Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Manggis
Tanaman manggis berupa pohon dengan tinggi 6–25 m dan diameter
batang 25–35 cm (Cox 1988; Verheij 1992).
Batangnya lurus dengan
percabangan yang simetris dan membentuk kanopi yang berupa kerucut. Daun
manggis merupakan daun tunggal, terletak berhadapan, bentuknya oval, bertepi
rata dan berbentuk cuspidate pada ujungnya serta mempunyai tangkai daun yang
pendek dengan ukuran 1-2 cm (Osman & Milan 2006).
Permukaan atas daun
mengkilap, licin dan berwarna hijau muda sampai hijau tua tergantung umurnya
sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau muda sampai kekuningan (Cox
1988). Sistem pertulangan daun manggis adalah menyirip.
Bunga tanaman manggis muncul pada ujung ranting (terminal), berjumlah
1–3 dengan garis tengah 5–6 cm (Van Steenis 2006). Beberapa diantaranya ada
yang membentuk rangkaian bunga (inflorescence) dengan jumlah bunga per
tandan maksimum 12 bunga.
Bunga bertandan umumnya dihasilkan oleh
tanaman asal grafting (Rai 2004). Dua daun kelopak yang terluar berwarna hijau
kuning, 2 yang terdalam lebih kecil, bertepi merah, melengkung kuat dan tumpul.
Daun mahkota berbentuk bulat telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning dan
tepinya merah atau hampir semua merah, staminodia kerapkali berada dalam
kelompok (Van Steenis 2006). Daun kelopak bunga saling berlepasan, tangkai
bunga tebal dengan panjang 1.75–2.00 cm (Osman & Milan 2006). Benang sari
biasanya banyak, bersifat rudimenter, yaitu tumbuh kecil kemudian mengering
sehingga tidak berfungsi (Richards 1990; Verheij 1992; Yaacob & Tindall 1995).
Tanaman manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang.
Lambatnya pertumbuhan bibit disebabkan oleh sistem perakaran yang tidak
sempurna, akar bersifat rapuh, pertumbuhannya lambat dan peka terhadap kondisi
lingkungan (Wiebel 1993). Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung
berpasir, gembur, kaya kandungan bahan orgnik dengan permeabilitas dan
drainase yang baik. Manggis membutuhkan pH tanah optimum berkisar dari 5.5
sampai 7.0 (Yaacob & Tindall 1995).
Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, semakin tinggi
6
tempat tumbuhnya maka semakin lambat pertumbuhannnya dan semakin lama
permulaan berbunganya (Verheij 1992). Ketinggian optimum agar manggis dapat
tumbuh dengan baik adalah 460–610 m di atas permukaan laut. Iklim yang paling
cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan
merata sepanjang tahun berkisar antara 1500 sampai 2500 mm/tahun dengan
iklim kering yang pendek (Yaacob & Tindall 1995). Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan manggis adalah antara 25 sampai 35 °C (Verheij 1992; Yaacob &
Tindall 1995).
Pembungaan dan Pembuahan
Pembungaan merupakan suatu kejadian kompleks, yang secara morfologi
terjadi perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif.
Saat dimulainya
pembungaan, terjadi peralihan dari struktur daun yang relative sederhana menjadi
struktur bunga yang lebih kompleks.
Hal ini diawali dengan berhentinya
meristem membentuk calon daun dan mulai menghasilkan organ bunga.
Pada tanaman tingkat tinggi terdapat empat tahap dalam proses
pembungaan, yaitu induksi bunga atau evokasi, differensiasi bunga, pendewasaan
bagian bunga dan anthesis (Rai 2004). Poerwanto (2003) membagi proses
pembentukan bunga menjadi 4 yaitu: (1) induksi bunga, diferensiasi primordial
bunga, (2) penyusunan/organisasi bunga, diferensiasi bagian-bagian bunga secara
individu, (3) pematangan bunga bersamaan dengan proses pertumbuhan bagianbagian bunga, (4) anthesis atau bunga mekar.
