BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Marketing
Menurut Thompson & Strickland (2003:13), manajemen pemasaran adalah
proses merencanakan dan menjalankan konsep, penentuan harga, promosi, dan
tempat atau saluran distribusi dari ide-ide, produk, dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memberikan dampak saling menguntungkan. Sedangkan menurut
(Lamb Hair & McDaniel 2001:6), marketing merupakan suatu proses perencanaan
dan menjalankan konsep harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan
organisasi. Pemasaran juga dapat diartikan sebagai proses sosial dengan mana
individu-individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan
inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan bertukar produk dan jasa yang bernilai
secara bebas dengan orang lain (Philip Kotler). Philip Kotler dalam bukunya
Marketing Management-Eleventh Edition membedakan pengertian definisi marketing
ke dalam dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih diarahkan pada
aturan marketing yang digunakan dalam masyarakat, dimana seorang marketing
menyebutkan hal itu sebagai sebuah aturan untuk “memberikan sebuah standard
hidup yang lebih tinggi”.(Kotler ,2003, p.8). Berdasarkan aspek sosial tersebut diatas,
secara lengkap marketing didefinisikan sebagai proses sosial antara individual
maupun kelompok didalam mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya melalui
6 7 penciptaan (creating), penawaran (offering) dan kebebasan tukar menukar (free
exchanging) produk dan jasa satu sama lain (Kotler, 2003, p.9) sedangkan secara
manajerial, marketing dideskripsikan sebagai “seni menjual produk”. Namun, kita
akan dikejutkan bahwa pada dasarnya bagian terpenting didalam marketing adalah
bukan penjualan itu sendiri. Penjualan hanya merupakan sebagian kecil dari
marketing.
The American Marketing Association, marketing didefinisikan sebagai proses
perencanaan dan eksekusi konsep, penentuan harga (pricing), promosi (promotion),
dan pendistribusian ide (distribution ideas) barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang dapat memuaskan pelanggan dan tujuan perusahaan (Philip Kotler,
2003, p.9). Sedangkan kamus MSN Encarta, menjelaskan marketing sebagai sebuah
aktivitas bisnis yang membangkitkan keinginan mereka untuk membeli. Marketing
itu sendiri mencakup masalah pembentukan harga dan packaging produk serta
penciptaan permintaan dengan kampanye penjualan dan iklan.
2.2 Brand
“Branding is the art and cornerstone of marketing” (Kotler; p.418). Penamaan
merek adalah seni dan batu penjuru bagi pemasaran, hal ini menunjukkan betapa
merek merupakan suatu hal yang sangat bernilai sehingga ia dijadikan sebagai
penjuru, pengarah kemana suatu produk itu akan dibawa nantinya. Apa yang
diharapkan muncul dibenak konsumen saat pertama kali suatu merek itu diberikan
dapat membentuk gambaran produk tersebut dalam benak pelanggannya dan jika
8 seorang konsumen sudah merasakan betapa dekatnya asosiasi mereka dengan produk
yang mereka gunakan dengan bukti kualitas dan pelayanan yang memuaskan maka
kemungkinan seorang konsumen untuk mengulangi kembali pembelian terhadap
produk tersebut akan sangat menjanjikan.
Fungsi brand sebagai pembeda suatu produk dengan produk lainnya adalah
hal yang sangat penting. Semakin sering ataupun semakin unik suatu brand, maka
secara tidak langsung akan mudah bagi customer untuk mengingatnya. Brand bisa
menjadi mind set bagi seseorang jika seseorang itu telah mengalami komunikasi
(proses pengiriman pesan) dan pengalaman terhadap brand tersebut berdasarkan
pengalaman emosional ataupun telah mengalami fungsi dari produk suatu brand
tersebut(Keller, K.L., 2003, p4). Semakin ketatnya persaingan antar produk yang
sejenis, maka semakin penting pula brand itu ada. Tantangan yang dihadapi suatu
brand sangatlah banyak, misalnya mahalnya biaya untuk menciptakan suatu brand,
image dari media atas tanggapan brand, konsumen yang belum tentu bisa menerima
brand tersebut. Oleh karena itulah peran marketer sangatlah penting untuk mengerti
keinginan konsumen, brand yang ada, serta hubungan diantara keduanya. Jadi suatu
merek membedakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Merek
sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur,
manfaat, dan jasa kepada pembeli.
Dalam disertasi yang ditulis oleh Otto (2002), terdapat definisi brand oleh
Farquhar (1992) yaitu nama, simbol, design, atau tanda yang dapat meningkatkan
nilai dari suatu produk melebihi nilai fungsionalnya. David Ogilvy, founder dari the
9 advertising agency Ogilvy & Mather, mendefinisikan brand sebagai simbol yang
kompleks. Brand adalah sejumlah atribut-atribut produk yang intangible, mulai dari
nama, kemasan, harga, sejarah, reputasi, dan cara promosinya. Brand juga
didefinisikan oleh pelanggan sebagai impresi (kesan dan tanggapan) dari orang-orang
yang menggunakannya sendiri. Aaker (1996,p.9) merek adalah nama dan suatu
simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan
maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah
kelompok penjual tersebut. Sedangkan Stanton (1996,p269), merek adalah nama,
istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang
dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan penjual.
American Marketing Association (dalam Gronroos, 2000) mendefinisikan
merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau beberapa ciri-ciri lainnya,
yang mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual
sebagai pembeda dari para penjual lainnya. Pernyataan di atas memberikan
pengertian, bahwa merek merupakan identitas bagi suatu perusahaan atau produk dari
suatu perusahaan. Identitas dimaksud dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, yang
akan memberikan sekumpulan informasi bagi pelanggan dalam mengenali suatu
perusahaan atau produknya. Informasi perusahaan atau produk yang memiliki
identitas yang kuat dan jelas, akan membuat pelanggan dapat membedakan
perusahaan atau produk dibanding para pesaingnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur,
yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca,
10 serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik.
Merek selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga
mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa
yang hendak dibeli.
Secara garis besar merek dapat memiliki enam tingkat pengertian yaitu:
a. Sifat (attribute)
Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu
sendiri dan mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
b. Manfaat (benefit)
Merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Atribut perlu diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan/atau emosional
c. Nilai (value)
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai produsen
d. Budaya (culture)
Merek juga mewakili budaya tertentu
e. Kepribadian (personality)
Merek dapat juga mencerminkan kepribadian dari penguna
f. Pemakai (user)
Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut.
