BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Struktur Modal Pengertian struktur modal menurut Sawir (2005:10) struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Menurut Weston dan Brigham (2005:150) struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen, saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan (trade-off) antara risiko dan tingkat pengembalian : Menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham. Menggunakan lebih banyak utang juga memperbesar tingkat pengembalian yang di harapkan. Risiko yang semakin tinggi cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi akan meningkatkannya tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) akan menaikkan harga saham tersebut. Karena itu struktur modal yang paling optimal harus berada dalam keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Joel: 2001). Ada empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu: 11 1. Risiko Bisnis, yang merupakan tingkat risiko yang terkandung dalam operasi perusahaan apabila tidak menggunakan utang. Semakin besar risiko bisnis perusahaan maka akan semakin rendah rasio utang yang dioptimalkan. 2. Posisi pajak perusahaan, alasan utama menggunakan utang karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. 3. Fleksibilitas keuangan, merupakan kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. 4. Konservatisme atau agresivitas manajemen, faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan yang ditetapkan manajer. a. Teori Struktur Modal Teori struktur modal modern yang berkembang pada tahun 1958, ketika Prof. Franco Modigliani dan Prof. Merton Miller (MM) membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak di pengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan demikian MM menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal tidak relevan. MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain : 1. Tidak ada agency cost 2. Tidak ada pajak. 12 3. Investor dapat berutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan. 4. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen yang sama seperti manajemen prospek perusahaan dimasa depan. 5. Tidak ada biaya kebangkrutan 6. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari utang. 7. Para investor adalah price-taker 8. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (marketvalue) struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai perusahaan yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Efek Pajak Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Pemberlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal. Miller mengatakan pembayaran bunga dapat dikurangi dengan tujuan sistem penerapan pajak dapat menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, dan diberlakukannya pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunkan tingkat pengembalian yang disyaratkan pada saham dan dengan demikian dapat menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. 13 2. Teori Trade-Off Perkembangan teori trade-off dari leverage, dimana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Menurut trade-off theory oleh Myes (2001) perusahaan akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan merupakan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang meningkat akibat turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off teory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukan beberapa faktor seperti pajak, biaya keagenan (agency cost) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan utang. 3. Teori Pecking Order Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat utangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam teori ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana yang telah dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004:458-459), yaitu : 14 i. Perusahaan lebih memilih untuk menggunkan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. ii. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah resikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan saham biasa. iii. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. iv. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio invetasi yang lancar tersedia. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunkan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti hierarki yang telah dijelaskan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih menerbitkan ekuitas dari pada berutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eskternal. 