Fase induksi (fase transisi dari fase vegetatif ke fase pembungaan) sangat
penting dipahami, karena hal ini sangat menentukan keberhasilan pembungaan
dan pembuahan.
Induksi bunga berkaitan dengan hubungan karbohidrat dan
nitrogen atau nisbah C/N pada tanaman. Jika nisbah C/N tinggi maka tanaman
dapat menginduksi bunga, tetapi bila nisbah C/N rendah tanaman dipacu ke arah
pertumbuhan vegetatif.
Pada prinsipnya terdapat tiga konsep pokok tentang
induksi pembungaan yaitu: (1) adanya hormon pembungaan (florigen) atau
stimulus pembungaan pada daun yang mengalihkan pertumbuhan vegetatif ke
pertumbuhan reproduktif, (2) adanya kondisi nutrisi yang optimum bersamaan
7
dengan perubahan dalam apex, (3) terjadi perubahan pada apex yang mengubah
dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan (Bernier et al.
1985; Hempel et al. 2000).
Pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik,
hormon dan pasokan nutrisi (Bernier et al. 1985). Faktor-faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap pemunculan bunga antara lain fotoperiodisme,
temperature, dan cahaya (Leopold & Kriedemann 1975; Sedgley & Griffin 1989).
Stress air dapat menginduksi pembungaan karena adanya perubahan perimbangan
produksi hormon seperti giberelin, sitokinin dan ABA serta meningkatnya nisbah
karbon dan nitrogen pada pucuk. Stress air menyebabkan pertumbuhan vegetatif
tertekan. Periode kering yang cukup akan merangsang aktifnya beberapa zat
pengatur tumbuh yang selanjutnya akan memberikan signal pada pucuk yang siap
untuk terinduksi dan memasuki fase generatif (Wright 1985).
Di Indonesia
induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami
stress air dan bunga mulai muncul menjelang musim hujan (Poerwanto 2000).
Manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan
berbuah musiman. Calon bunga muncul dalam bentuk bongkahan besar di ujung
ranting. Pada tahap ini, kuncup bunga memerlukan waktu sekitar 25 hari sampai
bunga mekar atau anthesis (Verheij & Coronel 1997). Bunga tanaman manggis
muncul dari ujung-ujung pucuk yang sebelumnya telah mengalami masa dormansi.
Selama masa berbunga, tidak semua pucuk dapat terinduksi dan bertransisi dari
fase vegetatif ke fase reproduktif sehingga tidak keseluruhan pucuk menghasilkan
bunga, pada saat bersamaan sebagian pucuk berbunga dan sebagian lagi tidak
berbunga. Pucuk yang akan berbunga pangkal tunas barunya tampak membesar
dan membengkak (awal diferensiasi atau akhir induksi), terjadi 40 hari sebelum
anthesis. Tidak semua kuncup bunga dapat tumbuh dan berkembang mencapai
anthesis dan membentuk buah (Rai 2004). Hal ini disebabkan karena sebagian
dari bunga-bunga tersebut baik yang masih kuncup maupun yang sudah mekar
mempunyai potensi untuk gugur.
Pada tanaman manggis tidak hanya kuncup bunga, bunga yang mekar
penuh maupun buah muda juga dapat gugur. Beberapa faktor penyebab gugur
8
bunga dan buah muda diantaranya adalah pengaruh hujan, kekeringan, panas yang
ekstrem dan kompetisi di antara organ yang berkembang (Poerwanto 2002). Hasil
penelitian Rai (2004) menyatakan bahwa bunga dan buah manggis yang gugur
disebabkan oleh kandungan ABA tinggi, IAA rendah dan suplai fotosintat rendah.