11 Nama merek yang sudah terkenal merupakan asset yang sangat berharga bagi
perusahaan. Karena itu, merek harus dapat mencerminkan:
a. Keunggulan produk dan relevan dengan produk yang disandangnya.
b. Mudah diucapkan, mudah dikenali, dan mudah diingat
c. Sesuai dengan kategori produk
d. Memberikan image positif
Aaker (1996: 13) membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap
sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain:
1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan
harga. Tidak ada kesetiaaan terhadap merek tersebut.
2. Konsumen puas. Konsumen tidak mempunyai alasan untuk mengganti ke
merek lain.
3. Konsumen puas dan akan menimbulkan biaya dengan mengganti ke merek
lain.
4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
Buchholz dan Wordermann (2000: 10) dalam bukunya “What Makes Winning
Brands Different” mengatakan bahwa merek yang menang dalam pasaran adalah
merek yang selalu melekat dalam pikiran konsumen dan akan membuat konsumen
tersebut termotivasi untuk memilikinya yang kemudian lebih dikenal dengan teori
Buchhloz-Wordermann (B|W Method). Dalam tujuannya agar sebuah merek dapat
melekat dalam pikiran konsumen. Metode B|W terbagi atas lima hukum universal
12 yang dapat diterapkan dalam semua lini produk dan pelayanan yang ada, yaitu:
1. Keunggulan dan Janji (Benefit & Promises). Konsumen lebih memilih merek
dari produk yang dapat menawarkan nilai lebih atau keunggulan dibanding
dengan produk lain. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Benefit &
Promises:
a. Mengarahkan kepada kepentingan hidup konsumen
b. Menghilangkan ancaman pada konsumen
c. Memberikan semangat kepada konsumen
d. Mencari nilai lebih yang terdapat dalam merek
e. Membuat merek sebagai pemicu dalam pikiran konsumen
2. Norma dan Nilai (Norm & Values). Konsumen lebih memilih merek yang dapat
memecahkan, mencegah masalah dan gejolak antara norma-norma dan nilainilai yang dipercaya. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Norm &
Values:
a. Menghilangkan rasa bersalah.
b. Memberikan rasa bangga kepada konsumen.
c. Memaparkan ketidak-konsistenan.
d. Menghilangkan rasa tabu.
3. Persepsi dan Program (Perception & Program). Konsumen lebih memilih
sebuah merek karena persepsi dan kebiasaan yang diarahkan pada merek
tersebut sebagai suatu pilihan yang logis. Persepsi yang baik akan tercipta bila
konsumen mempunyai penilaian yang bagus terhadap merek tersebut. Aturan-
13 aturan untuk pengembangan metode Perception & Program:
a. Membuat batasan wilayah.
b. Masuk ke pasar lain.
c. Memposisikan merek.
d. Membalikkan kekurangan.
e. Menciptakan kembali suatu kebiasaan.
4. Identitas dan Ekspresi Diri (Identity & Self Expression). Konsumen lebih
memilih merek yang dapat mengekspresikan karakter dan identitas yang ingin
mereka miliki. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Identity & Self
Expression:
a. Menunjukkan karakter
b. Mendukung suatu ideologi
c. Menciptakan rasa kekeluargaan
d. Menciptakan rasa kepahlawanan
e. Ekspresi pesan pribadi
5. Cinta dan Emosi (Love & Emotion). Konsumen lebih memilih sebuah produk
atau pelayanan tertentu karena mereka mencintai mereknya. Loyalitas
merupakan loncatan dari rasa suka ke rasa cinta, bila konsumen hanya
menyukai merek anda maka bukan tidak mungkin mereka akan pindah begitu
merek lain memberikan diskon. Aturan-aturan untuk pengembangan metode
Love & Emotion:
a. Menjadi teman
14 b. Pencabangan ke dalam emosi
c. Membina rasa rindu
d. Membangkitkan rasa empati
2.3 Price
Harga adalah jumlah uang yang dikenakan untuk suatu produk atau jasa
(Kotler, amstrong). Harga adalah jumlah dari semua nilai yang ditawarkan untuk
mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Harga
adalah satu-satunya unsur dalam marketing mix yang menghasilkan pendapatan;
semua unsur-unsur lain mengeluarkan biaya. Harga juga merupakan elemen paling
fleksibel dalam marketing mix.
Customer
perceptio
Price
Other internal and external
considerations
Marketing strategy,objectives,and mix
Nature of the market and demand
Product
costs
Price
Gambar 2.1 Major consideration in setting price
Harga tidak hanya mewakili biaya sebuah item, tetapi juga berkonotasi pada
tingkat kualitas baik bagi merek dan produk dan, tingkat kepuasan yang akan
diharapkan (Erickson dan Johansson, 1985, Assael, 1995). Umumnya harga adalah
isyarat penting untuk menentukan kualitas ketika ada beberapa isyarat-isyarat lain
yang tersedia, jika produk tidak dapat dievaluasi sebelum dibeli dan jika ada tingkat
risiko dalam membuat pilihan yang salah (Dodds dan Monroe, 1985; Zeithaml,
1988). Harga yang tinggi merupakan tanda bahwa
kualitas produk merupakan
15 kualitas unggulan. Oleh karena itu, untuk beberapa barang tertentu, pelanggan
mungkin akan menolak barang-barang murah hanya untuk menghindari risiko
ketidakpuasan (Kotler, 2003).
Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari
suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri. Sementara
perilaku konsumen menurut Kotler (2000) dalam Kotler and Keller (2006),
dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan, kondisi
ekonomi) serta psikologi (motivasi, persepsi, percaya). Sedangkan menurut
Schiffman & Kanuk (2000) persepsi adalah suatu proses dari seorang individu dalam
menyeleksi, mengorganisasikan, dan menterjemahkan stimulus-stimulus atau
informasi yang datang menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Dengan demikian
penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari
setiap individu tidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang
dilatar-belakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Dalam
kenyataannya konsumen dalam menilai harga suatu produk, sangat tergantung bukan
hanya dari nilai nominal secara absolut tetapi melalui persepsi mereka pada harga
(Nagle & Holden, 1995) dalam Isman Pepadri (2002). Secara umum persepsi
konsumen terhadap harga tergantung dari perception of price differences (persepi
mengenai perbedaan harga) dan reference prices (referensi harga).
