BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Agency Theory
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan
atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa
tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dengan agent.
Teori
agency
menunjukkan
pentingnya
pemisahaan
manajemen
perusahaan dari pemilik kepada manajer. Tujuan sistem pemisahaan ini untuk
menciptakan efesiensi dan efektifitas dengan menyewa agen profesional
dalam mengelola perusahaan. Pemisahaan kepemilikan dan pengendalian ini
membawa pada masalah agensi, dimana manajer dalam perusahaan bertindak
sebagai agen dan stakeholder bertindak sebagai principal. Pemegang saham
sebagai pemilik perusahaan prinsipal menyerahkan pembuatan keputusan
kepada direktur yang bertindak sebagai agen dari pemegang saham. Pemilik
menginginkan informasi dan mengembangkan sistem insentif untuk
meyakinkan tindkan agen berada dalam kepentingan pemilik.
Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989 dalam Darmawati dkk
2005). Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan
atau tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa
yang telah benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa
prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu
secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat
prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Oleh karena
itu dibuat kontrak yang diharapkan dapat menyelaraskan kepentingan
principal dan agen.
Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu manajer sudah
seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan
keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna eksternal
terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar
ketidakpastiannya (Ali, 2002).
Adanya ketidak seimbangan penguasaan informasi akan memicu
munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Dengan adanya
asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik akan memberi
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba sehingga akan
menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa laporan keuanan yang
dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan
konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan
yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, principal
dapat menilai, mengukur, dan mengawai sampai sejauh mana agen tersebut
bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian
kompensasi kepada agen.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas
dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance sangat berkaitan
dengan bagaimana membuat para investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak
menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh investor.
Selain itu corporate governance juga berkaitan dengan bagaimana para
investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata
lain yakni corporate governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk
menekan atau menurunkan biaya keagenan.
2. Legitimacy Theory
Gray.et.al (1996) berpendapat bahwa legitimasi merupakan “a systemoriented view of organization and society permist us to focus on the role of
information and disclosure in the relationship between organisations the state
,individuals and group “.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Definisi tersebut menyatakan bahwa legitimasi merupakan system
pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap
masyarakat (society) pemerintahan,individu, dan kelompok masyarakat.
Untuk itu sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada
masyarakat (society),operasi perusahaan harus kongruen.Lindblom (1994)
dalam Achmad (2007) menyatakan bahwa suatu organisasi mungkin
menerapkan 4 strategi legitimasi ketika menghadapi bergbagai ancaman
legitimasi ,oleh karena itu untuk menghadapi kegagalan kinerja perusahaan
seperti kecelakaan yang serius atau skandal keuangan organisasi munkin:
1. Mencoba mendidik stakeholdernya tentang tujuan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya .
2. Mencoba untuk merubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian
(tetapi tidak merubah kinerja actual organisasi).
3. Mengalihkan (memanipulasi) perhatian dari masalah yang menjadi
perhatian( mengkonsentrasikan terhadap beberapa aktifitas positif
yang tidak berhubungan dengan kegagalan- kegagalan).
4. Mencoba untuk merubah ekspektasi external tentang kinerjanya.
Teori legitimasi dalam bentuk umum memberikan pandangan yang
penting terhadap praktek pengungkapan sosial perusahaan. Kebanyakan
inisiatif utama pengungkapan sosial perusahaan bisa ditelusiri pada satu atau
lebuh strategi legitimasi yang disarankan oleh Lindblom. Sebagai misal,
kecendrungan
umum
bagi
pengungkapan
sosial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perusahaan
untuk
18
menekankan pada poin positif bagi prilaku pilaku organisasi dibandingkan
dengan elemen yang negative.
Teori legitimasi juga menyatakan bahwa perusahan secara terus menerus
mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan
batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka berada. Norma
perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga
perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Proses untuk mendapatkan
legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial yang dibuat oleh perushaan dengan
berbagai pihak dalam masyarakat. Setiap perusahaan beroperasi dengan
kontrak sosial, dimana kelangsungan dan pertumbuhannya berdasarkan pada:
1. Pemberian sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat.
2. Pendistribusian manfaat
ekonomi, sosial atau politik kepada
kelompok-kelompok yang berkuasa.
Harsanti (2011) menyatakan, perusahaan dikatakan memiliki legitimasi
ketika sistem nilai perusahaan selaras dengan sistem nilai kemasyarakat,
dimana perusahaan merupakan bagian dari masyarakat. Dalam pengertian
secara mendasar, legitimasi adalah hubungan sosial tertentu yang dikukuhkan
sebagai hal yang benar dan tepat secara moral.
Teori legitimasi penting bagi organisasi karena teori legitimasi didasari
oleh batasan-batasan, norma-norma, nilai-nilai dan peraturan sosial yang
membatasi perusahaan agar memperhatikan kepentingan sosial dan dampak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
dari reaksi sosial yang dapat ditimbulkan. Dengan melakukan pengungkapan
sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi.
