1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman jenis baik flora maupun fauna mempunyai peranan penting bagi manusia, karena sumber-sumber kehidupan manusia secara essensial tergantung dari variabilitas kekayaan hayati yang berada dalam ekosistem alam (Kusumaatmadja 2001). Khususnya keanekaragaman tumbuhan dalam suatu wilayah dapat bertambah atau berkurang pada setiap waktu. Hal ini disebabkan karena faktor bencana alam, masuknya jenis tumbuhan baru, juga akibat eksploitasi yang berlebihan atau karena penjarahan liar. Keanekaragaman jenis yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang mempunyai keunggulan kompetitif, di samping sebagai bahan baku rekayasa produk pertanian yang bersifat unggul juga karena kandungan bahan kimia yang dimiliki digunakan untuk memproduksi obat-obatan, kosmetika, zat pewarna, bahan pengawet, dan lain-lain. Potensi tersebut didukung oleh pengetahuan tradisional masyarakat tentang khasiat dan kegunaannya. Bioprospeksi pada dasarnya adalah pemanfaatan keanekaragaman hayati dan pengetahuan tradisional untuk mendapatkan sumber genetik dan biokimia yang bernilai ekonomi tinggi (Reid at al. 1993; Posey 1997). Kegiatan bioprospeksi telah dilakukan oleh negara-negara maju terhadap Indonesia, jauh sebelum Indonesia menyadari, betapa berharganya kekayaan hayati yang dimiliki (Kehati 2001). Padahal, sumberdaya hayati dan keanekaragaman budaya lokal yang dimiliki sangat penting dan strategis untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia (Hanif 2003). Masyarakat Indonesia sejak jaman nenek moyang telah menggunakan berbagai jenis tumbuhan untuk berbegai keperluan hidupnya. Secara turuntemurun nenek moyang bangsa Indonesia telah mengajarkan cara hidup berdampingan dengan alam, yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan tanpa mengganggu keseimbangannya di alam. Masyarakat memiliki cara tertentu dalam memanfaatkan dan membudidayakan tumbuhan. 2 Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan berada di sekitar hutan, umumnya memiliki pengetahuan dan pengalaman hidup dalam mengelola sumberdaya alam sekaligus dalam pemanfaatannya. Masyarakat memiliki cara tertentu dalam memanfaatkan dan membudidayakan tumbuhan. Sistem agroforestry merupakan salah satu sistem yang memperhatikan konservasi dan kesinambungan produksi. Potensi agroforestry untuk perbaikan tanah dan konservasi sudah dapat diterima secara umum. Agroforestry diakui sebagai sistem penggunaan lahan yang dapat menghasilkan kayu dan pangan serta pada waktu yang bersamaan memiliki fungsi konservasi dan rehabilitasi ekosistem, sehingga pola tanam seperti ini cocok untuk dilaksanakan pada lahan kering yang sempit seperti banyak terdapat di pulau Jawa (Nair 1993). Simon (1995) menyebutkan bahwa budidaya lahan kering dilakukan karena petani menyadari hasil pertanian dari tanaman setahun (annual crops) tidak menunjukkan hasil yang optimal, oleh karena itu petani kemudian mengganti tanaman setahun tersebut dengan berbagai tanaman berkayu (parennial trees). Petani menganggap tanaman ini memiliki daya hidup dan produktivitas yang lebih tinggi daripada tanaman setahun. Di Jawa sistem agroforestry seperti kebun-talun masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana sejak ratusan tahun yang lalu dan merupakan warisan teknologi pemanfaatan lahan yang dikembangkan secara turun-menurun. Pemilik kebun talun belum menggantungkan hidupnya secara penuh pada kebun talun yang dimilikinya dan hanya mengusahakannya secara sambilan. Hardjanto (1995) menyatakan bahwa pola usaha tani yang dilakukan oleh petani di pedesaan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang menguntungkan. Kebun-talun adalah salah satu sistem pertanian asli masyarakat Sunda (Terra 1953) berupa sistem penanaman campuran di luar pemukiman yang didominasi oleh jenis tanaman tahunan terutama dari jenis buah-buahan dan kayukayuan (Iskandar et al. 1981). Dalam sistem agroforestri, kebun-talun dikelompokkan dalam sistem budidaya penanaman pohon multi strata (multistoreyed cropping) berupa kombinasi tanaman berumur pendek dan panjang secara bersambung yang terletak di luar halaman rumah (Wiersum 1980). 