5 BAB II LANDASAN TEORI A. Hutang Jangka Panjang 1. Definisi Hutang Jangka Panjang Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan per 1 September 2009 : Paragraf 49, pengertian dari kewajiban (hutang) adalah sebagai berikut : “Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.” Menurut Leny Susistiyowati (2010 : 216) pengertian dari kewajiban memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan tentang hutang perusahaan kepada pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas perusahaan. Kewajiban perusahaan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) kewajiban jangka pendek atau lancar, dan 2) kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah hutang yang jatuh temponya kurang dari satu tahun, sedangkan hutang jangka panjang adalah hutang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun (12 bulan) setelah pelaporan. 5 6 Hutang menurut pendapat Rudianto (2009 : 292) adalah : “kewajiban perusahaan untuk membayar sejumlah uang /jasa/ barang di masa mendatang kepada pihak lain, akibat transakasi yang di lakukan di masa lalu.” Menurut Wibowo dan Abubakar (2006 : 95) mengatakan bahwa : “Hutang jangka panjang merupakan jenis hutang (kewajiban) yang perlunasannya lebih dari satu periode akuntansi. Yang termasuk dalam kelompok hutang jangka panjang adalah hutang obligasi, hutang wesel jangka panjang dan hutang sewa guna usaha – modal.” Leverage yang berarti pengungkit dalam kaitannya dengan hutang mengandung arti bahwa dalam membiayai aktiva. Perusahaan dapat menggunakan pengungkit berupa hutang. Leveraged itu sendiri dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu : a. Operating leverage merupakan kadar kepekatan dari EBIT (Earning Before Income Tax) dari perusahaan terhadap perubahan pendapatan penjualan. b. Finacial leverage merupakan kadar kepekatan dari perubahan persentase dalam pendapatan (saham terhadap perentase EBIT ). 2. Jenis – jenis Hutang Jangka Panjang Sulit untuk mengetahui jenis – jenis kewajiban (hutang) jangka panjang, akan tetapi menurut PSAK (2009) No.1 [Paragraf 47] dapat diketahui klasifikasi / jenis – jenis dari kewajiban jangka panjang itu sendiri yaitu : 7 kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal neraca, apabila : (a) Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan; (b) Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang; dan (c) Maksud tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan di setujui. Berikut ini sebagian contoh dari kewajiban (hutang) jangka panjang yaitu : a. Obligasi Menurut Donald E. Kieso (2011) mengatakan bahwa : “Obligasi adalah sekuritas hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau pemerintah, yang memilik suku bunga dan tanggal jatuh tempo yang tetap.” Obligasi merupakan surat tanda hutang dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu. Karena itu, kalau perusahaan bangkrut, pemegang obligasi akan diperlakukan sebagai kreditur umum. Apabila perusahaan membutuhkan tambahan modal kerja, tetapi tidak dapat melakukan emisi saham baru, dapat dipenuhi dengan cara mencari hutang jangka panjang. 8 Dalam hal sulit mencari hutang yang jumlahnya besar dari satu sumber, perusahaan dapat mengeluarkan surat obligasi. Surat obligasi ini akan dapat dijual bila reputasi perusahaan cukup baik dan dipandang akan dapat tetap berdiri selama jangka waktu beredarnya obligasi tersebut. Harga jual obligasi tergantung pada tarif bunga obligasi. Semakin besar bunganya, harga jual obligasi tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah tingkat bunga obligasi harga jualnya akan semakin rendah. Pengeluaran obligasi dari suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara penjualan langsung atau melalui lembaga – lembaga keuangan. b. Wesel jangka panjang Menurut Donald E. Kieso (2011) mengatakan bahwa : “Wesel adalah suatu dokumen formal yang