BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Kebijakan Deviden
Dividen adalah bagian dari laba bersih yang diberikan kepada para
pemegang saham sebagai bentuk atas penyertaan modal yang mereka berikan
kepada sebuah perusahaan. Laba itu sendiri diperoleh dari selisih pendapatan atas
biaya-biaya yang menyertainya dalam satu periode tertentu. Berdasarkan hal ini,
laba sering digunakan dalam pengambilan keputusan seperti halnya sebagai salah
satu pedoman investasi, pengenaan pajak, dan juga kebijakan dividen. Kebijakan
dividen dapat diartikan sebagai kebijakan yang berkaitan dengan pembayaran
dividen oleh sebuah perusahaan yang di dalamnya juga terdapat masalah tentang
penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba yang ditahan (retained
earnings).
Rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai Dividend
Payout Ratio (DPR). Karena kelebihan laba bersih di atas dividen itu menjadi laba
ditahan maka keputusan DPR inclusive mengenai laba ditahan. Sepintas, para
pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang
dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini
semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan
menggunakan laba ditahan ini mempunyai cost of capital yang paling kecil
dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian, keputusan
dividen akan mengacu pada suatu kebijakan dividen (dividend policy) yang
9
optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan.
Ditinjau dari tujuan memaksimumkan rentabilitas modal sendiri, maka
kebijakan dividen perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan tingkat bunga.
Dikatakan demikian, karena apabila kebijakan menetapkan bahwa laba ditahan
semakin besar berarti perusahaan itu menggunakan metode pendanaan dengan
menambah modal sendiri, yakni pendanaan intern. Diketahui bahwa rentabilitas
modal sendiri hanya akan naik dengan menggunakan:
(a) modal pinjaman apabila rentabilitas aktiva > tingkat bunga
(b) modal sendiri apabila rentabilitas aktiva < tingkat bunga
Karena penggunaan laba ditahan itu hanya akan menambah jumlah modal
sendiri, maka penambahan laba ditahan hanya akan favourable pada waktu
rentabilitas aktiva < tingkat bunga. Sebaliknya, penambahan laba ditahan pada
kondisi di mana rentabilitas aktiva > tingkat bunga hanya akan menurunkan
rentabilitas modal sendiri. Apabila pengurangan laba ditahan itu terpaksa
menambah hutang untuk membiayai suatu proyek di mana rentabilitas aktiva <
tingkat bunga maka pengurangan laba ditahan itu hanya akan menurunkan
rentabilitas modal sendiri. Akan tetapi, disadari bahwa penggunaan laba ditahan
ini memang disukai oleh manajer karena biaya laba ditahan (cost of retained
earnings) lebih murah dibandingkan dengan biaya saham baru (cost of new
common stock). Di samping pertimbangan biaya modal, pengeluaran saham baru
berarti bisa mengganggu pengawasan suara dalam pemilikan saham.
10
2.1.1.1 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden suatu
perusahaan adalah sebagai berikut: (Dermawan Sjahrial, 2009)
a. Posisi likuiditas perusahaan
Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang
harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan
besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh
karena deviden merupakan arus kas keluar, oleh karena itu makin kuat posisi
likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar deviden. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh secara rendabel
(Perusahaan yang masih mencari keuntungan), mungkin tidak begitu kuat posisi
likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya tertanam dalam aktiva tetap dan
modal kerja sehingga kemampuanya untuk membayarkan deviden sangat terbatas.
Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusankeputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya.
b. Kebutuhan untuk membayar hutang
Perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk
membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus merencanakan terlebih
dahulu bagaimana caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Apabila
perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba
ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatanya
untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian kecil saja
pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden.
11
c. Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, semakin besar
kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya.
Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya
daripada dibayarkan sebagai deviden dengan mengingat batasan-batasan
biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian
rupa, maka perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan yang mapan, dimana
kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal
atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang
demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi.
d. Pengawasan terhadap perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya
dengan dana yang berasal dari intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas
pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil
penjualan saham baru akan melemahkan kontrol atau pengawasan dari kelompok
dominan didalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dari
utang akan menambah risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan
intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, berarti
mengurangi “dividend payout ratio”.
2.1.1.2 Bentuk-bentuk Kebijakan Dividen
Banyak faktor lain yang ikut berperan dalam penetapan besarnya
pembayaran dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai
12
bentuk-bentuk kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu perusahaan.
Menurut Awat terdapat empat bentuk kebijakan dividen, yaitu:
1. Kebijakan yang stabil (stable dividend-per-share policy), yakni jumlah
pembayaran dividen yang sama besar dari tahun ke tahun. Salah satu alasan
mengapa sebuah perusahaan mengambil kebijakan ini adalah untuk menjaga
kesan para investor terhadap perusahaan tersebut. Apabila sebuah perusahaan
menerapkan kebijakan yang stabil berarti pendapatan bersih perusahaan
tersebut juga stabil dari tahun ke tahun.
2. Kebijakan deviden payout ratio yang tetap (constant devidend payout ratio
policy), yakni sebuah kebijakan dimana jumlah deviden akan berubah sesuai
dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio antara dividen dan laba ditahan tetap
sama.
3. Kebijakan kompromi (compromise policy), yakni suatu kebijakan dividen yang
terletak antara kebijakan dividen per saham yang stabil dan kebijakan dividen
output ratio yang konstan ditambah dengan persentasi tertentu pada tahuntahun yang mampu menghasilkan laba bersih yang tinggi.
4. Kebijakan dividen residual (residual dividend policy) adalah sebuah kebijakan
yang dikeluarkan perusahaan apabila sedang menghadapi sebuah kesempatan
investasi yang tidak stabil sehingga manajemen menghendaki agar dividen
hanya dibayarkan ketika laba bersih tinggi.
2.1.1.3 Dividen Merupakan Informasi yang Tidak Relevan
Beberapa
kalangan
berargumen
bahwa
kebijakan
dividen
tidak
mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya
13
modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan,
maka hal tersebut tidak relevan.
Pendukung utama dari teori ini adalah Merton Miller dan Franco
Modigliani atau lebih dikenal dengan MM. Mereka berpendapat bahwa
bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak mempengaruhi harga saham,
sebab dalam pasar modal sempurna (perfect capital market) para pemegang
saham tidak membedakan antara cash dividend dan retained earnings. Karena itu,
MM menyatakan bahwa tidak ada dividend payout ratio yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi
di bawah ini: (Dermawan Sjahrial, 2009)
1.
Pasar modal sempurna, di mana para investor adalah rasional. Prakteknya
sulit di ditemui di pasar modal yang sempurna.
2.
Tidak ada biaya emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru
(flotation costs) itu pasti ada.
3.
Tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada.
4.
Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prekteknya kebijakan
investasi perusahaan pasti berubah.
2.1.1.4 Teori Bird in The Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon(1959) dan John Lintner(1956)
yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio
pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap
14
penerimaan keuntungan modal (capital gains) yang dihasilkan dari laba yang
ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen.
Investor merasa bahwa pembayaran dividen merupakan penerimaan yang
pasti jika dibandingkan dengan capital gain, hal ini sejalan dengan pernyataan
Gordon dan Lintner. Mereka membuat kiasan atas fenomena ini dengan sebutan
bird in hand theory. Kiasan tersebut memiliki arti bahwa satu burung di tangan
lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara.
Bertolak belakang dengan apa yang telah diungkapkan oleh Gordon dan
Linter, MM berpendapat jika investor memiliki rencana untuk menginvestasikan
kembali dividen mereka dalam saham di perusahaan yang bersangkutan atau
perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat resiko dari arus kas
perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat arus
kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividen yang dikeluarkan
perusahaan tersebut ( Dermawan 2009:312).
2.1.1.5 Teori Preferensi Pajak
Kebijakan dividen yang optimal dalam perusahaan adalah sebuah
kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Dalam banyak hal, dividen
sering diperlakukan sebagai pertimbangan terakhir setelah pertimbangan investasi
dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa
investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang
tinggi, yaitu:
15
1.
Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan
dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham)
mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke
dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan
kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan
menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.
2.
Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada
efek nilai waktu.
3.
Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama
sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin
lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian
para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian
dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya
tinggi( Dermawan 2009:313).
2.1.1.6 Teori “Signaling Hypothesis,”
Dalam teori ini dijelaskan bahwa dengan adanya kenaikan dividen maka
sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Demikian pula sebaliknya. Menurut
Modigliani dan Miller kenaikan deviden biasanya merupakan suatu “signal
(tanda)” kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya suatu penurunan dividen
atau kenaikan dividen yang dibawah normal (biasanya) diyakini investor sebagai
16
pertanda(signal) bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di waktu mendatang
( Dermawan 2009:313).
