BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Lumban Gaol (2009) judul skripsi “ Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Pada Produk Kosmetik Oriflame .“ Pada penelitian ini penulis menetapkan batasan operasional yaitu variabel bebas (X) yaitu faktor – faktor pembelian yang terdiri dari kebutuhan (X1), pendapatan (X2), harga (X3), kualitas (X4), merek (X5). Sedangkan variabel terikatnya adalah keputusan pembelien produk kosmetik Oriflame. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas (kebutuhan, pendapatan, harga, kualitas dan merek) terhadap variabel terikat (keputusan pembelian produk kosmetik oriflame). Hasil analisis data dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda menyatakan bahwa faktor kebutuhan, faktor pendapatan, faktor harga, faktor kualitas dan faktor merek secara serempak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk kosmetik oriflamme dan secara parsial kelima faktor tersebut berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk kosmetik oriflame. Sabrina (2009) judul penelitian: “ Pengaruh Pengunaan Marketing Endorser Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pond’s ( studi kasus pada masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan ). Pada penelitian ini penulis menetapkan batasan operasional yaitu variabel bebasnya (X) adalah Marketing 18 Universitas Sumatera Utara Endorser yang terdiri dari Visibility (X1), Credibility (X2), Attraction (X4), dan Power (X5) sedangkan variabel terikatnya (Y) adalah Keputusan Pembelian produk Pond’s. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaaan marketing endorser terhadap keputusan pembelian pada masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan dan untuk mengetahui variabel yang paling dominan memepengaruhi keputusan pembelian produk Pond’s pada masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa marketing endorser yang terdiri dari visibility, credibility, attraction, dan power secara serempak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk Pond’s pada masyarakat lingkungan VI Helvetia Tengah Medan. Dolok Saribu (2005) judul penelitian “Peranan Strategi Multilevel Marketing dalam Usaha Meningkatkan Volume Penjualan pada Mitra Salur SUT – 07 PT Ahad Net Binjai”. Pada penelitian ini penulis menetapkan batasan operasional dimana variable bebasnya adalah strategi Multilevel Marketing sedangkan variable terikatnya adalah peningkatan volume penjualan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi Multilevel Marketing yang sudah ada dan yang harus dipertahankan berdasarkan data penjualan sehingga volume penjualan dapat ditingkatkan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan deduktif dengan cara melakukan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian adalah strategi penjualan dilakukan dengan cara kerja keras sehingga volume penjualan PT. Ahad Net meningkat dari sebelumnya. Universitas Sumatera Utara B. Pengertian Penjualan Personal Personal selling dapat digambarkan sebagai bentuk komunikasi dyadic communications yang melibatkan dua orang dalam proses komunikasi. Personal selling merupakan salah satu strategi pemasaran untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk atau jasa secara langsung kepada konsumen (face-toface). Personal selling merupakan bentuk interaksi secara langsung antara salesperson dengan konsumen atau pembeli potensial (Peter dan Olson, 1996; www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB) Menurut Tjiptono (1997: 224), personal selling adalah bentuk komunikasi langsung antara produsen dan konsumen untuk mengenalkan produk kepada calon pelanggan, memberikan pemahaman, agar mereka mencoba dan bersedia membeli produknya. Sedangkan Dalam saluran komunikasi personal, melibatkan dua orang atau lebih, berkomunikasi dengan tatap muka, atau presentasi di hadapan sekelompok audience, sehingga umpan balik/feedback dan evaluasi mengenai pesan atau informasi dapat segera dilakukan. Personal selling memungkinkan untuk mencari pembeli atau membujuk konsumen, sehingga dapat membuka jalan untuk mencapai tujuan, memenuhi kebutuhan dan mendorong transaksi pembelian. Personal selling merupakan sarana efektif untuk membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan pembelian (Kotler, 2003: 580). Salah satu cara untuk mempertimbangkan tipe personal selling yaitu dengan menguji tipe konsumen yang dilayani melalui proses komunikasi dalam Universitas Sumatera Utara kegiatan-kegiatan (Fill, 1995; www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB) dengan cara: (1) performance network, meliputi penjualan yang dikembangkan melalui jaringan saluran khusus dengan reseller yang lain, kemudian penawaran dilakukan oleh anggota lain yang dekat dengan end user; (2) industrial, merupakan tipe penjualan dari business to business marketing; (3) profesional, merupakan tipe proses penjualan dengan ideide, selanjutnya diserahkan pada seorang penentu dan influencers; dan (4) consumer, adalah bentuk personal selling yang membutuhkan kontak dengan pedagang eceran dan user consumer. Sales people memegang peran penting dalam membentuk hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual, dengan membangun partnerships sebagai kunci dalam business-to-business customers. Peran sales people mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari era atau peran production, penjualan, marketing, dan saat ini sebagai partnering. Dalam peran sebagai partnering, sales people harus dapat memahami kebutuhan konsumen dan meyakinkan bahwa produk atau jasa perusahaan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Kesuksesan salespeople tergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi dan memuaskan konsumen (Szymanski, 1988; www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB). Perbedaan utama peran partnering dengan peran lainnya adalah bahwa, salespeople fokus pada komunikasi interpersonal, membangun dan memelihara hubungan dengan konsumen, dan unit analisisnya adalah pada team penjualan Universitas Sumatera Utara (Weitz dan Bradford, 1999; www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB) Menurut Sutisna (2001), peran yang dapat dilakukan oleh personal selling: 1. Menyampaikan pesan yang kompleks kepada konsumen potensial mengenai produk atau jasa dan kebijakan perusahaan. 