Perhitungan Indeks Bias Atmosfer Bumi sebagai - HFI DIY

advertisement
126
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY
Perhitungan Indeks Bias Atmosfer Bumi
sebagai Fungsi Ketinggian
Siti Wahyuni1,2, dan Muhammad Farchani Rosyid2
1
Jurusan Fisika FMIPA Unnes
Sekaran Gunungpati Semarang 50229
2
Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, dan Fisika Matematik (KAM),
Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA UGM
Sekip Utara BLS 21 Yogyakarta
[email protected], [email protected]
Abstrak – Variasi indeks bias atmosfer terhadap ketinggian ditentukan berdasarkan kebergantungan indeks bias pada tekanan dan
komposisi gas. Tekanan atmosfer sebagai fungsi ketinggian ditentukan dari hukum barometrik yang telah memperhitungkan temperatur
atmosfer. Komposisi atmosfer dan variasi temperatur terhadap ketinggian didasarkan pada data-data yang telah ada dan terkait dengan
lapisan-lapisan atmosfer.
Kata kunci: atmosfer, indeks bias, hukum barometrik
PENDAHULUAN
Atmosfer dapat diartikan sebagai gas yang menyelubungi
benda angkasa. Gas-gas itu tertahan oleh gravitasi benda
tersebut. Tidak setiap benda angkasa memiliki atmosfer.
Benda angkasa semisal Bumi beserta planet-planet lain
dalam tatasurya (kecuali Merkurius), bintang katai putih,
dan bintang neutron yang memiliki atmosfer. Atmosfer
Bumi dimulai dari ketinggian 0 km di atas permukaan air
laut, sampai dengan batas yang tidak begitu jelas. Atmosfer
tidak mempunyai batas mendadak, tetapi menipis lambat
laun dengan bertambahnya ketinggian, dan tidak ada batas
pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai
menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut.
Berdasarkan komposisi penyusunnya, atmosfer Bumi
tersusun atas sekitar 78,084% Nitrogen, 20,9476% Oksigen,
0,934% Argon, 0,039% Karbondioksida, dan sisanya adalah
campuran gas lain [1].
Pada kenyataannya, atmosfer Bumi sebagai medium
tidaklah seragam, sehingga indeks biasnya bergantung pada
posisi. Selain itu, karena atmosfer bergolak, maka indeks
bias atmosfer juga bergantung pada waktu. Kedua fenomena
itu mengakibatkan perjalanan sinar di ruang angkasa
mengalami penyimpangan (defleksi). Pada pengamatanpengamatan posisi-posisi astronomis, penyimpangan
(defleksi) ini sangat berpengaruh pada keakuratan data-data
pengamatan.
Artikel ini menyodorkan penurunan rumus indeks bias
dengan memanfaatkan rumus barometrik yang telah
memperhitungkan variasi temperatur atmosfer Bumi
terhadap ketinggian. Dengan adanya rumusan ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pada peningkatan presisi
pengamatan benda-benda astronomis. Tentang defleksi
sinar-sinar yang memasuki atmosfer akan menjadi tema
kajian dalam artikel lain yang menyusul.
[(n
I.
II. HUBUNGAN ANTARA INDEKS BIAS DAN
TEKANAN
Indeks bias campuran berbagai macam gas nonpolar
diberikan oleh
2
−1
) (n
2
+2
)] = ∑
Riρ i ,
(1)
i
dengan Ri adalah pembiasan jenis (specific refractivity) dan
ρi kerapatan komponen gas ke-i [2] dalam atmosfer.
Pada tekanan atmosfer, pembiasan jenis tidak terpengaruh
(invarian) oleh perubahan kerapatan komponen udara
sampai pada pendekatan yang sangat tinggi. Oleh karena itu
besaran ini dapat dihitung melalui pengukuran mutlak
pembiasan terhadap panjang gelombang pada salah satu
kerapatan komponen, yaitu diberikan oleh
2
2
(2)
R i = n i − 1 n i + 2 (1 ρ i )
[(
)]
)(
Persamaan (1) digunakan untuk mewakili indeks bias
campuran gas, sedangkan kontribusi masing-masing
komponen diberikan oleh perkalian antara kerapatan bagian
dan kuantitas Ri yang hanya bergantung pada panjang
gelombang.