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu
harga. Pertama, perception of price differences, menurut hukum Weber-Fechner,
dalam buku The Strategic dan Tactics of Pricing: A Guide to Growing More
16 Profitably (Nagle & Hogan, 2006), pembeli cenderung untuk selalu melakukan
evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar
yang diketahui. Sebagai contoh, PT. Excelcomindo Pratama Tbk menawarkan
produk-produk berkualitas dengan nilai harga yang tinggi dianggap sebagai satu hal
yang relevan dan rasional, sehingga konsumen dapat menerima tawaran harga pada
tiap-tiap produk yang ditawarkan oleh PT. Excelcomindo Pratama Tbk. Dari hukum
Weber-Fechner dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap perubahan
harga tergantung pada prosentase dari perubahan harga tersebut, bukan terhadap
perbedaan absolutnya dan besaran harga baru tersebut tetap berada pada “acceptable
price”(Pepadri, 2002).
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga
adalah price references yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman
sendiri (internal price) dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain
(external references price). Menurut Schiffman & Kanuk (2000), Informasi dari luar
tersebut sangat dipengaruhi :
1. Harga kelompok produk (product line) yang dipasarkan oleh perusahaan yang
sama
2. Perbandingan dengan harga produk saingan
3. Urutan produk yang ditawarkan (Top Down Selling)
4. Harga produk yang pernah ditawarkan konsumen (Recalled Price).
Sedangkan Persepsi terhadap kewajaran harga dapat pula dijelaskan dengan
teori acquisition transaction utility. Konsumen akan melakukan pembelian
17 (acquisition utility) apabila harga tersebut dikaitkan dengan keuntungan atau kerugian
dalam perspektif fungsi produk. Sedangkan transaction utility, konsumen
mempersepsikan harga dengan kenikmatan atau ketidaknyamanan dalam aspek
keuangan yang didapat dari perbedaan antara internal reference prices dengan harga
pembelian (Pepadri, 2002).
Dalam penelitian Andreas Hermann (2007) dikemukakan bahwa konsumen
menganggap penting untuk memperhatikan harga didalam membuat keputusan untuk
membeli suatu produk. Secara spesifik, setiap konsumen menyadari hubungan yang
relatif antara harga dan tingkat harapan mereka tentang produk yang akan dibeli
(Voss, et.al., 1998). Selanjutnya, kuota dari suatu harga yang ditawarkan dapat
dikomparasi dengan pengalaman dan harapan konsumen, sehingga harga yang
ditawarkan dapat diterima atau setidaknya sesuai dengan kualitas produk yang
ditawarkan.
2.4 Country of Origin
Country of origin adalah tempat dimana suatu produk di produksi. Efek
country of origin di negara maju cenderung lebih kecil (Elliot and Comoron, 1994).
Di negara maju, masyarakat cenderung lebih tertarik untuk membeli produk lokal
daripada produk import, karena mereka mengetahui kualitas produknya. Sedangkan
negara berkembang memiliki dampak country of origin lebih besar. Masyarakat
Negara berkembang lebih menyukai merek dari luar negri karena percaya memiliki
kualitas yang tinggi.
18 Citra suatu negara dipandang sebagai suatu senyawa kontemporer dan
asosiasi sejarah, yang merupakan faktor dalam keputusan membeli baik dalam
pencitraan dan dalam representasi proporsional. Reputasi suatu negara terhadap
kategori produk cenderung lebih berpengaruh daripada daya tarik secara keseluruhan
(O'Shaughnessy dan O'Shaughnessy, 2000). Kadang-kadang persepsi Country of
Origin dapat mencakup seluruh produk suatu negara. Dalam satu studi konsumen
masyarakat Cina di Hong Kong, produk Amerika dianggap sebagai produk yang
prestisius, produk-produk Jepang sebagai produk yang inovatif, dan produk-produk
Cina yang murah (Siu dan Chan, 1997). Namun demikian, bagi konsumen produk
tertentu mungkin cenderung kurang menggunakan informasi Country of Origin.
Lascu dan Babb (1995) menemukan bahwa para konsumen Polandia kurang tertarik
pada produk Country of Origin jika mereka membeli barang yang lebih murah atau
produk yang sudah diterima oleh keluarga dan teman-teman.
Baik pengamatan empiris dan percobaan telah menemukan bahwa Country of
Origin dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi kualitas suatu produk
(Bilkey dan Nes, 1982; Huber dan McCann (1982); Shimp dan Samiee, 1993). Wall
et al. (1991) menemukan bahwa informasi Country of Origin lebih penting dalam
mempengaruhi penilaian kualitas produk daripada informasi merek atau harga.
Konsumen sering menggunakan persepsi citra suatu negara dalam evaluasi produk
ketika mereka tidak mampu mendeteksi kualitas sejati produk suatu negara . Oleh
karena itu, mereka bisa berpaling kepada citra suatu negara untuk menyimpulkan
kualitas produk yang tidak diketahui (Balestrini dan Gamble, 2006).
19 Efek dari Country of Origin sering dijelaskan dalam tingkat pembangunan
ekonomi negara asal (Cordell, 1991, 1992; Gaedeke, 1973; Schooler, 1971; Schooler
& Wildt, 1968; Tse & Gorn, 1993; Wang & Lamb, 1983). Penelitian mengusulkan
efek hierarki berdasarkan tingkat pembangunan ekonomi, yang menunjukkan bahwa
evaluasi produk tertinggi cenderung kepada negara dengan tingkat pembangunan
yang tinggi, diikuti oleh negara-negara industri baru, dan terendah untuk Eropa Timur
/ negara-negara sosialis dan negara-negara berkembang.
Dari suatu segi pandangan konseptual, Country of Image membangun
pendekatan literatur pada dua tingkat yang berbeda: (1) mewakili gambaran suatu
negara, (2) mewakili gambaran suatu produk; sebagian besar country of image
mewakili gambaran suatu produk, dan, sering kali ukuran gambaran produk dengan
suatu negara membingungkan. Seringkali country of image mempunyai arti yang
mirip dengan pengaruh lingkungan, persepsi negeri, stereotypical kepercayaan, sikap
negeri umum, dan negeri evaluasi. Kondisi yang sama berlaku juga untuk product
image yang mana sering dikenal sebagai produk kepercayaan, country of origin
kepercayaan, gambaran merek, sikap produk, produk country of origin, produk
persepsi, evaluasi produk, mutu produk, negeri mempengaruhi dan bahkan “country
image”.
20 2.5 Consumer decision making process
Ketika konsumen memutuskan akan membeli sebuah produk, baik barang
maupun jasa, menurut lavidge dan steiner (1961), ada 6 proses yang konsumen lalui:
Kesadaran (awareness) -> pengetahuan (knowledge) -> suka (liking) -> preference ->
conviction -> pembelian (purchase). Namun ada juga model konseptual yang dapat
kita gunakan untuk menganalisa proses pengambilan keputusan konsumen seperti
yang dikutip dari belch & belch (advertising and promotion, p 105) yaitu :
Problem recognition -> information serach -> alternative evaluation -> purchase
decision -> post purchase evaluation
a. Problem recognition
Tahap ini adalah tahap dimana konsumen menyadari ada suatu kebutuhan,
lalu mulai mencari solusi untuk memecahkan masalah kebutuhan tersebut.
Beberapa sumber yang menimbulkan tahapan ini antara lain:
‐
Out of stock
Ketika konsumen menggunakan produk dan perlu memperbaharui
persediaan terhadap produk tersebut
‐
Dissatisfaction
Ketika konsumen menyadari bahawa produk atau jasa yang digunakan
tidak lagi dapat memuaskannya
‐
New needs/wants
Perubahan dalam kehidupan konsumen yang dapat mendorong adanya
kebutuhan/keinginan baru.
21 ‐
Related products/purchases
Pembelian sebuah produk mungkin saja mendorong konsumen membeli
produk lain seperti akesesoris untuk produk tersebut
‐
Marketer-induced problem recognition
Kegiatan yang dilakukan oleh para marketer yang menstimulus konsumen
untuk tidak puas dengan keadaan atau produk yang saat ini mereka alami /
gunakan dengan meluncurkan produk baru atau fitur baru yang tidak
konsumen perhitungkan ketika membeli produk yang digunakan sekarang.
‐
New products
Ketika produk inovasi terbaru diluncurkan dan menarik perhatian
konsumen, dapat mendorong terjadinya pembelian sebuah produk atau
jasa.
b. Information search
Tahapan selanjutnya dalam proses penentuan keputusan, yaitu pencarian
informasi. Ketika konsumen menyadari terdapatnya sebuah masalah dan
masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pembelian sebuah produk atau
jasa, mereka mulai melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan untuk
membeli produk atau jasa tersebut. Pencarian awal seringkali dimulai dari
mencari informasi yang tersimpan di pikiran mengenai pengalaman yang
mungkin dulu pernah dirasakan. Proses pencarian informasi dari diri sendiri
disebut dengan internal search. Untuk beberapa pembelian produk atau jasa
yang sifatnya rutin, atau pembelian berulang, pencarian internal cukup untuk
22 membandingkan beberapa alternatif pembelian dan memutuskan akan
membeli apa.
Namun jika pencarian internal tidak dapat memberikan cukup informasi,
maka dibutuhkan pencarian external (external search). Beberapa sumber
pencarian external diantaranya:
‐
Personal sources
‐
Marketer-controlled sources
‐
Public sources
‐
Personal experience
c. Alternative evaluation
Pada tahapan ini, konsumen membandingkan beberapa merek atau produk
atau jasa yang dirasa dapat memenuhi atau memecahkan masalah konsumsi
dan memuaskan kebutuhan / keinginan yang memotivasi konsumen dalam
melakukan pembelian. Beberapa merek yang jadi pertimbangan konsumen
ketika akan memiliih disebut dengan evoked set. Tujuan utama sari
kebanyakan strategi pemasaran dan iklan adalah meningkatkan kemungkinan
sebuah merek diikutsertakan dalam evoked set konsumen pada tahapan ini.
Tapi tidak Cuma itu, tenaga marketer pun sebisa mungkin membuat suatu
merek yang mempunyai nilai tambah yang tidak dimiliki kumpulan merek
lain. Konsumen akan punya keputusan untuk membatasi seberapa banyak
merek yang akan mereka pertimbangkan dalam evoked set mereka, juga untuk
masalah seberapa lama waktu yang akan mereka habiskan untuk menjalani
23 tahap purchase decision. Karena itu merek yang lebih mudah diingan akan
lebih mudah masuk kedalam proses seleksi merek tersebut. Hal itu didapat
bisa memlalui tampilan-tampilan iklan yang cukup sering konsumen temui
dalam kehidupan sehari-hari mereka atau melalui media lain. Setelah
konsumen menetapkan evoked set dan memiliki beberapa alternatif pilihan,
mereka harus mengevaluasi beberapa merek. Hal ini berarti membandingkan
beberapa alternatif pilihan tersebut terhadap kriteria spesifik yang dirasa
penting oleh konsumen.
Ada hal yang cukup penting menurut Paul Peter dan Jerry Olson (1987)
harus dibedakan ditahap ini, yakni antara atribut, objek atau konsep
fungsional yang dimiliki olah suatu produk, dan konsekuensi. Konsekuensi,
menurut mereka, adalah hasil yang akan konsumen rasakan/nikmati ketika
membeli atau mengkonsumsi sebuah barang atau jasa. Mereka membedakan 2
tipe, functional consequences, yaitu hasil yang bersifat konkrit yang dapat
dirasakan secara langsung, dan psychological consequences, yaitu hasil yang
sifatnya abstrak, subjektif, dan personal. Atribut dari sebuah produk atau jasa
dan konsekuensi-konsekuensi yang konsumen pikir akan mereka rasakan atau
nikmati ketika memilih sebuah merek sangatlah penting, karena mereka
seringkali menjadi dasar dimana konsumen membentuk attitude dan keinginan
membeli dan memutuskan diantara beberapa banyak pilihan.
d. Purchase decision
24 Pada akhirnya, konsumen harus berhenti menimbang-nimbang
beberapa pilihan tersebut dan mengambil keputusan untuk memilih sebuah
merek. Mengambil keputusan untuk membeli tidak sama dengan melakukan
pembelian, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan
pembelian walaupun sudah memutuskan untuk membeli, diantaranya kapan
harus melakukan pembelian, dimana, dan beberapa banyak yang harus
dikeluarkan. Untuk beberapa produk berkategori low-involvement, waktu yang
dibutuhkan anntara pengambilan keputusan dan melakukan pembelian
mungkin saja sangat singkat.
e. Postpurchase evaluation
Tidak berakhir sampai pada pembelian saja, ketika kondumen sudah
menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, konsumen akan
membandingkan antara ekspetasi yang diharapkan dan performa yang
dihasilkan produk atau jasa tersebut. Hasilnya bisa berupa kepuasan atau
ketidakpuasan. Kepuasan terjadi ketika ekspetasi konsumen dipenuhi atau
bahkan melebihi; sementara ketidakpuasan timbul ketika performa yang
dihasilkan
tidak
sesuai
atau
dibawah
ekspetasi
konsumen.
Proses
postpurchase evaluation ini penting karena feedback yang ditimbulkan akan
mempengaruhi kemungkinan pembelian dimasa yang akan datang.
Kelima tahapan ini tidak selalu diikuti oleh konsumen ketika akan
membeli, adakalanya mereka melewati satu atau lebih tahapan yang ada, dan
langsung ke tahapan purchase decision. Beberapa faktor yang dapat
25 mempengaruhi proses pembelian diantaranya bersifat alami dari sebuah
produk atau jasa, jumlah pengalaman yang konsumen miliki terhadap sebuah
produk atau jasa, serta seberapa penting pembelian tersebut. Akan lebih sulit
ketika konsumen tidak punya atau sangat sedikit sekali memiliki pengalaman
atau pengetahuan tentang sebuah produk atau jasa (brand knowledge),
ataupun criteria apa yang harus mereka gunakan ketika memilih beragam
merek. Maka penting untuk sebuah ilkan memberikan informasi yang
mendetail tentang sebuah merek dan bagaimana merek tersebut dapat
memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Apalagi ketika sebuah merek
menghadapi persaingan ketat di pasar, personalitas dari sebuah merek dan
reputasi merek tersebut akan membantu membedakannya dari apa yang
pesaing tawarkan. Hal ini dapat menghasilkan peningkantan kesetiaan
konsumen dan mendorong pertumbuhan (bhimrao, 2008).
Perilaku konsumen berdasarkan Schiffman dan Kanuk (2004) sebagai suatu
proses pengambilan keputusan melakukan pembelian terdiri dari berbagai tahapan
sebagai berikut : mengenali kebutuhan, mencari informasi, evaluasi alternatif,
keputusan membeli dan perilaku pasca membeli. Ini dapat terlihat pada Gambar yang
menggambarkan tahapan perilaku konsumen.
a. Mengenali Kebutuhan
Proses membeli diawali saat konsumen menyadari adanya suatu
kebutuhan yang diperlukannya. Kesadaran akan adanya kebutuhan ini juga
dapat didorong oleh adanya pengaruh internal atau eksternal konsumen.
26 Mengenali
Kebutuhan
Mencari
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Membeli
Perilaku Pasca
Membeli
Gambar 2.2 Tahapan Perilaku Konsumen (Setiadi 2003, p.16)
b. Mencari Informasi
Menyadari adanya kebutuhan yang perlu dipenuhi, konsumen mulai
terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak mengenai kebutuhan
tersebut. Proses pencarian informasi dilakukan dengan cara mencari berbagai
sumber informasi. Sumber-sumber informasi dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu: sumber pribadi yang terdiri dari keluarga, teman, tetangga atau
kenalan; sumber komersil terdiri dari iklan, pameran, dan tenaga penjual; serta
sumber pengalaman yang terdiri dari pengalaman konsumen dengan produk
tertentu.
27 c. Evaluasi Alternatif
Berdasarkan berbagai informasi yang ada, konsumen mulai mengevaluasi
alternatif pilihan yang dapat ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan. Pada tahap ini konsumen mulai memiliki preferensi terhadap satu
produk jasa tertentu.
d. Keputusan Membeli
Keputusan pembelian merupakan proses aktual pembelian kebutuhan yang
diperlukan oleh konsumen setelah melalui tahaptahap sebelumnya.
e. Perilaku Pasca Membeli.
Setelah melalui tahap pembelian, konsumen akan mulai melakukan
penilaian terhadap kepuasaan atau ketidakpuasaannya atas produk yang telah
dibelinya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan
mempengaruhi tingkah laku/tindakan konsumen berikutnya. Konsumen yang
merasa puas akan cenderung untuk memilih lagi produk yang sama di masa
akan datang. Sedangkan konsumen yang tidak puas akan meninggalkan atau
mengembalikan produk-produk tersebut.
Tahap-tahap perilaku konsumen menurut Mowen & Minor, tidak jauh berbeda
dengan yang telah disebutkan diatas sebelumnya antara lain terdiri dari tahap-tahap:
Problem recognition, search, alternative evaluation, choice, and postacquisition
evaluation.
Menurut Boone (1999,p 285), proses pengambilan keputusan pembelian
menekankan
bahwa
proses
pembelian
bermula
jauh
sebelum
pembelian
28 sesungguhnya dan berakibat jauh setelah pembelian. Ini mendorong pemasar untuk
lebih memusatkan perhatian pada keseluruhan proses pembelian, bukan hanya
mencurahkan perhatiannya pada keputusan pembelian. Dapat dikatakan definisi dari
perilaku konsumen adalah proses waktu dan tingkatan usaha yang dilalui oleh
konsumen dalam menentukan keputusan pembelian tertentu tergantung dari
pentingnya keinginan membeli suatu produk atau jasa.
Significant Differences
Between Brand
Few Differences
Between Brand
High Involment
Low Involment
Complex Buying
Behaviour
Variety – Seeking
Buying Behaviour
Dissonance –
Reducing Buying
Behaviour
Habitual Buying
Behaviour
Gambar 2.3 Tingkat Keterlibatan Konsumen (Sumber: Boone, 1999)
Keterlibatan tinggi konsumen dalam pengambilan keputusan disebut high
involvement, sedangkan keterlibatan rendah disebut low involvement. Dari kedua
dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe.
Pertama, Complex Buying Behaviour, dimana konsumen selalu akan
mengidentifikasikan kebutuhan atau masalah yang mereka hadapi dan pada umumnya
mereka rela menyediakan waktu dan tenaga lebih untuk mengambil keputusan
pembelian suatu produk atau jasa sesuai dengan semakin tingginya nilai produk
tersebut. Para konsumen akan mencari dan mengevaluasi atau membandingkan
beberapa produk yang sejenis sebelum mereka mengambil keputusan. Selanjutnya
mereka akan melakukan transaksi pembelian dan mengevaluasi apakah mereka telah
29 mengambil keputusan yang tepat.
Kedua, Dissonance – Reducing Buying Behaviour, bila konsumen puas pada
pembelian pertama, maka pada pembelian berikutnya dilakukan berulang-ulang pada
satu merk, pengambilan keputusan tidak diperlukan lagi karena konsumen sudah
memahami secara mendalam produk yang bersangkutan.