15 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan struktur modal (brigham dan Houston, 2001:39-41) 1. Stabilitas penjualan, perusahaan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2. Struktur aktiva, perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunkan banyak utang. 3. Leverage operasi, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil. 4. Tingkat pertumbuhan, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal ekternal. 5. Profitabilitas, perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. 6. Pajak, bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan. 7. Pengendalian, pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. 8. Sikap manajemen, karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya. 16 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilaian peringkat, tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. 10. Kondisi pasar, kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. 11. Kondisi internal perusahaan, kondisi ini juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan. 12. Fleksibilitas keuangan. b. Analisis Struktur Modal Nilai suatu perusahaan dapat diukur dengan harga saham atau biaya modal yang dikeluarkan oleh perusahan. Dalam menganalisis struktur modal maka dapat digunakan rasio solvabilitas antara lain : i. Debt to Assets Ratio (DAR), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin tinggi debt to assets ratio maka akan semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. ii. Debt to Equity Ratio (DER), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan 17 modal sendiri. Debt to equity ratio dapat berarti sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban membayar utangnya dengan jaminan modal sendiri. iii. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER), merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Long term debt to equity ratio juga dapat digunakanuntuk mengukur seberapa besar perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri atau seberapa besar utang jangka panjang dijamin dengan modal sendiri. 2.1.2 Aset Aset atau yang sering disebut sabagai aktiva merupakan kekayaan yang dimiliki oleh bank yang dapat diukur secara jelas penggunaan satuan uang dan sistem pengurutannya berdasarkan perubahan yang telah dikonversi menjadi satuan uang kas. Aset juga bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung, yang mempunyai sifat produktif dalam bagian operasi bank dan memiliki kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas. Manfaat lainnya aset sebagai penghasil barang dan jasa yang dapat ditukar dengan aktiva lain untuk melunasi kewajibannya (utang). Sumber dana aset dapat diperoleh dari giro, tabungan nasabah, deposito, pinjaman, dan modal. Aset dibagi menjadi tiga yaitu : 1) Current Assets (Aktiva Lancar), aktiva ini digunakan dalam waktu yang relatif singkat, tidak melebihi satu tahun. Aktiva lancar seperti kas (cash), 18 piutang (account receivable), investasi jangka pendek (temporary investment), wesel tagih (notes receivable), persediaan (inventory), pendapatan yang masih akan diterima (accrued receivable), beban dibayar dimuka (prepaid expense) 2) Fixed Asset (Aktiva Tetap), merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang bersifat permanen dan dapat diukur dengan jelas. Aktiva ini digunakan dalam waktu yang relatif lebih lama atau lebih dari satu tahun. Fixed asset dapat diperoleh perusahaan untuk digunkan sendiri dan tidak untuk dijual kecuali ada hal-hal yang mengharuskan fixed asset ini untuk dijual. Fixed asset dapat dikategorikan seperti bangunan, gedung, tanah, peralatan kantor, mesin, kendaraan, dan yang lainnya. 3) Lintangible Asset (Aktiva tidak berwujud), aktiva ini tidak tampak dan tidak dapat disimpan, dan tidak dapat dipegang bentuknya tetapi dapat dirasakan manfaatnya. Aktiva tidak berwujud merupakan hak-hak perusahaan yang kepemilikannya diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang, seperti hak paten, hak guna bangunan, hak sewa, dan lainnya. 2.1.3 Pasiva Pasiva atau liability management (Dahlan Siamat: 1993 hal.142) adalah suatu proses dimana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang tradisional melalui pinjaman dipasar uang atau dengan menerbitkan instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutaman untuk memenuhi permintaan kredit. Dalam manajemen pasiva ini adalah usaha untuk mendapatkan 19 dana untuk memenuhi kebutuhan operasional bank, baik melalui penghimpunan dana pihak ketiga (masyarakat), dana pihak kedua yang dapat dihimpun melalui pasar uang dan pasar modal maupun yang berasal dari pihak pertama (pemilik) melalui pasar modal. (Selamer Riyadi: 2003 hal.65) 1) Sumber dana pihak pertama, modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu bank. Jika bank sudah beroperasi maka modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan menampung resiko kerugian. Modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Modal inti, disebut core capital atau Tier 1 yang terdiri atas modal disetor, agio saham, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan setelah diperhitungkan pajak, laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, dikurangi kerugian tahun lalu, laba tahun berjalan setelah dikurangi pajak, dikurangi rugi tahun berjalan, dikurangi goodwil (jika ada) dan diperhitungkan kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif dari jumlah yang seharusnya dibentuk. b. Modal pelengkap, disebut supplementary capital atau Tier 2 terdiri atas cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman, pinjaman subordinasi, jumlah modal pelengkap tersebut yang diperhitungkan menjadi komponen modal maksimal sebesar 100% dari modal inti. 20 2) Sumber dana pihak kedua, adalah sumber dana bank yang dapat diperoleh melalui pasar uang antar bank dan melalui pasar modal dengan cara menerbitkan obligasi atau surat berharga berjangka panjang lainnya. a. Pasar uang adalah pinjam meminjam antar bank yang dilakukan oleh bank-bank komersial dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas atau untuk memanfaatkan dana agar tidak terjadi idle fund. Instrumen pasar uang yang berjangka satu tahun seperti promissory notes (PN) atau promes, banker’s acceptance, commercial paper (CP) dan surat-surat berharga lainnya yang dapat menghimpun dana bagi bank. b. Pasar modal merupakan sumber dana yang berasal dari surat-surat berharga yang berjangka panjang seperti penerbitan saham dan obligasi. Pasar modal merupakan tempat diperdagangkannya surat-surat berharga atau disebut Bursa Efek. 3) Dana pihak ketiga, dana yang berasal dari masyarakat. Biasanya Sumber dana pihak ketiga dilihat dari segi mata uang dapat dibedakan menjadi: a. Sumber dana pihak ketiga Rupiah, adalah kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, contohnya seperti giro, simpanan berjangka (deposito atau sertifikat deposito), tabungan dan kewajiban-kewajibannya lainnya, surat-surat berharga yang diterbitkan, pinjaman yang diterima, setoran jaminan, dan lainnya. b. Sumber dana pihak ketiga valutan asing, adalah kewajiban bank yang tercatat dalam valutan asing kepada dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga terdiri atas giro, call money, deposit on call (DOC), deposito berjangka, 21 margin deposit, setoran jaminan, pinjaman yang diterima, dan kewajibankewajiban lainnya dalam valutan asing. Dalam sumber dana pihak ketiga dibagi atas sumber dana berbiaya dan sumber dana tidak berbiaya. Dimana sumber dana berbiaya seperti giro, tabungan, dan simpanan berjangka, sedangkan sumber dana yang tidak berbiaya seperti agio saham, laba tahun berjalan, laba yang ditahan, cadangan umum, cadangan tujuan lainnya, deposito berjangka yang telah jatuh tempo dan belum dicairkan oleh nasabah, transfer masuk yang belum dibayar, hasil inkaso keluar yang belum dibayar, utang pajak kepada pemerintah pusat. 2.1.4 Leverage Leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan aset dan sumber dana (sources of funds) oleh bank di mana dalam penggunaan aset dan dana tersebut. Bank harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan aset (aktiva) atau dana tersebut pada akhirnya meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham. Sebaliknya, leverage juga dapat meningkatkan resiko keuangan, karena jika perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetap maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham (Martono dan Harjito : 2001). Dalam perusahaan di kenal dua macam leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage). Penggunaan kedua leverage ini bertujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya aset dan sumber dananya. Dengan demikian penggunaan leverage akan 22 meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Berikut akan dijelaskan jenisjenis leverage. 