menetapkan syarat – syarat hutang. Wesel jangka panjang memiliki substansi yang sama seperti obligasi dimana keduanya mempunyai jatuh tempo yang tetap dan suku bunga yang ditetapkan atau implicit. Akan tetapi, wesel tidak dapat langsung dijual seperti obligasi di pasar sekuritas public yang trorganisasi. Perusahaan nonkorporasi dan koporasi kecil mengelurkan wesel sebagai instrumen jangka panjang mereka, sedangkan korporasi besar mengeluarkan baik wesel jangka panjang maupun obligasi.” c. Hipotek Menurut Donald E. Kieso (2011) mengatakan bahwa : Hipotek merupakan bentuk hutang jangka panjang dengan agunan aktiva tidak bergerak (tanah dan bangunan). Dalam perjanjian kreditnya disebutkan secara jelas aktiva apa yang dipergunakan 9 sebagai agunan. Dalam peristiwa likuidasi kreditur akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agunan. Menurut Weston (2009 : 42) Berikut ini adalah beberapa manfaat hutang jangka panjang melalui obligasi yaitu : 1. Keuntungan menarik obligasi. 2. Pemegang obligasi tidak mempunyai hak suara dalam kebijakan perusahaan sehingga tidak mempengaruhi manajemen. 3. Bunga obligasi mungkin lebih rendah dibanding deviden yang harus dibayarkan kepada pemegang saham. 4. Bunga merupakan bunga yang dibebankan pada perusahaan yang dapat mengurangi kewajiban pajak. Sedangkan deviden adalah pembagian laba yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya. 3. Pelaporan Hutang Jangka Panjang Pelaporan hutang jangka panjang merupakan salah satu bidang yang paling kontroversional dalam pelaporan keuangan. Karena hutang jangka panjang mempunyai dampak yang signifikan terhadap arus kas perusahaan , maka persyaratan pelaporan harus substantif dan informatif. Salah satu masalahnya adalah bahwa definisi kewajiban yang ditetapkan tidak mencukupi untuk menyatakan bahwa argumen- 10 argumen yang masih dapat dibuat akan memungkinkan kewajiban tertentu tidak perlu dilaporkan sebagai hutang. Pembiayaan di luar neraca (off-balancesheet financing)adalah suatu upaya untuk meminjam uang dengan cara sedemikian rupa sehingga kewajibannya tidak tercatat. Akibatnya, setiap perusahaan yang memakai pembiayaan di luar neraca dewasa ini berisiko ditinggalkan para investor yang membeli sahamnya. Namun demikian, sejumlah besar pembiayaan di luar neraca terus ada. Menurut Donald E. Kieso (2011) Pembiayaan di luar neraca dapat mempunyai beberapa bentuk: 1. Anak perusahaan yang tidak terkonsolidasi. Sebuah induk tidak perlu mengonsolidasi anak perusahaan, yang kepemilikan perusahaan induk dalam anak perusahaan tersebut tidak sampai 50 persen. Dalam kasus seperti itu, perusahaan induk tidak perlu melaporkan aktiva dan kewajiban anak perusahaannya. Yang dilaporkan perusahaan induk dalam neracanya hanyalah investasi dalam anak perusahaan. 2. Entitas dengan tujuan khusus atau Special Purpose Entity (SPE). Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah entitas dengan tujuan khusus untuk menjalankan sebuah proyek khusus. Company memutuskan untuk membangun sebuah pabrik baru. Namun, manajemen tidak ingin melaporkan pabrik itu atau pinjaman yang dipakai untuk mendanai konstruksi tersebut pada neraca. Oleh karena itu, perusahaan menciptakan SPE, tujuannya untuk membangun pabrik sebagai perjanjian proyek. 3. Lease operasi. Perusahaan tidak perlu mencantumkan hutang di neraca adalah dengan leasing. Perusahaan hanya melaporkan beban sewa per periode dan menyediakan catatan pengungkapan dari transaksi. 