Ketiga, Variety – Seeking Buying Behaviour, pada proses ini keterlibatan
konsumen pada saat pembelian suatu merk sangat sedikit, tetapi masih memerlukan
pengambilan keputusan. Konsumen dalam kondisi ini masih dapat berpindah dari
merk yang satu dengan yang lain. Biasanya pengambilan keputusan konsumen
dilakukan pada saat pembelian.
Keempat, Habitual Buying Behaviour, proses ini terjadi ketika proses ketiga
dilakukan secara berulang-ulang dan konsumen membeli suatu produk bukan karena
setia, tetapi lebih karena sudah menjadi kebiasaan.
Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian dapat terbagi atas 5 tahap
yaitu pengenalan masalah (Problem Recognition), Pencarian Informasi (Information
Search), Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternatives), Keputusan Pembelian
(Purchase Decision) dan Perilaku Purna Pembelian (Postpurchase Behavior).
Problem
Recognition
Information
Search
Evaluation of
Alternatives
Purchase
Decision
Gambar 2.4. Five Stage Model of the Consumer Buying Process
(Sumber: Boone, 1999)
Postpurchase
Behaviour
30 2.6 Perilaku Konsumen
Consumer behavior adalah studi mengenai proses bahwa individu-individu,
kelompok atau organisasi dengan tujuan untuk memilih, menggunakan, dan / atau
membuang produk dan layanan yang memuaskan keinginan dan kebutuhan
konsumen. consumer behavior diteliti untuk mempelajari semua tentang penyediaan
produk dan layanan konsumen yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Ini
mengajarkan bagaimana konsumen berperilaku, sehingga marketer dapat mengetahui
bagaimana menghadapi konsumen dengan profesional. Ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku konsumen, ada faktor-faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor-faktor internal terutama adalah emosi, kepribadian, pengalaman, sedangkan
faktor eksternal terdiri dari teman, keluarga, budaya, lingkungan, dan sosial. Ada
banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam consumer behavior, misalnya: masingmasing negara, bahkan di setiap wilayah suatu negara memiliki budaya mereka
sendiri. Memahami budaya mereka dan tidak menghina budaya lain adalah salah satu
studi consumer behavior. (McGraw-Hill. perilaku konsumen; membangun strategi
pemasaran, edisi kesepuluh).
Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
proses yang dilalui konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan
mengevaluasi suatu produk/jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan perilaku konsurnen dalam
penelitian ini adalah suatu studi mengenai proses pembuatan keputusan memilih atas
suatu produk dan mengkonsumsinya yang dilakukan oleh pembuat keputusan atau
31 konsumen. Mowen & Minor (2003), perilaku konsumen adalah ilmu yang
mempelajari mengenai proses pembelian dan proses pertukaran yang terlibat dalam
mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan suatu barang, jasa, pengalaman, dan
ide. (Consumer Behaviour is defined as the study of the buying units and the
exchange processes involved in acquiring, consuming, and disposing of goods,
services, experierces, and ideas).
Solomon (2007), consumer behavior merupakan ilmu yang mempelajari
proses-proses yang terkait dengan individu atau kelompok dalam memilih, membeli,
menggunakan produk, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan.
Berdasarkan model sikap (tricomponent attitude model), sikap dapat dibagi
menjadi 3 komponen, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen
konatif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan dan persepsi yang diperoleh
melalui kombinasi pengalaman langsung dengan objek dan informasi yang
berhubungan dari sumber yang berbeda. Pengetahuan dan persepsi ini biasanya
diambil dari bentuk rasa percaya, yaitu konsumen mempercayai bahwa objek
memiliki atribut berbeda dan perilaku tersebut akan mengarah pada hasil yang
spesifik.
Emosi dan atau perasaan konsumen mengenai suatu produk atau merek
merupakan komponen afektif dari suatu sikap. Emosi dan perasaan ini seringkali
dibicarakan sebagai sifat pemilihan yang paling utama, dimana adanya penilaian
individu secara global atau langsung terhadap objek. Pengalaman yang bermuatan
32 afektif juga menunjukkan keadaan yang disebut dengan pernyataan emosional
(emotionally charged states), seperti kegembiraan, kesedihan, rasa malu, rasa jijik,
kemarahan, rasa bersalah ataupun terkejut. Pernyataan emosional dapat mempertinggi
atau menjelaskan pengalaman positif atau negatif dan kemudian pengalamanpengalaman yang terkumpul akan mempengaruhi ingatan dan bagaimana seseorang
bertindak.
Konatif, yang merupakan komponen terakhir dati tricomponent attitude model
adalah mengenai kemungkinan atau kecenderungan tindakan khusus yang akan
diambil oleh individu atau perilaku dalam cara yang khusus yang berkenaan terhadap
objek. Menurut beberapa interpretasi, komponen konatif meliputi perilaku
sesungguhnya. Komponen konatif, dalam riset pemasaran dan konsumen seringkali
dianggap sebagai suatu ekspresi dari intensi untuk membeli (Schiffman dan Kanuk,.
2000).
Attitude dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang secara psikologikal
untuk merespon atau berperilaku positif ataupun negative terhadap stimulus (engel et
al, 1995, gilbert et al, 1998, dikutip oleh carole page dan ye luding, 2003).