Uraian di atas menjelaskan bahwa legitimasi perusahaan dapat
ditingkatkan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Untuk itu,
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
diperlukan
untuk
mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat.
3. Good Corporate Governance
a. Pengertian Good Corporate Governance
Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor,
pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan arah strategi dan kinerja
suatu perusahaan. Tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.
Menurut keputusan menteri badan usaha milik negara no. KEP-117/MMBU/2002, corporate governance merupakan suatu proses dari struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Organization of Economic Cooperation and Development (OECD)
mendefiniskan:
Corporate Governance sebagai berikut: “corporate governance is the
system by which business corporations are directed and controlled. The
Corporate Governance structure specifies the distribution of the right and
responsibilities among different participants in the corporation, such as the
board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the
rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this,
it also provides this structure through which the company objectives are set,
and the means of attaining those objectives and monitoring performance”.
OECD melihat Corporate Governance sebagai suatu sistem dimana
sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan
itu, maka struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak
dan tanggungjawab dari masingmasing pihak yang terlibat dalam sebuah
bisnis, yaitu antara lain Dewan Komisaris dan Direksi, Manajer, Pemegang
saham, serta pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya,
struktur dari Corporate Governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan
prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan
melakukan itu semua maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya
dapat dipertangungjawabkan dan dilakukan dengan baik.
Di Indonesia, tujuan dan manfaat corporate governance dapat diketahui
dari Keputusan Menteri Negara BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM.
PBUMN /2000, Pasal 6, Penerapan GCG dalam rangka menjaga kepentingan
PESERO bertujuan untuk:
1. Pengembangan dan peningkatan nilai perusahaan.
2. Pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
3. Peningkatan disiplin dan tanggung jawab dari organ PESERO dalam
rangka menjaga kepentingan perusahaan termasuk pemeang saham,
kreditur, karyawan, dan lingkungan dimana PESERO berada, secara
timbal balik sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
masing- masing.
4. Meningkatkan kontribusi PESERO bagi perekonomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi.
6. Mendukung program privatisasi.
Secara garis besar, corporate governance sangatlah baik untuk
pertumbuhan perusahaan. Dengan pengelolaan yang baik, tentunya dapat
menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada di dalam perusahaan itu
sendiri. Misalnya adalah masalah keagenan dan meminimalisir biaya
keagenan. Corporate governance juga dapat mencegah adanya kecurangan
diantara pemangku kepentingan yang ada di perusahaan seperti moral
hazard dan adverse selection. Pendanaan modal perusahan juga
dipengaruhi coreporate governance, agar mencapai tingkat optimal, harus
meminimalisir biaya modal itu sendiri. Hal tersebut semua bisa tercapai
atas dasar kerja sama tim yang baik dan kesadaran dari individu masingmasing.
b. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar
inidiharapkan menjadi rujukan bagi para regulator (pemerintah) daam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
membangun framework bagi penerapan good corporate governance. Prinsipprinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 31) adalah sebagai
berikut:
1. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan
informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
2. Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang
mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuuntungan
perusahaan.
3. Accountability (Akuntablitas)
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif
berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan
Komisaris dan auditor.
4. Responsibility (Responsibilitas)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh
hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang
kepentingan dalam menciptakan kesejahteraan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
5. Indenpendency (Indenpendensi)
Indenpendensi
yaitu
pengelolaan
bank
secara
profesional
tanpapengaruh atau tekanan dari pihak manapun sehingga pengambilan
keputusandapat
dilakukan
secara
obyektif.
Masing-masing
organ
perusahaan harusmelaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran
dasar danperaturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan
ataumelempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain sehingga
terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
Prinsip dasar Corporate Governance yang dikeluarka OECD pada tahun
2004 mencakup:
1. Memastikan kerangka pengembangan Corporate Governance yang
efektif
2. Hak Pemegang Saham dan Fungsi Utama Kepemilikan Saham
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham
4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
5. Keterbukaan dan Transparasi
6. Tanggung Jawab Dewan (Komisaris dan Direksi)
c. Manfaat Good Corporate Governance
Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen
terhadap stakeholder dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan berlaku. Selain itu, mekanisme corporate
governance juga dapat membawa beberapa manfaat, antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
1. Mengurangi agency cost yang merupakan biaya yang harus
ditanggung pemegang saham karena penyalahgunaan wewenang
sebagai
akibat
pendelegasian
wewenang
kepada
pihak
manajemen.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital) sebagai dampak dari
menurunnya tingkat bunga atas dana dan sumber daya yang
dipinjam oleh perusahaan seiring dengan turunnya tingkat risiko
perusahaan.
3. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan
perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi
dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Listyorini (2001) dalam Sabrinna (2010) menyebutkan manfaat
penerapan corporate governanceadalah:
1. Meningkatkan efisiensi produktivitas
Hal ini dikarenakan seluruh individu dalam perusahaan memiliki
komitmen
untuk
memajukan
perusahaan.
Semua
individu
di
perusahaan pada setiap level dan departemen akan berusaha
menyumbang segenap kemampuannya untuk kepentingan perusahaan
dan bukan atas dasar mencari keuntungan secara pribadi atau
kelompok.
Dengan
demikian
tidak
terjadi
pemborosan
yang
diakibatkan penggunaan sumber daya perusahaan yang dipergunakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak sejalan dengan
kepentingan perusahaan.
2.
Meningkatkan kepercayaan publik
Publik dalam hal ini dapat berupa mitra baik sebagai investor,
pemasok, pelanggan, kreditor, pemerintah maupun konsumen akhir.
Bagi investor dan kreditor penerapan good corporate governance
adalah suatu hal yang dijadikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan pelepasan dana investasi maupun
kreditnya. Jadi kreditor dan investor akan merasa lebih aman karena
perusahaan
dijalankan
dengan
prinsip
yang
mengutamakan
kepentingan semua pihak dan bukan hanya pihak tertentu saja.
3. Menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
4. Dapat mengukur target kinerja perusahaan.
Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaransasaranmanajemen dan tidak disibukkan untuk hal-hal yang bukan menjadi
sasaranpencapaian kinerja
d. Praktik Good Corporate Governance
Good corporate governance didalam praktiknya terdiri dari unsur-unsur
yang berpengaruh. Banyaknya unsur-unsur yang terdaoat dalam good
corporate governance
membuta peneliti memilih beberapa unsur untuk
dijadikan variabel yang diteliti lebih lanjut. Variabel good corporate
governance yang akan dipakai dalam penelitian ini antara lain kepemilikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, komite audit
independen, dan remunerasi.
1) Kepemilikan institusional
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi
konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme
monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh
manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam
pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap
tindakan manipulasi laba.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008).
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring
tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham,
pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan
melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Shleifer and Vishny (1997) bahwa institutional shareholders, dengan
kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau
pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening
(2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin
besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan.
2) Kepemilikan Manajerial
Menurut Downes dan Goodman (1999) kepemilikan manajerial adalah
para pemegang saham yang juga berati dalam hal ini pemilik dalam
perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan.
Kepemilikan manajerial merupakan salah satu bentuk struktur kepemilikan
yang dapat mengatasi masalah agensi yang menyebabkan terciptanya
konsep GCG. Jensen & Mackling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah
keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
manajer dengan pemegang saham. Kepentingan manajer dengan
pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh
manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi lba untuk
kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif
terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan
meningkat (Shleifer dan Vishny, 1997).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Gunarsih
(2004)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
perusahaan
merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola
melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan.
Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga
merupakan keinginan dari para pemegang saham. Putri (2006) dalam
Sabrinna (2010) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan
saham pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat
untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri.
Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan
manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menaggung
kerugiansebagai konekuensi dari pengambilan keputusan.
3) Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang terafiliasi
dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan Novrianti dkk
(2013).
Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk
mendorong diterapkannya prinsip tat kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan
Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
memberikan nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan
nilai tambah bagi perusahaan.
Menurut Haniffa dan Cooke (2002) apabila jumlah komisaris
independen semakin besar atau dominan hal ini dapat memberikan power
(kekuasaan) kepada dewan komisaris untuk menekan manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan. Komposisi dewan
komisaris independen yang semakin besar atau dominan dapat mendorong
dewan komisaris untuk bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh
stakeholder perusahaan.
4) Komite Audit Independen
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan.
Sam’ani (2008) menjelaskan bahwa komite audit berperan dalam
memastikan kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan. Fungsi
komite audit yang efektif akan mengarah pada semakin baiknya fungsi
control sehingga konflik keagenan dapat diminimalisasi.
Komite audit memiliki tugas melakukan pengawasan terhadap
pelaporan kinerja manajemen. Menurut BAPEPAM dalam Peraturan
Bapepam-LK No. IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan
Kerja Komite Audit mengatur mengenai independensi Komite Audit.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Independensi Komite Audit
menjadikan Komite Audit
memiliki
kemandirian dalam menyampaikan sikap dan pendapat. Dengan semakin
banyaknya anggota independen dalam komite audit, maka penilaian
komite audit terhadap pelaporan kinerja manajemen akan semakin objektif
dan handal, juga mencegah timbulnya moral hazard dan menengahi
agency problem yang muncul sehingga nantinya principal dan agent akan
memiliki keselarasan tujuan yang berimbas pula pada meningkatnya
kinerja perusahaan.