Berdasarkan komposisi penyusun atmosfer Bumi, indeks
bias pada medium ini dapat diwakili oleh komponen yang
dominan, yaitu dituliskan dalam bentuk
(3)
n 2 − 1 n 2 + 2 = R1 ρ 1 + R 2 ρ 2 ,
dengan indeks 1 dan 2, berturut-turut menyatakan besaran
terkait Nitrogen dan Oksigen.
Jika udara atmosfer yang kita tinjau merupakan gas ideal,
maka dari persamaan keadaan diperoleh kerapatan sebagai
(4)
ρ = p RT ,
sehingga indeks bias dapat dituliskan sebagai fungsi
tekanan, yaitu
(n 2 − 1 ) = R p 1 + R p 2 .
(5)
(
)(
(n
2
+ 2
)
)
1
RT
2
1
RT
2
III. RUMUS BAROMETRIK
Rumus barometrik yang biasa dikenal luas diturunkan
dengan anggapan bahwa atmosfer isotermal dan
isogravitasional. Rumus barometrik ini berbentuk
⎛ mgz ⎞ .
(6)
p ( z ) = p ( 0 ) exp ⎜ −
⎟
⎝ kT ⎠
Persamaan (6) menghubungkan tekanan p(z) gas ideal
dengan massa molekuler m pada suatu ketinggian z di atas
permukaan Bumi, dengan g adalah percepatan gravitasi
Bumi (dianggap seragam, yakni isogravitasional), k tetapan
ISSN 0853-0823
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY
127
Boltzmann, dan T temperatur (juga dianggap seragam, yakni
isotermal).
Selanjutnya, pada pustaka [3] telah dibahas rumus
barometrik yang telah memperhitungkan variasi temperatur
atmosfer dan percepatan gravitasi terhadap ketinggian yang
terbagi dalam dua pendekatan: pertama medan gravitasi tak
seragam namun isotermal, dan kedua adanya gradien
temperatur arah radial namun isogravitasional.
dengan G tetapan umum gravitasi, M massa Bumi, dan R0
jari-jari Bumi.
Medan gravitasi tak seragam
Tekanan pada ketinggian z di atas permukaan Bumi
sesuai dalam pustaka [3] dinyatakan sebagai
⎛ mg 0 R 0
⎞,
z
(7)
⎟⎟
p ( z ) = p (0 ) exp ⎜⎜ −
(
)
kT
z
R
+
0 ⎠
⎝
dengan g 0 percepatan gravitasi pada permukaan Bumi, R0
jari-jari Bumi, k tetapan Boltzmann, dan p(0) tekanan pada
permukaan Bumi yang diberikan oleh
⎛ mg 0 R 0 ⎞
exp ⎜
⎟
,
(8)
⎝ kT
⎠
NkT
p (0 ) =
Rw
GmM
r
⎛
⎞
2
∫R 0 4 π r exp ⎜⎝ kT ⎟⎠ dr
dengan r = R 0 + z [3].
Gambar 1. Temperatur sebagai fungsi ketinggian [4].
Gradien temperatur arah vertikal
Pada bagian ini ditinjau kasus gravitasi seragam di semua
titik, namun terdapat perbedaan temperatur arah vertikal.
Permukaan Bumi melepaskan kembali energi yang
diperolehnya dari radiasi matahari melalui transfer panas ke
atmosfer, sehingga wilayah terdekat permukaan Bumi
merupakan wilayah terhangat, kemudian temperatur akan
berkurang seiring meningkatnya ketinggian. Hal ini
mengakibatkan adanya gradien arah vertikal. Adapun
temperatur rata-rata pada permukaan Bumi adalah 140C
(297 K) atau 150C (288 K), tergantung pada referensi.
Indeks bias udara bergantung pada temperatur,
memunculkan efek pembiasan ketika gradien temperatur
cukup besar. Gambar 1 memperlihatkan variasi temperatur
pada ketinggian yang berbeda. Setiap penggal linear pada
Gambar 1 memenuhi persamaan
(9)
T (z ) = T 0 − β z
dengan β adalah tetapan terkait kemiringan penggal kurva.
Selanjutnya, Tabel 1 merupakan kompilasi dari Gambar1
dengan mengambil setiap penggal yang linear.