Persentase bunga gugur tanaman asal biji nyata lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman asal grafting dan
fruit set tanaman asal biji nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan fruit set tanaman asal grafting. Pada tanaman hasil grafting
tingkat kerontokan buah dapat mencapai 70.07% sedangkan pada tanaman asal
biji hanya 16.58%. Suplai fotosintat rendah ditunjukkan oleh kandungan gula
total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya gugur lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan gula total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur. Status hara N, P dan K daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau
buah karena tidak terdapat perbedaan kandungan N, P dan K daun antara pucuk
yang bunga dan buahnya gugur dengan pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur.
Morfologi Buah Manggis
Buah manggis berbentuk bola tertekan dengan diameter 3.5–7.0 cm.
Bijinya bersifat apomiksis yaitu embrio tidak dihasilkan dari penyatuan gamet dan
penyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantong embrio atau sekeliling nuselus dan
berkembang membentuk biji yang fertil. Buah muda berwarna hijau dan bila telah
tua berubah menjadi ungu kehitaman. Tangkai buah tebal berdaging dan keras,
dengan panjang 1.8–2.0 cm. Kulit buah (perikarp) mempunyai ketebalan 0.8–1.0
cm, berdaging dan bergetah kuning.
Buah manggis mempunyai 4–8 segmen dan setiap segmen mengandung
satu bakal biji yang diselimuti oleh aril (salut biji) berwarna putih (kadang-kadang
transparan) , empuk dan mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam
segmen dapat berkembang menjadi biji. Umumnya hanya 1–3 bakal biji yang
dapat berkembang menjadi biji (Verheij 1992; Yaacob & Tindall 1995). Buah
matang mempunyai bobot basah antara 30–140 gram, berbentuk bulat, berwarna
ungu kehitaman dengan daging buah (aril) berwarna putih (Richards 1990). Buah
9
manggis mempunyai rasa manis, asam berpadu dengan sedikit sepat dan segar
serta aroma yang khas (Kader 2002).
Biji manggis merupakan biji apomiksis dan sering disebut sebagai
agamospermi, diproduksi melalui tunas adventif, berwarna coklat, pipih, dan
permukaannya ditutupi oleh jaringan pembuluh (vascular bundles) (Lim 1984;
Richard 1990).
Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk
perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti
endosperm. Biji yang berkecambah akan menumbuhkan lebih dari satu tunas dan
setiap tunas akan tumbuh pada posisi yang berlainan di mana masing-masing
membawa perakarannya sendiri-sendiri (Lim 1984). Secara normal biji manggis
selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka
biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed.
Pertumbuhan buah dapat diukur dengan terjadinya peningkatan ukuran
diameter, bobot basah dan bobot kering buah. Proses pematangan pada buah
manggis ditandai dengan melunaknya kulit buah dan terjadinya perubahan warna
kulit buah yang
disebabkan oleh adanya perubahan komposisi substrat dan
pigmen (Kader 2002).
Perubahan pigmen tersebut sebagai akibat adanya
degradasi klorofil. Buah yang matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak dan
kulitnya mudah dibuka daripada buah yang belum matang (Gunawan 2007).
Perubahan warna kulit buah juga dapat diukur dengan mencocokkan warna kulit
buah manggis dengan menggunakan indeks warna kulit buah manggis (Osman &
Millan 2005) yaitu sebagai berikut :
10
Tabel 1 Indeks klasifikasi kematangan buah manggis
Indeks warna
Klasifikasi kematangan buah manggis
1
Warna kulit hijau dengan sedikit kesan merah. Kulit buah
masih bergetah bila dipotong.
2
Warna kulit kekuningan dengan bercak merah atau ungu.
Getah pada kulit agak berkurang dan isi masih sulit dipisahkan
dari kulit.
3
Seluruh permukaan kulit buah berwarna merah dan sedikit
bergetah, isi bisa dipisahkan dari kulit (layak diekspor).
4
Warna kulit coklat kemerahan pada seluruh permukaan. Kulit
buah masih terdapat getah.