3 Kebun-talun memiliki fungsi penting bagi masyarakat desa dan lingkungan sekitarnya yaitu fungsi produksi (subsisten dan komersial), perlindungan tanah dan sumberdaya genetik, serta fungsi sosial (Iskandar et al. 1981; Soemarwoto 1983). Fungsi tersebut dapat diintegrasikan dengan tujuan konservasi sumberdaya alam di lingkungan pedesaan. Karena itu kebun-talun sejak sekitar dua sampai tiga puluh tahun terakhir mulai disarankan sebagai bentuk alternatif untuk pengembangan agroforestri; bentuk alternatif pengganti sistem perladangan berpindah; maupun untuk rehabilitasi lahan kritis (Karyono 1980; Wiersum 1980; Iskandar et al. 1981). Kasepuhan Ciptagelar adalah ”ibu kota” dari Kasepuhan Adat Banten Kidul yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kasepuhan ini masih memegang adat dan tradisi Sunda lama. Masyarakat adat yang banyak menyimpan pengetahuan tradisional akan manfaat berbagai jenis tumbuhan namun umumnya tidak berorientasi pada pemenuhan materi, tidak menyadari betapa mahal dan bernilai ekonomi tinggi pengetahuan-pengetahuan tradisional yang mereka kuasai tersebut dan merupakan modal di masa depan. Kearifan tradisional masyarakat adat menyimpan kekuatan upaya konservasi sumberdaya hayati. Kearifan warga kasepuhan dalam mengelola kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) adalah menyangkut tradisi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Selain memilki tradisi pengelolaan berkelanjutan, warga kasepuhan memahami pola pengaturan lingkungan yang dicerminkan dalam pembagian adanya leuweung kolot, leuweung titipan, leuweung sempalan dan kebun-talun (Wardah 2005). Salah satu faktor penghambat usaha perlindungan keanekaragaman hayati adalah miskinnya data tentang sumberdaya hayati Indonesia. Bagi Indonesia, sumberdaya dan keanekaragaman hayati sangat penting dan strategis artinya bagi keberlangsungan hidupnya sebagai bangsa. Bukan hanya karena posisinya sebagai negara pemilik keanekaragaman hayati terbesar di dunia tetapi juga karena keterkaitannya yang erat dengan keanekaragaman budaya lokal yang telah lama berkembang di negeri ini. Masyarakat perlu dibuka wawasannya tentang 4 bioprospeksi, (biopirasi)), kewaspadaan juga dimotivasi terhadap untuk kemungkinan melakukan perambahan upaya-upaya hayati pelestarian keanekaragaman hayati. Keberadaan Kasepuhan Banten Kidul di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) mengandung keunikan. Cara hidup masyarakat adat yang berpindah-pindah mengikuti wangsit dari leluhur, dikhawatirkan merusak lingkungan hutan karena mereka akan membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan bercocok tanam. Mereka juga membutuhkan tumbuh-tumbuhan di hutan untuk kebutuhan sehari-hari. Kasepuhan Ciptagelar adalah Kasepuhan kesekian bagi warga Kesatuan Adat Banten Kidul dan penduduknya adalah pindahan dari desa Cipta Rasa yang berjarak sekitar sembilan kilometer dari Ciptagelar. Apabila kondisi semacam ini berjalan terus, maka tidak menutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan desa ini akan berangsur-angsur berkembang beserta keberadaan kebun-talunnya. Alih fungsi hutan menjadi lahan pemukiman dengan segala perluasan kebun-talun dan keanekaragaman sumberdaya hayatinya terus berjalan selaras dengan berjalannya waktu, sehingga diduga keanekaragaman sumberdaya hayati kebun-talun pun akan bertambah. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah satu kelompok masyarakat yang hidupnya masih selaras dengan alam. Mereka menggunakan sumberdaya alam di sekitar tempat tinggalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun dengan melimpahnya sumberdaya alam yang ada, kehidupan mereka memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan masyarakat lain di Kota Sukabumi, bahkan dengan masyarakat lain yang ada di sekitarnya. Kearifan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dalam memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan belum pernah digali dan diungkapkan, padahal kearifan inilah yang dapat mengangkat kesejahteraan mereka. Dengan demikian ketersediaan data dan informasi tentang kekayaan keanekaragaman kebun-talun di desa Ciptagelar sangatlah penting terutama dalam menunjang program peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan. 5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis keanekaragaman jenis tanaman kebun-talun di Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi serta menggali dan mengungkap kearifan masyarakat dalam memanfaatkan keanekaragaman tanaman serta bioprospeknya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan justifikasi tentang ekosistem kebun talun terutama tentang struktur, komposisi dan keanekaragaman jenis, serta pemanfaatan berdasarkan kepentingan budaya masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Berdasarkan manfaat ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan usaha konservasi, dan pemanfaatan tanaman yang berkelanjutan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu keanekaragaman jenis tanaman yang menyusun ekosistem kebun-talun di Kasepuhan Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Sukabumi Jawa Barat ada hubungannya dengan pola pikir dan kearifan masyarakat lokal dalam menentukan struktur vegetasi penyusun ekosistem kebun-talun di Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat.