Kajian Kekuatan Kolom-Ponton Semisubmersible

advertisement
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
1
Kajian Kekuatan Kolom-Ponton Semisubmersible dengan
Konfigurasi Delapan Kolom Berpenampang Persegi Empat
Akibat Eksitasi Gelombang
Yosia Prakoso1), Eko B. Djatmiko2), dan Murdjito3)
Mahasiswa Teknik Kelautan ITS, (2) (3)Staf Pengajar Teknik Kelautan ITS
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
(1)
Abstrak – Semisubmersible merupakan salah satu
struktur yang handal digunakan dalam berbagai
kondisi
lautan.
Sebelum
dioperasikan,
semisubmersible perlu dilakukan analisis karakteristik
respon gerak dan kekuatan memanjang struktur pada
kondisi lautan tempat semisubmersible beroperasi
untuk mengetahui kemampuan struktur terhadap
beban gelombang. Setelah mengetahui kemampuan
struktur, maka akan dapat diketahui apakah struktur
tersebut aman beroperasi pada kondisi lautan tertentu.
Kajian dalam penelitian ini menggunakan rancangan
semisubmersible dengan konfigurasi delapan kolom
berpenampang persegi dan menggunakan acuan dari
Semisubmersible Essar Wildcat berdisplasemen 24173
ton yang beroperasi di Laut Natuna. Perhitungan
respon struktur diselesaikan dengan integrasi dari
distribusi beban dan distribusi gaya apung (buoyancy)
pada semisubmersible dengan kondisi still water dan
kondisi
gelombang
(hogging
dan
sagging).
Perhitungan respon struktur semisubmersible
menghasilkan kekuatan memanjang pada struktur
yaitu shear force dan bending moment. Respon
struktur terbesar dihasilkan pada kondisi sagging
panjang gelombang sama dengan panjang struktur,
dengan shear force sebesar 19.18 MN dan bending
moment sebesar -259.58 MN.m. Pemodelan kekuatan
struktur dilakukan dengan variasi model global dan
sambungan kolom-ponton (lokal) untuk mengetahui
secara spesifik tegangan yang terjadi pada sambungan
kolom-ponton. Pada analisis kekuatan didapatkan
model global semisubmersible yang paling efektif
dengan tegangan maksimum sebesar 71 MPa dan
deformasi total maksimum sebesar 7.3 mm.
Kata-kunci : semisubmersible, kekuatan memanjang,
shear force, bending moment, tegangan Von Mises
I.
baik dibandingkan dengan anjungan pengeboran lepas
pantai terapung konvensional, salah satunya adalah
semisubmersible [1].
Karakteristik respon struktur baik itu respon gerakan
maupun respon struktur sangat bergantung dari perilaku
dinamis struktur terapung akibat beban gelombang.
Semisubmerisble memiliki respon struktur yang jauh lebih
baik karena memiliki lambung ganda. Kajian terhadap
respon struktur perlu dilakukan sebelum semisubmersible
beroperasi di lautan, hal ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar beban yang dialami oleh struktur akibat
beban gelombang dimana struktur itu beroperasi sehingga
dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Dalam
analisis respon struktur perlu dilakukan pembebanan
lingkungan pada kondisi ekstrim untuk mengetahui
kekuatan struktur sebelum memulai kegiatan eksporasi
maupun eksploitasi.
II. METODE PENELITIAN
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data-data,
jurnal dan buku yang terkait dengan pengerjaan Tugas
Akhir terlebih dahulu sebagai referensi dalam berbagai
perhitungan dan pemodelan.
Data semisubmersible yang dirancang mengacu pada data
milik PT. Global Maritime, Essar Wildcat
semisubmersible drilling rig yang bertipe Aker H3. Data
lingkungan yang digunakan adalah data perairan Laut
Natuna dengan periode ulang 100 tahun. Dari acuan
tersebut perancangan semisubmersible dan general
arrangement dibuat dengan melakukan validasi terhadap
komponen hidrostatis model dengan komponen
hidrostatis dari semisubmersible Essar Wildcat.
PENDAHULUAN
Dengan adanya cadangan minyak yang di temukan di
daratan dan lepas pantai, maka di perlukan sarana dan
prasarana yang memadai untuk di lakukannya ke empat
proses tersebut. Guna memperoleh cadangan minyak dan
bumi yang besar yang tersebar di lautan, maka di
butuhkan sarana khusus dalam menunjang eksploitasi
minyak dan gas di lautan. Salah satu sarana yang terkait
dengan eksploitasi minyak dan gas adalah anjungan
terapung. Oleh karena itu dibutuhkan suatu struktur
terapung yang stabil dan memiliki kekuatan yang lebih
Gambar.1 Model semisubmersible
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
2
Berikut merupakan data dimensi dari model
semisubmersible yang dirancang sesuai dengan Essar
Wildcat semisubmersible drilling rig:
Tabel.1 Data model semisubmersible
Parameter
Jarak melintang kolom
Jarak memanjang kolom
Panjang Ponton
Lebar Ponton
Lebar Kolom
Tinggi Ponton
Tinggi Kolom
Diameter Bracing
Sarat Operasi
Displasemen
Satuan
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m3
Model
56.38
22.85
108.2
10.5
7.92
6.71
29.87
2.2
21.335
21473
Data lingkungan yang digunakan dalam pengerjaan Tugas
Akhir adalah data perairan Laut Natuna dengan periode
ulang 100 tahun. Data lingkungan meliputi tinggi
gelombang, periode puncak gelombang pada dan
kedalaman perairan yang diberikan pada tabel berikut:
Gambar 2. Model hidrodinamis global semisubmersible
2. Pemodelan Metode Elemen Hingga
Tahap pemodelan metode elemen hingga dilakukan pada
geometri global dan lokal. Pemodelan global dilakukan
untuk mengetahui distribusi tegangan pada keseluruhan
struktur semisubmersible.
Tabel.1 Data lingkungan periode 100-tahunan
Parameter
Kedalaman
Gelombang:
Tinggi glb. signifikan
Periode puncak
Arus:
Permukaan
Kedalaman tengah
Dasar
Angin:
Kec. angin 1 menit
Nilai
90 m
5.3 m
13.9 sec
1 m/s
0.8 m/s
0.8 m/s
Gambar 3. Model geometri global semisubmersible
Sementara pada pemodelan lokal dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi tegangan pada sambungan
kolom-ponton dengan ukuran elemen mesh yang lebih
kecil dari pemodelan global.
24 m/s
Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan selanjutnya
melakukan pembuatan model, Pada tahapan ini akan
dilakukan pemodelan struktur, yaitu mentransformasikan
bentuk riil struktur menjadi bentuk 3 dimensi.
Kemudian model 3D ditransformasikan menjadi model
hidrodinamis yang menggunakan metode difraksi atau
panel dalam perhitungannya dan model metode elemen
hingga untuk mendapatkan distribusi tegangan dan
deformasi akibat kekuatan memanjang pada geometri
global dan lokal yang dapat merepresentasikan model
semisubmersible.
1. Pemodelan Hidrodinamis
Tahap pemodelan hidrodinamis dilakukan untuk
mendapatkan komponen hidrostatik dan karakteristik
respon gerakan semisubmersible pada kondisi terapung
bebas.
Gambar 4. Model geometri lokal semisubmersible
Pada struktur terapung, kekuatan struktur adalah salah
satu aspek yang sangat penting. Kekuatan struktur
terapung ini berhubungan dengan kemampuan struktur
dalam menerima beban internal maupun eksternal,
beberapa diantaranya yaitu [2]:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
i).
ii).
iii).
iv).
v).
Gaya split pada ponton
Momen torsi pitch pada sumbu melintang horizontal
Shear force longitudinal pada ponton
Gaya inersia akibat percepatan longitudinal dan
transversal dari massa deck
Bending moment vertikal pada ponton
Pada analisis kekuatan memanjang global struktur, salah
satu aspek yang penting untuk dipertimbangkan adalah
vertical bending moment.
Penyelesaian masalah hidrodinamis pada struktur
semisubmersible menggunakan metode difraksi atau
panel, lambung struktur terapung dibagi menjadi beberapa
panel dengan distribusi beban pada panel-panel tersebut.
Dengan menggunakan metode difraksi atau panel dapat
dihasilkan kekuatan memanjang struktur yaitu shear force
dan bending moment pada kondisis still water dan
gelombang [3].
Kekuatan memanjang struktur dibutuhkan untuk
mengetahui distribusi pembebanan shear force dan
bending moment pada sepanjang lokasi longitudinal
struktur sehingga akan dapat diketahui lokasi longitudinal
kritis.
