BAB 2 LANDASAN TEORI/PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI/PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Kerangka Teori dan Literatur
2.1.1 Pengertian Capital Structure
Dalam kondisi ekonomi global yang terus maju saat ini, dapat
menimbulkan persaingan usaha yang sangat ketat. Manajemen perusahaan
harus
dengan
(shareholders).
bijak
memaksimalkan
Dalam
pemenuhan
kesejahteraan
tujuan
tersebut,
pemegang
maka
saham
diperlukan
pengambilan keputusan yang tepat dari manajer perusahaan mengenai
keputusan pendanaan perusahaan yang berupa struktur modal (Farah : 119).
Sebuah perusahaan selalu membutuhkan modal baik untuk pembukaan
bisnis
maupun
dalam
pengembangan
membutuhkan
modal
operasi
penjualannya.
Untuk
memperoleh
bisnisnya.
(operating
modal
capital)
operasi,
Semua
perusahaan
untuk
mendukung
perusahaan
perlu
memperoleh sejumlah dana. Masalah pendanaan tidak akan lepas dari sebuah
perusahaan yang meliputi seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan
mengembangkan usahanya. Pemenuhan modal usaha dapat dilakukan dengan
pendanaan internal maupun eksternal. Brigham dan Houston (2011:153)
menyatakan bahwa perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan modal
yang dapat berasal dari hutang maupun ekuitas yang disebut struktur modal.
Dimana
pengelolaan
struktur
modal
yang
baik
diperlukan
untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.
Menurut Keown (2010:149) perusahaan harus memahami komponenkomponen utama struktur modal. Struktur modal yang optimal adalah struktur
modal perusahaan yang akan memaksimalkan harga sahamnya. Terlalu banyak
hutang akan dapat menghambat perkembangan perusahaan yang juga akan
membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk tetap menanamkan
modalnya.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar berdiri di atas
struktur modal yang bertumpu pada hutang (Dharma. 2001). Struktur modal
merupakan bagian dari struktur keuangan yaitu perbandingan antara total
hutang dengan modal sendiri. Perusahaan perlu mencapai struktur modal yang
optimal sehingga biaya modal rata-rata perusahaan dapat diminimalkan atau
perusahaan dapat memaksimalkan nilainya yang didalamnya terkandung
memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham dengan meningkatkan
harga saham perusahaan. Jika nilai perusahaan semakin tinggi, maka akan
semakin tinggi pula kemakmuran para pemegang saham.
Struktur modal yang optimal adalah suatu kondisi dimana sebuah
perusahaan dapat menggunakan kombinasi hutang dan ekuitas secara ideal,
yaitu menyeimbangkan nilai perusahaan dan biaya atas struktur modalnya
(Friska : 120).
Sartono (1996:302) menjelaskan bahwa struktur modal yang optimal
adalah struktur modal yang menciptakan suatu kombinasi sumber dana
permanen sehingga mampu memaksimumkan kemakmuran para pemegang
saham.
Menurut Lawrence, Gitman (2000, p.488), definisi struktur modal
adalah sebagai berikut: ”Capital Structure is the mix of long term debt and
equity maintained by the firm”. Struktur modal perusahaan menggambarkan
perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan
oleh perusahaan.
Struktur modal dari suatu perusahaan menurut Riyanto (2001) dikutip
dalam Rendra Trianto (2013) memiliki beberapa komponen yang terdiri dari :
1. Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjang yaitu hutang dengan jangka waktu relative
panjang, umurnya lebih dari sepuluh tahun, yang umumnya digunakan untuk
membelanjai perluasan perusahaan atau modernisasi
perusahaan. Jumlah
hutang, baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang di dalam neraca
akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam operasi
perusahaan. Pada umumnya pinjaman jangka
panjang jauh lebih besar
dibandingkan dengan hutang jangka pendek. Waktu jatuh tempo hutang
jangka panjang pada umumnya lebih dari satu tahun, biasanya 5 sampai 20
tahun. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka
(pinjaman yang digunakan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja
permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan)
dan penerbitan obligasi. Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai
oleh kreditur (debt ratio)
dilakukan dengan cara membagi total hutang
jangka panjang dengan total aset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar
jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan
bagi perusahaan.
2. Modal sendiri
Berkaitan dengan besarnya risiko yang ditanggung perusahaan
apabila menggunakan
hutang
perusahaan
menitik
seringkali
sebagai
sumber pendanaannya,
beratkan
susunan
modalnya
maka
dengan
penggunaan modal sendiri.
Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “Modal sendiri / equity capital
adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik
perusahaan (pemegang saham) yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham
preferen dan saham biasa) serta laba ditahan.”
Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi pemilik adalah
kontrol terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham
tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung
risiko perusahaan. Dua hal tersebut merupakan opportunity cost atas modal
sendiri. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang
diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri
diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo.
Prihadi (2013) mengatakan bahwa secara umum dapat dikatakan
bahwa sumber dana perusahaan berasal dari hutang dan modal. Setiap
pilihan atas biaya modal akan menimbulkan dampak pada biaya modal (cost
of capital). Selanjutnya biaya modal ini akan mempengaruhi value sebuah
perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa struktur modal optimal adalah perpaduan antara hutang dan ekuitas
yang digunakan untuk mendanai kegiatan operasi dan investasi perusahaan.
Struktur modal merupakan pertimbangan bagi investor untuk mengukur tingkat
risiko dan pengembalian atas investasinya, Sehubungan dengan penyajian
laporan keuangan kepada pihak ekstern, maka penting bagi perusahaan untuk
memiliki struktur modal yang baik.
2.1.2 Komponen Capital Structure
Berdasarkan pembahasan tentang pengertian struktur modal, maka
diperoleh pengertian struktur modal, yaitu perpaduan antara hutang dan ekuitas.
Perpaduan antara utang dan ekuitas tersebut dapat dijadikan sebagai komponen
struktur modal. Bergevin (2002:297) mengatakan bahwa “the primary
components of capital structure are bonds payable, preffered stock, common
stock, and retained earnings.” Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa komponen struktur modal terdiri dari hutang dan ekuitas.
Liabilitas / liabilities dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan
waktunya, yaitu liabilitas lancar dan liabilitas jangka panjang. Hutang lancar /
current liabilities didefinisikan sebagai kewajiban yang secara umum
diharapkan perusahaan untuk bisa dilunasi dalam satu siklus operasi normal
atau satu tahun (Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2011). Brigham dan Ehrhardt
(2008) menyatakan hutang dagang, wesel bayar, dan akrual sebagai bagian dari
hutang lancar.
Hutang jangka panjang dijelaskan oleh Kieso, Weygandt, dan Warfield
(2011:200) sebagai “obligations that a company does not reasonably expect to
liquidate within the longer of one year or the normal operating cycle. Instead,
it expects to pay them at some date beyond that time.” Ikatan Akuntan
Indonesia (2009) mengklasifikasikan sebuah kewajiban sebagai hutang jangka
panjang bila sebuah kewajiban tidak termasuk kategori sebagai hutang lancar
seperti yang disebutkan di atas. Dengan demikian dapat disimpulkan, hutang
jangka panjang adalah kewajiban yang diharapkan untuk dilunasi di luar siklus
operasi normal perusahaan atau melebihi jangka waktu 12 bulan serelah tanggal
pelaporan.
Komponen struktur modal lainnya adalah ekuitas. Kieso, Weygandt,
dan Warfield (2011:48) mendefinisikan ekuitas sebagai “the residual interest
in the assets of the entity after deducting all the liability.” Ekuitas dibagi
menjadi enam bagian yaitu share capital, share premium, retained earnings,
accumulated other comprehensive income, treasury shares, dan noncontrolling interest (minority interest). Brigham and Ehrhardt (2008:87)
menjelaskan ekuitas sebagai berikut:
“When a company sells shares of stock, the proceeds are recorded in
the common stock account. Retained earnings are the cumulative amount
of earnings that have not been paid out as dividends. The sum of common
stock and retained earnings is called common equity, or sometimes just
equity. If a company’s assets could actually be sold at their book value,
and if the liabilities and preferred stock were actually worth their book
values, then a company could sell its assets, pay off its liabilities and
preferred stock, and the remaining cash would belong to common
stockholders. Therefore, common equity is sometimes called net worth –
it’s the assets net of the liabilities.”
