15 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Kepuasaan Konsumen
2.1.1.1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah tingkatan dimana kinerja anggapan produk sesuai dengan
ekspektasi pembeli (Kotler dan Amstrong, 2008:16). Lovelock dan Wright (2007 :
102), menyatakan bahwa kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pascapembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,
netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. Kepuasaan bergantung pada perkiraan
kinerja produk dalam memberikan nilai, relatif terhadap harapan pembeli. Jika
kinerja sesuai dengan harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi yang
diharapkan, pembeli lebih senang. Kuncinya adalah menyesuaikan harapan
pelanggan dengan kinerja perusahaan.
2.1.1.2. Konsep Kepuasan Konsumen
Selain mencari keuntungan, salah satu tujuan dari perusahaan adalah untuk
memuaskan konsumennya. Menurut Mowen dan Minor dalam Kurnia (2007 : 19),
Kepuasan konsumen (consumer satisfaction) didefinisikan sebagai keseluruhan
sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang dan jasa setelah mereka
memperoleh dan menggunakannya. Tujuan tersebut tidaklah gampang untuk
diwujudkan. Kotler dan Amstrong (2008 : 16), menyatakan bahwa jika kinerja
15
produk tidak memenuhi ekspetasi, pelanggan akan kecewa. Jika kinerja produk
sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi,
pelanggan sangat puas.
Hal tersebut tidaklah berarti bahwa perusahaan harus berusaha
memaksimalkan kepuasan konsumen, tetapi perusahaan harus mendapatkan laba
dengan cara memberikan kepuasan kepada konsumen. Menurut Tse dan Witon
dalam Tjiptono (2008 : 146), kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah
respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya. Sedangkan Kotler dalam Tjiptono (2008 : 146),
menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya.
2.1.1.3. Manfaat Kepuasaan Konsumen
Kepuasaan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan dan
tingkat kepuasan pelanggan yang makin tinggi akan menghasilkan loyalitas
pelanggan yang lebih besar (Lovelock dan Wright, 2007:104). Beberapa manfaat
dari kepuasaan konsumen pelanggan adalah sebagai berikut :
1) Mengisolasi pelanggan dari persaingan
2) Mendorong pelanggan kembali dan mendorong loyalitas
3) Dapat menciptakan keunggulan yang berkelanjutan
4) Meningkatkan/mempromosikan cerita positif dari mulut ke mulut
5) Mengurangi biaya kegagalan
16
2.1.1.4. Pengukuran Kepuasan
Pengukuran tingkat kepuasan konsumen merupakan hal yang penting bagi
perusahaan, karena hal tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi
perusahaan untuk pengembangan dan pengimplementasian strateginya. Menurut
Kotler dalam Tjiptono (2008 : 148), mengatakan bahwa ada 4 (empat) metode
yang digunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan konsumen, yaitu:
1) Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan yang berorientasi kepada konsumen, perlu
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
para konsumen untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Perusahaan bisa
menyediakan media seperti kotak saran, saluran telepon khusus dan kartu
komentar sehingga konsumen leluasa menyampaikan keluhan ataupun saran.
Tapi tidak semua konsumen yang tidak puas akan menyampaikan
keluhannya, bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan
mengkonsumsi produk perusahaan.
2) Survey kepuasan konsumen
Metode survey umumnya dilakukan melalui kuesioner, telepon,
e-mail, fax, dan wawancara pribadi. Melalui metode ini perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen dan
sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap para konsumennya.
17
3) Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
konsumen adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper)
untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen/ konsumen potensial produk
perusahaan dan pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil yang mereka
dapat mengenai kekuatan dan kelemahan produk-produk tersebut dan kinerja
karyawan dalam melayani konsumen.
4) Lost customer analysis
Metode terakhir ini sedikit unik, dimana perusahaan berusaha
menghubungi para konsumen yang telah berhenti membeli atau yang telah
beralih ke produk pesaing untuk menanyakan alasan mereka berhenti
membeli atau pindah ke produk pesaing sehingga perusahaan dapat
mengambil kebijakan-kebijakan untuk memperbaikinya.
2.1.2. Retailing
2.1.2.1. Pengertian Retailing
Menurut Levy and Weitz (2009 : 6), pengertian retailing adalah sebagai
berikut. “Retailing is the set of business activities that adds value to the products
and services sold to consumers for their personal of family use.“ Artinya,
retailing adalah seperangkat aktivitas bisnis yang menciptakan nilai terhadap
produk dan servis yang dijual kepada konsumen untuk pemakian sendiri atau
keluarganya.
18
2.1.2.2. Retail Mix
Bauran ritel meliputi variabel-variabel keputusan pengecer yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan
pembelian mereka. Elemen-elemen dalam bauran ritel terdiri dari merchandise
assortment, pricing, location, customer servis, store design and display,
communication mix ( Levy and Weitz, 2009:21).
Menurut Kotler dan Keller (2007 : 170), keputusan-keputusan pemasaran
pengecer meliputi bidang keragaman dan perolehan produk, layanan, atmosfer
toko, harga, promosi dan tempat. Triyono (2006) menjelaskan secara ringkas
masing-masing unsur dalam bauran ritel sebagai berikut.
1) Place atau lokasi merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis
ritel
2) Product atau barang yang dijual dalam bisnis ritel lazim disebut
merchandise
3) Value atau nilai barang yang dijual
4) People atau petugas yang berhubungan dengan konsumen
5) Communication atau komunikasi dengan konsumen
2.1.3. Retail Location
2.1.3.1. Pengertian Lokasi
Sopiah dan Syihabudhin (2008 : 139), mendefinisikan lokasi usaha sebagai
saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari
produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Menurut Kotler dan
19
Armstrong (2008 : 40), Lokasi usaha adalah suatu saluran pemasaran yang
membantu produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh
konsumen atau pengguna bisnis. Berdasarkan definisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa lokasi usaha adalah tempat yang terpilih oleh peritel untuk
menyalurkan barangnya kepada konsumen.