Sama halnya dengan penurunan pada tinjauan gravitasi
tak seragam, pada bagian ini tekanan pada ketinggian z dari
permukaan Bumi diperoleh dari persamaan hidrostatik, yaitu
⎛
β z
p ( z ) = p (0 ) ⎜⎜ 1 −
T0
⎝
⎞
⎟⎟
⎠
mg
kβ
(10)
dengan m adalah massa molekular gas [3].
Kesulitan kita adalah menggabungkan kedua persamaan
tekanan sebagai fungsi ketinggian untuk dua kasus di atas,
yaitu persamaan (7) dan persamaan (10).
Sesuai dengan hukum Newton tentang gravitasi, besar
percepatan gravitasi pada ketinggian z di atas permukaan
Bumi diberikan oleh
GM
,
(11)
g =
(R 0
+ z)
2
TABEL 1. PEMBAGIAN PENGGAL ATMOSFER BUMI
BESERTA TETAPAN YANG TERKAIT
Ketinggian (km)
0-11
11-20
20-47
47-54
54-84
84-94
94-140
T0 (0C)
15
-56,5
-56,5
-2,5
-2,5
-92,5
-92,5
Gradien β (K km-1)
6,5
0
-2
0
3
0
-3,1
Jika ketebalan efektif atmosfer Bumi (~ 500 km)
dibandingkan dengan jari-jari Bumi (~ 6378 km), maka
besar percepatan gravitasi disepanjang atmosfer efektif
Bumi tidak berubah signifikan, nilainya mendekati konstan,
yaitu sekitar 9,8 m/s2. Dengan asumsi semacam ini, dapat
digunakan pendekatan yang kedua, yaitu isogravitasional
namun terdapat gradien temperatur arah vertikal dalam
merumuskan tekanan sebagai fungsi ketinggian. Oleh karena
itu, yang akan kita gunakan selanjutnya adalah persamaan
(10) untuk penggal yang mengandung gradien temperatur
arah vertikal, serta persamaan (6) untuk penggal yang
isotermal.
Berdasarkan data pada pustaka [5], nilai tekanan sebagai
fungsi ketinggian telah dapat dihitung, dan disajikan dalam
Gambar 2. Sebagai perbandingan, nilai tekanan sebagai
fungsi ketinggian berdasarkan hukum barometrik yang
biasa, sesuai persamaan (6), disajikan dalam Gambar 3.
Tampak bahwa kedua rumusan ini mempunyai kesesuaian
nilai tekanan pada daerah sekitar troposfer, yaitu pada
ketinggian 0 – 11 km.
ISSN 0853-0823
128
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY
Tekanan (Hukum Barometrik)
100000
100000,00
90000
90000,00
80000
80000,00
70000
Tekanan (N/m2)
Tekanan (N/m2)
Tekanan sebagai Fungsi Ketinggian
60000
50000
40000
30000
70000,00
60000,00
50000,00
40000,00
30000,00
20000
20000,00
10000
10000,00
0
-10000 0
0,00
20
40
60
80
100
120
140
160
0
20
40
60
Altitude (km)
80
100
120
140
160
Altitude (km)
Gambar 2. Hasil Perhitungan Tekanan Atmosfer Bumi sebagai
Fungsi Ketinggian (Altitude) Berdasarkan Hukum Barometrik
diperluas.
Selanjutnya, dengan semua besaran yang telah dapat
dihitung, maka indeks bias atmosfer Bumi dapat
ditentukan melalui persamaan (5) dengan temperatur
Gambar 3. Tekanan Atmosfer Bumi sebagai Fungsi Ketinggian
(Altitude) Berdasarkan Hukum Barometrik yang Biasa.
