Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Lumban Gaol (2009) judul skripsi “ Analisis Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Pembelian Pada Produk Kosmetik Oriflame .“ Pada
penelitian ini penulis menetapkan batasan operasional yaitu variabel bebas (X)
yaitu faktor – faktor pembelian yang terdiri dari kebutuhan (X1), pendapatan
(X2), harga (X3), kualitas (X4), merek (X5). Sedangkan variabel terikatnya
adalah keputusan pembelien produk kosmetik Oriflame.
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh positif dan
signifikan dari variabel bebas (kebutuhan, pendapatan, harga, kualitas dan merek)
terhadap variabel terikat (keputusan pembelian produk kosmetik oriflame). Hasil
analisis data dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda
menyatakan bahwa faktor kebutuhan, faktor pendapatan, faktor harga, faktor
kualitas dan faktor merek secara serempak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian konsumen pada produk kosmetik oriflamme dan secara
parsial kelima faktor tersebut berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian konsumen pada produk kosmetik oriflame.
Sabrina (2009) judul penelitian: “ Pengaruh Pengunaan Marketing
Endorser Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pond’s ( studi kasus pada
masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan ). Pada penelitian ini penulis
menetapkan batasan operasional yaitu variabel bebasnya (X) adalah Marketing
18
Universitas Sumatera Utara
Endorser yang terdiri dari Visibility (X1), Credibility (X2), Attraction (X4), dan
Power (X5) sedangkan variabel terikatnya (Y) adalah Keputusan Pembelian
produk Pond’s. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penggunaaan marketing endorser terhadap keputusan pembelian pada masyarakat
lingkungan VI Helvetia Tengah Medan dan untuk mengetahui variabel yang
paling dominan memepengaruhi keputusan pembelian produk Pond’s pada
masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa marketing endorser yang terdiri dari
visibility, credibility, attraction, dan power secara serempak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian produk Pond’s pada masyarakat
lingkungan VI Helvetia Tengah Medan.
Dolok Saribu (2005) judul penelitian “Peranan Strategi Multilevel
Marketing dalam Usaha Meningkatkan Volume Penjualan pada Mitra Salur SUT
– 07 PT Ahad Net Binjai”. Pada penelitian ini penulis menetapkan batasan
operasional dimana variable bebasnya adalah strategi Multilevel Marketing
sedangkan variable terikatnya adalah peningkatan volume penjualan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi Multilevel Marketing yang sudah
ada dan yang harus dipertahankan berdasarkan data penjualan sehingga volume
penjualan dapat ditingkatkan.
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan deduktif dengan
cara melakukan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian adalah strategi
penjualan dilakukan dengan cara kerja keras sehingga volume penjualan PT. Ahad
Net meningkat dari sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian Penjualan Personal
Personal selling dapat digambarkan sebagai bentuk komunikasi dyadic
communications yang melibatkan dua orang dalam proses komunikasi. Personal
selling merupakan salah satu strategi pemasaran untuk mengkomunikasikan
informasi tentang produk atau jasa secara langsung kepada konsumen (face-toface). Personal selling merupakan bentuk interaksi secara langsung antara
salesperson dengan konsumen atau pembeli potensial (Peter dan Olson, 1996;
www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul
11.43 WIB)
Menurut Tjiptono (1997: 224), personal selling adalah bentuk komunikasi
langsung antara produsen dan konsumen untuk mengenalkan produk kepada calon
pelanggan, memberikan pemahaman, agar mereka mencoba dan bersedia membeli
produknya. Sedangkan Dalam saluran komunikasi personal, melibatkan dua orang
atau lebih, berkomunikasi dengan tatap muka, atau presentasi di hadapan
sekelompok audience, sehingga umpan balik/feedback dan evaluasi mengenai
pesan atau informasi dapat segera dilakukan. Personal selling memungkinkan
untuk mencari pembeli atau membujuk konsumen, sehingga dapat membuka jalan
untuk mencapai tujuan, memenuhi kebutuhan dan mendorong transaksi
pembelian. Personal selling merupakan sarana efektif untuk membangun
preferensi, keyakinan, dan tindakan pembelian (Kotler, 2003: 580).