Independensi merupakan karakteristik terpenting yang harus dimiliki
oleh komite audit untuk memenuhi peran pengawasannya (Trihartati,
2010). Kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki
kemandirian dalam menyatakan sikap dan pendapat. Untuk menjamin
independensi, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan bagi pihakpihak
yang menjadi anggota komite audit yaitu:
1. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor
Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit,
jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau
perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan
terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
2. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan
tanggung
jawab
untuk
merencanakan,
memimpin,
atau
mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris,
kecuali komisaris independen.
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung
pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite
audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam
jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham
tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
4. Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan
keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun
secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham
utama emiten atau perusahaan publik.
5. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan kegiatn emiten atau perusahaan
publik.
5) Remunerasi
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan visi dan
misi organisasi dengan tujuan untuk memotivasi pegawai untuk bekerja
dengan efektif dan menciptakan perilaku yang positif sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai dengan baik. Remunersi mempunyi pengertian
sesuatu yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah
diberikannya kepada organisasi tempat kerja. Remunrasi mempunyai
makna lebih luas daripada gaji, karena mencakup semua bentuk imbalan,
baik yang berbentuk uang maupun barang, diberikan secara langsung
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
maupun tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun tidak rutin. Imbaln
langsung teriri dari gaji / upah, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, bonus
yang berkaitan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja dan kinerja
organisasi, insentif sebagai penghargaan prestasi, dan berbagai jenis
bantuan yang yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung terdiri
dari fasilitas, keshatan, dana pensiun, gaji selama cuti, santunan musibah,
dan sebagainya.
Menurut Surya (2008) mengemukakan bahwa remunerasi adalah
sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan/balasan dari
kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja.
Adapun indikator yang dapat digunakan untuk mengukur suatu variabel
remunerasi yaitu:
1. Kuantitas pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
2. Kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawan.
3. Mutu pekerjaan yang dilaksanakan.
4. Analisa beban kerja karyawan
5. Lama waktu dalam penyelesaian pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan.
6. Kehadiran atau absensi karyawan berdasarkan jam dan hari kerja.
7. Disiplin karyawan dalam melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan definisi remunerasi diatas dapat disimpulkan bahwa
remunerasi adalah rewards atau imbalan yang diberikan perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
kepada karyawan atas usaha dan kinerjanya baik dalam bentuk financial
atau non-financial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraaan
karyawan tersebut.
Prinsip dasar sistem remuerasi yang efektif mencakup prinsip
individual equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang diterima
oleh pegawai harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai
terhadap organisasi, internal equity atau keadilan internal dalam arti
adanya keadilan antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan
external equity atau keailan eksternal dalam arti keadilan imbalan yang
diterima pegawai dalam organisasinya dibandingkan dengan organisasi
lain yang memiliki kesetaraan (Kusnaedi, 2005).
4. Corporate Social Resonsibility
Corporate Social Resposibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu
organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum
(Anggraini, 2006).
Keterkaitan perusahaan dengan daerah lingkungan sosialnya menuntut
dipenuhinya pertanggungjawaban sosial perusahaan. Definisi umum menurut
World Business Council in Sustainable Development, corporate social
responsibility adalah komitmen dari perusahaan untuk berperilaku etis dan
berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat luas.
Dengan CSR perusahaan diharapkan dapat meningkatkan perhatian
terhadap lingkungan, kondisi tempat kerja, hubungan perusahaan masyarakat,
investasi sosial perusahaan, dan citra perusahaan di mata publik menjadi baik,
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan akses kapital. Dalam
aktifitasnya setiap perusahaan akan beinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Akibat dari interaksi itu menuntut adanya timbal balik antara perusahaan dan
lingkungan sosialnya yang berimplikasi pada timbulnya dampak-dampak
sosial atas kegiatan operasi perusahaan pada lingkungannya. Sepanjang
perusahaan menggunakan sumber daya manusia dan komunitas yang ada,
maka perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan profit dan
mengembalikan sebagian profit tersebut bagi masyarakat.
Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan
keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:
1. Kepatuhan kepada hukum
2. Menghormati instrumen/badan-badan internasional
3. Menghormati stakeholders dan kepentingannya
4. Akuntabilitas
5. Transparansi
6. Perilaku yang beretika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
7. Melakukan tindakan pencegahan
8. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia
Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara
menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan
CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman
umum dalam penerapan CSR di mancanegara. Dengan disusunnya ISO 26000
sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan
pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan
masyarakat global termasuk Indones
5. Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran tertentu yang digunakan oleh
entitas untuk mengukur keberhasilan dalam menghasilkan laba. Kinerja
perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk menjelaskan kegiatan
operasionalnya (Payamta, 2001). Menurut Febryani dan Zulfadin (2003)
kinerja perusahaan merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap
perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan
perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya nya.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Hendaknya kinerja perusahaan
merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja
yang telah dicapai maka dilakukan penilaian kinerja (Nugroho, 2014).