1. Leverage Operasi (Operating Leverage) Leverage operasi terjadi pada saat perusahaan memiliki biaya operasi tetap. Biaya tetap yang dimaksud adalah biaya penyusutan gedung dan peralatan kantor, biaya asuransi, dan biaya lain yang timbul dari penggunaan fasilitas dan biaya manajemen perusahaan. Leverage operasi memperlihatkan pengaruh penjualan terhadap laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and taxes atau EBIT) yang diperoleh. Pengaruh tersebut dapat dihitung melalui tingkat leverage operasi (degree of operating leverage). 2. Leverage Keuangan (Financial Leverage) Leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut dapat memperbesar pendapatan per lembar saham (earning per share atau EPS). Leverage keuangan muncul di karenakan perusahaan mengunakan dana dengan beban tetap. Perusahaan yang mengunakan dana beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan atau mempunyai efek yang positif jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dari pada beban tetap dari penggunaan dana tersebut. Leverage keuangan bisa rugi ketika perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana lebih besar dari beban tetap yang harus dibayar. Nilai keuangan leverage dikatakan positif atau negatif dilihat dari seberapa besar pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). 23 3. LeverageTotal (Total Leverage) Leverage total atau leverage kombinasi merupakan penggunaan kombinasi leverage operasional dan leverage keuangan. Arti dari kombinasi tersebut melakukan dua langkah perubahan penjualan terhadap perubahan EPS. Pertama melihat pengaruh penjualan terhadap EBIT yang dianalisis dengan DOL. Kedua melihat pengaruh EBIT terhadap EPS yang dianalisis dengan DFL. 2.1.5 Rasio Leverage ( Leverage Ratio) Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), rasio leverage adalah rasio yang digunkan untuk mengukur aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang. Rasio leverage ini juga digunakan sebagai perbandingan tingkat hutang dengan ekuitas dan aset suatu perusahaan. Rasio leverage di bagi menjadi dua yaitu : 1. Debt Ratio (Rasio Hutang), Debt ratio merupakan rasio antara total hutang (totaldebt) dengan total aset (total assets) yang dinyatakan dalam persentase. Rasio hutang mengukur berapa persen aset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang. 2. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Total Hutang terhadap Modal Sendiri), Total debt to equity ratio Rasio total hutang dengan modal sendiri merupakan perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas). 24 2.1.6 Leverage Perbankan Leverage dalam perbankan adalah suatu pengukuran manajemen keuangan yang dilihat dari berapa banyak sumber modal yang diperoleh bank dalam bentuk utang atau pinjaman, atau dapat diartikan sebagai kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya. Leverage ratio berdasarkan Tier 1 (modal inti) adalah hubungan antara modal inti perbankan dan total aset. Leverage ratio dihitung dengan total aset dibagi dengan rasio modal. Leverageratio ini merupakan alat evaluasi yang digunakan untuk membantu menentukan kecukupan modal pada suatu bank. Leverage merupakan rasio pelengkap penting untuk kebutuhan modal, rasio leverage juga merupakan indikator yang berguna selama masa krisis dan masa sebelum krisis ditandai dengan kenaikan leverage yang tinggi. Bank yang memiliki rasio leverage yang tinggi akan mempunyai jumlah modal yang besar untuk menyerap kerugian, sedangkan bank yang memiliki rasio leverage yang rendah akan lebih mengandalkan utang untuk mendanai pinjaman bank. Rasio leverage dapat menahan pertumbuhan neraca dan dapat mempertahankan jumlah modal yang minimum untuk menyerap kerugian atas resiko aset bank. Rasio leverage minimum yang telah ditetatpkan BCBS sebesar 3%, dengan kata lain bank dapat meningkatkan eksposur maksimal 33 kali dibandingkan dengan jumlah modal Tier 1 yang dimiliki. Leverage merupakan kunci pertumbuhan ekonomi, namun leverage yang berlebihan akan memberikan ancaman efek volatilitas return. Leverage membuat perekonomian lebih tergantung pada pendanaan, oleh karena itu leverage lebih 25 stabil dan