Ketika sebuah perusahaan menjual saham, hasil dicatat dalam
akun saham biasa. Saldo laba adalah jumlah kumulatif penghasilan yang
belum dibayarkan sebagai dividen. Jumlah saham biasa dan laba ditahan
disebut ekuitas umum, atau kadang-kadang hanya ekuitas. Jika aset
perusahaan sebenarnya bisa dijual dengan nilai buku mereka, dan jika
kewajiban dan saham preferen yang benar-benar layak nilai buku, maka
perusahaan bisa menjual asetnya, melunasi kewajiban dan saham
preferen, dan sisa kas akan menjadi milik pemegang saham biasa. Oleh
karena itu, ekuitas umum kadang-kadang disebut kekayaan bersih - itu
adalah aset bersih kewajiban.
Berdasarkan teori-teori yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa
ekuitas merupakan selisih antara aset dan liabilitas.
Semakin besar Debt to Equity Ratio maka menunjukan semakin besar
porsi pembiayaan dari hutang. Pembiayaan / permodalan / pendanaan melalui
hutang memiliki kelebihan dan kekurangan Sitanggang (2013:72) yaitu
sebagai berikut :
Kelebihan dengan hutang adalah :
a. Bunga yang dibayar menadi pengurang pajak, sementara dividen yang
dibayarkan bukan pengurang pajak. Hal ini akan menurunkan biaya
relative hutang.
b. Pengembalian atas hutang jumlahnya tetap, sehingga kreditor tidak
ikut menerima laba perusahaan jika perusahaan meraih keberhasilan
yang luar biasa.
Kekurangan dengan hutang adalah :
a. Penggunaan hutang dalam jumlah yang besar akan meningkatkan
resiko keuangan perusahaan, yang meningkatkan biaya dari hutang
maupun ekuitas.
b. Jika perusahaan mengalami masa yang buruk dan laba operasionalnya
tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, pemegang saham
terpaksa harus menutupi kekurangan tersebut dari modal sendiri
dimulai dari pengurangan laba ditahan hingga modal saham disetor
dan apabila kerugian terus berlanjut maka perusahaan tersebut akan
bangkrut.
Ada dua macam tipe modal menurut Lawrence, Gitman (2000) yaitu
modal hutang (debt capital) dan modal sendiri (equity capital). Tetapi dalam
kaitannya dengan struktur modal, jenis modal hutang yang diperhitungkan
hanya hutang jangka panjang.
2.1.3 Teori Capital Structure
Teori struktur modal dijelaskan dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.1.3.1 Trade Off Theory
Trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan
manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang.
Menurut Brigham dan Houston (2001:5) kebijakan struktur modal melibatkan
perimbangan (trade-off) antara risiko dengan tingkat pengembalian.
Trade-off Theory menurut Nurrohim KP (2008:13) merupakan model
struktur modal yang mempunyai asumsi bahwa struktur modal perusahaan
merupakan keseimbangan antara keuntungan penggunaan hutang dengan
biaya financial distress (kesulitan keuangan) dan agency cost (biaya
keagenan). Trade off theory merupakan model yang didasarkan pada trade off
antara keuntungan dengan kerugian penggunaan hutang.
2.1.3.2 Pecking Order theory
Menurut Myers (dalam Prabansari dan Kusuma, 2005:4), pecking
order theory menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing
(pendanaan dari hasil operasi perusahaan, yang berwujud laba ditahan).
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu,
yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas
yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila
masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Menurut Prihadi (2013) Pecking Order Theory berangkat dari kondisi
asymmetric information yang merupakan istilah popular yang menyatakan
bahwa manajemen dianggap lebih tahu kondisi perusahaan disbanding
dengan investor. Sebagai orang dalam, manajemen mengetahui detail
operasional perusahaan, prospek dan resiko yang dihadapi perusahaan.
Kondisi ini juga mempengaruhi bagaimana perusahaan menentukan pilihan
dalam pendanaan apakah menggunakan pendanaan internal atau pendanaan
eksternal.