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan yang berdasar pada sasaran,
standar, dan kinerja yang telah ditentukan. Penilaian kinerja perusahaan dapat
dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan harga
saham, sehingga nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya
(Nugroho, 2014).
Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan hasil dan tindakan yang
diinginkan. Standar perilaku tersebut berupa kebijakan manajemen atau
rencana formal yang dituangkan dalam anggaran perusahaan. Penilaian kinerja
juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya melalui reward yang
diberikan oleh perusahaan dan hasil kinerja.
Penilaian kinerja menurut Sucipto (2003) dimanfaatkan oleh manajer
untuk hal-hal berikut :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimal.
2. Membantu pengambilan keputuan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberitahuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
3. Menyediakan kebutuhan pelatihan dan pembangunan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi menilai kinerja mereka.
Karena penilaian kinerja perusahaan didasarkan pada laporan keuangan,
maka untuk melakukan penilaian kinerja ini menggunakan rasio-rasio
keuangan. Rasio-rasio inilah yang nantinya akan memberikan indikasi bagi
manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dan
prospeknya dimasa yang akan datang.
Rasio keuangan merupakan alat utama untuk mengukur keuangan. Ada
dua kelompok yng menganggap rasio keuangan berguna. Pertama terdiri dri
manjer yng menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja
perusahaan sepanjang waktu. Kedua, pengguna rasio keuangan mencakup para
analis yang merupakan pihak eksternal bagi perusahaan.
Rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan
(Anggraini, 2006):
a) Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek
tepat pada waktunya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
b) Rasio Aktivitas
Rasioa aktivitas adalah rasio yang menunjukkan bagaimana sumber
daya telah dimanfaatkan secara optimal, dengan cara membandingkan
rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat
efisiensi perusahaan dalam industri.
c) Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan memperoleh laba, baik itu yang berhubungan dengan
penjualan, aset, maupun laba bagi modal sendiri. Rasio profitabilitas
dibagi menjadi enam antara lain : gross profit margin (GPM), net profit
margin (NPM), operating return on assets (OPROA), return on asset
(ROA), return on equity (ROE), operating ratio (OR).
d) Rasio Solvabilitas (leverage)
Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunana utang
untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai
leverage, berarti menggunakan modal sendiri 100% dalam usahanya.
e) Rasio Pasar (Market Ratio)
Rasio
ini
menunjukkan
informasi
penting
perusahaan
yang
diungkapkan dalam basis per saham.
Semakin banyaknya perusahaan yang mencantumkan laporan arus kas
dalam laporan keuangan tahunan, membuat pengguna informasi laporan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
arus kas sebagai analisis kinerja perusahaan semakin meningkat. Salah
satu analisis kinerja laporan keuangan dengan menggukan laporan arus kas
adalah analisis laporan arus kas. Analisis laporn arus kas ini menggunakan
komponen dalam laporan arus kas dan komponen neraca dan laporan labarugi sebagai alat analisis rasio. Rasio
laporan arus kas terdiri dari
(Pradhono, 2014):
1. Cash flow to sales
Rasio cash flow to sales mengukur pengembalian atas penjualan
dalam bentuk kas.
2. Cash flow return on asset (CFROA)
Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas asset perusahaan,
makin tinggi nilai rasio ini berarti penggunaan asset sangat efisien,
sebab tingkat pengembalian atas asset perushaan makin besar.
3. Cash flow return debt and equity
Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian (dalam bentuk kas)
dari hasil operasi perusahaan atas investasi permanent perusahaan
yaitu hutang jangka panjang dan modal pemegang saham.
4. Cash flow return on stock holder equity
Cash flow return on stock holder equity menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan return (tingkat pengembalian) atas
modal yang ditanam pemegang saham. Makin tinggi rasio ini
menunjukkan pihak manajemen makin efisiendalam mengelola
modal pemilik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Cash Flow Return On Asset (CFROA)
Cash Flow Return On Asset (CFROA) merupakan salah satu pengukuran
kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba operasi. CFROA lebih memfokuskan pada pengukuran
kinerja peusahaan saat ini dan CFROA tidak terikat dengan saham (Cornettt et.
Al 2006).
Penelitianyang menguji earning management, Corporate Governancedan
true financial performance pernah dilakukan oleh Cornettt et.al (2006) dan
menemukan
adanya
pengaruh
mekanisme
good
Corporate
Governanceterhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari
manajemen laba dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini
dinterprestasikan sebagi indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari
indikator mekanisme good corporate governance. Mekanisme good Corporate
Governance dapat mengurangi dorongan manajer melakukan earning
management, sehingga CFROA yang dilaporkan merefleksikan keadaan yang
sebenarnya.
Sebagian peneliti menganggap Tobin’s Q lebih mampu menjelaskan
keadaan perusahaan sebenarnya. Namun volatilitas harga saham yang tinggi
akibat pengaruh berbagai faktor makro ekonomi dapat berpengaruh besar dapat
mempengaruhi hasil perhitungan. Hal ini tidak akan terjadi jika kita
menggunakan
CFROA.