2.1.1.7 Clientele Effect Theory
Clientele Effect ini adalah sebuah kecenderungan sebuah perusahaan untuk
menarik jenis investor tertentu yang menyukai kebijakan dividen mereka teori ini
menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda memiliki preferensi yang
berbeda terhadap kebijaksanaan dividen perusahaan. Sebagai contoh, kelompok
investor yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai tingkat
divident payout ratio yang tinggi. Sebaliknya, kelompok investor dengan
preferensi tingkat pajak yang tinggi akan menghindari dividen karena dividen
memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan capital gain
(Dermawan 2009:314).
2.1.1.8 Teori Keagenan
Agency Theory adalah teori yang menjelaskan agency relationship dan
masalah-masalah yang ditimbulkannya (Jensen dan Meckling, 1976) dikutip dari
Ratih (2011).. Agency relationship merupakan hubungan antara dua pihak, dimana
pihak pertama bertindak sebagai prinsipal/pemberi amanat dan pihak kedua
disebut agen yang bertindak sebagai perantara yang mewakili prinsipal dalam
melakukan transaksi dengan pihak ketiga. Pada agency theory yang disebut
prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen
yang mengelola perusahaan.Pihak prinsipal memberi kewenangan kepada agen
untuk melakukan transaksi atas nama prinsipal dan diharapkan dapat membuat
17
keputusan terbaik bagi prinsipalnya (Hartono dan Atahau, 2007) dikutip dari
Ratih (2011).
Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan
oleh hubungan antara investor dan manajemen perusahaan, baik board of
directors maupun board of commissioners. Persoalannya adalah diantara kedua
pihak tersebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan. Perbedaan tersebut
mengakibatkan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang
mengakomodasi kepentingan pihak pemegang saham. Hal inilah biasa dikenal
dengan agency problem (masalah keagenan).
Masalah keagenan dapat timbul jika manajer suatu perusahaan memiliki
kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut. Jika suatu perusahaan
berbentuk perseorangan dan dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat
diasumsikan bahwa manajer-pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan
yang mungkin untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam
bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan fasilitas eksekutif seperti tunjangan,
kantor yang mewah fasilitas transportasi dan sebagainya. Akan tetapi, jika
manajer-pemilik tersebut mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk
perseroan dan menjual sebagian sahamnya kepada pihak lain (pihak luar), maka
pertentangan kepentingan bisa segera muncul.
Sebagai contoh dari hal tersebut adalah, manajer-pemilik mungkin saja
tidak gigih lagi dalam memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena
bagiannya atas kekayaan tersebut telah berkurang, atau mungkin saja dia
menetapkan gaji yang besar bagi dirinya, atau menambah fasilitas eksekutif,
18
karena diantaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya. Kemungkinan
timbulnya pertikaian diantara kedua kelompok ini (manajer sebagai agen dan
prinsipal sebagai pemegang saham dari luar) merupakan salah satu bentuk dari
masalah keagenan.
Jensen dan Meckling (dalam Ratih, 2011) mengemukakan teori keagenan
yang menjelaskan bahwa kepentingan manajemen dan pemegang saham
seringkali bertentangan, sehingga bisa terjadi konflik diantara keduanya. Hal
tersebut disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya
pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut, karena
pengeluaran tersebut akan menambah cost (biaya) perusahaan yang menyebabkan
penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima.
Pemegang saham menginginkan agar cost (biaya) tersebut dibiayai oleh utang,
tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa utang mengandung risiko
yang tinggi. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan (monitoring) yang dapat
mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya
mekanisme pengawasan ini menyebabkan timbulnya suatu cost (biaya) yang
disebut agency cost.
2.1.2 Insider Ownership
Insider ownership adalah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki
oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat secara
langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976)
dikutip dari Arvindra (2011).
19
Insider ownership juga dapat digunakan untuk mengukur biaya agen.
Dengan semakin meningkatnya kepemilikan manajemen, maka biaya agensinya
juga akan ikut turun, dengan asumsi bahwa manajer tersebut tetap mengharapkan
peningkatan kesejahteraan yang lebih pada keputusannya.