Dalam pecking order theory, ada urutan pendanaan yaitu :
1. Penggunaan dana internal
2. Penerbitan surat hutan
3. Penerbitan saham
2.1.3.3 Signaling Theory
Brigham dan Ehrhardt (2008:579) mengungkapkan signaling theory
sebagai berikut:
“Therefore, one would expect a firm with very positive prospects to
try to avoid selling stock and, rather, to raise any required new capital by
other means, including using debt beyond the normal target capital
structure . . . . A firm with negative prospects would want to sell stock,
which would mean bringing in new investors to share the losses!”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan
dengan prospek yang sangat cerah tidak menghendaki pendanaan dengan
menjual saham baru, sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang baik
memang menyukai pendanaan dengan ekuitas dari luar. Dengan kata lain,
pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu
isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut
kurang baik.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Capital Structure
Menurut Menurut Brealey dan Myers (2003:511), faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal muncul dari teori-teori tentang struktur modal.
Teori yang memiliki pengaruh paling besar adalah pecking order theory. Di
dalam perkembangannya, faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
harus disesuaikan dengan jenis dan tujuan serta faktor-faktor internal dan
eksternal dari
harus
perusahaan bersangkutan. Intinya, manajemen perusahaan
mempertimbangkan
dan
memilih
faktor-faktor
apa
yang
mempengaruhi capital structure perusahaannya sehingga nantinya capital
structure yang dipilih oleh manajemen perusahaan
merupakan capital
structure paling efektif, efisien dan menguntungkan buat
bersangkutan.
perusahaan
Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal.
Brigham dan Houston (2001:39-41) menyatakan ada beberapa faktor yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan struktur modal diantaranya yaitu :
profitabilitas dan struktur aktiva.
Menurut McCue dan Ozcan (1992) struktur modal dipengaruhi oleh
struktur aktiva (asset structure), pertumbuhan aktiva (asset growth),
kemampulabaan (profitability), resiko (risk), ukuran perusahaan (firm size),
pajak (tax shields), struktur kepemilikan perusahaan (ownership/system
affiliation), dan kondisi pasar (market condition).
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dipilihlah faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal, antara lain Return on Asset, Asset Structure,
Sales Growth, dan Firm Size untuk diteliti.
Oleh karena itu, manajer keuangan dalam operasinya perlu berusaha
untuk
memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara
besarnya hutang jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal
perusahaan, perlu diperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal, yang dapat diuraikan antara lain:
2.1.4.1 Return on Asset dan Capital Structure
Return on Asset merupakan tingkat pengembalian atas asset-asset
dalam menentukan jumlah pendapatan bersih yang dihasilkan dari asset-asset
perusahaan dengan menghubungkan pendapatan bersih ke total asset (Keown,
2010:80)
Return on Asset adalah salah satu dari rasio profitabilitas untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau bisa disebut
juga pengukuran kineja dengan ROA menunjukan kemampuan dari modal
yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan laba. ROA
merupakan rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran
untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian asset yang dimiliki
perusahaan. ROA yang negatif disebabkan karena laba perusahaan dalam
kondisi negatif (rugi) dan sebaliknya. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan
dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu
menghasilkan laba.
Jika ROA positif maka menunjukan bahwa dari total aktiva yang
dipergunakan untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi
perusahaan. Hal ini menyebabkan para investor dan kreditor percaya untuk
melakukan pendanaan melalui hutang jangka panjang, secara otomatis
berpengaruh positif terhadap capital structure.
Menurut Jaelani Marsidonda (2000), secara parsial ROA berpengaruh
terhadap struktur modal.
2.1.4.2 Asset Structure dan Capital Structure
Kebanyakan teori struktur modal menyatakan bahwa jenis aktiva yang
dimiliki oleh suatu jenis perusahaan mempengaruhi pemilihan struktur modal.
Menurut Bambang (2008 : 298), perusahaan yang sebagian besar aktivanya
berasal dari aktiva tetap akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dananya
dengan utang. Perusahaan dengan jumlah aktiva tetap yang besar dapat
menggunakan utang lebih banyak karena aktiva tetap dapat dijadikan jaminan
yang baik atas pinjaman-pinjaman perusahaan.
Menurut Brigham dan Houston (2006: 42), perusahaan yang aktivanya
cocok sebagai jaminan atas pinjaman cenderung lebih banyak menggunakan
hutang. Menurut Riyanto (2001), kebanyakan industri dimana sebagian besar
modalnya tertanam di dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan
pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri,
sedangkan hutang sifatnya sebagi pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan
dengan adanya aturan
struktur finansial konservatif horizontal yang
menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat
menutup jumlah aktiva tetap ditambah aktiva lain yang sifatnya permanen.