Karena
pertimbangan
tersebut
penelitian
menggunakan CFROA sebagai indikator penilaian kinerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ini
41
6. Penelitian Terdahulu
Peneltian mengenai Good Corporate Governance dan Corporate Social
Responsibility telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, salah
satunya di dilakukan oleh Octavia dan Hermi (2014) menguji pengaruh
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja perusahaan, dan penelitian
ini menghasilkan bahwa CSR berpengaruh yang signifikan terhadap kinerja
perusahaan (ROA), serta
CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja
perusahaan (CAR). Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 dan 2011, dengan
menggunakan analisi regresi berganda. Variabel dependen yang diguenakan
adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan menngunakan ROA dan CAR,
dan variabel independennya adalah CSR yang diukur dengan menggunakan
CSDI.
Penelitian yang dilakukan oleh Setianingsih dkk (2014) menguji pengaruh
Good
Corporate
Governance
dan
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility terhadap kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Hasil
penelitian memberikan bukti bahwa secara parsial GCG berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, secara parsial CSR berpengaruh
postif dan tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan, ecara parsial GCG
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, ecara parsial
CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai peusahaan, secara
simultan GCG dan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan, dan secara simultan GCG dan CSR berpengaruh positif dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
signifikan terhadap nilai perusahaan. Penellitian ini menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang terdaftaf di BEI periode 2010-2012, dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah kinerja perusahaan dan
nilai
perusahaan,
dan
variabel
independennya adalah GCG dan CSR.
Penelitian yang dilakukan oleh Novrianti dkk (2013) menguji pengaruh
corporate Social Responsibility dan
Good Governance terhadap kinerja
perusahaan, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa CSR tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan dan GCG yang yang diukur dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, komisaris
independen, dan ukuran komite audit tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2011.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur
dengan menggunakan ROE, dan variabel independe yang digunakan adalah
CSR dan GCG yang diukur dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, ukuran dewan direksi, komisaris independen, serta ukuran
komite audit.
Penelitian yang dilakukan oleh Rachmad (2013) meneliti pengaruh
penerpan Corporate Governance berbasis karakteristik manajerial pada
kinerja perusahaan manufaktur. Hasil penelitiannya memberikan bukti bahwa
dewan komisaris dan kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh
signifikan pada kinerja perusahaan dan komite audit, dewan direksi, dewan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
komisaris independen dan kepemilikan manajerial secara parsial tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
perusahaan.
Penelitian
ini
menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2007-2011 dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur
dengan menggunakan Tobins’Q, dan variabel independen yang digunakan
adalah struktur GCG yang diukur dengan komite audit, proporsi dewan
direksi, dewan komisaris, dewan komisaris independen dan serta proporsi
dewan komisaris yang terdiri dari kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajerial.
Penelitin yang dilakukan oleh Murwaningsari (2009) menguji hubungan
corporate governance, corporate social responsibility dan corporate financial
performance dalam satu continuum. Penelitiannya memberikan buktibahwa
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
kinerjaperusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan
terhadapkinerja perusahaan. Selain itu penelitian ini juga memberikan bukti
bahwakepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif
terhadap
CSR,
kepemilikaninstitusional berpengaruh positif signifikan terhadap CSR, dan
CSR berpengaruhpositif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini
menggunakan sampelseluruh perusahaan publik yang terdaftar di BEI pada
tahun 2006 dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Variabel
dependen dalam penelitianini adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan
menggunakan Tobins’Q.Variabel independen dalam penelitian ini adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
GCG
yang
diukur
dengankepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
institusional. Variabel intervening dalampenelitian ini adalah CSR yang
diukur dengan membandingkan jumlah CSR yangdiungkapkan perusahaan
dengan jumlah pengungkapan sesuai dengan indeks CSRyang dipakai oleh
Sembiring (2005). Sementara yang menjadi variabel kontroldalam penelitian
ini adalah CEO tenure, jenis industri, corporate secretary, dankomite nominasi
dan remunerasi.
Dalam penelitian Mollah, et al (2007) mengungkapkan bahwa
Mekanisme good corporate governance berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan dan nilai perusahaan pada sektor
korporasi di botswana. (Lihat tabel 2.1)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Octavia dan
Hermi
(2014)
Variabel yang digunakan
Variabel
dependen:
kinerja
perusahaan
Variabel independen: CSR
2
Setianingsih
dkk (2014)
Variabel
dependen:
kinerja
perusahaan dan nilai perusahaan
Variabel independen: GCG dan
CSR
3
Novrianti
dkk (2013)
4
Rachmad
(2013)
5
Murwanings
ari (2009)
6
Sabur
Mollah,
Omar
Al
Farooque,
dan Wares
Karim
(2007)
Variabel
dependen:
kinerja
perusahaan
Variabel independen: CSR dan
GCG yang diukur dengan
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan institusional, ukuran
dewan
direksi,
komisaris
independen, serta ukuran komite
audit.
Variabel
dependen:
kinerja
perusahaan
Variabel independen: GCG yang
diukur dengan komite audit,
proporsi dewan direksi, dewan
komisaris,
dewan
komisaris
independen. Proporsi dewan
komisaris yang terdiri dari
kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajerial.
Variabel
dependen:
kinerja
perusahaan
Variabel independen: GCG yang
diukur dengan
kepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
institusional.
Variabel intervening : CSR
Variabel kontrol: CEO tenure,
jenis industri, corporate secretary,
dan
komite
nominasi
&
remunerasi.
Ownership Structure, corporate
governance and firm performanc
(Evidence from an African
emerging market)
Hasil penelitian
CSR berpengaruh yang signifikan
terhadap kinerja perusahaan (ROA), serta
CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja
perusahaan (CAR).
GCG berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan dan nilai
perusahaan, CSR berpengaruh postif dan
tidak
signifikan
terhadap
kinerja
perusahaan, CSR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai peusahaan, GCG
dan CSR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan
dan nilai perusahaan.
CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan dan GCG yang yang terdiri
dari kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, ukuran dewan direksi,
komisaris independen, dan ukuran komite
audit
tidak mempunyai
pengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Dewan komisaris dan kepemilikan
institusional secara parsial berpengaruh
signifikan pada kinerja perusahaan.
Komite audit, dewan direksi, dewan
komisaris independen dan kepemilikan
manajerial
secara
parsial
tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institutional
berpengaruh
positif
signifikan terhadap kinerja perusahaan,
Kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institutional
berpengaruh
positif
signifikan terhadap CSR, dan CSR
berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Menyatakan bahwa
peran informasi
akuntansi dan mekanisme good corporate
governance dalam penafsiran perubahan
desain perjanjian utang yang dikenakan
dalam kontrak utang publik dan swasta
dari perusahaan yang terdaftar di pasar
saham Mesir berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan.
Sumber: Berbagai Penelitia Terdahulu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
B. Rerangka Penelitian
1. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan
a. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Perusahaan
Murwaningsari
kepemilikan
(2009)
menyatakan
bahwa
institusional dengan kinerja
terdapat
perusahaan.
pengaruh
Kepemilikan
institusional terhadap saham perusahaan dipandang dapat meningkatkan
fungsi pengawasan terhadap perusahaan, agar melakukan praktek Good
Corporate
Governance
yang
lebih
baik.
Dengan
meningkatkan
kepemilikan institusional, diharapkan dapat memberikan tekanan agar
perusahaan dapat terus melaksanakan praktek Good Corporate Governance
sesuai yang diharapkan investor institusional. Oleh karena itu, kinerja
perusahaan akan semakin baik dan meningkat.
Pernyataan itu didukung oleh penelitian Rachmad (2013) yang
menyatakan bahwa kepemilikan Institusional berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sabrinna (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional
tidak terdapat hubungan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
b. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan
Menurut Downes dan Goodman (1998) kepemilikan manajerial adalah
para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam
perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan. Kepemilikan manajerial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
perusahaan dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Apabila dalam
perusahaan terdapat kepemilikan manajerial, yaitu direktur memiliki saham
perusahaan, maka kinerja perusahaan akan berada pada titik optimal. Ini
terjadi karena direktur yang juga sebagai pemilik perusahaan dapat
menginstruksikan
dan
mengendalikan
pengelolaan
perusahaan
secara
langsung (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga kemungkinan munculnya
agency problem akan semakin tipis jika dibandingkan perusahaan yang tidak
memiliki kepemilikan manajerial. Jika direktur perusahaan juga berlaku
sebagai pemilik perusahaan, maka terjadilah kesamaan tujuan antara principal
dengan agent, yang berpengaruh pula pada meningkatnya kinerja perusahaan.
Hasil peneltian Widagwo dan Chariri (2014) dan Rachmad (2013)
memberikan bukti bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi penelitian yang dilakukan
Murwaningsari
(2010)
menunjukkan
bahwa
kepemilikan
manajerial
mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
c. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Kinerja perusahaan
Menurut Haniffa dan Cooke (2002) apabila jumlah komisaris independen
semakin besar atau dominan hal ini dapat memberikan power (kekuasaan)
kepada dewan komisaris untuk menekan manajemen untuk meningkatkan
kualitas pengungkapan perusahaan. Komposisi dewan komisaris independen
yang semakin besar atau dominan dapat mendorong dewan komisaris untuk
bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stakeholder perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Berdasarkan penelitian Masjid dan Cahyono (2015) memiliki hasil bahwa
komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmad (2013) dan Novrianti
dkk(2013) bahwa komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan, sedangkan
d. Pengaruh Komite Audit Independen Terhadap Kinerja Perusahaan
Perbedaan kepentingan antara principal dan agent dapat mengarah kepada
tindak kecurangan agent terhadap principal, yang dikenal dengan sebutan
moral hazard (Jensen dan Meckling, 1976). Moral hazard dapat dicegah
dengan pembentukan komite audit. Komite audit memiliki tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaporan kinerja manajemen. Menurut BAPEPAM
dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit mengatur mengenai independensi Komite
Audit. Independensi Komite Audit menjadikan Komite Audit memiliki
kemandirian dalam menyampaikan sikap dan pendapat (Trihartati, 2010).
