangkal-penangkal
petir
ditempatkan
dengan
susunan
tertentu
sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin semua petir dapat ditangkap tanpa
mengenai bagian-bagian lain yang dilindungi. Menurut PUIPP hal ini akan dapat
dipenuhi jika tidak ada satu titik pun dipermukaan atau yang berjarak lebih dari
7,5 meter dari penangkal tersebut. Untuk menentukkan jumlah penangkal petir
batang pendek (Finial) pada metode Faraday yaitu:
Kebutuhan jumlah finial =
Keliling atap gedung
Tinggi finial
Menurut PUIPP untuk finial yang dipasang pada penghantar mendatar,
jarak maksimum antara dua buah finial yang berdekatan adalah 5 m, dengan
tinggi finial 20 cm.
21
Tabel 2.3 Jenis bahan dan ukuran terkecil
No
Komponen
1
Penangkap petir
1.1
Penangkap petir tegak
1.1.1 Kepala dengan dudukan
Jenis bahan
Bentuk
Ukuran terkecil
Tembaga
Pejal runcing
Φ 1” (dudukan
adalah dengan bahan
yang sama)
Baja galvanis
Pejal runcing
Φ 1” dari pipa
Φ 1”
1.1.2 Batang tegak
Alumunium
Pejal runcing
Tembaga
Silinder pejal
Φ 10 mm
Pita pejal
Φ 25 mm x 3 mm
Pipa silender
Φ 1”
Pipa pejal
25 mm x 3 mm
Baja galvanis
Alumunium
Silender Pejal Φ 1”
Pita pejal
1.2
Penangkal petir batang
Tembaga
pendek
Baja galvanis
Alumunium
Silinder pejal
25 mm x 4 mm
Pita pejal
Φ 8 mm
Pipa silender
25 mm x 3 mm
Pipa pejal
Φ 8 mm
Silender pejal 25 mm x 4 mm
Pita pejal
Φ ½”
22
1.3
Penangkap petir datar
Tembaga
Baja galvanis
2
Penghantar penyalur
Tembaga
Silinder pejal
25 mm x 4 mm
Pita pejal
Φ 8 mm
Pilin
25 mm x 3 mm
Silinder pejal
50 mm²
Pita pejal
Φ ½”
Silinder pejal
25 mm x 4 mm
Pita pejal
utama
Baja galvanis
Pilin
Φ 8 mm
Silinder pejal
25 mm x 3 mm
Pita Pejal
50 mm²
Φ 8 mm
Alumunium
3
Elektroda pengebumian
Tembaga
Baja galvanis
Silinder pejal
25 mm x 3 mm
Pita pejal
Φ ½”
Silinder pejal
25 mm x 4 mm
Pita pejal
Φ ½”
Silinder pejal
25 mm x 4 mm
Pita pejal
Φ ½”
25 mm x 4 mm
23
2.7.3 Penghantar Penyalur Listrik
Menurut PUIPP setiap bangunan paling sedikit harus mempunyai dua
buah panghantar petir. Untuk bangunan dengan lebar lebih dari 12 meter
diperlukan 4 buah penghantar penyalur petir. Kebutuhan jumlah penghantar
penyalur petir menurut metode Faraday:
Jumlah penyalur =
( )
luas atap bangunan m 2
( )
279 m 2
Untuk menentukkan luas pengantar yang digunakan dapat dihitung, yaitu:
A
= I
8,5 × 10 −6.0,01
 T

Log 
+ 1
 274 
(2.5)
dimana:
A
= luas penampung kawat penghantar (mm²)
I
= besar arus kilat (amper)
S
= lamanya arus mengalir (detik)
T
= temperatur titik lebur bahan yang digunakan (°C)
Diasumsikan bahwa arus maksimum petir untuk Indonesia sebesar 20 kA
lamanya arus mengalir 0,01 detik dan titik lebur tembaga 90°C.
