Utang Luar Negeri Turun Rp 29 Triliun Rasio Utang terhadap kemampuan bayar melonjal RR. Ariyani [email protected] JAKARTA—Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri hingga akhir kuartal ketiga tahun ini mencapai US$ 302,4 miliar atau turun US$ 3,1 miliar atau turun US$ 2,1 miliar ketimbang pada kuartal sebelumnya sebesar US$ 304,9 miliar. Penurunan nilai tersebut terjadi baik untung utang luar negeri dari swasta maupun publik. Utang luar negeri sektor swasta turun US$ 1,7 miliar menjadi US$ 168,2 miliar terutama disebabkan oleh turunnya utang dari bank. Adapun utang luar negeri dari sektor publik turun US$ 9,4 miliar terutama karena turunnya utang pemerintah. ”Utang luar negeri dari swasta tercatat mendominasi tota; nilai utang 55,6 persen dan diikuti oleh utang publik 44,4 persen,” demikian kutipan dari laporan Statistik Utang Luar Negeri per November 2015 yang dirilis kemarin. Posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal ketiga tahun ini kebanyakan bersifat jangka penjang dari mencapai 85,5 persen dari total utang. Mayoritas utang itu berasal dari sektor publik. Sedangkan utang jangka pendek didominasi oleh sektor swasta dengan porsi 93,7 persen. Melihat data-data tersebut, Bank Indonesia menilai kondisi perekonomian pada kuartal ketiga tahun ini masuh cukup sehat, tapi perlu terus ada kewaspadaan terhadap sejumlah risiko pada masa mendatang. Bank sentral akan terus memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya yang berasal dari sektor swasta. Hal ini dilakukan untuk membangun keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan optimal dalam mendukung pembiyaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang mempengaruhi stabilitas makroekonomi. Meski secara nominal utang menurun, resiko utang terhadap kemampuan bayar meningkat dari 59,9 persen menjadi 60,4 persen. Penurunan ini berbanding lurus dengan naiknya resiko utang terhadap ekspor yang meningkat dari 152,96 persen menjadi 157,68 persen. Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan resiko utang terhadap kemampuan bayar. Menurut dua, batas wajar yang ditentukan International Moneter Fund adakah 30-33 persen. ”Ini bisa menyulitkan pemerintah memperoleh pembiayaan untuk tutup defisit,” kata Josua Ketika dihubungi. Jika rasio utang terhadap kemampuan bayar terus meningkat, menurut Josua, bakaj sulit menutup defisit anggaran dengan mengandalkan utang luar negeri. Ia mengatakan pemerintah harus terus mencari jalan keluar untuk meningkatkan ekspor . Apalagi saat ini penerimaan pajak tak sesuai dengan harapan. ”Jika rupiah dan ekport terus memburuk, akan jadi double hit untuk pembayaran ULN (utang luar negeri),” kata dia. Apalagi, kata dia, ekonomi global tahun depan masih belum membaik sepenuhnya. Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Fadel Muhammad, sebelumnya menyebutkan DPR telah memberi izin pemerintah untukmenambah utang luar negeri guna menutup kekurangan anggaran belanja negara. ”Dewan memberi izin pemerintah untuk utang lebih awal untuk membayar uang muka proyek-proyek pembangunan,” katanya beberapa waktu lalu. Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil, menyatakan berutang sebetulnya merupakan pilihan terakhir pemerintah dalam pembiayaan pembangunan 2015 dan 2016/ ”Utang masih wajar. Yang penting bagi pemerintah, tak ada gangguan cash flow APBN,” katanya, KORAN TEMPO Bisnis Keuangan Kamis, 19 November 2015