Dengan semakin banyaknya anggota independen dalam komite audit, maka
penilaian komite audit terhadap pelaporan kinerja manajemen akan semakin
objektif dan andal, juga mencegah timbulnya moral hazard dan menengahi
agency problem yang muncul sehingga nantinya principal dan agent akan
memiliki keselarasan tujuan yang berimbas pula pada meningkatnya kinerja
perusahaan.
Pendapat ini didukung dengan penelitian Tihartati (2010) bahwa
independensi komite audit
berpengaruh terhadap variabel dependen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widagwo dan Chariri (2014)
menyatakan bahwa indpendensi komite audit tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan
e. Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Perusahaan
Menurut Surya (2008) remunerasi adalah sesuatu yang diterima oleh
karyawan sebagai imbalan/balasan dari kontribusi yang telah diberikannya
kepada organisasi tempat bekerja. Secara umum, komisaris, direksi, dan
karyawan menginginkan remunerasi dalam jumlah yang tinggi. Bila kinerja
perusahaan menunjukkan suatu peningkatan maka remunerasi juga akan
meningkat. Besarnya remunerasi ini sangat tergantung pada kebijakan masingmasing perusahaan. Remunerasi yang tinggi akan mendorong direksi dan
komisaris untuk lebih aktif melakukan pengawasan dan pengendalian yang
berpengaruh pada kebijakan yang diambil dalam perusahaan. Dengan adanya
kinerja yang meningkat dari pemangku kepentingan perusahaan tersebut,
secara pasti nilai perusahaan dan kinerja perusahaan akan meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspanegara (2009) memberikan
bukti bahwa remunerasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Sementara Ruky (2009) menyatakan pula bahwa faktor remunerasi juga
berpengaruh terhadap kinerja karywan. Dari pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan erat dan pengaruh antara remunerasi
dan kinerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
f. Pengaruh
Corporate
Social
Responsibility
Terhadap
Kinerja
Perusahaan
Aktivitas Corporate Social Responsibility CSR merupakan bentuk
tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan dan sosial. Penerapan (CSR)
diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk lebih etis dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya agar tidak berakibat buruk bagi masyarakat dan
lingkungan hidup, sehingga kelangsungan operasi perusahaan dapat terjamin
di masa yang akan datang.
Davis (1973) dalam Nugroho (2014) menyatakan bahwa dengan
mempraktekkan tanggung jawab secara sukarela membuat perusahaan akan
mendapatkan keunggulan dari pesaing-pesaingnya dalam sisi kompetitif
dalam jangka pendek seperti peningkatan dalam produktivitas seperti
mengembangkan kemampuannya untuk menarik sumber daya manusia dalam
jumlah yang besar, keuntungan penjualan karena pembeli mungkin sangat
sensitif terhadap isu-isu sosial dan mengurangi biaya yang diharapkan dapat
mempengaruhi hubungan dengan kreditur maupun supplier yang potensial.
Untuk jangka panjang sendiri, CSR dapat menjadi elemen yang sangat
menguntungkan bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan aktivitas CSR
secara berkala, tentu akan membuat kesan yang positif bagi perusahaan dalam
jangka panjang. CSR merupakan wujud aktivitas perusahaan dalam mencapai
tujuan jangka pendek dan jangka panjangnya, karena dalam pembuatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
keputusannya, perusahaan tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan
saja, tetapi juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan.
Jadi makin baik perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab
sosialnya, maka akan terbangun image perusahaan yang baik di mata
stakeholder termasuk di dalamnya konsumen dan investor yang berarti
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Setianingsih (2014) menemukan bahwa
CSR berpengaruh positif terhadap inerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Murwaningsari (2009) bahwa CSR juga
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Novrianti (2013) bahwa CSR tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
(Good Corporate Governance)
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Manajerial
H1
H2
Komisaris Independen
H3
H4
Komite Audit Independen
Kinerja
Perusahaan
H5
Remunerasi
H6
Corporate Social
Responsibility
H7
H8
Size
Leverage
Gambar 2.1
Rerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Berdasarkan Uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1)
H1:Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
2)
H2:Kepemilikan manajeial berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
3)
H3:Komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
4)
H4:Komite audit Independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
5)
H5:Remunerasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
6)
H6 : corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download