Menurut Ma’ruf (2005 : 115), apabila suatu gerai berada pada lokasi yang
tepat, maka gerai tersebut akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang
berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh
pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama mempunyai
setting/ambience yang bagus. Hal ini erat kaitatnya dengan jumlah kunjungan
konsumen ke suatu gerai.
2.1.3.2. Jenis-Jenis Lokasi
Kotler dan Keller (2007 : 180), mengatakan bahwa pengecer dapat
menempatkan tokonya di distrik bisnis pusat, pusat perbelanjaan regional, pusat
pembelanjaan lingkungan, pertokoan, atau di toko yang lebih besar.
1) Distrik Bisnis Umum (general business district) adalah daerah kota
yang tertua dan terpadat lalu lintasnya, sering dikenal sebagai pusat
kota. Biaya sewa toko dan kantornya biasanya tinggi.
2) Pusat Perbelanjaan Regional (regional shopping center) berupa malmal besar dipinggir kota yang berisikan 40 hingga 200 toko. Mal
tersebut biasanya menarik pelanggan dari radius 5 hingga 20 mil.
20
3) Pusat Perbelanjaan Lingkungan (community shopping center) adalah
mal-mal yang lebih kecil dengan satu toko utama dan 20 hingga 40
toko kecil.
4) Pertokoan Strip Mall (shopping strip) berisikan sekelompok toko yang
biasanya ditempatkan di satu bangunan panjang, yang melayani
kebutuhan suatu lingkungan tetangga untuk bahan makanan, perkakas,
binatu, dan lain-lain.
5) Lokasi di dalam toko yang lebih besar. Pengecer-pengecer terkenal
tertentu menempatkan unit-unit baru yang lebih kecil sebagai ruang
konsesi di dalam toko atau tempat usaha yang lebih besar.
2.1.3.3. Menetapkan Lokasi Suatu Gerai Ritel
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi adalah
sebagai berikut (Levy and Weitz, 2009 : 218).
1) Kondisi Ekonomi
Karena lokasi memerlukan suatu komitmen dari sumber daya sumber
daya yang ada dalam jangka panjang, maka tingkat pertumbuhan
populasi dalam suatu area serta pekerjaan mereka penting untuk
diketahui
2) Persaingan
Tingkat persaingan di suatu area sangat mempengaruhi jumlah
permintaan konsumen terhadap merchandise yang ditawarkan oleh
pengecer.
21
3) Strategi perusahaan
Target pasar perusahaan harus sesuai dengan strategi yang dijalankan
perusahaan. Dalam hal ini, karakteristik dari populasi yang menjadikan
target market perusahaan harus relevan strategi perusahaan.
4) Biaya Operasional
Biaya operasional toko sangat bervariasi. Biaya penyimpangan dan
kedekatan dengan pemasok akan memberikan biaya operasional yang
lebih rendah. Peraturan pemerintah dan regulasi mengenai lingkungan
juga memberikan pengaruh terhadap biaya operasional toko.
Menurut Ma’ruf (2005 : 118), untuk membuka gerai disuatu lokasi baru,
hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui potensi yang tersedia.
1) Populasi
Besarnya populasi, tingkat pendapatan, pekerjaan, industri setempat,
tingkat
pengangguran,
perumahan,
klasifikasi
kepadatan
rumah
dan
lingkungan/tetangga,
penduduk,
tingkat
usia
kepemilikan
rumah, gaya hidup, kelompok suku dan pola belanja sekarang.
2) Kemudahan akses
Arus pejalan kaki, rute masuk pejalan kaki, transportasi umum, tingkat
kepemilikan kendaraan, jaringan jalan, parkir, dll.
3) Pesaing
Kegiatan ritel sekarang, daya tarik lingkungan, kondisi ritel, indeks
kejenuhan, potensi persaingan, dll.
22
4) Biaya
Harga, syarat leasing,
persiapan situs
gerai, larangan dalam
membangun, kebutuhan renovasi atau peremajaan, biaya perawatan,
kebutuhan keamanan, ketersedian dan penggajian staf, biaya antar,
biaya promosi, dll.
2.1.4. Merchandise Management
2.1.4.1. Pengertian Manajemen Merchandise
Menurut Levy and Weitz (2009 : 330), Merchandise management refers to
the process by which a retailer attemps to offer the right quantity of the right
merchandise in the right place at the right time and meet the company’s financial
goals (proses dimana seorang pengecer berusaha untuk memberikan merchandise
dengan jumlah yang tepat dalam waktu yang tepat pada saat yang tepat dan
memenuhi sasaran finansial perusahaan). Ma’ruf (2005 : 135), menyatakan bahwa
Merchandise adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis
yang dijalani toko untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga
yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. Alma
(2007 :
56), mendefinisikan pengadaan produk sebagai perencanaan yang berkenaan
dengan memasarkan barang dan jasa yang tepat pada tempatnya, waktu yang
tepat, jumlah yang tepat, dan dengan harga yang tepat.
Berdasarkan bebarapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengadaan
produk merupakan suatu proses dimana seorang pengecer berusaha untuk
23
memberikan merchandise dengan jumlah yang tepat, pada tempat dan waktu yang
tepat sesuai dengan tujuan finansial perusahaan.
2.1.4.1. Proses Manajemen Merchandise
Manajemen Merchandise berkaitan dengan pembelian atau pembelanjaan,
penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang berkenaan dengan manajemen
merchandise antara lain target pasar, jenis gerai, lokasi dimana gerai berada,
value chain, kemampuan pemasok, biaya, kecendrungan model produk. Levy and
Weitz (2009 : 338), menyatakan bahwa proses manajemen merchandise terdiri
dari aktivitas-aktivitas sebagai berikut.
1) Meramalkan kategori penjualan
2) Mengembangkan suatu rencana keragaman merchandise
3) Menetapkan tingkat persediaan barang yang cocok dan ketersediaan
produk
4) Mengembangkan suatu rencana untuk mengelola persediaan
5) Mengalokasikan merchandise kedalam toko
6) Membeli merchandise
7) Memonitor
dan
mengevaluasi
pelaksanaannya
serta
membuat
penyesuaian
Prinsip Quick Respone (respon cepat) terhadap kebutuhan dan keinginan
pelanggan harus dapat ditangkap dengan baik dan untuk memenuhinya, harus
ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang nyata. Oleh karena itu, bagian
pembelian harus rajin melihat kompetisi diluar.