Salah satu cara untuk mempertimbangkan tipe personal selling yaitu
dengan menguji tipe konsumen yang dilayani melalui proses komunikasi dalam
Universitas Sumatera Utara
kegiatan-kegiatan (Fill, 1995; www.personal selling.com, diakses oleh Surya
tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB) dengan cara: (1) performance
network, meliputi penjualan yang dikembangkan melalui jaringan saluran khusus
dengan reseller yang lain, kemudian penawaran dilakukan oleh anggota lain yang
dekat dengan end user; (2) industrial, merupakan tipe penjualan dari business to
business marketing; (3) profesional, merupakan tipe proses penjualan dengan ideide, selanjutnya diserahkan pada seorang penentu dan influencers; dan (4)
consumer, adalah bentuk personal selling yang membutuhkan kontak dengan
pedagang eceran dan user consumer.
Sales people memegang peran penting dalam membentuk hubungan
jangka panjang antara pembeli dan penjual, dengan membangun partnerships
sebagai kunci dalam business-to-business customers. Peran sales people
mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari era atau peran production,
penjualan, marketing, dan saat ini sebagai partnering. Dalam peran sebagai
partnering, sales people harus dapat memahami kebutuhan konsumen dan
meyakinkan bahwa produk atau jasa perusahaan dapat memuaskan kebutuhan
mereka.
Kesuksesan
salespeople
tergantung
pada
kemampuan
untuk
mengidentifikasi dan memuaskan konsumen (Szymanski, 1988; www.personal
selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB).
Perbedaan utama peran partnering dengan peran lainnya adalah bahwa,
salespeople fokus pada komunikasi interpersonal, membangun dan memelihara
hubungan dengan konsumen, dan unit analisisnya adalah pada team penjualan
Universitas Sumatera Utara
(Weitz dan Bradford, 1999; www.personal selling.com, diakses oleh Surya
tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB)
Menurut Sutisna (2001), peran yang dapat dilakukan oleh personal
selling:
1. Menyampaikan pesan yang kompleks kepada konsumen potensial mengenai
produk atau jasa dan kebijakan perusahaan.
2. Mengadaptasi penawaran atau daya tarik promosional produk untuk kebutuhan
yang unik dan konsumen yang spesifik.
3. Membujuk konsumen bahwa produk atau jasa perusahaan lebih unggul
daripada pesaing.
C. Prinsip – Prinsip Personal Selling
Kotler (2003) membagi tiga prinsip utama penjualan personal yaitu
profesionalisme, keterampilan negosiasi, dan relationship marketing. Prinsip atau
aspek pertama yang perlu diperhatikan dalam penjualan personal adalah
profesionalisme. Globalisasi dan persaingan menuntut setiap salesperson untuk
meningkatkan profesionalisme di bidangnya. Beberapa perusahaan cukup
perhatian untuk meningkatkan profesionalisme salespersonnya melalui berbagai
training mengenai seni menjual dengan anggaran yang cukup tinggi. Seorang
salesperson tidak hanya dituntut untuk menjadi penerima pesanan yang pasif
tetapi menjadi pencari pesanan yang aktif.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua pendekatan dalam program training untuk mengubah salesperson
menjadi pencari pesanan yang aktif yaitu sales oriented approach dan customer
oriented approach. Pendekatan pertama melatih salesperson untuk melakukan
teknik-teknik penjualan bertekanan tinggi/high pressure selling techniques.
Sedangkan pendekatan yang berorientasi pelanggan/customer memberikan
pelatihan kepada salesperson bagaimana cara memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh pelanggan. Pendekatan ini fokus pada keahlian salesperson untuk
menganalisis kebutuhan pelanggan. Tidak ada pendekatan yang terbaik dalam
segala situasi, tetapi pada umumnya program training salesperson diarahkan pada
langkah-langkah utama dalam proses penjualan yang efektif.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan penjualan efektif adalah:
1.
Mengidentifikasi calon pelanggan dan kualifikasinya;
2.
Melakukan pendekatan awal/preapproach, untuk mengetahui kebutuhan,
keinginan, siapa yang mengambil keputusan pembelian, karakteristik
konsumen, dan gaya pembeliannya;
3.
Melakukan pendekatan kepada calon pelanggan, untuk membina hubungan
awal yang baik dengan mereka;
4. Presentasi dan demonstrasi, yaitu salesperson memberikan penjelasan tentang
keunggulan atau keistimewaan produk kepada konsumen;
5. Mengatasi penolakan pelanggan;
6. Menutup penjualan/closing; dan
Universitas Sumatera Utara
7.