Dengan semakin meningkatnya insider ownership, maka informasi yang
dimiliki oleh manajer yang juga sekaligus pemilik tersebut juga akan lebih
lengkap. Hal tersebut membuat biaya agen yang dibutuhkan untuk memonitoring
semakin kecil sebab pemilik sudah ikut merangkap sebagai manajemen.
Untuk itu, apabila insider ownership semakin besar maka biaya agen yang
mungkin muncul dapat ditekan, serta manajer memiliki kekuatan yang lebih besar
dalam menentukan kebijakan dividen. Berdasarkan kondisi tersebut, maka
biasanya manajer lebih cenderung untuk membatasi dividen dan menggunakan
dana yang ada untuk kepentingan perusahaan di masa yang akan datang.
2.1.3
Resiko Pasar (β)
Peningkatan beta (β) menggambarkan semakin tingginya resiko pasar.
Menurut D’Souza dan Saxena (dalam Arvindra, 2011:17), nilai beta (β) digunakan
sebagai indikator pasar. Ketika nilai beta suatu perusahaan meningkat, hal tersebut
menggambarkan bahwa resiko pasar yang dimiliki perusahaan tersebut juga ikut
meningkat. Hal itu menjadi sebuah hal yang cukup sensitif bagi sebuah
perusahaan di dalam dunia bisnis sebab kondisi tersebut dapat menyebabkan
perusahaan memperoleh kesulitan dalam mendapatkan dana tambahan dari luar
untuk membiayai investasi mereka di masa depan.
20
Perusahaan enggan untuk menurunkan dividen, jika perusahaan memotong
dividen, maka hal tersebut dianggap sebagai sinyal buruk karena dianggap
perusahaan membutuhkan dana. Untuk perusahaan dengan resiko yang tinggi,
probabilitas untuk mengalami laba menurun juga akan tinggi. Resiko dalam
saham itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Resiko sistematis (systematic risk)
Resiko yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti halnya inflasi,
resesi, suku bunga yang tinggi, dan keadaan perang. Resiko ini tidak dapat
dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab faktor-faktor tersebut mempengaruhi
saham secara negatif.
2. Resiko diversifikasi (difersifiable risk)
Resiko yang disebabkan oleh kejadian acak seperti perkara hukum,
pemogokan, program pemasaran yang sukses dan tidak sukses. Resiko ini dapat
dihilangkan dengan cara diversifikasi, sebab resiko ini muncul karena kejadian
yang bersifat acak.
Risiko Pasar atau beta (β) seperti telah dijelaskan sebelumnya
penyebabnya adalah faktor ekonomi makro seperti kinerja perekonomian suatu
negara. Perubahan dalam ekonomi makro seperti tingkat inflasi atau tingkat suku
bunga akan menyebabkan perubahan dalam struktur modal, aliran kas, kewajiban
finansialnya, besarnya piutang dan lain-lain pada semua perusahaan. Perubahan
pada kondisi keuangan perusahaan tersebut selanjutnya akan menyebabkan beta
(β) juga akan berubah, sedangkan perubahan kondisi keuangan perusahaan akan
tercermin dalam laporan keuangan dan rasio keuangan. Dengan demikian maka
21
sangat relevan apabila memprediksi beta (β) dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan dalam laporan keuangan perusahaan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Peneliti
Dedeh Sri
Sudaryanti
(2009)
Judul
Penelitian
Pengaruh
Generalized
Agency Cost, Least Square
Risiko Pasar,
Kesempatan
Investasi
Terhadap
Kebijakan
Dividen
Ratih Fitria Pengaruh
Sari
Kepemilikan
Manajerial,
(2010)
Kebijakan
Utang,
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan
Dan
Kesempatan
Investasi
Terhadap
Kebijakan
Dividen
Ina
Sariwati
(2011)
Metode
Penelitian
Regresi
berganda
Variabel
Penelitian
Variabel
terikat:
Terdapat
pengaruh
yang signifikan antara
institutional
Kebijakan
ownership,
insider
Dividen
ownership,
kepemilikan saham
Variabel
oleh publik, beta, dan
bebas:
kesempatan investasi
Agency Cost, terhadap
kebijakan
Risiko Pasar, dividen
Kesempatan
Investasi
Variabel
terikat:
kebijakan
dividen
Variabel
bebas:
Kepemilikan
Manajerial,
Kebijakan
Utang,
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan,
Kesempatan
Investasi
Analisis
Regresi
Pengaruh
berganda
Insider
Ownership,
Free
Cash
Flow,
dan
Profitabilitas
Variabel
terikat:
Dividend
Payout Ratio
Variabel
22
Hasil Penelitian
Kepemilikan
manajerial dan ukuran
perusahaan
tidak
mempengaruhi DPR,
kesempatan investasi
dan profitabilitas tidak
berpengaruh
negatif
terhadap
DPR,
sedangkan kebijakan
utang
berpengaruh
negatif terhadap DPR
insider ownership, free
cash
flow,
dan
profitabilitas
secara
bersama-sama
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
Christina
Heti Tri
Rahmawati
(2011)
2.3
Terhadap
Dividend
Payout Ratio
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
(BEI)
bebas:
Pengaruh
Regresi
Insider
berganda
Ownership,
Institutional
Ownrship,
Dispersion
of Ownership,
Tingkat
Pertumbuhan
Perusahaan,
dan Risiko
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan
Dividen pada
Perusahaan
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
Periode 20032006
Variabel
terikat:
dividend payout ratio.