24
2.1.4.2. Variety dan Assorment
Menurut Levy and Weitz (2009 : 37), variety is the number of
merchandise categories a retailer offers. Assortment is the number of different
items in a merchandise category. Variety is often referred to as the breadth of
merchandise carried by a retailer; assortment is referred to as the depth of
merchandise. (Variasi adalah banyaknya ketegori/ kelompok merchandise yang
ditawarkan oleh seorang pengecer. Assortment adalah banyaknya barang-barang
yang berbeda dalam suatu kategori/kelompok merchandise yang dijual oleh
pengecer; assortment berhubungan dengan kedalaman dari merchandise).
Kotler dan keller berpendapat bahwa seorang pengecer harus memutuskan
keluasan dan kedalaman keragaman produk sesuai dengan harapan belanja dari
pasar sasarannya. Dengan demikian, suatu gerai dapat menawarkan keragaman
produk yang sempit dan dangkal, sempit dan dalam, lebar dan dangkal, atau
keragaman produk yang lebar dan dalam (Kotler dan Keller, 2007:171).
2.1.5. Retail Pricing
2.1.5.1. Pengertian Harga
Menurut Kotler dan Armstrong (2008 : 345), harga adalah jumlah yang
ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah semua nilai
yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau
menggunakan suatu produk atau jasa.
Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang
(satuan moneter) dan atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilitas atau
25
kegunaan
tertentu
yang
diperlukan
untuk
mendapatkan
suatu
produk
(Fandy Tjiptono dkk, 2008 : 465).
2.1.5.2. Pertimbangan-Pertimbangan dalam Penetapan Harga Ritel
Pertimbangan-pertimbangn utama dalam penetapan harga adalah sebagai
berikut (Kotler dan Armstrong , 2008 : 345).
1) Persepsi pelanggan terhadap nilai-nilai dari produk menjadi batas atas
dari harga. Bila pelanggan menganggap bahwa harga lebih besar
daripada nilai produk, mereka tidak akan membeli produk.
2) Biaya produksi menetapkan batas bawah bagi harga. Bila perusahaan
menetapkan harga dibawah harga produksi, perusahaan akan
mengalami kerugian.
3) Pertimbangan faktor internal dan eksternal perusahaan, seperti strategi
dan bauran pemasaran secara keseluruhan, kondisi pasar dan
permintaan, dan strategi serta harga dari pesaing.
2.1.5.3. Metode-Metode Penetapan Harga
Levy and Weitz (2009 : 435), menyatakan bahwa terdapat tiga metode
penetapan harga untuk meningkatkan penjualan yaitu sebagai berikut.
1) Leader Pricing
Penetapan harga dimana profit margin-nya lebih rendah daripada
tingkat yang biasanya diraih, ini bertujuan untuk menarik konsumen
lebih banyak.
26
2) Price Lining
Pengecer seringkali memberikan harga yang berbeda untuk barang
dengan kualitas yang berbeda.
3) Odd Pricing
Adalah harga yang ganjil atau harga yang menunjukan angka yang
tidak bulat.
Sedangkan, menurut Kotler dan Keller (2007 : 179), harga dapat
digunakan sebagai faktor memposisikan yang utama dan harus diputuskan dalam
kaitannya dengan pasar sasaran, assortment dan layanan, serta pesaingnya. Kotler
dan Keller (2007 : 93), menyatakan bahwa terdapat tujuh metode penetapan harga,
yaitu :
1) Penetapan Harga Mark Up
Penetapan harga dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan
mark up standar pada biaya produk atau jasa. Beberapa pemasar
menggunakan metode ini karena penjual dapat menentukan biaya yang
jatuh lebih mudah dibandingkan dengan cara memperkirakan
permintaan. Selain itu, metode ini dianggap memberikan rasa keadilan
baik bagi penjual maupun bagi pembeli.
2) Penetapan Harga Sasaran Pengembalian (target return pricing)
Dalam metode ini, perusahaan menentukan harga yang akan
menghasilkan tingkat pengembangan investasi yang dibidiknya.
27
3) Penetapan Harga Persepsi Nilai (perceived value)
Perusahaan yang menggunakan metode penetapan harga persepsi nilai
harus menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai
mereka, dan pelanggan harus mempersepsikan nilai yang diberikan
perusahaan.
4) Penetapan Harga Nilai (value pricing)
Perusahaan yang menerapkan metode ini memikat hari pelanggan
dengan menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang
bermutu tinggi.
5) Penetapan Harga Umum (going rate pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode ini mendasarkan harganya
pada harga pesaing. Perusahaan bisa mengenakan harga yang lebih
rendah, lebih tinggi, atau bahkan sama dengan harga yang ditetapkan
oleh pesaing.
6) Penetapan Harga Tipe Lelang (auction type pricing)
Terdapat tiga tipe lelang dengan prosedur penetapan harga yang
berbeda-beda, yaitu lelang Inggris, lelang Belanda, dan lelang tawaran
tertutup.
2.1.6. Retail Communication Mix
2.1.6.1. Pengertian Retail Communication
Levy and Weitz (2009 : 441), mendefinisikan retail communication mix:
the communication programs that informs customers about the retailer as well as
28
the merchandise and servies it offers and plays a role in developing repeat visits
and customer loyalty merchandise and services it offers and plays a role in
developing repeat visits and customer loyalty. (Program komunikasi yang
menginformasikan tentang merchandise dan service yang ditawarkan oleh peritel
dan memainkan peranan dalam menciptakan kunjungan kembali dan loyalitas
pelanggan).
Promosi merupakan salah satu program yang dapat membangun image
(citra) dan program promosi yang lengkap disebut bauran promosi (promotion
mix). Menurut Kotler dan Keller (2007:111), promosi adalah sebagai kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menonjolkan keistimewaan-keistimewaan
produknya dan membujuk konsumen sasaran agar membeli.
