BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan
kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami
penurunan pendengaran yang disebabkan paparan bising saat bekerja dan
diperkirakan 600 juta orang di dunia terpapar bising yang membahayakan. Di
negara berkembang situasi ini biasanya lebih parah selain karena seringnya
pekerja terpapar bising yang kuat juga dikarenakan rendahnya pemenuhan
perlindungan terhadap bising baik secara individu maupun secara kolektif (Torabi,
2010).
Di Indonesia, di pabrik peleburan besi baja prevalensi NIHL (noiseinduced hearing loss) sebesar 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85-105
dB. Di perusahaan plywood di Tangerang, prevalensi NIHL sebesar 31,81%
dengan paparan kebisingan 86,1-108,2 dB. Penelitian pada pengemudi Bajaj
mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97-101 dB dengan 50%
pengemudi bajaj menderita SNHL. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa
paparan diatas 85 dB dapat menimbulkan NIHL atau ketulian (Roestam, 2004).
Penelitian Halawa pada tahun 2011 menunjukkan bahwa lama kerja
mempunyai korelasi terhadap ambang pendengaran meskipun intensitas bising
berada dibawah 80 dB (Halawa, 2011). Joshi et al., mengemukakan bahwa bising
lalu lintas berperan besar dalam paparan bising yang berlebihan diatas 70 dB(A)
sebagai faktor utama NIHL. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa seharusnya
2
dilakukan tindakan pencegahan pada penduduk yang tinggal di lingkungan bising
terutama lebih dari 70 dB(A) untuk mencegah NIHL (Joshi et al., 2003). Menurut
World Health Organization (WHO), paparan yang berlebihan terhadap bising
dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lain. Misalnya auditory stress yang
terjadi pada paparan 55 dB akan mengakibatkan reaksi tubuh seperti; kenaikan
tekanan darah dan irama jantung, kontraksi otot, iritabilitas, stress, insomnia serta
kecemasan (Torabi, 2010).
Berdasarkan KepMenaker No. Kep-51/MEN/1999 paparan nilai ambang
batas (NAB) kebisingan (intensitas tertinggi 85 dB) yang dianggap aman atau
masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar
untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Hal
ini
sejalan
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang penetapan tata cara pengaturan jam kerja bagi
seluruh tenaga kerja 8 jam dalam sehari.
Di beberapa pabrik di Indonesia ada yang memberlakukan sistem lembur
sehingga waktu kerja melebihi yang telah ditetapkan, meskipun intensitas
kebisingan di pabrik tersebut berada dibawah nilai ambang batas yang telah di
tetapkan yaitu kurang dari 85 dB. Hal ini perlu diperhatikan karena berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987 dalam hal
pembagian zona kebisingan, industri pabrik termasuk kedalam Zona D dengan
batas maksimal yang dianjurkan adalah 60 dBA dan batas maksimal yang
diperbolehkan adalah 70 dBA. Pada pabrik konveksi dalam penelitian ini
memberlakukan sistem lembur sehingga jumlah jam kerja karyawannya
3
bertambah menjadi sekitar 13 jam dalam sehari dan intensitas kebisingan ruangan
sekitar 77 dB.
Hemoglobin merupakan komponen utama dalam sel darah merah (Baldy,
2006). Fungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen
dalam paru dan kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan
perifer (Guyton, 2006). Pengangkutan oksigen yang efisien tergantung pada
koordinasi antara sistem respirasi dan sistem sirkulasi. Kadar hemoglobin
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengangkutan oksigen ke
jaringan (Nathan & Singer, 1999). Berkurangnya oksigenasi jaringan sangat
mempengaruhi sistem organ dengan kebutuhan energi yang tinggi seperti koklea
(Nutall, 1999) yang sangat sensitif terhadap hipoksia (Arpornchayanon, 2010).
Koklea merupakan organ dengan metabolisme yang sangat tinggi. Energi
yang dihasilkan oleh metabolisme aerobik sangat diperlukan untuk menjaga
fungsi koklea (Tsuji et al., 2002). Setiap orang yang mengalami metabolisme
hiperaktif seperti halnya latihan fisik dan hiperstimulasi organ telinga dalam oleh
bising selalu membutuhkan tambahan oksigen. Pada hiperstimulasi, disamping
menimbulkan metabolisme yang hiperaktif juga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah arteri setempat sehingga timbul hipoksia relatif (Oedono, 2011). Hipoksia
dapat terjadi pada berbagai kondisi yang menurunkan tekanan parsial oksigen di
udara, penurunan aliran udara ke paru, atau penurunan ikatan antara hemoglobin
dan oksigen (Chen, 2002). Apabila hipoksia relatif ini berlanjut maka akan timbul
hipoksia dan terjadi gangguan pada organ auditoria. Proses hipoksia relatif akibat
pengaruh bising lingkungan kerja dirasa semakin bertambah berat apabila pada
4
individu tersebut mempunyai kadar hemoglobin yang rendah sehingga
mempengaruhi kerentanan organ pendengaran terhadap bising (Oedono, 2011).
Stadium dini tuli akibat paparan bising ditandai dengan kurva ambang
pendengaran yang curam pada frekuensi diantara 3000 dan 6000 Hz, biasanya
pertama kali timbul pada frekuensi 4000 Hz. Pada fase dini ini pekerja mungkin
hanya mengeluh tinitus atau penurunan pendengaran yang temporer yang terasa
pada waktu bekerja atau pada waktu akan meninggalkan tempat kerja, tetapi
kemudian pendengaran terang lagi setelah beberapa jam jauh dari lingkungan
bising (Fox, 1997). Seiring perjalanan penyakit, kerusakan dapat meluas
mengenai frekuensi yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Dikarenakan
frekuensi rendah lebih sedikit terpengaruh dibandingkan frekuensi tinggi dan
penerimaan suara tidak terlalu terganggu sampai penurunan pendengaran lebih
dari 40 dB pada frekuensi bicara (500 – 2000 Hz), pada dasarnya kerusakan
pendengaran sudah terjadi sebelum seseorang menyadari adanya penurunan
pendengaran (Torabi, 2010). Jenis ketulian selalu tipe sensorineural dan secara
otoskopik gendang liang telinga tampak normal (Fox, 1997).