Follow up dan pemeliharan, untuk mengetahui kepuasan pelanggan dan
kelanjutan bisnisnya.
Perusahaan yang ingin sukses dalam membina salespersonnya sebaiknya
melakukan program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan
secara efektif. Banyak salesperson yang belum dapat melakukan tugasnya secara
efektif dan sering gagal atau ditolak sebelum melakukan presentasi penjualan.
Efektivitas salesperson ditentukan oleh tercapai tidaknya target penjualan yang
sudah ditentukan oleh perusahaan (Sutisna, 2002). Agar tujuan perusahaan dapat
tercapai, maka salesperson sebaiknya memahami langkah-langkah utama dalam
penjualan secara efektif.
Sementara itu menurut Churchill, Ford, dan Walkers (www.personal
selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB),
langkah-langkah dalam proses penjulan personal terdiri dari prospecting for
customers, opening the relationship, qualifying the prospect, presenting the sales
massage, closing the sale, dan servicing the account. Berkaitan dengan langkahlangkah tersebut, maka penjualan personal merupakan suatu proses yang perlu
direncanakan secara matang agar target perusahaan dapat tercapai, dan biayabiaya dapat dikendalikan.
Negosiasi merupakan salah satu aspek penting dalam penjualan personal.
Dalam negosiasi kedua pihak yaitu penjual dan pembeli membuat kesepakatan
tentang harga, kuantitas, dan syarat-syarat lainnya. Dalam negosiasi kedua pihak
dapat saling tawar-menawar untuk membuat suatu kesepakatan. Oleh sebab itu
salesperson perlu untuk memiliki keahlian dalam bernegosiasi. Dalam kondisi dan
Universitas Sumatera Utara
situasi tertentu negosiasi merupakan kegiatan yang tepat menutup penjualan,
terutama ketika sudah ada zona kesepakatan/zone of agreement. Zona kesepakatan
ini terjadi ketika hasil-hasil perundingan sudah dapat diterima oleh kedua pihak
baik pembeli maupun penjual.
Agar negosiasi sukses maka dibutuhkan strategi. Strategi negosiasi adalah
suatu komitmen terhadap pendekatan yang menyeluruh yang berpeluang untuk
mencapai tujuan perundingan. Beberapa salesperson ada yang menggunakan
strategi keras/hard sementara yang lain menggunakan strategi lunak/soft. Fisher
dan Willian yang dikutip oleh Kotler (2003), memberikan strategi lain dalam
negosiasi yang disebut dengan negosiasi berprinsip/principled negotiation:
1. Pisahkan orang dari masalah/separate the people from the problem.
2. Fokus pada kepentingan bukan pada posisi/focus on interest, not positions.
3. Tentukan pilihan yang saling menguntungkan kedua pihak/invent options for
mutual gain.
4. Berpedoman pada kriteria yang objektif/insist on objective criteria.
Dalam penjualan personal, salespeson juga perlu untuk menggunakan
berbagai taktik ketika bernegosiasi. Teknik perundingan/bargaining tactics adalah
manuver yang dibuat pada titik-titik tertentu selama proses perundingan. Berbagai
taktik dapat dijadikan sebagai alternatif dalam perundingan. Salah satu taktik
terbaik apabila pihak lawan lebih kuat dalam perundingan adalah BATNA (best
alternative to a negotiated agreement). Taktik tersebut bertujuan untuk
melindungi perusahaan dari kesepakatan yang cenderung merugikan. Apabila
Universitas Sumatera Utara
pihak lain menggunakan taktik tekanan/ancaman untuk mencapai kesepakatan,
maka berdasarkan BATNA salesperson sebaiknya bertahan atau untuk sementara
waktu menghentikan negosiasi sampai pihak lain menghentikan penggunaan
taktik tersebut.
Persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat dan pengaruh globalisasi,
menuntut setiap perusahaan untuk mulai mengembangkan relationship marketing
sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Dalam penjualan personal,
salesperson tidak hanya dituntut untuk dapat melakukan penjualan secara efektif
dan bernegosiasi, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang yang saling
menguntungkan dengan konsumen. Hubungan jangka panjang tersebut sebaiknya
dilakukan tidak hanya dengan customer, tetapi juga dengan supplier, dan pihakpihak yang berkaitan dengan bisnis perusahaan.
Relationship marketing menurut Berry adalah untuk menarik, memelihara,
dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Definisi ini mengandung arti
bahwa menarik pelanggan baru merupakan langkah ‘antara’ dalam proses
pemasaran, sedangkan memelihara dan meningkatkan hubungan merupakan
proses mengubah agar konsumen menjadi loyal, serta melayani pelanggan adalah
bagian terpenting dalam kegiatan pemasaran. Menurut Berry dan Gronroos,
(www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul
11.43 WIB),relationship marketing adalah kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan
pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait, untuk mendapatkan laba, sehingga
tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi secara memuaskan (Sutarso, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Relationship marketing diharapkan dapat memberikan manfaat dan nilai
yang saling menguntungkan dari hubungan jangka panjang yang dilakukan antara
perusahaan
dengan
konsumen.
Bentuk
aktivitas
relationship
marketing
bermacam-macam tergantung dari jenis penawaran perusahaan, seperti goods,
services, information, places, persons, ideas, dan sebagainya (Kotler, 2003).
Masing-masing penawaran tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk aktivitas
relationship marketing yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Tujuan khusus relationship marketing adalah: (1) merancang hubungan
jangka panjang dengan konsumen/pelanggan untuk meningkatkan nilai bagi kedua
pihak; dan (2) memperluas ide hubungan jangka panjang menjadi kerjasama
horisontal maupun vertikal secara partnership. Hubungan jangka panjang ini
dilakukan dengan supplier, pelanggan, distributor, serta dalam situasi dan kondisi
tertentu dapat juga dengan pesaing (Sutarso, 2003). Menurut Goni yang dikutip
oleh Kussudyarsana (2003), dalam relationship marketing perusahaan sebaiknya
lebih mengutamakan hubungan jangka panjang dengan konsumen, konsumen
adalah mitra bisnis bukan sebagai objek semata.
Menurut Aaker (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12
Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), ada tiga elemen kunci dalam proses relationship
marketing yaitu: (1) mengidentifikasi dan membangun databasse konsumen dan
konsumen potensial yang mencakup data demografi, lifestyle, dan informasi
pembelian; (2) menyampaikan pesan yang berbeda kepada konsumen melalui
media yang didasarkan pada karakteristik dan preferences konsumen; dan (3)
Universitas Sumatera Utara
menggali informasi setiap hubungan dengan konsumen untuk memonitor biaya
guna mendapatkan pelanggan dan gaya hidup dari pembelian yang dilakukan.
Konsumen akan memperoleh manfaat dengan adanya relationship
marketing antara lain social benefit dan manfaat ekonomi. Manfaat ini social
benefit
mencakup
perasaan
saling
kenal/familiarity,
pemahaman
secara
personal/personal recognition, persahabatan, rapport, dukungan sosial/social
support, menikmati hubungan pertemanan, dan meluangkan waktu dengan teman.
Sedangkan manfaat ekonomi, konsumen akan mendapatkan harga yang berbeda
dengan konsumen biasa. Manfaat lain dari relationship marketing adalah
keamanan dan fungsional. Manfaat fungsional meliputi penghematan waktu/time
saving,kemudahan/convenience, nasehat/advice, dan pengambilan keputusan lebih
baik/better purchase decision (Kussudyarsana, 2003).
Relationship marketing menjadi penting bagi perusahaan yang ingin
membangun customer relationship yang menghasilkan return positif sebagai
dampak dari kepuasan, loyalitas, word of mouth, dan pembelian. Konsumen yang
puas adalah konsumen yang mendapatkan value yang tinggi dari perusahaan, dan
mereka cenderung berperilaku yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen
yang loyal akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan, menurunkan
customer turn over, menurunkan biaya layanan, dan kadang-kadang memicu
munculnya bisnis baru. Konsumen yang loyal biasanya mereka yang puas. Peran
salesperson akan menentukan kepuasan seorang konsumen. Untuk dapat
memberikan kepuasan kepada konsumen dibutuhkan kemampuan untuk
memahami kebutuhan konsumen dan kemampuan untuk melayani kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
tersebut secara baik dan konsisten. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengubah
dari hubungan transaksional menjadi relationship marketing (Kussudyarsana,
2003). Apabila relationship marketing diterapkan dengan tepat, maka perusahaan
akan mulai fokus pada pengelolaan pelanggan, seperti halnya perhatian
perusahaan pada pengelolaan produk.