2.1.6.2. Metode-Metode Berkomunikasi dengan Pelanggan
Menurut Levy and Weitz (2009 : 447), metode-metode berkomunikasi
dengan pelanggan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan pembagian
sebagai berikut.
1) Paid Impersonal Communication yaitu periklanan, promosi penjualan,
atmosfer toko, situs web, dan membentuk komunitas.
2) Paid Personal Communication yaitu penjualan personal, email, Direct
mail, mobile commerce.
3) Unpaid Impersonal Communication seperti publisitas
4) Unpaid Personal Communication seperti word of mouth
29
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2008 : 116), metode-metode
komunikasi yang digunakan oleh peritel untuk berkomunikasi dengan pelanggan
antara lain sebagai berikut.
1) Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar presentasi
nonpribadi dan promosi ide, barang atau jasa dengan sponsor
tertentu.
2) Promosi Penjualan (sales promotion) adalah insentif jangka pendek
untuk mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa.
3) Hubungan Masyarakat (public relations) adalah membangun
hubungan baik dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan
publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik,
dan
menangani
rumor,
berita,
dan
kejadian
yang
tidak
menyenangkan.
4) Penjualan Personal (personal selling) adalah presentasi pribadi oleh
wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan
membangun hubungan pelanggan.
5) Pemasaran Langsung (direct marketing) adalah hubungan langsung
dengan konsumen individual yang ditargetkan secara cermat untuk
memperoleh respon segera dan membangun hubungan pelanggan
yang langgeng (penggunaan surat langsung, telepon, faximile, dan
e-mail)
30
2.1.6.3. Keputusan Promosi
Pengecer dapat
menggunakan satu
atau semua sarana promosi
(iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan
pemasaran langsung) untuk mencapai konsumen. Pengecer dapat beriklan di surat
kabar, majalah, radio, televisi, dan internet. Iklan mungkin didukung oleh sisipan
surat kabar dan surat langsung, Penjualan personal memerlukan pelatihan
wiraniaga yang hati-hati tentang cara menyapa pelanggan, memenuhi kebutuhan
pelanggan, dan menangani keluhan mereka. Promosi penjualan mungkin meliputi
demonstrasi dalam toko, pajangan, dan lain-lain. Kegiatan hubungan masyarakat
mencakup pembukaan toko, pajangan dan lain-lain. Kegiatan hubungan
masyarakat mencakup pembukaan toko, acara khusus, kegiatan layanan
masyarakat dan lain sebagainya (Kotler dan Armstrong, 2008 : 92).
2.1.7. Customer Service
Menurut Levy and Weitz (2009 : 539), customer service is the set
activities and programs undertaken by retailers to make the shopping experience
more rewarding for their customer. These activities increase the value customers
receive from the merchandise and service they purchase. (adalah suatu
serangkaian aktivitas dan program yang ditanggung oleh para peritel untuk
menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih berharga kepada pelanggannya.
Aktivitas-aktivitas ini meningkatkan nilai yang diterima oleh para pelanggan dari
merchandise dan service yang mereka bayarkan).
31
2.1.7.1. Tingkatan-Tingkatan Layanan
Kotler dan Keller (2007 : 165), menyatakan bahwa pengecer dapat
memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat layanan:
1) Swalayan (self-services), swalayan adalah landasan semua usaha
diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukanmembandingkan-memilih sendiri guna menghemat uang
2) Swapilih (self-selection), pelanggan mencari barangnya sendiri,
walaupun mereka dapat meminta bantuan.
3) Layanan terbatas (limited service), pengecer ini menjual lebih banyak
barang belanja dan pelanggan memerlukan lebih banyak informasi dan
bantuan. Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti kredit
dan hak mengembalikan barang.
4) Layanan lengkap ( full-service), wiraniaga siap membantu dalam setiap
tahap proses menemukan-membandingkan-memilih tersebut.
2.1.7.2. Service Mix
Bauran
layanan
(service
mix)
merupakan
alat
kunci
untuk
mendiferensiasikan suatu toko dari yang lain. Pengecer harus mengambil
keputusan mengenai bauran layanan (service mix) untuk ditawarkan kepada
pelanggan ( Kotler dan Keller, 2007:176).
1) Layanan pra-pembelian, meliputi jam buka toko, tukar tambah, dan
lain sebagainya.
32
2) Layanan purna pembelian, mencakup pengiriman dan penyerahan,
penyesuaian dan pengembalian barang, pengubahan dan penyesuaian,
pemasangan, dan lain-lain.
3) Layanan tambahan, meliputi informasi umum, perbaikan, kredit, dan
lain-lain.
2.1.7.3. Mengevaluasi Service Quality
Servqual adalah suatu kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas
jasa. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml,
Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas
jasa. Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (GAP) yang
ada di antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu
perusahaan jasa. Kuesioner Servqual dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok
dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, atau
perusahaan telekomunikasi). Skala Servqual meliputi lima dimensi kualitas jasa
yaitu: 1. Tangibles 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Empathy.
Lima karakteristik customer service yang digunakan pelanggan untuk
mengevaluasi service quality antara lain sebagai keandalan merupakan
kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan secara menyakinkan
dan akurat (Levy and Weitz, 2009:544).
1) Daya tanggap merupakan kesediaan membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat.
2) Jaminan
adalah
pengetahuan
dan
kesopanan
karyawan
kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
33
dan
3) Empati adalah kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan.
4) Benda berwujud merupakan penampilan fasilitas fisik, perlengkapan,
karyawan, dan bahan komunikasi.
2.1.8. Atmosfer Toko
Atmosfer toko adalah unsur lain dalam gudang persediaan toko (Kotler dan
Keller, 2007:177). “Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang mempersulit atau
mempermudah pembeli
berjalan kesana kemari.
Setiap toko
memiliki
penampilan.” Toko tersebut harus mempunyai atmosfer terencana yang sesuai
denga pasar sasarannya dan memikat konsumen untuk membeli.