2.7.4 Benda-Benda Di dekat Instalasi Penangkal Petir
Bahaya dari benda-benda logam di dekat instalasi penangkal petir adalah
timbulnya kejadian lewat denyar (flash over) antara instalasi dari bagian-bagian
logam. Kejadian ini sangat berbahaya bagi manusia yang ada di antara benda-
24
benda tersebut dan dapat juga menimbulkan kebakaran jika terdapat bahan yang
mudah terbakar atau mudah meledak. Masalah ini dapat dihindari dengan
memperpanjang jarak antara bagian logam dengan instalasi penangkal petir.
Cara lain ialah dengan menghubungkan benda-benda logam tersebut
dengan instalasi penangkal petir. Benda–benda logam yang ada di dekat instalasi
penangkal petir dapat dikelompokkan menjadi benda logam lain dekat dan benda
logam diri dekat.
2.7.4.1 Benda logam lain dekat
Benda logam lain dekat didefinisikan sebagai benda-benda logam yang
tidak terhubung ke instalasi penangkal petir dan terletak dekat dengan instalasi
penangkal petir. Sehingga bahaya lewat denyar antara bagian instalasi yang
sedang menyalurkan arus petir dan benda-benda logam dapat terjadi.
Benda logam yang besar banyak terdapat di dalam bangunan. Logam
tersebut diletakkan mendatar maupun tegak lurus, seperti pipa air, pipa gas, pipa
pemadam kebakaran, cerobong logam, tangga-tangga logam, kerangka baja, crane
dan lain-lain. Benda-Benda tersebut biasa disebut sebagai benda logam lain dekat.
Benda logam tersebut sedapat mungkin di bagian kakinya dihubungkan dengan
instalasi penagkal petir dan jika benda logam tersebut merupakan konstruksi yang
terpisah-pisah maka bagian-bagian yang terpisah hendaknya dihubungkan.
2.7.4.2 Benda logam diri dekat
Benda logam diri dekat merupakan bagian dari instalasi penangkal petir
seperti diperlihatkan pada gambar 2.9. Untuk mengatasi bahaya lewat denyar
25
adalah dengan usaha-usaha menurut cara berikut ini. Benda logam diri dekat dapat
menimbulkan bahaya jika jarak D antara logam tersebut kurang dari 1/20 L
dimana L adalah panjang penghantar.
D ≥ 1 / 20 L
(2.6)
Dimana jarak D dapat ditentukan berdasarkan pada ketebalan bahan
pengisi, (D sama dengan lima kali tebal bahan tersebut). Suatu bangunan dengan
dinding-dinding dan atap-atap yang konduktif misalnya suatu konstruksi rangka
baja, konstruksi beton dan lain-lain. Bagian-bagian logam tersebut harus
dihubungkan dengan instalasi penangkal petir. Maka tidak ada lagi pengertian
“Benda logam diri dekat” yang dipermasalahkan.
26
Gambar 2.9. Benda –benda logam diri dekat dan benda logam lain dekat
2.7.4.3 Benda logam lain dekat sekitar instalasi penangkal petir
Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu benda-benda
logam, pipa-pipa logam dan sebagianya tidak mungkin atau tidak boleh
dihubungkan ke instalasi penangkal petir. Maka pemeriksaan harus dilakukan,
untuk mengetahui apakah letak benda-benda logam tersebut tidak akan bahaya
27
lewat denyar. Lewat denyar antara bagian instalasi penangkal petir dengan logam
lain dekat dapat terjadi bila jarak dekat (D) antara logam tersebut dan bagian
instalasi penangkal petir tidak memenuhi persyaratan:
D ≥ 1 / 5R
(2.7)
dimana:
R
= tahanan pengetanahan instalasi penangkal petir (Ω)
D
= jarak terdekat (m)
Sebagai contoh, diketahui R = 12Ω , berapa jarak terdekat bahaya loncat
denyar terjadi. Dengan menggunakan persamaan (2.7), diperoleh: D = 1 / 5.R =
1 / 5.12 = 2,4 m. Bila D > 2,4 m, maka bahaya loncatan denyar dapat terjadi.
2.8
Sistem Pentanahan
Salah satu faktor kunci dalam usaha pangamanan rangkaian listrik adalah
pentanahan. Apabila suatu tindakan pengamanan atau perlindungan yang baik
akan dilaksanakan, maka harus ada sistem pentanahan yang dirancang dengan
baik.