5
Warna kulit ungu kemerahan pada seluruh permukaan. Kulit
buah tidak mengandung getah. Buah siap dikonsumsi dan isi
buah mudah dipisahkan dari kulit.
6
Warna kulit ungu gelap atau kehitaman pada seluruh
permukaan, mutu dan cita rasanya adalah yang terbaik.
Sumber: Osman & Millan 2005
Fisiologi Buah Manggis
Buah manggis termasuk buah klimakterik (Kader 2002), sehingga proses
pematangan buah akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Muchtadi &
Sugiyono 1981). Etilen endogen pada buah klimaktrik berperan sebagai pemicu
untuk meningkatkan laju respirasi dan pemasakan buah (Wang & Kramer 1990).
Tanaman manggis asal biji baru mulai berbuah pada umur 10–15 tahun
sedangkan tanaman asal grafting pucuk sudah dapat berbuah pada umur 3–4
tahun.
Periode masa juvenile dapat dikurangi menjadi 8–10 tahun melalui
manajemen budidaya yang optimal dan intensif (Yaacob &Tindall 1995). Buah
biasanya dipanen setelah matang di pohon (Daryono & Sosrodiharjo 1986). Total
padatan terlarut buah manggis berkisar antara 17 sampai 20% (Kader 2002).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah terjadi perubahanperubahan fisiologi yang akan mempengaruhi kualitas buah. Perubahan fisiologi
11
yang terjadi meliputi perubahan asam organik (Wills et al. 1981), kadar vitamin
(Von 1949), kadar klorofil, kadar air (Kader 1992), kadar gula (Marriot et al.
1981) serta perubahan produksi etilen ( Dominguez & Vendrel 1993).
Perubahan warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat
disebabkan oleh terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun
karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin (Pantstico
1993).
Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa asam dan sepat, serta kenaikan produksi zat-zat volatil
untuk memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi & Sugiyono 1992).
Buah-buah klimakterik biasanya memproduksi etilen cukup banyak untuk
membangkitkan pematangan (Pantastico 1993).
Etilen adalah zat pengatur
tumbuh endogen atau eksogen yang dapat menimbulkan berbagai respon
fisiologis dan morfologis tanaman, diantaranya mendorong pemecahan dormansi
tunas, menghambat pertumbuhan batang, mendorong pembungaan, pembentukan
buah, merangsang pembentukan umbi, inisiasi akar, penuaan, dan menghambat
perluasan daun (Moore 1979).
Pertumbuhan dan Perkembangan Buah
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses penting dalam
kehidupan yang berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup,
bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon, dan lingkungan
yang mendukung. Menurut Gardner et al. (1991) pertumbuhan dapat dinyatakan
sebagai adanya proses pembelahan dan pembesaran sel (peningkatan jumlah dan
ukuran yang bersifat irreversibel).
Perkembangan meliputi pertumbuhan dan
diferensiasi sel yang mengarah pada akumulasi berat kering. Buah merupakan
perkembangan lebih lanjut dari bakal buah. Segera setelah terjadi pembuahan,
bakal buah akan berkembang menjadi buah dan bakal biji menjadi biji. Secara
normal perkembangan buah terjadi setelah pembuahan. Bertambahnya ukuran
buah disebabkan oleh adanya pembelahan sel dan pembesaran sel.
12
Penyerbukan umumnya merupakan isyarat untuk pertumbuhan, dan
fertilisasi memicu pertumbuhan bakal biji dan pembentukan biji (Nitsch 1951)
Pada kasus tertentu buah dapat berkembang hingga matang tanpa fertilisasi,
fenomena ini terjadi pada proses pembentukan buah manggis. Mansyah (2002)
menyatakan bahwa buah manggis tidak memiliki serbuk sari baik melalui
pengamatan visual maupun pengujian secara kimiawi menggunakan KI.