Suasana dalam toko menggambarkan moment of truth, yaitu situasi
langsung yang dirasakan konsumen saat berbelanja. Suasana dalam toko ini
dipengaruhi oleh desain toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise
(Ma’ruf,2005:203). Pengertian Atmosfer toko menurut Berman Revars yang
dikutip oleh Alma (2007 : 60), Atmosfer adalah suasana toko yang meliputi
interior, exterior, tata letak, lalu lintas internal toko, kenyamanan udara, layanan,
musik, seragam pramuniaga, pajangan barang disebut yang menimbulkan daya
tarik bagi konsumen dan membangkitkan keinginan untuk membeli. Pengertian
atmosfer menurut Ma’ruf (2005 : 206), : “Atmosfer adalah suasana dalam toko
yang menciptalakan perasaan tertentu dalam pelanggan yang ditimbulkan dari
penggunaan unsur “desain interior, pengaturan cahaya, tata suara sistem
pengaturan udara dan pelayanan.”
34
2.2. Hasil Pembahasan Penelitian Sebelumnya
1) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Alit Suryani pada tahun 2010
dengan judul “Pengaruh Ritail Service Terhadap Nilai Hedonik dan
Kepuasan Pelanggan Pada Ritel Modern di Kota Denpasar”. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh langsung retail service
terhadap nilai hedonik, pengaruh langsung nilai hedonik terhadap kepuasan
pelanggan, dan pengaruh tidak langsung retail service terhadap kepuasan
melalui nilai hedonik. Penelitian ini menggunakan 112 sampel yang
ditetapkan dengan accidental sampling dan dianalisis dengan analisis
jalur/path analysis. Hasil analisis diketahui bahwa variabel retail service
berpengaruh langsung terhadap nilai hedonik (74 persen), variabel nilai
hedonik berpengaruh langsung terhadap kepuasan pelanggan (51 persen) dan
retail service berpengaruh tidak langsung terhadap kepuasan pelanggan
(34 persen). Oleh karena itu ritel modern relevan memperhatikan dan
meningkatkan kualitas service agar konsumen puas. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis
variabel bauran ritel dan kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya
adalah jenis usaha, jumlah responden dan tahun pelaksanaan penelitian.
2) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Alit Suryani pada tahun 2011
dengan judul “Customer Relationship Pada Ritel Tradisional di Kota
Denpasar”. Penelitian ini menggunakan responden dari 80 penjual dengan
accidental sampling dan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penjual ritel telah menjalankan
35
dimensi
costumer relationship dalam mempertahankan hubungan dengan
pelanggan, dan costumer relationship dibutuhkan untuk bersosialisasi secara
sistematis agar menjadi elemen yang kuat dalam retail tradisional di
Denpasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh
peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel bauran ritel dan kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha yang diteliti, jumlah
responden dan waktu pelaksanaan penelitian.
3) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Ade Devia Pradipta dan
Nyoman Dayuh Rimbawan pada tahun 2011 dengan judul “Hubungan
Harga, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan di Bidang Jasa Penerbangan
(Studi Pada Maskapai Garuda Indonesia)”. Dirasakan keadilan harga
berpengaruh langsung atas kepuasan pelanggan tetapi tidak untuk loyalitas.
Berdasarkan analisis kepuasan pelanggan dan loyalitas mendahului dua
kepentingan atas penerimaan harga. Penelitian ini menemukan saran bahwa
dirasakan keadilan harga dalam industri pelayanan dapat dilihat sebagai
sebuah faktor dalam rangka untuk mempertahankan kepuasan dan loyalitas
pelanggan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh
peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan pelanggan, sedangkan
perbedaannya adalah jenis variabel bebas dimana penelitian ini hanya
meneliti variabel harga saja.
4) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Wayan Edi Arsawan dan
Wayan Suryathi pada tahun 2009 dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan
Pelanggan Terhadap Aplikasi Konsep Penjualan Pada Supermarket Tiara
36
Dewata Group Di Denpasar”. Seratus responden telah disurvey dengan
koesioner dan rekapitulasi atas customer as a partner yang merupakan
kepuasan pelanggan dengan fasilitas fisik, beberapa keuntungan berbelanja
dan pelayanan. Aplikasi yang paling menguntungkan atas customer as a
partner yaitu keuntungan berbelanja. Hasil dari penelitian adalah aplikasi atas
customer as a partner sebagai konsep penjualan yang mana diterapkan di
Tiara Dewata Group dapat mencapai kepuasan pelanggan. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
menganalisis kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah tempat
penelitian, variabel bebas yang digunakan dan waktu pelaksanaan penelitian.
5) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Asmai Ishak pada tahun 2005
dengan judul “Pentingnya Kepuasan Konsumen dan Implementasi Strategi
Pemasarannya”. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam
rangka terciptanya kepuasan konsumen tersebut, perusahaan akan berusaha
untuk mengetahui: (1) minat yang mendasari konsumen membeli produk
mereka; (2) proses pengambilan keputusan pembelian produk tersebut; dan
(3) penilaian (persepsi) para konsumen terhadap produk perusahaan jika
dibandingkan dengan produk pesaing. Dengan memahami ketiga hal tersebut
akan memungkinkan perusahaan untuk memilih metode dan media
komunikasi yang tepat dan sesuai dengan pasar sasarannya dan mempunyai
pedoman untuk menetapkan strategi pelayanan, saluran distribusi, bersaing
dan pengembangan produk di masa yang akan datang. Dalam konsep ini
perusahaan berusaha untuk memuaskan semua stakeholder-nya. Persamaan
37
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
menganalisis variabel bauran ritel, sedangkan perbedaannya adalah jenis
usaha, Lokasi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.