Relationship marketing berdasarkan pada suatu asumsi bahwa para
pelanggan penting melakukan perhatian yang terpusat dan terus-menerus.
Salesperson yang bekerjasama dengan pelanggan-pelanggan penting sebaiknya
selalu menjalin hubungan dengan mereka. Meskipun relationship marketing
merupakan hal yang penting bagi perusahaan, tetapi tidak efektif untuk semua
situasi. Oleh sebab itu perusahaan perlu menilai segmen dan pelanggan mana
yang akan merespon relationship marketing secara menguntungkan (Kotler,
2003).
D. Jenis – Jenis Penjualan
Adapun jenis-jenis penjualan adalah:
1. Penjualan perdagangan. Contoh: representatif penjualan dari pabrikan makanan
yang menjual produknya kepada industri bahan pangan. Tugas utama
wiraniaga perdagangan adalah menghasilkan volume penjualan dengan
memberi para pelanggan bantuan promosi dalam bentuk periklanan dan
promosi penjualan.
2. Penjualan misionaris
Para wiraniaga misionaris menjual untuk para pelanggan langsungnya.
Contoh: industri farmasi.
Universitas Sumatera Utara
3.
Wiraniaga (detail reps) mempresentasikan produk kepada dokter untuk
kemudian direkomendasikan kepada para pasiennya.
4. Technical selling
Para wiraniaga technical terdapat dalam industri-industri bahan kimia, mesin,
mainframe komputer, dan jasa-jasa canggih lainnya (asuransi dan lain- lain).
Para wiraniaga teknis yang baik harus mengenal lini produk perusahaan dan
mampu mengkomunikasikan fitur-fitur khusus kepada calon pelanggan.
5. New-business selling
Jenis penjualan ini lazimnya dilakukan untuk produk-produk seperti mesin
fotokopi, peralatan pemrosesan data, dan sebagainya. Para wiraniaga newbusiness secara kontiniu harus mengunjungi account-account baru.
6. Penjualan eceran
Pada penjualan eceran, pelangganlah yang datang kepada wiraniaga.
7. Telemarketing
Para wiraniaga menghubungi pelanggan melalui telepon untuk melakukan
jenis kegiatan penjualan yang sama seperti para wiraniaga yang bertemu
pelanggannya secara tatap-muka. Tujuan dilakukannya telemarketing:
a. Mendapatkan pelanggan baru.
b. Memenuhi petunjuk-petunjuk periklanan.
c. Melayani bisnis yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
http://www.blogger.com/emailpost.g?blogID=7609692550043183439&postID=6739534285277657515E.
Defenisi Perilaku Konsumen
The American Marketing (Setiadi, 2003:3) mendefenisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup
mereka. Defenisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting, yaitu :
1. Perilaku konsumen adalah dinamis.
2. Hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan
kejadian disekitar.
3. Hal tersebut melibatkan pertukaran.
Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa perilaku seorang
konsumen, grup konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah sepanjang
waktu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku
konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu
strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang
waktu, pasar dan industri. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran merupakan
hal terakhir yang ditekankan dalam defenisi perilaku konsumen yaitu pertukaran
individu.
Schiffman dan Kanuk (www.personal selling.com, diakses oleh Surya
tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), mendefenisikan perilaku konsumen
sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
Universitas Sumatera Utara
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sementara Engel, Blackwell dan
Miniard (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010,
pukul 11.43 WIB), mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dn menghabiskan produk
dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Loudon dan Bitta (Mangkunegara, 2003:3) mendefenisikan perilaku
konsumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara
fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau
dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Zaltman dan Wallendorf
(Mangkunegara, 2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan –
tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan
organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai
suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber
lainnya.
F. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut :
Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah
memahami perilaku pembeli pada tiap – tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja
pada tahap – tahap itu (Setiadi, 2003:16).
Secara umum proses itu dapat dilihat sebagai berikut:
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Setelah
Gambar
Pembelian
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Sumber : Setiadi (2003:16)
Gambar 2.1 diatas menyiratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap
tersebut pada setiap pembelian. Adapun dalam pembelian yang lebih rutin,
konsumen seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Model
tersebut menunjukkan bahwa semua pertimbangan akan muncul ketika konsumen
menghadapi situasi pembelian yang kompleks dan baru.
