4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Rosales Familia : Leguminosae (Fabaceae) Genus : Vigna Spesies : Vigna radiata (Purwono dan Rudi 2005). Kacang hijau merupakan sumber pangan yang penting terutamanya di Asia Tenggara. Kacang hijau merupakan sumber protein nabati dan kalsium. Kacang hijau dapat digunakan sebagai makanan, pakan maupun pupuk hijau (Kumar 2003). Kacang hijau merupakan salah satu bahan makanan populer di Indonesia. Kacang hijau mengandung kandungan protein nabati yang tinggi setelah kacang kedelai dan kacang tanah. Kecambah kacang hijau mengandung banyak sekali enzim aktif, salah satunya adalah enzim amilase yang membantu metabolisme karbohidrat. Kelebihan dari kacang hijau yaitu walaupun direbus lama (sampai hancur) khasiat kacang hijau tidak berkurang dan tidak terpengaruh panas. Kandungan gizi yang terdapat dalam 110 gr kacang hijau adalah 345 kalori, 22,2 gr protein, 1,2 gr lemak, vitamin A, vitamin B1, fosfor, zat besi dan mangan. Selain itu, kacang hijau banyak mengandung vitamin dan mineral, serta manfaatnya dapat mengobati penyakit beri-beri dan meningkatkan daya tahan tubuh (Direktorat Budidaya Aneka Kacang Dan Umbi 2013). Kacang hijau merupakan komoditas tanaman pangan penting kelima setelah padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Komoditas ini biasanya ditanam mengikuti pola tanam padi– padi–kacang hijau atau padi–kedelai–kacang hijau. Umumnya ditanam di lahan sawah sesudah panen padi, ketika diperkirakan air 4 5 tidak cukup lagi untuk menanam padi atau palawija lain. Hal ini dilakukan karena kacang hijau dikenal sebagai jenis tanaman yang relatif toleran terhadap kekeringan (Sulistyo dan Yuliasti 2012). Kacang hijau dapat tumbuh pada semua jenis tanah apabila unsur hara yang tersedia cukup, sehingga persiapan lahan harus dilakukan dengan sebaikbaiknya. Penanaman kacang hijau dilakukan dengan sistem tugal sebanyak 2-3 biji/ lubang dengan kedalaman 3-5 cm, kemudian ditutup dengan tanah halus atau pupuk kandang. Penggunaan mulsa jerami yang ditebar pada hamparan pertanaman kacang hijau secara merata dapat mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman dan memperlambat proses penguapan air tanah. Umur panen tergantung varietas yang ditanam. Pemanenan dilakukan apabila polong berwarna hitam atau coklat serta telah kering dan mudah pecah (Atman 2007). Kacang hijau memiliki kelebihan dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu berumur genjah (55-65 hari), lebih toleran kekeringan dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan kacang hijau relatif kecil, yakni 700-900 mm/ tahun (pada curah hujan yang lebih rendah dari itu masih dapat tumbuh karena kacang hijau berakar dalam), dapat ditanam pada lahan yang kurang subur dan penyubur tanah karena bersimbiose dengan rhizobium dan menghasilkan biomassa banyak (11-12 ton/ ha), cara budidayanya mudah, pengolahan tanah minimal dan biji disebar, hama yang menyerang relatif sedikit dan harga jual tinggi dan stabil (BPS 2006 cit. Kasno 2007). Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi antara 30 sampai dengan 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat dan berbulu, warna batang dan cabangnya hijau tetapi ada juga yang ungu. Sifat-sifat tanaman kacang hijau antara lain lebih tahan kekeringan, lebih sedikit hama dan penyakit yang menyerang, dapat dipanen pada umur 55-60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan lebih kecil resiko kegagalan panen secara totalnya (Soeprapto 1993 cit. Iswandari 2006). 6 B. Cekaman Kekeringan Efisien pemanfaatan air oleh tanaman dapat ditingkatkan dengan meminimalkan kehilangan air. Faktor yang mempengaruhi nilai kehilangan air adalah evapotranspirasi dan transpirasi. Kekeringan merupakan salah satu masalah penting yang berkontribusi terhadap hasil tanaman kedelai. Sehubungan dengan itu, peningkatan produktivitas membutuhkan perkembangan tanaman resisten kekeringan melalui seleksi dan perbaikan varietas (Purwanto 2003). Kekeringan merupakan suatu fenomena meteorologi tidak adanya curah hujan untuk periode waktu cukup lama sehingga menyebabkan berkurangnya kelembaban tanah dan penurunan air diikuti penurunan potensi air pada jaringan tanaman. Tanaman dapat menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk tahan cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan bagi tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor, yakni kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun yang disebabkan oleh laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (Mitra 2001). Kekeringan merupakan masalah global yang serius dan salah satu faktor yang paling penting yang berkontribusi terhadap kehilangan hasil panen. Kekurangan air dan kehilangan air tanah akibat perubahan lingkungan dan perubahan penggunaan lahan merupakan tantangan bagi petani. Ketergantungan pertumbuhan tanaman terhadap air membuat pengukuran potensi air sangat penting (Hamid et al. 2012). Kekeringan merupakan faktor lingkungan paling penting yang mempengaruhi proses fisiologi, pertumbuhan tanaman, perkembangan dan proses produksi. Dampak kekeringan pada masing-masing tanaman berbeda dan mekanisme toleransi mungkin juga berbeda (Prasad et al. 2008). Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap aspek pertumbuhan tanaman meliputi karakter anatomis, morfologis, fisiologis dan biokimia tanaman. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh besarnya tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman. Penurunan produksi 7 sangat berkaitan dengan cekaman kekeringan. Tanaman yang terkena cekaman kekeringan menyebabkan potensial air daun menurun, pembentukan klorofil terganggu. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh terhadap menurunnya kecepatan fotosintesis dan luas daun. Cekaman kekeringan pada saat memasuki periode perkembangan tanaman dapat menurunkan hasil sebesar 56,3 % (Kadir 2011) Cekaman kekeringan akan mengakibatkan menurunnya laju penyerapan air oleh akar tanaman sehingga terjadi gangguan pada pertumbuhan tanaman, terutama pada jaringan yang sedang tumbuh. Pertumbuhan pada tanaman meliputi penambahan dalam massa kering, volume, panjang atau luas sel yang dihasilkan dari interaksi proses-proses dalam tanaman melalui fotosintesis, respirasi, transpor, hubungan air dan keseimbangan nutrien. Respon morfologi dan fisiologi tanaman terhadap cekaman dan pola adaptasi tanaman pada lingkungan berbeda sangat penting artinya terutama untuk kepentingan kultivasi dan prediksi sifatsifat responsif tanaman tersebut (Prihastanti 2010). Tanaman memerlukan air untuk tumbuh dan berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan tanaman akan berkurang dan biasanya akan menyebabkan berkurang pula hasil panen tanaman yang mengalami cekaman kekeringan. Semakin besar indeks cekaman yang dialami oleh tanaman maka semakin menurun pula hasil produksi tanaman baik berupa biji maupun berat kering tanaman. Kekeringan berhubungan dengan terhambatnya proses fotosintesis. Kekeringan yang terjadi secara terus-menerus akan menurunkan hasil fotosintesis. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pembentukan cabang produktif akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang kurang baik sehingga pertumbuhan cabang produktif dapat terhambat (Andriyati 2006). Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman. Hasil penelitian Sianipar et al. (2013) menunjukkan bahwa jumlah polong berisi per tanaman tertinggi yang 8 terdapat pada perlakuan cekaman kekeringan adalah pada 100% kapasitas lapangan sebesar 2,03 polong sedangkan yang terendah terdapat pada 40% kapasitas lapangan sebesar 1,57 polong. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat cekaman kekeringan yang tinggi produksi tanaman kacang hijau mengalami penurunan akibat terganggunya proses fisiologis dan metabolisme tanaman karena jumlah air tersedia cukup sedikit. Hasil penelitian Lapanjang et al (2008) menunjukkan bahwa bobot kering tanaman (batang, daun, akar) semakin berkurang dengan semakin meningkatnya cekaman. Bobot kering batang, daun, tajuk, dan tanaman (total) menunjukkan penurunan berturut-turut 33.99%, 23.19%, 28.0% dan 27.08% ketika cekaman menjadi 60% KL. Bila cekaman ditingkatkan menjadi 40% KL maka bobot kering menurun lebih tajam berturut-turut sebesar 74.96%, 76.56%, 75.85%, dan 74.87%. Salah satu mekanisme ketahanan terhadap adanya cekaman kekeringan adalah menghindar dari kondisi cekaman tersebut. Mekanisme morfo-fisiologis tanaman untuk menghindar dari cekaman kekeringan adalah adanya kemampuan tanaman memanjangkan akarnya untuk mencari sumber air jauh dari permukaan tanah pada saat terjadi cekaman kekeringan di areal dekat permukaan tanah. Mekanisme ketahanan terhadap kekeringan yang lain adalah kemampuan menghasilkan senyawa osmotikum seperti prolin dan asam-asam organik yang berfungsi dalam proses penyesuaian osmotik (Dzajuli 2010). C. Hipotesis Cekaman kekeringan 60 % KL tidak menurunkan pertumbuhan dan hasil kacang hijau.