6) Penelitian yang dilakukan oleh Farid Hamdani pada tahun 2009 dengan judul
“Pengaruh Bauran ritel terhadap Citra Toko (Studi pada Persepsi Konsumen
Matahari Departement Store Tunjungan Plaza Surabaya)”. Penelitian ini
berusaha menjelaskan hubungan kausalitas antara elemen bauran ritel, yaitu
antara lain: apakah bauran ritel yang terdiri dari lokasi toko, pelayanan,
produk, harga, suasana toko, karyawan toko, dan metode promosi
berpengaruh terhadap citra toko pada Matahari Department store. Populasi
dalam penelitian ini adalah penduduk kota Surabaya yang pernah berkunjung
ke Matahari Department store dengan jumlah populasi infinite. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dan
penarikan sampel dilakukan dengan accidental sampling serta alat analisis
regresi linier berganda untuk mempengaruhi besarnya pengaruh tersebut.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah
sama-sama menganalisis variabel bauran ritel, sedangkan perbedaannya
adalah lokasi yang diteliti, waktu pelaksanaan penelitian dan variabel
terikatnya.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Raudhah Maria Ulfah pada tahun 2008
dengan judul “Analisis Variabel Pembentuk Kepuasan Konsumen pada Ritel
Hypermarket di Depok”. Pada penelitian ini menyatakan bahwa pengusaha
ritel bersaing dalam memperoleh simpati konsumen diantaranya dengan
38
meningkatkan pelayanan guna mencapai kepuasan konsumen. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti kepuasan konsumen dan variabel kualitas pelayanan sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti berbeda, tahun penelitian
juga berbeda.
8) Penelitian berdasarkan jurnal yang dilakukan oleh Lia Natalia pada tahun
2010 dengan judul “Analisis Faktor Persepsi yang Memengaruhi Minat
Konsumen untuk Berbelanja pada Giant Hypermarket Bekasi”. Penelitian ini
dilakukan untuk menguji pengaruh dari lokasi, kelengkapan produk, kualitas
produk, harga, pelayanan, kenyamanan dalam berbelanja dan promosi secara
bersama maupun secara parsial terhadap minat konsumen untuk berbelanja
dan untuk menganalisis variabel manakah yang paling dominan. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
menganalisis variabel bauran ritel, sedangkan perbedaannya adalah lokasi
penelitian dan tahun pelaksanaan penelitian.
9) Penelitian yang dilakukan oleh Ginanda Paramita pada tahun 2009 dengan
judul
“Pengaruh
Aplikasi
Bauran Pemasaran Terhadap
Kepuasan
Pelanggan Toko Modern (Studi Kasus Pada Carrefour di Depok )”. Dari
perhitungan menggunakan regresi linier berganda, dapat dilihat bahwa tidak
semua variabel bauran pemasaran berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
Dari delapan variabel, terdapat dua variabel yang tidak berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan, yaitu variabel store location
dan
Sedangkan
characteristic,
sisanya
yaitu
variabel
39
product
design exterior.
retail
communication, in store ambience, retail price consideration, dan visual
merchandising
berpengaruh positif
dan customer service berpengaruh
negatif terhadap kepuasan pelanggan. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian dan waktu
pelaksanaan penelitian.
10) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Trisno Musanto pada tahun
2004 dengan judul “Faktor – Faktor Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas
Pelanggan: Studi Kasus pada CV. Sarana Media Advertising Surabaya”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kepusaan
pelanggan mempunyai pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan Iklan
Jitu surat kabar Jawa Pos pada CV.Sarana Media advertising dan variabel
mana yang memberikan kontribusi terbesar pengaruhnya terhadap loyalitas
pelanggan. Dalam penelitian ini menggunakan empat variabel untuk mewakili
kepuasan pelanggan yang meliputi: reliability, response to and remedy of
problems, sales experience dan convenience of acquisition. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa sales experience
memberikan kontribusi
terbesar terhadap loyalitas pelanggan. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti
berbeda dan tahun pelaksanaan penelitian.
11) Penelitian yang dilakukan oleh Agyl Satrio Hutomo pada tahun 2010 dengan
judul “Pengaruh Kualitas Produk dan Tingkat Kepuasan Konsumen
40
Terhadap Loyalitas Pelanggan pada Produk Makanan Tela Krezz Cabang
Bekasi”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas produk dan tingkat
kepuasan konsumen secara bersama – sama berpengaruh terhadap loyalitas
pelangan. Secara parsial kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen juga
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan dimana variabel yang paling besar
pengaruhnya
terhadap
loyalitas
pelanggan
adalah
tingkat
kepuasan
konsumen. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh
peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan pelanggan, sedangkan
perbedaannya adalah jenis usaha yang diteliti dan tahun pelaksanaan
penelitian.
12) Penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Iqbal pada tahun 2009 dengan judul
“Pengaruh Persepsi Nilai, Harapan, dan Kepercayaan Terhadap Kepuasan
Konsumen pada Penyedia Jasa Internet di Jabodetabek”. Dari hasil
penelitian variabel persepsi nilai dan kepercayaan memengaruhi kepuasan
akan PJI secara langsung dan signifikan. Sedangkan untuk variabel harapan
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kepuasan konsumen. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
menganalisis kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis
variabel bebas, lokasi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.
13) Penelitian yang dilakukan oleh Mita Febriana Puspasari pada tahun 2008
dengan judul “Analisis Pengaruh Retail Terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen pada Pamela Swalayan Yogyakarta”. Seorang pengecer
memerlukan lebih dari sekedar menjual produk-produk yang berkualitas dan
41
beragam, menawarkan produk tersebut dengan harga menarik dan
membuatnya mudah didapat oleh konsumen, tetapi juga harus berkomunikasi
dengan para konsumen yang ada sekarang dan calon konsumen. Untuk
melakukan hal ini, mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang
bagaimana, di mana, apa dan kapan para konsumen akan melakukan
pembelian. Para pengecer harus memperhatikan semua faktor yang
mempengaruhi para konsumen, seperti barang dagangan, harga, suasana toko
dan servis pelanggan (customer service). Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel
bauran ritel, sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian dan tahun
pelaksanaan penelitian.