Perusahaan yang sebagian besar aktivanya terdiri atas aktiva lancar, akan
mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi, dapat dikatakan
bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Struktur aktiva dapat dipandang dari aspek operasional yang pada
dasarnya
menggolongkan aktiva dalam perbandingan tertentu untuk
keperluan operasi utama
perusahaan. Kebanyakan perusahaan industri
dimana sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset).
Dari keseluruhan jumlah aktiva tetap yang ada, maka ada beberapa yang
merupakan “keharusan” dalam perusahaan-perusahaan industri, karena tanpa
aktiva tersebut proses produksi tidak akan mungkin berjalan.
Ada perusahaan-perusahaan yang menggunakan aktiva tetap dalam
jumlah yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah tenaga
kerja yang diperlukan
dalam proses produksi. Perusahaan
yang
menggunakan aktiva tetap yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan
jumlah tenaga kerja disebut sebagai perusahaan yang “capital intensive”,
sedangkan perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan jauh lebih banyak
tenaga kerja dibandingkan dengan mesin-mesin, disebut sebagai perusahaan
yang “labour intensive”.
Struktur aktiva didefinisikan sebagai “a ratio of fixed assets to total
assets”. (Brigham dan Houston, 2010). Aktiva tetap mempunyai masa hidup
lebih dari satu tahun, sehingga penanam modal dalam aktiva tetap merupakan
investasi jangka panjang. Aktiva tetap juga seringkali digunakan sebagai
jaminan atas pinjaman jangka panjang dalam jumlah besar (Brigham,
Weston, dan Besley 1996). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan mencerminkan jumlah
pinjaman perusahaan.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian Masud (2008) terhadap
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang menyatakan bahwa
asset structure berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Hasa (2008) melakukan penelitian dan secara bersama-sama secara
simultan dengan variable lainnya menunjukan bahwa asset structure
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
2.1.4.3 Sales Growth dan Capital Structure
Swastha dan Hani (2000) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan
suatu perusahaan dapat dilihat dari pertambahan volume dan peningkatan
harga penjualan setiap tahun. Perusahaan yang semakin bertumbuh tingkat
penjualannya juga mendapat kepercayaan yang semakin banyak dari investor
dan kreditor untuk melakukan pendanaan melalui utang jangka panjang
(Firnanti 2011).
Prabansari dan Kusuma (2005) menyatakan dalam penelitiannya
bahwa tingkat pertumbuhan penjualan berpengaruh positif signifikan
terhadap struktur modal.
2.1.4.4 Firm Size dan Capital Structure
Ukuran perusahaan adalah suatu skala, yaitu dapat diklasifikasikan
besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain total aktiva, log
size, nilai pasar saham, dan stabilitas penjualan (Hol dan Wijst, 2006).
Bambang Riyanto (2001:279) menyebutkan bahwa besarnya suatu
perusahaan juga mempengaruhi struktur modal perusahaan. Ukuran
perusahaan dapat juga mempengaruhi struktur modal karena semakin besar
suatu perusahaan akan cenderung menggunakan utang yang lebih besar.
Ukuran
perusahaan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan seberapa besar kebijakan
keputusan pendanaan
(struktur modal) dalam memenuhi ukuran atau
besarnya aset perusahaan. Jika perusahaan semakin besar maka semakin
besar pula dana yang akan dikeluarkan, baik itu dari kebijakan hutang atau
modal sendiri (equity) dalam mempertahankan
atau mengembangkan
perusahaan (Kartini dan Tulus, 2008).
Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan
ukuran lebih besar
dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam
menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan
ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal,
(Nurmadi, 2012).
Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008) yaitu besar
kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, atau
nilai total aktiva. Apabila perusahaan membutuhkan pendanaan dari pihak
luar untuk kegiatan operasionalnya, ukuran perusahaan menentukan besarnya
pendanaan eksternal yang dibutuhkan dan bagaimana cara perusahaan
memperoleh pendanaan tersebut (Firnanti, 2011).
Prabansari dan Kusuma (2005), Masud (2008), dan Mardinawati
(2011) menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal.
Serta penelitian yang dilakukan oleh Farah (2005) yang melakukan
penelitian mengenai struktur modal terhadap perusahaan multinasional di
Indonesia mendapatkan hasil firm size memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap struktur modal perusahaan multinasional.