sensitif terhadap gunjangan yang tidak terduga dalam pasar modal. Terjadinya krisis keuangan global membuat sektor perbankan mengurangi tingkat leverage yang telah diakumulasikan selama terjadinya krisis. Untuk menghindari krisis keuangan lebih lanjut maka bank sentral mengambil bagian utang bank ke neracanya. Leverage ratio telah diimplementasikan pada perbankan internasional seperti di negara Kanada, Amerika Serikat, dan Swiss. Diantara ketiga negara tersebut Amerika memiliki leverage ratio yang paling rendah, dan dinyatakan sebagai rasio leverage minimum pada modal inti terhadap total aset. Rasio minumum leverage untuk bank individu sebesar 3%, bank yang memiliki rasio leverage sebesar 3% merupakan bank yang memiliki manajemen yang baik (Katia D’Hulster). Penerapan leverage ratio di sektor perbankan yang telah dibuat oleh Basel Committee pada pengawasan perbankan, bank harus memenuhi syarat peningkatan modal sebesar 3-5% dari total aset yang dimiliki oleh bank tersebut. Tujuan berlakunya leverage ratio untuk menerapkan standar kesehatan bank dan kemampuan bank untuk bertahan dari krisis keuangan global dimasa yang akan datang. Ketika suatu bank mengalami kerugian, rasio leverage dapat mendorong sektor perbankan untuk menaikan modal dengan mempertahankan laba atau penerbitan saham baru, atau dapat mengurangi aset dan kewajiban dengan menjual pinjaman dan melunasi utang. Rasio leverage diperlukan untuk pengawasan peraturan perbankan sebelum mengalami kebangkrutan. Jika bank 26 mempunyai terlalu banyak pinjaman atau utang akan menyebabkan bank menjadi overleveraged karena bank tidak dapat memenuhi untuk membiayai neraca bank. Menurut Adrian dan Shin (2010) hubungan antara leverage bank dan aset berkolerasi positif karena aktivitas manajemen neraca yang aktif dengan diikuti perubahan ekuitas. Ketika nilai ekuitas naik karena peningkatan harga di pasar keuangan, maka menyebabkan rasio leverage menurun. Jika manajemen neraca bank aktif dan meningkatnya kewajiban non ekuitas dalam proses perbankan akan meningkatkan kewajiban atau utang baru yang merupakan investasi kedalam aset yang baru. 2.1.7 Leverage Bersifat Procyclicality Procyclical dalam teori bisnis dan keuangan adalah setiap kuantitas ekonomi yang berkolerasi positif dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan, artinya setiap kuantitas yang cenderung meningkat dalam ekspansi dan cenderung menurun dalam resesi perkembangan diklasifikasikan sebagai procyclical. Harga saham juga bersifat procyclical karena cenderung meningkat ketika ekonomi tumbuh dengan cepat. Basel Committee memperkenalkan leverage ratio dengan definisi yang luas dari total aset dan konservatif modal. Sebagai ukuran tambahan Basel II riskbesed framewrok (BCBS 2009). Manfaat diaplikasikan leverage ratio sebagai tambahan alat prudensial. Penggunaan leverage ratio ini bertujuan untuk mikro dan makroprudensial sebagai batas pengukuran keuangan yang maksimum. Rasio ini merupakan indikator untuk memantau kerentanan atau pemicu untuk 27 meningkatkan pengawasan modal berdasarkan basel II sesuai dengan persyaratan modal. Peraturan mikroprudensial perlu dilengkapi oleh regulasi makroprudensial yang akan melancarkan siklus kredit (FSA:2009, Adritzkt,dkk:2009). Rasio leverage bersifat fleksibel untuk digunakan sebagai alat kebijakan makro atau mikroprudensial dan sebagai instrumen countercyclical. perubahan harga aset di neraca akan meningkatkan ekuitas dari sistem keuangan, sebagai persentasi dari total aset. Bank yang memiliki manajemen neraca yang aktif akan menghasilkan leverage yang rendah. Sebaliknya apabila harga aset bank menurun dan ekuitas bank akan jatuh maka leverage cenderung meningkat. Leverage bank akan naik ketika kondisi ekonomi booming dan leverage akan turun ketika kondisi ekonomi krisis. Dengan demikian leverage bersifat procyclical. Hal ini dikarenakan total ekuitas perbankan sangat sensitif terhadap harga aset. Perbankan yang tergantung pada wholesale funding untuk mendanai kegiatan investasinya akan menyebabkan leverage bersifat procyclical. Procyclicality tidak berpengaruh pada bank-bank komersial yang tidak menggunkan wholesale funding dalam sistem pendanaannya. Perubahan procyclical ini dapat terjadi pada likuditas bank dalam pendanaan jangka pendek. Dimana likuiditas pasar diukur sebagai perubahan volume perdagangan repo dan volume commercialpaper. Khususnya penggunaan wholesale funding menyebabkan procyclicality yang tinggi ketika likuiditas pasar juga tinggi. Ketika pasar keuangan tidak likuid, bank yang menggunakan wholesale funding akan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan leverage dengan cepat. 