14) Penelitian yang dilakukan oleh Rahman El Junusi pada tahun 2009 dengan
judul “Pengaruh Atribut Produk Islam, Komitmen Agama, Kualitas Jasa dan
Kepercayaan Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Syari’ah
(Pada Bank Muamalat Kota Semarang)”. Hasil penelitian menyatakan bahwa
adanya hubungan positif antara atribut produk dengan kepuasan, pengaruh
komitmen agama terhadap kepuasan nasabah lebih besar pengaruhnya dari
pada atribut produk, analisis data kualitas yang disediakan Bank Muamalat
pengaruhnya signifikan terhadap kepuasan nasabah, pengaruh kepercayaan
terhadap nasabah mempunyai pengaruh yang signifikan dan hasil empiris
menunjukkan kepuasan dan loyalitas mempunyai hubungan positif (0,55), hal
ini menunjukan semakin puas nasabah maka semakin tinggi loyalitas
nasabah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti
42
adalah
sama-sama
menganalisis
kepuasan
pelanggan,
sedangkan
perbedaannya adalah jenis variabel bebas yang digunakan dan tahun
pelaksanaan penelitian.
15) Penelitian yang dilakukan oleh Maksum Ainaini pada tahun 2006 dengan
judul “Studi Terhadap Kepuasan Atas Pelayanan Puskesmas di Surakarta”.
Dari hasil perhitungan komputer menyebutkan bahwa nilai Beta dari kelima
dimensi service quality yaitu assurance sebesar (1,375), reliability sebesar
(0,866), dan emphaty sebesar (0,810). Hal ini dapat dilihat bahwa assurance
mempunyai nilai β paling tinggi, dengan demikian bahwa dimensi assurance
mempunyai pengaruh dominan terhadap kepuasan pelanggan, kemudian yang
kedua adalah variabel reliability, dan ketiga adalah variabel emphaty. Hasil
uji F diperoleh nilai Fhitung (23,393) lebih besar dari Ftabel (2,21). Dengan
demikian hipotesis terbukti bahwa lima dimensi service quality
yaitu
reliability (X1), responsiveness (X2), assurance (X3), emphaty (X4), dan
tangibel (X5) secara bersama – sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan pelayanan pasien puskesmas-puskemas di Surakarta.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah
sama-sama menganalisis kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya
adalah jenis usaha, jenis variabel bebas yang digunakan dan waktu
pelaksanaan penelitian.
16) Jurnal yang dibuat oleh Malcolm Kirkup dan Mohammed Rafiq pada tahun
1994 dengan judul ”Managing Tenant Mix in New Shooping Centres”. Dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat usaha yang
43
letak usahanya berada di daerah pusat perdagangan, akan lebih mudah
mendapatkan perhatian dari calon konsumen. Selain itu, dikatakan bahwa
untuk perkembangan sebuah usaha, maka dibutuhkan sebuah pengembangan
lokasi usaha yang baik dan konsisten untuk dapat bersaing dengan usahausaha baru yang lebih unik dan lebih segar. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama meneliti variabel lokasi
usaha sedangkan perbedaan penelitian ini adalah jenis usaha yang diteliti dan
tahun pelaksanaan penelitian.
17) Jurnal yang dibuat oleh Bert Rosenbloom pada tahun 1986 dengan judul ”The
Trade Area Mix and Retailing Mix : A Retail Strategy Matrix”. Tujuan dari
penelitian ini adalah memberikan petunjuk-petunjuk mengenai pendirian
usaha baru pada suatu area perdagangan dan menambah pengetahuan
mengenai produk untuk suatu usaha baru. Kesimpulannya dari penelitian ini
adalah matriks strategi bauran pemasaran ritel berpengaruh positif terhadap
posisi sebuah usaha dalam suatu area perdagangan. Dengan melakukan
strategi pengembangan yang tepat, maka suatu usaha akan dapat mengikuti
alur dari sebuah area perdagangan. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel
bauran pemasaran ritel, sedangkan perbedaannya pada waktu pelaksanaan
penelitian.
18) Penelitian berdasarkan jurnal yang dilakukan oleh Yu-Jia Hu dengan judul
“Service Quality as Mediator of The relationship Between Marketing Mix
Strategy and Customer Loyalty: The Case of Retailing Store in Taiwan”.
44
Penelitian ini mendukung teori bahwa strategi bauran pemasaran memiliki
dampak signifikan pada loyalitas pelanggan. Penelitian ini menguji secara
komprehensif pengaruh mediasi kualitas pelayanan terhadap hubungan antara
strategi bauran pemasaran dan loyalitas pelanggan untuk pelanggan di toko
ritel Taiwan. Populasi untuk penelitian ini adalah identifikasi sebagai
pelanggan dari empat rantai toko ritel, hasil survei di 200 individu untuk
anailis. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti
adalah sama–sama meneliti variabel bauran pemasaran dan kualitas
pelayanan, sedangkan perbedaanya adalah lokasi penelitian dan tahun
pelaksanaan penelitian.
19) Jurnal yang dibuat oleh Harald Biong pada tahun 1993 dengan judul
”Satisfaction and Loyalty to Supplier within the Grocery Trade”. Penelitian
ini meneliti tentang pengaruh dari komponen-komponen marketing mix
pemasok (salesforce, product, profitability, and marketing support) terhadap
kepuasan dan loyalitas retailernya. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan
bahwa product dan marketing support tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan retailer tetapi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan konsumen individual. Selain itu, dapat
diperoleh kesimpulan bahwa kepuasan dan loyalitas pelanggan memliki
hubungan yang positif. Semakin tinggi kepuasan dari seorang konsumen,
maka loyalitas terhadap sebuah usaha akan semakin tinggi. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan dari konsumen, maka tingkat
loyalitas terhadap sebuah usaha akan semakin rendah. Persamaan penelitian
45
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti
kepuasan konsumen, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha, jenis
variabel bebas serta waktu penelitian.
20) Jurnal yang dibuat oleh Peter Carrol pada tahun 1990 dengan judul
“Upgrading the Retail Customer Mix”. Khusus pada bank yang kehilangan
uangnya sekitar 40% dari konsumen ritel, untuk mengakhiri keadaan ini
dibutuhkan tiga tindakan generik yaitu pricing changes, a revamped
marketing strategy, dan improved customer management. Cara yang paling
efektif untuk meningkatkan keuntungan ritel mungkin bukan dengan
pemotongan harga dengan kebijakan yang pupuler, tetapi bukan dengan
mengubah customer mix. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel bauran ritel dan
kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha dan tahun
pelaksanaan penelitian.