B. Rumusan Masalah
Hemoglobin merupakan protein yang dibawa oleh sel darah merah,
berperan sebagai pembawa oksigen dari paru dan mengalirkan oksigen ke jaringan
untuk memelihara kelangsungan hidup sel. Struktur telinga dalam seperti sel
rambut dan sel penyokong merupakan jaringan yang memerlukan metabolisme
tinggi dan sangat sensitif terhadap hipoksia (Arpornchayanon, 2010). Pada
keadaan hiperstimulasi organ telinga dalam oleh bising, kebutuhan oksigen
5
mengalami peningkatan, selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri setempat
sehingga menimbulkan hipoksia relatif. Proses hipoksia relatif akibat pengaruh
bising semakin bertambah berat apabila pada individu tersebut mempunyai kadar
hemoglobin yang rendah sehingga mempengaruhi kerentanan organ pendengaran
karena bising. Hipoksia akan mengakibatkan kerja enzim pembersih akan
berkurang dengan akibat aksi radikal bebas merusak komponen-komponen sel
dalam jaringan akan berlanjut. Akibatnya hubungan interseluler terganggu dan
kelompok sel tidak dapat berfungsi dalam satu kesatuan karena sel mengalami
otolisis (pengrusakan) dengan hasil sel mengalami degenerasi (Oedono, 2011).
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka dapat disusun
pertanyaan penelitian sebagai berikut: Adakah korelasi antara kadar hemoglobin
dengan nilai ambang dengar pada pekerja pabrik yang terpapar bising?
D. Keaslian Penelitian
Chen pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang efek hipoksia
terhadap kerusakan pendengaran yang disebabkan oleh bising. Dari penelitian ini
disimpulkan
bahwa
walaupun
hipoksia
tidak
menyebabkan
penurunan
pendengaran, tetapi kombinasi antara paparan bising dan udara yang hipoksik
menyebabkan penurunan pendengaran yang lebih parah dibandingkan jika hanya
terpapar bising saja. Hal ini mengesankan bahwa pada orang-orang yang
mengalami hipoksia kemungkinan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
trauma bising (Chen, 2002). Delb et al., pada tahun 1991 melakukan penelitian
eksperimental terhadap tikus tentang pengaruh anemia terhadap ototoksisitas
6
gentamisin. Dari penelitian ini didapatkan pada hari ke 107 setelah terapi
gentamisin, rata-rata ambang dengar pada kelompok anemia meningkat menjadi
62 dB, sedangkan pada kelompok non anemia mempunyai rata-rata ambang
dengar 22 dB (Delb et al.,1991).
Li et al., pada tahun 1994 dalam percobaanya tentang efek anemia
defisiensi besi terhadap respon Auditory Brainsteem Response (ABR) pada bayi
menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi terutama menyebabkan kerusakan
pada sistem pendengaran perifer dan jarang pada batang otak. Terdapat pula
hubungan langsung antara beratnya anemia defisiensi besi terhadap derajat
abnormalitas ABR pada bayi (Li et al.,1994). Oedono dalam penelitiannya tentang
trauma bising menyimpulkan bahwa semakin rendah kadar hemoglobin pekerja
dalam lingkungan bising keras (90 dB), semakin rentan telinga dalam terhadap
efek bising pada frekuensi 4000 Hz sampai 8000 Hz (Oedono, 2011). Halawa
(2011) pada penelitiannya tentang korelasi antara lama terpapar bising mesin
dengan nilai ambang pendengaran pekerja pabrik konveksi menunjukkan bahwa
lama kerja mempunyai korelasi terhadap ambang pendengaran meskipun
intensitas bising berada dibawah 80 dB yaitu 77 dB (Halawa, 2011).
Suatu penelitian terhadap efek bising lalu lintas terhadap ambang
pendengaran penduduk dilakukan pada tahun 2010 di Karachi, sebuah kota
metropolitan di Pakistan. Penelitian ini menunjukkan bahwa subyek penelitian
yang terdiri dari pengemudi rickshaw, penjaga toko, dan polisi lalu lintas terpapar
bising yang dapat merusak pendengaran. Terdapat hubungan langsung yang kuat
antara penurunan pendengaran dengan lama terpapar bising. Penelitian ini juga
7
menunjukkan bahwa terjadi penurunan 0,42 dB per oktaf dari 500 Hz sampai
2000 Hz per tahun selama bekerja di lingkungan bising ini (Jawed et al., 2010).
Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti adalah untuk mengetahui
korelasi antara kadar hemoglobin dengan nilai ambang dengar pekerja pabrik
konveksi dengan intensitas kebisingan ruangan 77 dB dengan lama kerja 13 jam
perhari.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan korelasi antara kadar
hemoglobin dengan nilai ambang dengar pekerja pabrik konveksi.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan data awal
tentang korelasi kadar hemoglobin terhadap nilai ambang dengar pada paparan
bising. Bagi pihak terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar
untuk evaluasi kesehatan pekerja yang terpapar bising dan dapat memberikan
masukan bagi penentu kebijakan untuk membuat sistem regulasi dan keselamatan
pekerja.
Download