dinyatakan oleh persamaan (9), sebagai berikut. Untuk
penggal pertama (0 - 11 km)
5,078
5,80
⎛ 6,5 z ⎞
⎛ 6,5 z ⎞
⎟
⎟
⎜1 −
⎜1 −
2
n −1
288 ⎠
288 ⎠
⎝
⎝
0
,
387
+
0
,
236
=
8,314 . (288 − 6,5 z )
8,314 . (288 − 6,5 z )
n2 + 2
(12a)
Untuk penggal kedua (11 - 20 km)
n2 − 1
exp (0,152 . z )
exp (0,174 . z )
= 9,09 ⋅ 10 − 2
+ 4,51 ⋅ 10 − 2
2
216,5
216,5
n +2
(12b)
Untuk penggal ketiga (20 - 47 km)
−16,504
−18,852
⎛
2z ⎞
⎛
2z ⎞
⎜1 +
⎟
⎜1 +
⎟
⎜
⎟
⎜
2
216,5 ⎠
216,5 ⎟⎠
n −1
−3 ⎝
−3 ⎝
=
4
,
31
⋅
10
+
1
,
38
⋅
10
8,314 . (216,5 + 2 z )
8,314 . (216,5 + 2 z )
n2 + 2
(12c)
Untuk penggal keempat (47 - 54 km)
n2 − 1
exp (0,122. z )
exp (0,139 . z )
= 8,5 ⋅ 10 − 7
+ 2,49 ⋅ 10 − 9
2
270,5
270,5
n +2
(12d)
Untuk penggal kelima (54 - 84 km)
11, 002
n2 − 1
= 3,62 ⋅ 10 − 7
n2 + 2
⎛
3z ⎞
⎜⎜1 − 270,5 ⎟⎟
⎝
⎠
+ 9,39 ⋅ 10 −10
8,314 . (270,5 − 3 z )
12,568
⎛
3z ⎞
⎜⎜1 − 270,5 ⎟⎟
⎝
⎠
8,314 . (270,5 − 3 z )
(12e)
Untuk penggal keenam (84 - 94 km)
n2 − 1
exp (0,183 . z )
exp (0,209 . z )
= 05,5.10 − 20
+ 2,14 ⋅ 10 − 24
2
180,5
180,5
n +2
ISSN 0853-0823
(12f)
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY
129
Untuk penggal kelima (94 - 140 km)
−10, 648
n2 − 1
= 1,88 ⋅ 10 − 27
n2 + 2
Hasil akhir perhitungan indeks bias atmosfer Bumi
sebagai fungsi ketinggian disajikan dalam Gambar 4.
Indeks Bias Atmosfer Bumi
1,0035
1,003
1,0025
Indeks B ias
−12,163
3,1 z ⎞
3,1 z ⎞
⎛
⎛
⎜⎜1 +
⎟⎟
⎜⎜1 +
⎟
180
,
5
180
,5 ⎟⎠
− 33 ⎝
⎝
⎠
+ 6,36 ⋅ 10
8,314 . (180,5 + 3,1 z )
8,314 . (180,5 + 3,1 z )
(12g)
PUSTAKA
[1] CRC Handbook of Chemistry and Physics, edited by David R. Lide,
1997.
[2] J.C. Owens, “Optical refractive index of air: dependence on pressure,
temperature, and composition,” Applied Optics, Vol. 6, No. 1,
January 1967.
[3] M.N. Berberan-Santos, E.N. Bodunov, and L. Pogliani, “On the
barometric formula,” Am. J. Phys. 65 (5), May 1997.
[4] www.colorado.edu/geography/ class...1_sum08/
[5] www.lookchem.com
1,002
1,0015
TANYA JAWAB
1,001
Sismanto
? Bagaimana bentuk kurva indek bias sebagai fungsi suhu
dan ketinggian ?
1,0005
1
0,9995
0
20
40
60
80
100
120
Altitude (km)
Gambar 4. Indeks Bias Atmosfer Bumi sebagai Fungsi
Ketinggian (Altitude).
IV. KESIMPULAN
Telah diturunkan rumusan indeks bias atmosfer Bumi
sebagai fungsi ketinggian sebagaimana disajikan dalam
persamaan (12a) sampai dengan persamaan (12g). Akan
tetapi, karena sumber data empiris yang penulis dapatkan
masih terbatas, maka hasil perhitungan baru sekedar uji
coba, belum menunjukkan hasil yang sebenarnya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan artikel ini.
Siti Wahyuni
@ Bukan menjadi tujuan penelitian kami. Artikel ini
terfokus pada menentukan bentuk indek bias sebagai
fungsi ketinggian.
Anonim
? Alasan pengambilan model gas ideal ?
? Apakah variasi atmosfer regional diperhitungkan (misal:
tropis vs kutub) ?
Anonim
@ Tidak ada alasan. Model gas yang lebih real dapat
diterapkan. Tetapi beberapa artikel (termasuk pustaka
rujukan) menyatakan model gas ideal sudah mencukupi.
@ Variasi atmosfer regional belum diperhitungkan.
ISSN 0853-0823
Download