Secara rinci tahap – tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan.
Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan
kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan
internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau
rangsangan eksternal seseorang.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci pemasar adalah sumber –
sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh
relatif dari masing – masing sumber terhadap keputusan pembelian. Sumber –
sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok yaitu:
a. Sumber Pribadi
: Keluarga, teman, tetangga dan kenalan
b. Sumber Komersil
: Iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran
Universitas Sumatera Utara
c. Sumber Umum
: Media massa, organisasi konsumen
d. Sumber Pengalaman : Pernah menangani, menguji, menggunakan produk
3. Evaluasi Alternatif
Ada beberapa proses evaluasi alternatif keputusan. Kebanyakan model dari
proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka
memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk
terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional.
4. Keputusan Membeli
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan
membeli. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, sejauh
mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan
tergantung pada 2 (dua) hal yaitu :
a. Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan
konsumen.
b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut.
Faktor yang kedua adalah situasi yang tidak dapat diantisipasi. Konsumen
membentuk suatu maksud pembelian, atas dasar faktor – faktor seperti
pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat
produk yang diharapkan. Ketika konsumen akan bertindak, faktor situasi
yang tidak diantisipasi mungkin terjadi untuk mengubah maksud
pembelian tersebut.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Universitas Sumatera Utara
Pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan mengalami
beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan
terlibat dalam tindakan – tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk
yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak berakhir pada saat
suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah
pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan
pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk
tersebut. Jika daya guna produk – produk tersebut dibawah harapan
pelanggan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika
memenuhi harapan, pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi
harapan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas.
G. Keterlibatan Konsumen
Istilah ini pertama kali dipopulerkan di dalam lingkungan pemasaran oleh
Krugman pada tahun 1965 dan mampu membangkitkan minat yang besar pada
saat itu. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau
minat yang dibangkitkan oleh stimulus dalam situasi spesifik hingga jangkauan
kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko
dan memaksimalkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian.
Keterlibatan diaktifkan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi)
dirasakan membantu dalam membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan
nilai yang paling penting. Namun seperti kita lihat, pentingnya pemenuhan
kebutuhan yang dirasakan dari objek akan bervariasi dari satu situasi ke situasi
berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Relevansi–pribadi intrinsik (intrinsic self relevance) mengacu pada
pengetahuan arti–akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan. Konsumen
mendapatkan pengetahuan arti akhir ini melalui pengalaman masa lalu mereka
terhadap suatu produk. Relevansi pribadi situasional (situational self-relevance)
yang ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial di sekitar kita yang dengan
segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk
dan merek yang terlihat secara pribadi relevan.
Relevansi pribadi situasional selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi
intrinsik konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar
dialami konsumen selama proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa
konsumen biasanya mengalami beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat
pilihan
pembelian,
bahkan
untuk
produk
yang
relatif
tidak
penting
(Setiadi,2003:115-120).
Konsumen dimotivasi untuk mencari informasi yang relevan dan
mengolahnya secara lebih tuntas apabila keterlibatan tersebut tinggi. Begitu pula
merek mereka dipengaruhi oleh kekuatan argumentasi sebagaimana berlawanan
dengan cara dimana daya tarik diekspresikan dan divisulisasikan, yang
digambarkan sebagai keterlibnatan pesan.
Perilaku konsumen dapat dilihat dengan produk suatu merek yang dipilih
untuk digunakannya. Mereka akan lebih melihat perbedaan dalam sifat yang
ditawarkan oleh berbagai produk dalam berbagai macam merek, apa keunggulan
atau kelebihan-kelebihan dari masing-masing merek tersebut, dan hasilnya yang
lazim adalah kesetiaan dan loyalitas yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
Akhirnya terdapat kemungkinan yang lebih besar dari pemecahan masalah
yang diperluas apabila tingkat keterlibatan tinggi, sementara keterlibatan yang
relatif rendah akan menyebabkan taktik atau teknik pillihan yang lebih
disederhanakan dari pemecahan masalah yang relatif terbatas (Setiadi, 2003:123124).
Universitas Sumatera Utara
Download