Pertumbuhan suatu organ, termasuk buah, dicirikan oleh suatu kurva baku
berbentuk sigmoid (berbentuk S) atau double sigmoid. Selama perkembangannya,
menurut Srivastava (2001) buah mengalami 4 fase, yaitu (1) perkembangan ovari
diikuti anthesis, (2) pembelahan sel cepat (cell division), (3) fase pertumbuhan
cepat akibat terjadinya pembesaran sel, pada fase ini terjadi penimbunan cadangan
makanan, merupakan fase kritis yang akan menentukan kualitas buah, (4)
pematangan (ripening).
Perkembangan buah didukung oleh adanya suplai hormon dan nutrien.
Menurut Gardner et al. (1991) auksin dan GA merupakan hormon utama untuk
pertumbuhan buah.
Auksin, giberelin, cytokinin, dan ethylen merupakan
sejumlah hormon yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan buah,
terutama untuk fase perkembangan ovari dan fase pembelahan sel cepat. Auksin
dan cytokinin terutama diperlukan pada awal pembelahan sel sedangkan giberelin
lebih berperan dalam pembesaran sel. Etylen berperan dalam proses pematangan
buah.
Perkembangan buah erat kaitannya dengan perkembangan biji dan
mempunyai korelasi yang positif (Srivastava 2001).
Tanaman memproduksi etilen selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Buah yang dalam proses pematangan memproduksi etilen dalam jumlah
yang sangat tinggi.
Etilen juga diproduksi pada jaringan-jaringan dan organ
tanaman lainnya seperti bunga, buah, daun, batang, akar, umbi dan biji. Etilen
menjadi penyebab beberapa respon tanaman seperti pengguguran daun,
pembengkakan batang, pematangan buah, dan hilangnya warna bunga (Watimena
1988).
Pertumbuhan buah menuntut sejumlah nutrien yang cukup, menyebabkan
terjadinya mobilisasi dan transpor dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan
13
buah dan biji. Buah dianggap dewasa apabila telah mencapai ukuran maksimum
dan laju pertambahan berat keringnya menjadi nol.
Buah yang tua, matang
melalui serangkaian peristiwa enzimatis dan biokimia yang berakibat terjadinya
perubahan komposisi kimia (Leopold & Kriedeman 1975). Pada ripening
(pematangan), sistem enzim yang dihasilkan menyebabkan pelunakan dan
pengubahan tepung menjadi gula pada buah berdaging (misalnya apel).
Perubahan yang terjadi selama proses pematangan buah dikaitkan dengan laju
respirasi yang relative tinggi pada buah klimakterik (Gardner et al. 1991).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah, berat daging buah dan kulit
buah terus bertambah.
Berat daging buah pada permulaan perkembangan buah
sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi (Lodh et al. 1971). Dengan
semakin matangnya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit demi
sedikit pengurangan berat kulitnya. Pengurangan ini mungkin disebabkan oleh
selulosa dan hemiselulosa dalam kulit yang pada proses pematangan diubah
menjadi zat pati (Pantastico 1993). Konsentrasi zat pati dalam daging buah pisang
susu (Dwarf cavendish) terus betambah sampai 70 hari pertumbuhan buah, baru
setelah itu mulai turun. Konsentrasi gula total dan stabilisasi pertumbuhan buah
dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk pemanenan (Pantastico 1993).
Menurut Osman dan Millan (2006) pola pertumbuhan buah manggis membentuk
kurva sigmoid, diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 hari
setelah anthesis kemudian dilanjutkan dengan terjadinya perkembangan aril dan
biji.
Pertumbuhan dan perkembangan pada buah manggis ditandai dengan
terjadinya serangkaian perubahan warna pada kulit buah. Selain pada kulit buah,
perubahan warna juga terjadi pada kelopak dan stigma. Pada awal pertumbuhan,
kulit luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat kematangan
berikutnya, warnanya menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat hingga
merah, yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit
apabila telah matang.
Pada buah anggur Bangalore blue yang matang tampak
warna biru tua pada kulitnya (Lodh & Selvaraj 1972).
Download