Masyarakat mempunyai perilaku terhadap apapun: music, pakaian, makanan, dan
lain-lain. Perilaku atau attitude membentuk pikiran seseorang untuk menyukai atau
tidak menyukai sesuatu. Lebih lanjut dalam penelitian carole page dan ye luding
(2003), keinginan untuk membeli (intention to purchase) dipengaruhi oleh attitude
yang dimiliki konsumen, dan perilaku positif akan mendorong keinginan untuk
membeli. Keinginan untuk membeli dari seorang konsumen, didefinisikan sebagai
33 kemungkinan dari konsumen tersebut untuk membeli suatu produk (dodds et al,
1991). Hubungan yang timbal balik juga ditemui oleh fishbein dan aizen (1975),
bahwa ternyata keinginan membeli dapat dijadikan indeks untuk memprediksi
perilaku konsumen. Beberapa penelitian (appiah 2001, Elliot dan wattanusawan 1998,
forehand dan deshpande 201 seperti dikutip oleh vonne m. torres dan elten briggs
2007) menunjukkan adanya pengaruh semakin positifnya attitude toward the ad, akan
lebih mendorong attitude yang lebih favorable terhadap merek yang diiklankan, dan
juga purchase intention yang lebih kuat. Sudah banyak jurnal yang meneliti pengaruh
dari sebuah penambahan atribut tertentu pada iklan sebuah produk seperti
penggunaan model dari ras tertentu, atau penggunaan humor dan atribut lainnya dan
mereka mengukur dampak dari penambahan tersebut dilihat dari attitude toward the
advertising (Aad) (ivonne m. torres dan elten briggs,2007), Mitchell dan olsen, 1981),
attitude toward the brand (fishbein dan aizen,1975, gardner, 1985, homer, 1990),
purchase intention (rios, Martinez,Moreno 2006; zhang dan zinkhan 2006; tsai,
liang,liu 2007)
Perilaku konsumen tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor pengaruh yang
ada dalam lingkungan konsumen. Sebagian faktor- faktor tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh pemasar namun sangat penting untuk diperhitungkan. Faktor-faktor
tersebut
adalah
Faktor
Eksternal,
Faktor
Internal/Psikologis,
dan
Faktor
Pribadi/Personal dan konsumen itu sendiri. Semua faktor-faktor tersebut tergambar
secara skematis pada Gambar 2.3.
1. Faktor Eksternal
34 Faktor eksternal merupakan pengaruh-pengaruh lingkungan luar yang ada
di sekeliling konsumen. Contoh daripada faktor ini antara lain :
a. Budaya merupakan faktor penentu paling dasar dari keinginan dan
penilaku seseorang. Budaya mengandung proses sosialisasi yang
mempengaruhi nilai, persepsi, dan preferensi seseorang.
b. Sub Budaya adalah bagian kecil dari kebudayaan yang memberikan
identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik terhadap individu. Contoh
dari hal ini adalah kelompok keagamaan dan kelompok ras.
c. Kelompok acuan adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Beberapa
diantaranya adalah kelompok-kelompok primer seperti keluarga, teman,
dan tetangga.
2. Faktor Internal / Psikologis
Faktor internal berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri. Bisa
merupakan aspek psikologis dari konsurnen seperti motivasi dan persepsi dari
konsumen itu sendiri.
a. Motivasi adalah dorongan yang melatarbelakangi tindakan yang dilakukan
oleh seseorang. Teori motivasi Maslow menyebutkan adanya suatu hirarki
kebutuhan. dimana kebutuhan manusia akan meningkat seiring dengan
tercapainya kebutuhan-kebutuhan sebelumnya.
b. Persepsi adalah dimana sesorang memilih, mengorganisasikan, dan
mengartikan berbagai masukan informasi untuk menciptakan gambaran
35 secara keseluruhan.
3. Faktor Pribadi / Personal Konsumen
Faktor pribadi atau personal adalah bagian dari jati diri konsumen itu
sendiri yang akan mempengaruhi perilaku konsumen. Yang termasuk dalam
faktor ini antara lain :
a. Pekerjaan mempengaruhi perilaku konsumen karena adanya kelompokkelompok pekerjaan tertentu yang memiliki minat di atas rata-rata
terhadap produk dan jasa tertentu.
b. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup yang diekspresikan oleh kegiatan
dan minat seseorang. Gaya hidup dapat mencerminkan seseorang secara
keseluruhan.
c. Ekonomi seseorang menentukan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan yang diperlukan. Antara lain adalah kemampuan untuk
membelanjakannya dan menabungnya.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Faktor Pribadi
Mengenali Kebutuhan
Mencari Informasi
Puas / Tidak Puas
Evaluasi alternatif
Keputusan membeli
Perilaku pasca membeli
Gambar 2.5 Model perilaku konsumen (Prasetijo 2004, p.14)
36 2.7 Marketing Mix
Menurut Kotler (2003:15), Marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar
sasaran yang sudah dibidik (Kotler, 2003:15). Alat-alat pemasaran itu terdiri dari 4
Variabel yang kemudian disebut dengan 4P dari marketing yaitu produk (Product),
harga (Price), promosi (Promotion), dan tempat (Place).
Marketing Mix
Target
Market
Product
Product Variety
Quality
Design
Features
Brand name
Packaging
Sizes
Services
Warranties
returns
Price
List Price
Discounts
Allowances
Payment Period
Credit terms
Promotion
Sales Promotion
Advertising
Sales force
Public relation
Direct marketing
Place
Channels
Coverage
Assortsment
Location
Inventory
Transport
Gambar 2.6 The 4P Component
1. Produk (Product)
Sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan
memuaskan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan dapat berbentuk
barang jadi, jasa pelayanan, property, dan informasi. Produk yang ditawarkan
37 harus memperhatian segi kualitas, manfaat, desain, jaminan, siklus kehidupan
produk, dan pengembangan produk baru.
2. Harga (Price)
Jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan kepada pihak produsen untuk
mendapatkan sebuah produk. Dalam hal ini, penentuan harga dipengaruhi oleh
banyak faktor, oleh Karena itu diperlukan analisa pasar pada saat sekarang
dan masa yang akan datang. Harga cenderung mudah berubah karena harga
dipengaruhi faktor pasar dan kondisi ekonomi yang terjadi pada saat itu.
3. Promosi (Promotion)
Kegiatan dari perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan
produknya pada pasar yang telah ditentukan dengan tujuan untuk meyakinkan
calon konsumen untuk menggunakan produk tersebut.
4. Tempat (Place)
Berbagai upaya dari perusahaan agar produknya mudah terjangkau dan selalu
tersedia bagi pasar yang telah ditentukan sesuai dengan tempat dan waktu
yang diinginkan konsumen.
38 Gambar 2.7 Marketing-Mix Strategy
Sedangkan di dalam jurnal Anthony R. Bennett (1997), McCarthy (1975)
merumuskan konsep 4P – product, price, promotion, and place marketing mix. Empat
variabel dari marketing mix tersebut, masing-masing memiliki pengertian:
1. Produk (product) : Menurut Kevin dan Keller ( 2006, p. 344), ”Product is
anything that can brand equity offered to a market to satifsy a want or need”.
Dari definisi tersebut, produk dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dapat ditawarkan oleh ekuitas merek untuk memuaskan keinginan atau
kebutuhan pasar. Produk bersifat tangible, beberapa keputusan produk yang
dapat diambil adalah mengenai brand name, functionality, styling, kualitas,
keamanan, pengemasan, perbaikan dan dukungan, garansi, aksesoris, dan
servis (http://www.netmba.com/marketing/mix/). “Product is anything we can
offer to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might
satisfy a need or want”, definisi ini dipaparkan oleh Keller (2008, p. 3).