11 B. Laba Bersih 1. Definisi laba bersih Agar perusahaan dapat dikatakan mampu dalam menghadapi segala situasi perekonomian, maka harus diusahakan agar perkembangannya selalu selaras dengan perkembangan masyarakat, konsumen, teknologi dan situasi lain disekitar usaha. Perkembangan ini menuntut perusahaan untuk ikut berkembang, dimana perkembangan itu dinilai dengan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba. Pada umunya tujuan akhir dari perusahaan adalah memperoleh laba dan tingkat laba yang berhasil diraih sering dijadikan ukuran keberhasilannya. Oleh karena itu, laba tersebut harus dikelola dengan baik, karena kaitannya dengan kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan dan sudah sewajarnya pihak manajemen berusaha meningkatkan pengendalian dalam masalah keuangan. Hal ini sesuai dengan pengertian laba atau rugi bersih untuk periode berjalan menurut PSAK No.25, yaitu : 1. Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode harus tercakup dalam penetapan laba atau rugi untuk periode tersebut, kecuali jika standar akuntansi keuangan yang berlaku mensyaratkan atau memperbolehkan sebaliknya. 2. Biasanya semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode tercakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut, termasuk juga pos luar biasa dan dampak perubahan estimasi akuntansi. Tetapi dalam keadaan tertentu mungkin diperlukan untuk mengeluarkan unsur – unsur tertentu dari laba atau rugi bersih untuk periode berjalan. Pernyataan ini menyangkut dua kondisi tertentu : koreksi atas kesalahan yang mendasar dan dampak perubahan kebijakan akuntansi. 12 3. Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan terdiri atas unsur – unsur berikut, yang masing – masing harus diungkapkan pada laporan laba rugi : a) Laba atau rugi dari aktivitas normal; dan b) Pos luar biasa. Menurut Costa dan Addison (2007 : 18) menyatakan bahwa pengertian laba bersih adalah sebagai adalah sebagai berikut: “Laba bersih adalah jumlah pendapatan yang masih tersisa setelah mengurangkan beban – beban umum dari laba bruto. Pendapatan dikurangi beban pokok penjualan sama dengan laba bruto. Laba bruto dikurangi beban sama dengan laba bersih.” Menurut Irham Fahmi (2011 : 152) menyatakan bahwa pengertian laba adalah sebgai berikut : “Laba adalah jumlah pendapatan yang sudah direalisasi demgan biaya yang telah tercatat untuk mendapatkan pendapatan tersebut (keuntungan). Apabila pendapatan lebih besar daripada biaya, maka dikatakan perusahaan memperoleh laba. Sebaliknya, jika pendapatan lebih kecil daripada biaya, maka perusahaan menderita rugi.” Dalam menghitung angka income atau laba, pendapatan dan beban menjadi unsur yang menentukan. Laba diperoleh dengan mempertemukan antara pendapatan dan beban. Pendapatan didefinisikan Firdaus (2006 : 23) sebagai berikut : “Pendapatan (revenue) adalah kenaikan dalam ekuitas sebagai akibat dari penyerahan barang dan jasa kepada pelanggan. Apabila terdapat berbagai jenis pendapatan tertentu, maka masing – masing dicatat dalam akun – akun yang terpisah. Contoh akun pendapatan penjualan atau di singkat dengan penjualan (sales), pendapatan bunga (interest revenue), pendapatan sewa (rent revenue) dan pendapatan jasa profesional (professional fee).” “Beban – beban (expenses) timbul atau terjadi dalam melaksankan aktivitas perusahaan yang normal, dalam rangka menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan memerlukan akun – akun yang 13 terpisah untuk masing – masing jenis beban, misalnya beban gaji, beban sewa, beban perlengkapan, beban rupa – rupa.” Menurut firdaus (2006 : 16) dikatakan bahwa : “Laporan laba – rugi, ikhtisar dari pendapatan dan beban – beban untuk suatu periode waktu atau masa tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Dengan kata lain, laporan ini menunjukkan hasil usaha atau kinerja perusahaan pada kurun waktu tertentu.” Dalam pengakuan beban, terdapat prinsip – prinsip yang merupakan kerangka dasar bagi perusahaan dan sekaligus dapat menyajikan pelaporan laba yang informatif, yang dapat digunakan sebagai bahan analisa dan pengambilan keputusan bagi pemakai laporan keuangan. 2. Unsur – unsur laba bersih Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.2 ; lampiran 2 tahun 2009. Agar efisiensi manajemen dapat diukur dengan baik , maka komponen atau unsur – unsur income diklasifikasikan sesuai dengan jenis – jenis kegiatan yang berbeda – beda, yaitu : 1. Laba kotor (laba bruto) adalah jumlah penjualan dikurangi harga pokok penjualan (HPP); 2. Laba Operasional adalah laba bruto dikurangi biaya – biaya operasional; 3. Laba sebelum pajak (Earning Before Tax) dan pos luar biasa adalah laba usaha ditambah/dikurangi pendapatan/beban lain-lain; 4. Laba setelah pos luar biasa ditambah/dikurangi pos luar biasa; adalah laba sebelum pajak, 14 5. Laba bersih setelah pajak adalah laba bersih setelah pos luar biasa dikurangi pajak penghasilan. Menurut International Financial Reporting Standard (IFRS) urutan penyajian laporan laba rugi yaitu : Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Beban Opresional Laba Operasional Pendapatan dan (beban) lain-lain (+/-) Laba Sebelum Pajak dan pos luar biasa Pos luar biasa Laba Setelah Pos luar biasa Pajak Penghasilan Laba Bersih xxx (xxx) xxx (xxx) xxx xxx xxx xxx xxx (xxx) xxx Dengan mengetahui laba secara umum untuk menghitung besarnya kenaikan laba dapat ditentukan dari laba bersih. Akan tetapi, dalam penelitian ini penulis hanya mengambil data berdasarkan laba bersih saja. Untuk lebih jelasnya elemen atau komponen dan urutan penyajian laporan keuangan, menurut IAI (2009) unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan posisi keuangan didefinisikan sebagai berikut: 15 a. Laporan posisi keuangan (neraca) Neraca merupakan suatu daftar yang sistematis mengenai aktiva, kewajiban dan keadaan modal perusahaan pada periode tertentu. Tujuan pembuatan neraca adalah untuk menunjukan posisi keuangan yang berakhir pada bulan atau tahun tertentu. 1. Aktiva adalah sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, dan darinya manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan diperoleh perusahaan-perusahaan dari pengelolaan aktiva tersebut. 2. Kewajiban adalah hutang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. 3. Ekuitas adalah residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. b. Laporan laba rugi komprehensif Merupakan ikhtisar dari pendapatan dan beban perusahaan selama suatu periode tentang yang tersusun secara sistematis. Tujuan utama penyajian laporan keuangan ini adalah untuk memberikan informasi kepada para pengguna mengenai jumlah laba atau rugi perusahaan selama operasionalnya. 1. Penghasilan Merupakan kenaikan manfaat yang menyebabkan perubahan modal ditahan dengan diikuti kenaikan aktiva atau terjadinya penurunan kewajiban. 2. Beban Merupakan penurunan manfaat ekonomi suatu periode akuntansi dalam bentuk arus kas atau berkurangnya aktiva atau ekuitas yang menyangkut pembagian kepada penanam modal. 16 c. Laporan ekuitas pemilik Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama jangka waktu tertentu. Laporan tersebut dipersiapkan setelah laporan laba rugi, karena laba bersih atau rugi bersih periode berjalan harus dilaporkan dalam laporan ini. Demikian juga, laporan perubahan ekuuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporakn dalam neraca.laporan perubahan antara laporan laba rugi dengan neraca. d. Laporan arus kas (Cash Flow) Laporan arus kas merupakan suatu laporan yang digunakan untuk dapat menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu. Arus kas dapat diklasifikasikan menjadi beberapa aktivitas yaitu: a. Aktivitas Operasi b. Aktivitas Investasi c. Aktivitas Pendanaan e. Catatan atas laporan keuangan (Note of Financial Statement) Laporan yang menjelaskan yang sejalas-jelasnya atas posisi laporan keuangan perusahaan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan : 1. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting. 17 2. Informasi yang diwajibkan dalam pernyataan standar keuangan namun tidak disajikan dalam neraca, laporan laba rugi, arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. 3. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar. f. Laporan keuangan pada awal periode komparatif. Laporan keuangan yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara vestrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan. Entitas diperkenankan judul laporan. 3. Konsep Laba Bersih Konsep laba bersih menurut Jumingan (2009 : 31) terdiri : 1. Konsep Laba Bersih Pada Tingkat Sintaksis Ada 2 (dua) pendekatan yang dipakai dalam mengukur laba bersih yakni pendekatan transaksi (transaction approach) dan pendekatan kegiatan (activities approach) Pendekatan transaksi dalam pengukuran laba bersih adalah pendekatan yang konvensional di pergunakan para akuntan. Dalam pendekatan ini perubahan terhadap asset dan liabilities hanya dicatat sebagai berikut dari pada transaksi, baik transaksi ekstern maupun transaksi intern. 18 2. Konsep Laba Bersih Pada Tingkat Semantik Konsep laba bersih pada tingkat semantik memberikan interpretative (penilaian) mengenai laba bersih dan alternatif – alternatif bagi pengukurannya juga akan disinggung batasan – batasan praktis dan konseptual. 3. Konsep Laba Bersih Pada Tingkat Behavioral Konsep – konsep perilaku (behavioral) mengenai laba bersih membicarakan proses pengambilan keputusan oleh para investor dan kreditor reaksi pasar saham terhadap pelaporan laba bersih yang tercermin dalam harga saham dan reaksi umpan balik dari manajemen dan akuntan. C. Hubungan Antara Penggunaan Hutang Jangka Panjang Dengan Laba Disebutkan bahwa salah satu faktor penggerak laba adalah kinerja manajemen, yang bisa diartikan sebagai kemampuan manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dihubungkan dengan rencana pembiayaan, artinya perusahaan harus dapat menentukan struktur modal yang optimal, dimana komposisi antara hutang jangka panjang dengan ekuitasnya harus tepat agar perusahaan dapat mencapai tujuan (laba) yang telah ditetapkan. Hubungan antara hutang jangka panjang dengan laba ini juga bisa dijelaskan melalui sudut pandang neraca sebagai berikut. Untuk keperluan pembiayaan yaitu dalam rangka menjalankan aktivitas operasinya, suatu perusahaan harus mencari sumber dana yang tepat, misalnya dengan 19 menerbitkan obligasi. Kemudian dari penerbitan obligasi (surat hutang jangka panjang) ini, perusahaan akan mendapatkan dana yang bisa berbentuk kas. Adanya transaksi ini menyebabkan posisi neraca berubah dalam jumlah yang sama, yaitu kenaikan dari sisi aktiva dan juga sisi pasivanya. Jika perusahaan dalam keadaan normal, dengan bertambahnya dana, hal ini dapat meningkatkan aktivitas operasi yang berarti meningkatkan laba. Peningkatan laba ini akan menyebabkan peningkatan dalam perkiraan laba ditahan yang berarti meningkatnya nilai perusahaan. D. Hasil Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian mengenai pengaruh hutang jangka terhadap laba bersih perusahaan. Atas dasar analisis yang diteliti yang dilakukan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: Nama Peneliti 1. Winda Judul Pengaruh profitabilitas Hasil penelitian 1. berdasarkan hasil uji terhadap perubahan ketepatan regresi dapat hutang jangka panjang dikatakan model regresi pada perusahaan sedikit lebih bagus dalam manufaktur di BEI bertindak sebagai prediktor laba bersih daripada rata – rata laba bersih itu sendiri. Tapi hubungan antara laba bersih dengan hutang 20 jangka panjang lemah. 2. koefisien regresi tidak signifikan atau hutang jangka panjang benar – benar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap laba bersih. 2. Zaldy Pengaruh laba bersih Berdasarkan hasil data yang di terhadap keputusan anlisisis, terhadap laba bersih deviden pada perusahaan dan keputusan deviden didapat manufaktur di BEI Ho diterima, informasi laba tidak memiliki pengaruh yangn signifikan terhadap keputusan investasi saham.