Taker et al. (2009) dan Mazur (2007) mengungkapkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara firm size dan capital structure.
Ramlall (2009) menunjukan bahwa firm size berpengaruh signifikan
terhadap capital structure, dimana perusahaan besar akan cenderung
menggunakan sumber dana eksternal sebagai sumber pendanaan.
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal.
1. Yuanxin Liu & Xiangbo Ning (2009), menunjukan adanya korelasi negatif
signifikan antara profitability dengan capital structure pada perusahaan
listrik di China, serta adanya pengaruh antara firm size, non-debt tax
shield, asset structure terhadap capital structure.
2. DR Anugrag Pahuja & Ms Anu Sahi (2012), menyatakan dalam
penelitiannya pada perusahaan India dimana adanya pengaruh positif
antara growth & liquidity terhadap leverage yang diukur dengan capital
structure. Sedangkan profitability, firm size dan tangibility tidak memiliki
pengaruh terhadap capital structure.
3. Murray Z. Frank & Vidhan K. Goyal (2010), menyatakan dalam
penelitiannya bahwa median industry, tangibility, firm size & inflation
memiliki pengaruh terhadap capital structure. Sedangkan market-to-book,
profitability tidak memiliki pengaruh terhadap capital structure.
4. Ramlall (2009), melakukan penelitian terhadap struktur modal (capital
structure) yang diukur melalui leverage. Dimana terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi leverage seperti growth size, tangibility of assets,
profitability, liquidity, non-debt tax shield, age dan investment.
5. Bhaduri (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi capital
structure adalah asset structure, non debt tax shields, size, financial
distress, growth, profitability, age, signaling, dan uniqueness.
6. Indrawati dan Suhendro (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi capital
structure adalah size, growth, profitability dan ownership.
7. Taker et al. (2009) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi capital
structure adalah tangibility of assets, firm size, profitability, growth
opportunities dan non-debt tax shields.”
8. Riyanto (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal
yaitu, tingkat bunga, stabilitas earning, susunan aktiva, kadar risiko aktiva,
keadaan pasar modal dan besarnya suatu perusahaan.
9. Weston
dan
Brigham
(1994)
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi struktur modal adalah stabilitas penjualan, asset structure,
leverage operational, sales growth, profitabilitas, dan pajak.
2.2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Tahap perencanaan dimulai dengan
menetapkan variable-variabel yang akan digunakan dalam penelitian.
Variabel-variabel tersebut diperoleh dari jurnal-jurnal akuntansi yang telah
dikumpulkan.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain capital
structure sebagai variabel dependent, lalu ROA, asset structure, sales
growth, dan firm size sebagai variabel independent.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Return on Asset
Asset Structure
Capital Structure
Sales Growth
Firm Size
Setelah tahap perencanaan selesai dilakukan, penelitian memasuki
tahap pelaksanaan yang dimulai dengan mengumpulkan data sekunder
laporan keuangan tahunan yang terdaftar di BEI (website: www.idx.co.id).
Dari laporan keuangan tersebut kemudian diperoleh data-data variabel
yang lengkap untuk diolah. Pengolahan data dilakukan menggunakan
SPSS v20.00 dengan pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis
sebagai metodenya.
Tahap terakhir dalam penelitian ini yaitu tahap penyelesaian. Pada
tahap ini dilakukan pengambilan kesimpulan berdasarkan pengolahan data
sebelumnya. Selain itu, dalam tahap ini juga diberikan saran dan
kesimpulan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
2.3. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat
dirumuskan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini. Hipotesis tersebut
adalah sebagai berikut :
Ho1
:
Return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ha1
:
Return on asset berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ho2
:
Asset structure tidak berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ha2
:
Asset structure berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ho3
:
Sales growth tidak berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ha3
:
Sales growth berpengaruh signifikan terhadap capital structure
pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45 periode
2011-2013
Ho4
:
Firm size tidak berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ha4
:
Firm size berpengaruh signifikan terhadap capital structure
pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45 periode
2011-2013
Ho5
:
Return on asset, asset structure, sales growth, dan firm size
secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Ha5
:
Return on asset, asset structure, sales growth, dan firm size
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap capital
structure pada perusahaan yang termasuk dalam Index LQ 45
periode 2011-2013
Download