Sistem pentanahan berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang
menyebar ke segala arah ke dalam tanah. Hal yang perlu diperhatikan dalam
perancangan sistem pentanahan adalah agar tidak timbul bahaya tegangan sentuh.
Sarana tersebut adalah suatu elektroda dari logam yang ditanam, berfungsi untuk
menyebarkan arus petir ke dalam tanah.
28
2.8.1 Jenis-Jenis Elektroda
Sedapat mungkin suatu sistem pentanahan tidak mengunakan jaringan
pipa-pipa air sebagai elektroda pentanahan. Karena kemungkinan digunakan
bahan-bahan isolasi pada jaringan pipa air. Pipa-pipa gas sama sekali tidak boleh
dipakai sebagai elektroda pentanahan atau dihubungkan dengan sistem
pentanahan dari suatu instalasi penangkal petir. Demikian juga pipa dari kanalkanal pada umumnya tidak dipakai sebagai elektroda pentanahan. Jenis-jenis
elektroda yang umum di pergunakan diperoleh pada bagian berikut.
2.8.1.1 Elektroda pita
Elektroda pita adalah elektroda berbentuk pita atau kawat-kawat dengan
tanpa mempertimbangkan luas penampang ditanam di dalam tanah. Elektroda pita
harus berupa:
a. Elektroda pita tunggal, ditanam sebagai pita lurus
b. Elektroda menyebar, ditanam terpusat pada suatu titik dan menyebar kesegala
arah
c. Elektroda melingkar, ditanam di dalam tanah melingkari bangunan
Cara penanaman elektroda pita di berikan pada gambar 2.10.
29
(a) Elektroda pita tunggal
(b) Elektorda menyebar
(c) Elektroda
melingkar
Gambar 2.10 Cara penanaman elektroda pita
2.8.1.2 Elektroda batang
Elektroda batang adalah elektroda pipa galvanized atau besi profil yang
dipasangkan vertikal (tegak lurus) ke dalam tanah. Untuk memperoleh tahanan
yang diinginkan biasanya elektroda ini dipasang secara paralel dengan beberapa
elektroda batang lainnya.
2.8.1.3 Elektroda pelat
Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan pelat logam (pejal, berlobanglobang) atau dari kawat kasa yang rapat. Elektroda ini harus ditanam cukup dalam
untuk dapat memperoleh tahanan yang diinginkan. Harga tahanan yang diperoleh
biasanya selalu lebih tinggi di bandingkan dengan elektroda strip ataupun rod.
Cara penanaman elektroda pelat dapat di lihat pada gambar 2.11.
30
S/2
Gambar 2.11 Cara penanaman eletroda pelat
2.8.2 Tahanan Elektroda
Persamaan-persamaan untuk tahanan tanah dari berbagai sistem elektroda
cukup rumit dan dalam beberapa hal dapat dinyatakan dengan pendekatanpendekatan. Semua pernyataan dalam persamaan-persamaan itu diperoleh dari
hubungan.
R = pL / A
(2.8)
Dan diasumsi bahwa tahanan tanah seragam dengan seluruh volume tanah,
kendati hal ini tidak mungkin atau jarang sekali.
2.8.3 Tahanan Tanah
Besarnya tahanan tanah tergantung pada keadaan susunan tanah yang
antara lain adalah susunan geologinya seperti batu, pasir, tanah liat dan
sebagainya. Susunan kimianya seperti tanah yang banyak mengandung garam,
31
logam atau mineral-mineral lainnya. Kemudian keadaan iklim, basah atau kering.
Pada tabel 2.4 dapat dilihat hubungan antara tahanan pertanahan dengan sifat
tanah.