Insider
Ownership,
Free
Cash
Flow,
dan
Profitabilitas
kebijakan
dividen
variabel
bebas:
Insider
Ownership,
Institutional
Ownrship,
Dispersion of
Ownership,
Tingkat
Pertumbuhan
Perusahaan,
dan Risiko
Perusahaan
(1) insider ownership
berpengaruh
negatif
dan tidak signifikan
terhadap
kebijakan
dividen,
(2)
institutional
ownership,
tingkat
pertumbuhan
dan
risiko
perusahaan
berpengaruh
negatif
dan signifikan
terhadap
kebijakan
dividen, (3) dispersion
of
ownership
berpengaruh
positif
dan tidak signifikan
terhadap
kebijakan
dividen.
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yaitu menjelaskan hubungan antara insider ownership,
risiko pasar terhadap kebijakan dividen. Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
23
Insider ownership
Kebijakan Dividen
Risiko Pasar
Gambar 2.2
2.3.1
Pengaruh Insider Ownership terhadap Kebijakan Dividen
Dalam kaitannya dengan teori keagenan, apabila insider ownship semakin
meningkat, maka biaya agensi akan semakin menurun, sepanjang manajer tersebut
mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya. Semakin besar
kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki oleh manajemen
sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut mengakibatkan biaya
agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap sebagai manajemen
sehingga biaya pengawasan berkurang.
Karena informasi yang dimiliki oleh insider terutama informasi mengenai
rencana-rencana perusahaan yang akan datang sangat lengkap, maka hal ini akan
membawa pengaruh yang besar terhadap kepentingannya dalam menetapkan
kebijakan dividen. Untuk itu semakin besar kepemilikan insider yang artinya semakin
kecil biaya agen, dan semakin besar kekuatan untuk dalam menentukan kebijakan
dividen. Sehingga dengan demikian manajemen akan cenderung untuk mengurangi
pembayaran dividen dan menggunakan dananya untuk memperbesar atau memperluas
usahanya.
24
2.3.2 Pengaruh Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen
Peningkatan beta (β) mencerminkan semakin tingginya risiko pasar. Semakin
tinggi tingkat risiko yang harus ditanggung perusahaan, maka akan semakin sulit bagi
perusahaan tersebut untuk memperoleh dana eksternal. Sehingga, perusahaan harus
membiayai kebutuhan investasinya dengan menggunakan dana internal. Sebagai
akibatnya, dividen yang dibagikan menjadi semakin kecil.
Berdasarkan teori risk and return, semakin tinggi tingkat risiko suatu
perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor. Apabila risiko
yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan
pernah ada investor yang mau berinvestasi di perusahaan tersebut. Return perusahaan
bisa berupa dividen ataupun capital gain. Namun, berdasarkan pada teori Bird in The
Hand, investor lebih menyukai dividen dibandingkan dengan laba ditahan. Dengan
demikian, risiko pasar akan berpengeruh terhadap kebijakan manajer dalam
menentukan keputusan pembagian laba perusahaan.
2.4
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H1 : Terdapat pengaruh insider ownership terhadap kebijakan dividen.
H : Terdapat pengaruh risiko pasar terhadap kebijakan dividen.
2
25
Download