28 2.1.8 Wholesale Funding dan Retail Deposit Wholesale funding digunakan untuk mempertahankan tingkat likuiditas dan untuk menyediakan sumber dana yang berkomitmen untuk memungkinkan masyarakat memenuhi kewajibannya bahkan di dalam kondisi ekonomi yang sulit. Adanya wholesale funding untuk menyesuaikan aset yang likuid yang didanai. Wholesale funding merupakan sumber dana pihak kedua karena dana diperoleh dari pasar uang antar bank melalui pasar modal dengan menerbitkan surat berharga jangka panjang. Sedangkan retail deposit adalah penyedia layanan oleh bank kepada nasabah. Layanan yang ditawarkan bank meliputi tabungan dan rekening transaksi, hipotik, pinjaman pribadi, kartu debit, dan kartu kredit. Retail deposit ini merupakan sumber dana pihak ketiga karena dana berasal dari masyarakat. Leverage yang bersifat procyclicality dapat juga dipengaruhi oleh wholesale funding yang digunakan dalam manajemen keuangan bank. Dalam perbankan terdapat dua sumber dana yaitu: wholesale funding dan retail deposit (Damar, dkk : 2013). Perbedaan bank yang menggunakan wholesale funding dan retail deposit dapat dijelaskan sebagai berikut, dimana bank A menggunakan wholesale funding sedangkan bank B menggunakan retail deposit. Assets Total Assets 220 Bank A Liabilities Retail deposit 0 Wholesale Funding 200 Equity 20 Assets Total Assets 220 Bank B Liabilities Retail deposit 200 Wholesale Funding 0 Equity 20 Dari neraca di atas dapat diketahui leverage ratio setiap bank, leverage ratio tersebut dapat dihitung dengan L= A/E, dimana L: Leverage, A: Total Assets, dan 29 E: Equity. Maka leverage ratio kedua bank 220/20 = 11. Apabila kedua bank menaikan nilai aset dan ekuitasnya sebesar $10. Peningkatan aset dan ekuitas ini disebabkan oleh kenaikan harga sekuritas dipasar keuangan yang dapat dilihat dari ekuitas bank (Adrian dan Shin:2010). Maka perubahan neraca dapat dilihat, Assets Total Assets 230 Bank A Liabilities Retail deposit 0 Wholesale Funding 200 Equity 30 Assets Total Assets 230 Bank B Liabilities Retail deposit 200 Wholesale Funding 0 Equity 30 Dari neraca diatas maka leverage ratio kedua bank tersebut sebesar 230/30 = 7,67. Bank menginginkan untuk mempunyai manajemen yang aktif untuk meningkatkan neraca perbankan dengan meningkatkan nilai investasinya. Dengan demikian bank yang menggunakan sumber dana dari wholesale funding merupakan bank yang mempunyai reputasi yang tinggi, serta bank lebih cepat dalam menyusuaikan leverage ratio. Bank yang menggunakan wholesale funding akan terbentuk leverage yang bersifat procyclicality yang tinggi. Misalkan bank A mengunakan sumber dana dari wholesale funding maka bank akan memperoleh kenaikan aset sebesar $100 dari pembelian aset atau surat berharga. Sedangkan bank B yang menggunakan sumber dana retail deposit hanya dapat mengumpulkan dana sebesar $80 dikarenakan bank yang menggunakan retaildeposit akan lebih lama dalam mengumpulkan dananya di bandingkan dengan bank yang menggunkan wholesale funding. (Damar, dkk :2013) Assets Total Assets 330 Bank A Liabilities Retail deposit 0 Wholesale Funding 300 Equity 30 Assets Total Assets 310 Bank B Liabilities Retail deposit 280 Wholesale Funding 0 Equity 30 30 Dari neraca terebut maka leverage ratio bank A sebesar 330/30 = 11, dan leverage ratio bank B sebesar 310/30 =10,33. Dari perhitungan leverage ratio antara kedua bank tersebut dapat disimpulkan bahwa bank yang menggunakan wholesalefunding akan lebih cepat dalam menyesuaikan leverage ratio suatu bank dikerenakan bank dapat memperoleh dana lebih cepat dan leverage bersifat procyclicality yang tinggi. 2.1.9 Likuiditas Perbankan Secara umum likuiditas merupakan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana dalam jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan bank untuk mengubah seluruh aset untuk menjadi tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio reliabilitas. Likuiditas merupakan kemampuan aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancar. Dalam perbankan likuiditas merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan deposan atau kewajiban yang ingin menarik dana dan dapat meyakini peminjam bahwa kredit atau cash yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Bank yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti bank dalam keadaan likuid. Likuiditas diukur dengan kapasitas utang atau kapasitas pinjaman untuk memenuhi kebutuhan dana jangka pendek. Likuiditas merupakan indikator kemapuan bank untuk membayar atau melunasi kewajiban-kewajiban finansial pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas terbagi menjadi dua yaitu: 31 1. Current Ratio (Rasio Lancar) Current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar (current assets) dengan hutang lancar (currentliabilities). Dimana aktiva lancar terdiri dari kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Sedangkan hutang lancar terdiri dari hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, hutang gaji/upah, dan hutang jangka pendek lainnya. 2. Quick Ratio (Rasio Cepat) Quick ratio merupakan alat ukur untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan. Rasio ini merupakan pertimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi dengan persediaan dengan jumlah hutang lancar. Quick ratio memfokuskan kompenen-komponen aktiva lancar yang lebih likuid seperti kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek. 2.1.10 Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) BCBS (Basel Committee on Banking Supervision) adalah forum kerja sama dibidang pengawasan perbankan yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas keuangan serta pemaham tentang isu-isu kunci pengawasan dan meningkatkan pengawasan perbankan di seluruh dunia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menjadi anggota BCBS sejak awal september 2014. Tugas BCBS sebagai penentu standar global yang paling utama menajaga kehati-hatian bank dan menyediakan forum kerja sama di dalam pengawasan bank. 32 2.1.11 BASEL III Basel III adalah peraturan perbankan internasional yang dikembngkan oleh Bank For International Settlements dalam rangka untuk mempromosikan stabilitas keuangan internasional. Basel III merupakan hasil pengembangan dari permasalahn yang masih muncul dalam dunia perbankan pasca krisis dunia pada tahun 2008. “Basel III: Global Regulatory Framework forMore Resilient Banks and Banking Systems” yang diterbitkan oleh BCBS pada bulan Desember 2010 secara prinsip bertujuan untuk mengatasi masalah perbankan antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap potensi risiko kerugian akibat krisis keuangan dan ekonomi serta mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi; 2. Meningkatkan kualitas manajemen risiko, governance, transparansi dan keterbukaan; 3. dan memberikan resolusi terbaik bagi systemically important cross border banking 33 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu No Nama Penelitian dan Tahun Penelitian Judul Variabel Hasil 1 H. Evren Damar, Cesaire A. Meh, dan Yaz Terajima (2013) Leverage, BalanceSheet Size and Wholesale Funding Variabel Independen : Assets Growth, ACM limit, Liquidity, Marger, Leverage Growth Periode sebelumnya, Wholesale Funding Variabel Dependen : Leverage Growth Leverage growth dipengaruhi oleh asset growt dan liquidity. Leverage akan bersifat procyclical yang tinggi ketika lembaga keuangan menggunkan wholesale funding. 2 Michael Dewally, dan Yingying shao (2013) Leverage, Wholesale Funding, and National Risk Attitude Variabel Independen: Asset Growth, Leverage Growth Periode sebelumnya, Liquidity, GDP Growth. Leverage growth dipengaruhi secara signifikan oleh setiap variabel independen. Leverage bersifat procyclical pada lembaga keuangan internasional karena lembaga keuangan tersebut tergantung pada wholesale funding. Di negara maju tingkat procyclicality lebih berpengaruh signifikan dengan menggunakan wholesale funding Variabel Dependen: Leverage Growth 34 Tabel 2.1, Lanjutan Nama Penelitian dan No Judul Tahun Penelitian 3 Tobias Liquidity Andrian, and dan Hyun Leverage Song Shin (2010) 4 Variabel Hasil Variabel liquidity agregat Independen : Total meningkatkan pertumbuhan Assets, Repo, neraca sektor keuangan Trading. ketika harga aset meningkat, sehingga Variabel manajemen bank menjadi Dependen : lebih kuat, dan leverage Leverage bersifat procyclical karena memiliki manajemen bank yang aktif. Jurg M. Why 'Basel Leverage Ratio di lembaga Blum II' May keuangan dengan Need a menambah modal untuk (2008) Leverage mencegah terjadinya Ratio kebangkrutan bank. Restriction sumber : Data hasil Olahan Penulis 2.3 Kerangka konseptual Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan hasil penelitian sebelumnya yang telah menguji faktor-faktor yang mempengaruhi leverage growth yaitu asset growth, liquidity, leverage growth periode sebelumnya, dan wholesale funding. Maka dibuat model penelitan sebagai berikut : 35 Assets Growth Liquidity Leverage Growth Leverage GrowthPerio de Sebelumnya Wholesale Funding Gamabar 2.1 Kerangka Konseptual Assets Growth yang merupakan pertumbuhan aset suatu periode ke periode sebelumnya. Bank yang tumbuh berarti bank mampu mengelola kegiatan operasionalnya dengan baik dan mendapat kepercayaan dari masyarakat (Saliguri:2012). Assets growth mempunyai pengaruh positif terhadap leverage growth dikarenakan sumber utama pendanaan bank berasal dari hutang atau yang disebut leverage semakin besar aset bank tersebut maka akan semakin besar pula leverage suatu bank, dan sebaliknya apabila aset suatu bank menurun akan diikuti dengan menurunnya leverage suatu bank. Leverage juga sangat tergantung pada pertumbuhan aset bank, setiap pertumbuhan aset akan menambah ekuitas yang dimiliki bank. Semakin baik bank melakukan manajemennya dalam mengelola aset yang dimiliki maka akan stabil leverage bank tersebut. 36 Liquidity atau likuiditas merupakan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan deposan atau kewajibannya yang ingin menarik dana dan dapat meyakini peminjam bahwa kredit atau cash yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Bank yang dapat memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti bank dalam keadaan likuid dan bank dapat mengelola manajemennya dengan baik. Sumber pendanaan likuiditas berasal dari jumlah aset yang likuid dimana aset yang likuid seperti kas atau uang tunai, giro Bank Indonesia, deposito pada bank lain dan cek yang diterima. Aset yang yang likuid diperoleh dari kredit atau hutang, sehingga Liquidity berpengaruh positif terhadap leverage growth karena apabila liquidity meningkat akan meningkatkan leverage growth, dan sebaliknya apabila liquidity bank tersebut menurun akan diikuti dengan menurunnya leverage suatu bank, bank yang memiliki aset yang likuid akan lebih mudah untuk meningkatkan leverage. Leverage dalam perbankan adalah suatu pengukuran manajemen keuangan yang dilihat dari berapa banyak sumber modal yang diperoleh bank dalam bentuk utang atau pinjaman, atau dapat diartikan sebagai kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya. Tetapi dalam penelitian ini digunakan variabel leverage growth periode sebelumnya sebagai variabel independen dan dari penelitian sebelumnya variable ini berpengaruh positif terhadap leverage growth. Wholesale funding digunakan untuk mempertahankan tingkat likuiditas dan untuk menyediakan sumber dana yang berkomitmen untuk memungkinkan masyarakat memenuhi kewajibannya bahkan di dalam kondisi ekonomi yang sulit. Sumber pendanaan wholesale funding berasal dari dana pihak kedua yang 37 diperoleh dari pasar keuangan, dan sumber pendanaan ini di dapat melalui kredit atau hutang sehingga wholesale funding mempunyai pengaruh positif terhadap leverage growth karena apabila wholesale funding meningkat diikuti dengan meningktnya leverage growth, dan sebaliknya apabila wholesalefunding meurun akan diikuti pula menurunnya leverage growth suatu bank. Wholesale funding mempunyai peran penting pada sistem pendanaan untuk menyesuaikan leverage perbankan. Wholesale funding akan membantu bank untuk memperoleh dana yang dibutuhkan bank lebih cepat di pasar keuangan. 2.4 Hipotesis Konseptual Pada penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan judul “ Analisis Pengaruh Asset Growth dan Liquidity Terhadap Leverage Growth Di Tinjau Dari Wholesale Funding Yang Dimiliki Sektor Perbankan (Studi Empiris Perbankan Go Public Periode 2004-2014) “. Hipotesis kerangka konseptual disusun sebagai berikut : H1 : Asset growth memiliki pengaruh signifikan terhadap leverage growth. H2 : Liquidity memiliki pengaruh signifikan terhadap leverage growth. H3 : Leverage growth periode sebelumnya memiliki pengaruh signifikan terhadap leverage growth. H4 : Wholesale funding memiliki pengaruh signifikan terhadap leverage growth. 38