Jika lengkung diagram gaya berat dikurangi dengan
lengkung diagram gaya apung akan diperoleh lengkung
penyebaran beban sepanjang struktur dengan persamaan
sebagai berikut [4]:
( )=
( ) − ∆( )
( )=
(1)
(2)
( )
3
Respon struktur pada kapal jenis SWATH didefinisikan
dengan notasi V1, V2, V3, M4, M5 dan M6. Respon terhadap
beban gelombang tersebut dihitung pada garis tengah
stuktur geladak, yang masing-masing adalah merupakan
gaya geser memanjang, gaya geser sisi, gaya geser
vertikal, momen lengkung melintang, momen torsi, dan
momen yaw. Analisis respon struktur dilakukan
berdasarkan besar gaya dan momen yang terjadi pada
struktur pada kondisi still water dan gelombang statis.
Data gelombang yang dipakai adalah data tinggi
gelombang perairan Natuna.
Gambar 6. Ilustrasi tegangan Von Mises
Dalam perhitungan kekuatan struktur, menggunakan teori
tegangan Von Mises. Tegangan Von Mises bekerja pada
elemen tiga dimensi, tegangan-tegangan bekerja searah
sumbu x, y dan z. Pada tiap-tiap sumbu dapat diketahui
tegangan utama (σ1, σ2, σ3) yang dihitung dari komponen
tegangan dengan persamaan sebagai berikut [6]:
−
−
−
(9)
=
Penggabungan tegangan-tegangan utama pada suatu
elemen merupakan suatu cara untuk mengetahui nilai
tegangan maksimum yang terjadi pada node tersebut.
Salah satu cara untuk mendapatkan tegangan gabungan
adalah dengan menggunakan persamaan Von Mises [6]:
=
1
2
−
+
−
+(
−
) +6
+
+
(10)
III. HASIL DAN DISKUSI
Gambar 5. Respon struktur SWATH
Pada struktur semisubmersible, perhitungan respon
struktur dapat didekati dengan menggunakan perhitungan
respon struktur pada kapal jenis SWATH. Perhitungan
shear force dan bending moment pada kapal jenis
SWATH ditunjukkan dengan persamaan berikut [5]:
(3)
V   1 ( My   F  F )
1
2
G
6
1P
Berikut adalah hasil yang didapat dari perhitungan dan
analisis yang telah dilakukan. Hasil perhitungan berupa
shear force dan bending moment dari semisubmersible
pada kondisi still water dan gelombang statis (hogging
dan sagging) saat panjang gelombang sama dengan
panjang struktur dan panjang gelombang dengan periode
ulang 100-tahunan. Didapatkan juga distribusi tegangan
struktur global dan lokal dari hasil pemodelan metode
elemen hingga.
1S
V2   ( F2 P  F2 S )
(4)
V3   12 My G 4  12 ( F3 P  F3 S )
(5)
M 4   12 My G 3  i 455  12 ( F4 P  F4 S )
(6)
M 5  i 45 4  i566  12 ( F5 P  F5 S )
(7)
M 6   12 My G 1  i65 5  12 ( F6 P  F6 S )
(8)
1
2
1. Respon Struktur Semisubmersible
Secara umum bentuk shear force dan bending moment
pada semua kondisi pembebanan sangat dipengaruhi oleh
distribusi beban dan gaya apung. Karena distribusi gaya
apung pada semua kondisi memiliki perubahan yang tidak
terjadi secara signifikan, akibatnya bentuk shear force dan
bending moment memiliki pola yang serupa. Puncakpuncak shear force terjadi pada panjang longitudinal
tempat kolom berada, karena pada kolom terjadi kenaikan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
gaya berat dan gaya apung yang signifikan. Sedangkan
puncak bending moment terjadi pada kolom 1 dan 4.
Gambar 7. Komparasi shear force dalam berbagai
kondisi pembebanan
Shear force maksimum terjadi saat kondisi sagging pada
panjang
gelombang
sama
dengan
panjang
semisubmersible sebesar 19.18 MN. Hal ini disebabkan
karena distribusi gaya apung maksimum terjadi pada
kondisi sagging gelombang sama dengan panjang
semisubmersible. Sedangkan shear force minimum terjadi
saat kondisi hogging pada panjang gelombang sama
dengan panjang semisubmersible sebesar 0.33 MN. Hal
ini disebabkan karena distribusi gaya apung minimum
terjadi saat kondisi hogging pada panjang gelombang
sama dengan panjang semisubmersible.