21) Jurnal yang dibuat oleh Alan M. Wilson pada tahun 1992 dengan judul “The
Adoption of a Retail-Oriented Merketing Mix for Bank Branch Operations”.
Jurnal ini mempertimbangkan penekanan saat ini yang sedang berlangsung
dengan ritel bank pada pendistribusian elemen atas bauran pemasaran. Pada
hal tertentu, jurnal ini menunjukkan bahwa ritel bank dalam UK telah
menyadari pentingnya jaringan cabang didalam mencapai keuntungan
kompetitif dan sedang aktif menuju derajat yang lebih besar atau lebih rendah
dalam mengadaptasi orientasi bauran pemasaran ritel untuk operasi cabang
bank. Jurnal ini meneruskan argumennya bahwa bauran belum sukses
46
berkoordinasi sebagai hasil atas pembatasan pengiriman atas pegawai
pemasaran dalam sektor bank. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel bauran ritel
dan kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha, lokasi
penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.
22) Jurnal yang dibuat oleh Koushiki Choudhury pada tahun 2008 dengan judul
“Service Quality: Insight From The Indian Banking Scenario”. Penelitian ini
menyarankan bahwa membedakan konsumen menjadi empat dimensi atas
service quality dalam kasus ini pada industri bank ritel di India yaitu, sikap,
kompetensi, nyata dan kenyamanan. Mengidentifikasi dimensi pokok dari
membangun service quality di industri bank ritel India merupakan langkah
pertama dalam definisi dan penentuan dari service quality. Jurnal ini telah
menarik temuan dari dimensi service quality untuk inisiatif bersaing bahwa
manajer bank dapat membawa peningkatan skill karyawan dan sikap dan
menanamkan budaya pelayanan konsumen. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha, jenis variabel bebas
dan tahun pelaksanaan penelitian.
23) Jurnal yang dibuat oleh Miyuri Shirai pada tahun 2009 dengan judul
“Investigation Of Emotional Responses To An Unexpected Price”. Penelitian
ini menginvestigasi emosional yang timbul dari pengamatan yang tak terduga
mengenai harga tinggi atau rendah, dan bagaimana demikian emosional
berkaitan untuk niat pembelian. Eksperimen ini melakukan
47
untuk
menganalisis isu penemuan ini bahwa emosional netral, kejutan dan
kekaguman, menimbulkan dalam kedua tipe dari pengalaman yang kuat
diantara berbagai emosional yang timbul, ketidakpuasan, kemurungan, dan
frustasi merupakan rasa pengalaman negatif sangat kuat dan senang, gembira,
antusias, puas dan senang merupakan rasa pengalaman positif sangat kuat.
Selain itu, terlebih emosional adalah ditemukan untuk menjadi perantara dari
efek atas pengalaman harga dalam niat pembelian. Struktur dari harga
emosional yang tak terduga adalah dari investigasi dan ditemukan menjadi
lebih simpel dalam membandingkannya. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis variabel bebas, lokasi
penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian.
24) Jurnal yang dibuat oleh L. Lynn Judd, Barry T. Lewis dan Jon R.Nance pada
tahun 1989 dengan judul “Pricing Strategies In The Small Business Retail
Grocery Area: Can They Affect Retail Profitability”. Objek primer dalam
penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan diantara perkerjaan dari
strategi seleksi harga dan keuangan yang sukses dari anggota toko atas
kooperatif toko ritel. Tujuan penelitian ini adalah dirasakannya situasi
persaingan dari toko retail telah masuk dalam hubungan ini. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
menganalisis bauran pemasaran ritel dan kepuasan pelanggan, sedangkan
perbedaannya adalah jenis usaha, lokasi penelitian dan waktu pelaksanaan
penelitian.
48
25) Jurnal yang dibuat oleh Charles Dennis,Tino Fenech dan Bill Merriles pada
tahun 2005 dengan judul “Sale the 7 Cs: Teaching/Training Aid For The (e-)
Retail Mix”. Penemuan atau hasil dari penelitian diringkas kedalam kerangka
kerja bahwa mempunyai tujuh komponen terkait dengan “C” yang membantu
menghapalkan. Dimulai dari C1 untuk kenyamanan, C2 untuk nilai dari
konsumen dan keuntungan, C3 untuk biaya bagi konsumen, C4 untuk
komputasi dan kategori manajemen, C5 untuk hak konsumen, C6 untuk
layanan konsumen dan servis, dan C7 untuk komunikasi dan hubungan
konsumen. Ini disederhanakan dalam menghapal dan ini hal baru dalam (e-)
retail. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti
adalah sama-sama menganalisis variabel bauran pemasaran ritel dan
kepuasan pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha, lokasi dan
tahun pelaksanaan penelitian.
2.3. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan studi–studi terdahulu yang relevan, maka
rumusan hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. H1 : Ada pengaruh yang positif antara faktor harga terhadap kepuasaan
konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi
2. H2 : Ada pengaruh yang positif antara faktor merchandise terhadap
kepuasaan konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi
3. H3 : Ada pengaruh yang positif antara faktor Layanan terhadap
kepuasaan konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi.
49
4. H4 : Ada pengaruh yang positif antara faktor Lokasi terhadap
kepuasaan konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi.
5. H5 : Ada pengaruh yang positif antara faktor Promosi terhadap
kepuasaan konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi.
6. H6 : Ada pengaruh yang positif antara faktor Atmosfer Toko terhadap
kepuasaan konsumen pada Toko Bahan Bangunan UD. Tiasari Nadi
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Harga (X1)
Merchandise(X2)
Kepuasaan (Y)
Pada Toko Bahan
Bangunan UD
Tiasari Nadi
Layanan(X3)
Lokasi(X4)
Promosi(X5)
Atmosfer
gerai(X6)
50
Download