Tabel 2.4 Tahanan pertanahan
Tanah pengebumian Ω
No
Sifat tanah
Tahanan
Elektroda
Elektroda
Elektroda
spesifik
batang
plat strip
melingkar
tanah Ω m
3m
6m
5m
10m
20m
20m
ф
1
Tanah
berair,
tanah
berhumus,
30
10
5
12
6
3
1
pada
kondisi
100
33
17
40
20
10
4
liat
150
50
25
60
30
15
5
berpasir
200
66
33
80
40
20
7
berpasir
1000
330
165
400
200
100
32
pada
500
166
83
200
100
50
16
1000
330
165
400
200
100
32
3000
1000
500
1200
600
300
95
lembab
2
Tanah liat, tanah
pertanian
3
Tanah
berpasir
4
Tanah
lembab
5
Tanah
Kering
6
Koral
kondisi lembab
7
Koral
pada
kondisi kering
8
Tanah berbatu
32
Dengan banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tahanan tanah,
maka untuk menganalisa besarnya tahanan tanah sangatlah sulit, dan hasil disuatu
tempat tertentu adalah dengan dilakukan pengukuran atau pengujian tanah
setempat.
2.8.4 Pengujian Tanah
2.8.4.1 Metodologi jatuh tegangan
Pengujian tanah dilakukan dengan metode megger tanah, yang
berdasarkan pada harga potensial. Bila elektroda tanah ditinjau dari pipa E yang
ditanam, andaikan ada potensial antara pipa E dengan batang pasak R yang
ditanam pada jarak yang cukup jauh. Seperti terlihat pada gambar 2.12, arus yang
mengalir diukur dengan meter A.
Apabila batang pasak yang lain, yaitu P ditanam di beberapa tempat di
sekitar E maka voltmeter akan menunjukkan potensial antara pipa E dengan
pasak P di beberapa tempat tersebut. Menurut hukum Ohm, beda potensial ini
berbanding langsung dengan tahanan tanah. Dari sini dapat diplot hubungan
antara tahanan tanah dengan jarak dari pipa E .
Gambar 2.12 Metode harga potensial tanah
33
Gambar 2.13 Pengaruh daerah tahanan pasak R yang jauh terhadap kurva harga
potensial
Terlihat bahwa tahanan membesar dengan kedudukan P semakin jauh dari
pipa E dan kenaikan tersebut dengan cepat berkurang pada jarak tertentu dari pipa
E. Kenaikan dapat diabaikan karena sangat kecil.
Pada kenyataannya, tahanan pada jarak ini sekitar 99% dari tahanan
keseluruhan tidak terbatas. Dengan cara yang sama kurva dapat diplot dari arah
yang lain sehingga di peroleh titik-titik yang lain dalam satu daerah yang disebut
daerah tahanan. Persyaratan yang harus di perhatikan antara lain:
a. Elektroda R harus cukup jauh dari elektroda E, sehingga daerah tahanan tidak
saling menutup (over lap).
b. Elektroda P harus ditempatkan di luar dua arah tahanan, dalam hal ini
ditempatkan pada daerah datar dari kurva.
c. Elektroda P harus terletak diantara elektroda-elektroda R dan E, pada garis
penghubungnya.
Oleh Karenanya tahanan jenis tanah adalah:
P = 2. .S.R
(2.9)
34
dimana:
P
= tahanan jenis tanah (ohm/m)
S
= jarak antara elektroda (m)
R
= tahanan yang diukur (ohm)
2.8.4.2 Metodologi tiga titik
Besaran yang diukur pada metodologi ini, yaitu besarnya tahanan
elektroda batang (rod) yang ditanam cukup dalam. Gambar 2.14 menunjukkan
cara pengukuran dengan metode tiga titik.
Gambar 2.14 Pengukuran Metode Tiga Titik
Dari gambar 2.14, dapat ditulis beberapa hubungan parameter antara lain:
a. R1 = Rx + Ry
b. R2 = Rx + Rz
35
c. R3 = Ry + Rz
d. Ry = R3 − Rz
e. Rx = R1 − R2 = R1 − R3 + Rz
f. ZRx = R1 + R2 − R3
g. Rx =
R1 + R2 − R3
2
Tahanan elektroda diukur besarnya, maka harga tahanan jenis tanah dapat
di peroleh dengan persamaan:
 =
R.2 .L
4L
In
−1
a
(2.10)
dimana:
L
= panjang elektroda yang ditanam (m)
a
= jari-jari elektroda yang ditanam (m)
36
Download