4
sagging pada panjang gelombang sama dengan panjang
struktur.
Gambar 8. Input beban SF dan BM
Pemodelan dilakukan dengan variasi model struktur, yaitu
model dengan deck dan model tanpa deck. Penggunaan
model tanpa deck dilakukan untuk mengetahui kekuatan
kolom-ponton terhadap beban yang bekerja secara
mandiri pada masing-masing kolom.
Sebelum melakukan running untuk mendapatkan output
pemodelan, terlebih dahulu dilakukan meshing sensitivity
untuk mendapatkan ukuran elemen mesh yang sesuai
untuk digunakan pada seluruh model. Berikut merupakan
hasil meshing sensitivity pada model:
Gambar 9. Meshing sensitivity model global
Gambar 8. Komparasi bending moment dalam
berbagai kondisi pembebanan
Berikut merupakan distribusi tegangan dan deformasi
pada model tanpa deck:
Serupa dengan shear force, bending moment maksimum
terjadi saat kondisi sagging pada panjang gelombang
sama dengan panjang semisubmersible sebesar 259.58
MN.m. Sedangkan bending moment minimum terjadi saat
kondisi hogging pada panjang gelombang sama dengan
panjang semisubmersible sebesar 13.39 MN.m.
2. Analisis Kekuatan Struktur
Untuk mengetahui kekuatan struktur, terlebih dahulu
dilakukan analisis respon struktur berupa shear force dan
bending moment dalam kondisi still water dan gelombang
(hogging dan sagging). Setelah didapatkan shear force
dan bending moment kemudian dijadikan input pada
model geometri global dan lokal, dipilih kondisi
pembebanan yang memberikan respon paling besar yaitu
Gambar 10. Distribusi tegangan model tanpa deck
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
5
maksimum sebesar 0.0157 m. Untuk konsentrasi tegangan
sama seperti pemodelan dengan deck smeared (tsmear = 0.3
m), terjadi pada seluruh sambungan kolom-ponton dan
konsentrasi tegangan terbesar terjadi pada kolom keempat.
Berbeda dengan pemodelan tanpa deck, tegangan dan
deformasi terdistribusi merata di seluruh kolom, hal ini
disebabkan seluruh kolom dihubungkan oleh deck
sehingga beban disalurkan merata ke seluruh kolom
dengan perantara deck yang dimodelkan sebagai beam.
Berikut merupakan distribusi tegangan dan deformasi
pada model dengan deck rigid:
Gambar 11. Distribusi deformasi model tanpa deck
Dari output model tanpa deck didapatkan hasil tegangan
maksimum 157 MPa dan deformasi maksimum sebesar
0.0521 m. Dapat dilihat pada gambar bahwa konsentrasi
tegangan terjadi pada seluruh sambungan kolom-ponton.
Konsentrasi tegangan terbesar terjadi pada kolom kedua.
Sementara pada deformasi terjadi pada seluruh puncak
kolom dan deformasi terbesar terjadi pada kolom kedua.
Sementara pada kolom kedua terjadi tegangan dan
deformasi maksimum karena bending moment terbesar
terjadi pada kolom kedua sebesar 260 MN.m.
Gambar 14. Distribusi tegangan model deck rigid
Berikut merupakan distribusi tegangan dan deformasi
pada model dengan deck smeared:
Gambar 15. Distribusi deformasi model deck rigid
Gambar 12. Distribusi tegangan model deck smeared
Gambar 13. Distribusi deformasi model deck smeared
Sementara dari output model dengan deck didapatkan
hasil tegangan maksimum 80 MPa dan deformasi
Sementara dari output model dengan deck rigid
didapatkan hasil tegangan maksimum 72 MPa dan
deformasi maksimum sebesar 0.0072 m. Untuk
konsentrasi tegangan sama seperti pemodelan tanpa deck,
terjadi pada seluruh sambungan kolom-ponton dan
konsentrasi tegangan terbesar terjadi pada kolom keempat.
Tegangan dan deformasi terdistribusi merata di seluruh
kolom, hal ini disebabkan seluruh kolom dihubungkan
oleh deck rigid sehingga pada deck tidak terjadi deformasi
dan beban disalurkan merata ke seluruh kolom dengan
perantara deck yang dimodelkan sebagai rigid beam.
Pada kolom kedua terjadi tegangan dan deformasi
maksimum karena bending moment terbesar terjadi pada
kolom kedua sebesar 260 MN.m. Hasil dari ketiga
pemodelan memberikan tegangan maksimum yang lebih
rendah dari tegangan luluh material baja A36 yaitu 250
MPa. Dapat dilihat bahwa pemodelan dengan deck rigid
memberikan output tegangan dan deformasi maksimum
yang paling kecil.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (1-6)
6
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Dari analisis-analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik
beberapa kesimpulan yang menjawab perumusan masalah
penelitian Tugas Akhir ini. Kesimpulan dari penelitian ini
diantara lain adalah:
Gambar 16. Konsentrasi tegangan pada model deck rigid
Sementara pada model lokal dilakukan kembali proses
meshing sensitivity untuk mendapatkan ukuran elemen
mesh yang lebih kecil. Didapat ukuran elemen mesh
sebesar 0.25 m, dimana ukuran tersebut dapat
memberikan nilai tegangan maksimum yang stabil.
Gambar 17. Meshing sensitivity model lokal
Setelah melakukan meshing sensitivity didapatkan hasil
tegangan dan deformasi maksimum sebagai berikut:
1. Nilai shear force maksimum terjadi pada lokasi 64.9 m
dari buritan sebesar 18.128 MN untuk kondisi hogging
pada lokasi yang sama sebesar 19.219 MN untuk kondisi
sagging. Sedangkan nilai bending moment terbesar
untuk kondisi hogging terletak di lokasi 35.2 m dari
buritan sebesar -203.237 MN.m dan kondisi sagging
terletak pada lokasi 40.6 m dari buritan sebesar -259.585
MN.m.
2. Tegangan maksimum pada model global didapat dengan
hasil sebagai berikut:
 Pada model global tanpa deck, tegangan maksimum
terjadi pada sambungan ponton dan kolom pada
kolom kedua (lokasi 46.6 m dari buritan) dengan
nilai tegangan yang terjadi sebesar 157 MPa.
 Pada model global dengan deck smeared, tegangan
maksimum terjadi pada sambungan ponton dan
kolom pada kolom keempat (lokasi 92.3 m dari
buritan) dengan nilai tegangan yang terjadi sebesar
80 MPa.
 Pada model global dengan deck rigid, tegangan
maksimum terjadi pada sambungan ponton dan
kolom pada kolom keempat (lokasi 92.3 m dari
buritan) dengan nilai tegangan yang terjadi sebesar
71 MPa.
3. Tegangan maksimum pada model lokal terjadi pada
sambungan ponton dan kolom pada kolom kedua (lokasi
46.6 m dari haluan) dengan nilai tegangan yang terjadi
sebesar 182 MPa.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Laboratorium Komputer PPsTK ITS dan PT.
GLOBAL MARITIME yang telah mendukung dalam hal
pengumpulan data teknis. Serta semua pihak yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian tugas
akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 18. Distribusi tegangan pada model lokal
Hasil tegangan maksimum pada model lokal didapat jauh
lebih besar dari model global, yaitu sebesar 183 MPa dan
deformasi maksimum sebesar 0.054 m. Hal ini disebabkan
karena ukuran elemen mesh yang digunakan jauh lebih
kecil, sehingga proses analisis yang dilakukan jauh lebih
detail dibanding pada pemodelan global.
[1] Chakrabarti, S.K. 2005. Handbook of Offshore
Engineering. Elsevier, Oxford.
[2] American Bureau of Shipping. 2014. Guide For
Building And Classing Mobile Offshore Unit,
Amerika.
[3] Djatmiko, E.B. 2012. Perilaku dan Operabilitas
Bangunan Laut di Atas Gelombang Acak, ITS Press,
Surabaya.
[4] Rawson, K. J. dan Tupper, E. C. 2001. Basic Ship
Theory vol. 1, Butterworth-Heinemann, Oxford.
[5] Djatmiko, E.B. 1995. Identifikasi Respons Struktur
Global Kapal SWATH dengan Model Fisik, Laporan
Penelitian, Lembaga Penelitian-ITS, Surabaya.
[6] Beer, F. 2012. Mechanics of Materials, McGrawHill, New York.
Download