39 Produk dapat diartikan segala sesuatu yang kita tawarkan ke market dan
menjadi perhatian, akuisisi, digunakan, atau dikonsumsi, yang mungkin dapat
memuaskan kebutuhan atau keinginan.
2. Harga (price) : satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu
barang dan jasa. Produk yang bermerek mahal sering kali dianggap memiliki
kualitas yang lebih tinggi dan lebih rentan untuk kalah dalam persaingan
harga dibandingkan produk yang lebih murah (Blattberg dan Winniewski
1989; Dodds, Monroe, dan Grewal 1991; Kamakura dan Russel 1993;
Milgrom dan Roberts 1986; Olson 1977). Beberapa keputusan harga yang
dapat dibuat misalnya strategi harga (skim, penetration), harga retail yang
disarankan, discount, harga paket, fleksibilitas harga, dan sebagainya.
Gambar 2.8 Matrix Pricing strategies
3. Promosi (promotion) : aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan
informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan atau mengingatkan pasar
sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan
40 loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Promosi
sebagai salah satu komponen penting dari marketing communications mix
terdiri dari 5 cara yaitu advertising, direct marketing, sales promotion, public
relations dan publicity, dan personal selling (Kotler and Keller, 2006, p. 19).
“Promotion is aimed at the more short-term tactical goal of ‘moving forward’
brand sales now”, pernyataan ini terdapat dalam Overview of Advertising and
Promotion (Percy, 2005, p. 4), yang dapat didefinisikan yaitu promosi
ditujukan untuk target jangka pendek untuk meningkatkan brand sales.
Promosi mewakili aspek yang bervariasi dari komunikasi pemasaran, maka
dari itu promosi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan tanggapan
positif dari konsumen. Keputusan marketing communication dapat berupa
strategi promosi, iklan, penjualan perorangan, target penjualan, promosi
penjualan, public relations dan publicity, marketing communication budget,
dan sebagainya (http://www.netmba.com/marketing/mix/).
4. Tempat (place) : media atau tempat dimana produk atau jasa disalurkan oleh
produsen kepada konsumen yang dapat diakses oleh konsumen atau
penempatan suatu produk yang melibatkan aktivitas logistik perusahaan dan
kegiatan-kegiatan pemasaran dikonsentrasikan dengan membuat dan
mendistribusikan barang jadi tersebut kepada konsumen. Distribusi adalah
tentang bagaimana produk dapat diperoleh oleh konsumen. Beberapa
keputusan distribusi yaitu jalur distribusi, area pasar (inclusive, selective, atau
exclusive distribution), specific channel members, inventory management,
41 gudang, pusat distribusi, proses pemesanan, transportasi, dan sebagainya
(http://www.netmba.com/marketing/mix/).
Marketing-mix model menganalisa data dari berbagai macam sumber,
misalnya retailer scanner data, data pengiriman perusahaan, harga, media, data
pengeluaran promosi, untuk lebih mengerti secara jelas pengaruhpengaruh dari
aktivitas pemasaran yang spesifik (Kotler and Keller, 2006, p. 119).
2.8 Desain
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur berbagai
pencapaian kreatif lainnya (Wikipedia). Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa
digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "desain"
memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata
benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif,
baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Desain
industri adalah seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam
menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri
menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna
atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang
memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas
industri atau kerajinan tangan.
Chao(1993), dalam penelitiannya, Country of Design memiliki dampak yang
signifikan pada persepsi kualitas produk ketika harga menjadi pertimbangan.
Hubungan antara harga dan kualitas juga terlihat pada desain Jepang lebih
42 menguntungkan daripada US atau Taiwan. Ahmed, d’Astous, dan d’Alme´ida juga
menemukan adanya efek yang signifikan dari Country of Design dan Country of
Assembly pada persepsi kualitas dan nilai jual.
2.9 Kualitas
Garvin (1998), menjelaskan dimensi perceived quality yang dibagi menjadi tujuh,
yaitu:
1.
Kinerja : Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya
karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselarasi, system kemudi, serta
kenyamanan. Karena faktor pertimbangan pelanggan berbeda satu sama lain, sering
kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja
ini.
2.
Pelayananan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk
tersebut. Misalnya mobil Derek tertentu yang menyediakan jasa pelayanan 24 jam
diseluruh dunia.
3.
Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misal mobil
merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah
berumur 12 tahun tapi masih berfungsi dengan baik.
4.
Keandalan :
Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
5.
Karakteristik Produk : Bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti
remote control sebuah video, tape, system WAP telepon genggam. Penambahan
digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir
sama. Bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami
43 kebutuhan pelanggan yang dinamis sesuai perkembangan.
6.
Kesesuaian dengan spesifikasi : Merupakan pandangan mengenai kualitas proses
manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
7.
Hasil : Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi
sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang
baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain
yang penting.
Sedangkan, pengertian kesan kualitas menurut Aaker (1996, p24) adalah
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan
kesan kualitas:
1. Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk
membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek yang harus dipertimbangkan,
dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
2. Diferensiasi, artinya suatu karakteristik penting dari adalah posisinya dalam
dimensi kesan kualitas.
3. Menetapkan harga optimum (premium price).
4. Meningkatkan minat para distributor, sehingga dapat membantu dalam
perluasan saluran distribusi.
5. Perluasan merek, dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam
kategori produk baru.
Goetsh dan Davis (2004:51) berpendapat bahwa kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
44 lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas dapat ditinjau dari sudut
pandang produsen dan konsumen (Krajwski dan Sumadi 2001:75). Ditinjau dari
pandangan produsen kualitas adalah produk yang dalam produksinya telah sesuai
dengan spesifikasinya atau standar yang dibuat oleh perusahaan. Sedangkan dari
sudut pandang konsumen kualitas adalah nilai atau kecocokan untuk digunakan.
Dalam dasa warsa terakhir ini arti kualitas memang lebih banyak dilihat dari sudut
pandang konsumen, karena perusahaan yang menyadari bahwa kelangsungan hidup
perusahaan tergantung dari konsumen.
American Society of Quality Control, mendefinisikan kualitas adalah
keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam
kemampuannya memenuhi kebutuhan pelanggan yang telah ditentukan.
Download