2. Mengadaptasi penawaran atau daya tarik promosional produk untuk kebutuhan yang unik dan konsumen yang spesifik. 3. Membujuk konsumen bahwa produk atau jasa perusahaan lebih unggul daripada pesaing. C. Prinsip – Prinsip Personal Selling Kotler (2003) membagi tiga prinsip utama penjualan personal yaitu profesionalisme, keterampilan negosiasi, dan relationship marketing. Prinsip atau aspek pertama yang perlu diperhatikan dalam penjualan personal adalah profesionalisme. Globalisasi dan persaingan menuntut setiap salesperson untuk meningkatkan profesionalisme di bidangnya. Beberapa perusahaan cukup perhatian untuk meningkatkan profesionalisme salespersonnya melalui berbagai training mengenai seni menjual dengan anggaran yang cukup tinggi. Seorang salesperson tidak hanya dituntut untuk menjadi penerima pesanan yang pasif tetapi menjadi pencari pesanan yang aktif. Universitas Sumatera Utara Ada dua pendekatan dalam program training untuk mengubah salesperson menjadi pencari pesanan yang aktif yaitu sales oriented approach dan customer oriented approach. Pendekatan pertama melatih salesperson untuk melakukan teknik-teknik penjualan bertekanan tinggi/high pressure selling techniques. Sedangkan pendekatan yang berorientasi pelanggan/customer memberikan pelatihan kepada salesperson bagaimana cara memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh pelanggan. Pendekatan ini fokus pada keahlian salesperson untuk menganalisis kebutuhan pelanggan. Tidak ada pendekatan yang terbaik dalam segala situasi, tetapi pada umumnya program training salesperson diarahkan pada langkah-langkah utama dalam proses penjualan yang efektif. Adapun langkah-langkah untuk melakukan penjualan efektif adalah: 1. Mengidentifikasi calon pelanggan dan kualifikasinya; 2. Melakukan pendekatan awal/preapproach, untuk mengetahui kebutuhan, keinginan, siapa yang mengambil keputusan pembelian, karakteristik konsumen, dan gaya pembeliannya; 3. Melakukan pendekatan kepada calon pelanggan, untuk membina hubungan awal yang baik dengan mereka; 4. Presentasi dan demonstrasi, yaitu salesperson memberikan penjelasan tentang keunggulan atau keistimewaan produk kepada konsumen; 5. Mengatasi penolakan pelanggan; 6. Menutup penjualan/closing; dan Universitas Sumatera Utara 7. Follow up dan pemeliharan, untuk mengetahui kepuasan pelanggan dan kelanjutan bisnisnya. Perusahaan yang ingin sukses dalam membina salespersonnya sebaiknya melakukan program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan secara efektif. Banyak salesperson yang belum dapat melakukan tugasnya secara efektif dan sering gagal atau ditolak sebelum melakukan presentasi penjualan. Efektivitas salesperson ditentukan oleh tercapai tidaknya target penjualan yang sudah ditentukan oleh perusahaan (Sutisna, 2002). Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka salesperson sebaiknya memahami langkah-langkah utama dalam penjualan secara efektif. Sementara itu menurut Churchill, Ford, dan Walkers (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), langkah-langkah dalam proses penjulan personal terdiri dari prospecting for customers, opening the relationship, qualifying the prospect, presenting the sales massage, closing the sale, dan servicing the account. Berkaitan dengan langkahlangkah tersebut, maka penjualan personal merupakan suatu proses yang perlu direncanakan secara matang agar target perusahaan dapat tercapai, dan biayabiaya dapat dikendalikan. Negosiasi merupakan salah satu aspek penting dalam penjualan personal. Dalam negosiasi kedua pihak yaitu penjual dan pembeli membuat kesepakatan tentang harga, kuantitas, dan syarat-syarat lainnya. Dalam negosiasi kedua pihak dapat saling tawar-menawar untuk membuat suatu kesepakatan. Oleh sebab itu salesperson perlu untuk memiliki keahlian dalam bernegosiasi. Dalam kondisi dan Universitas Sumatera Utara situasi tertentu negosiasi merupakan kegiatan yang tepat menutup penjualan, terutama ketika sudah ada zona kesepakatan/zone of agreement. Zona kesepakatan ini terjadi ketika hasil-hasil perundingan sudah dapat diterima oleh kedua pihak baik pembeli maupun penjual. Agar negosiasi sukses maka dibutuhkan strategi. Strategi negosiasi adalah suatu komitmen terhadap pendekatan yang menyeluruh yang berpeluang untuk mencapai tujuan perundingan. Beberapa salesperson ada yang menggunakan strategi keras/hard sementara yang lain menggunakan strategi lunak/soft. Fisher dan Willian yang dikutip oleh Kotler (2003), memberikan strategi lain dalam negosiasi yang disebut dengan negosiasi berprinsip/principled negotiation: 1. Pisahkan orang dari masalah/separate the people from the problem. 2. Fokus pada kepentingan bukan pada posisi/focus on interest, not positions. 3. Tentukan pilihan yang saling menguntungkan kedua pihak/invent options for mutual gain. 4. Berpedoman pada kriteria yang objektif/insist on objective criteria. Dalam penjualan personal, salespeson juga perlu untuk menggunakan berbagai taktik ketika bernegosiasi. Teknik perundingan/bargaining tactics adalah manuver yang dibuat pada titik-titik tertentu selama proses perundingan. Berbagai taktik dapat dijadikan sebagai alternatif dalam perundingan. Salah satu taktik terbaik apabila pihak lawan lebih kuat dalam perundingan adalah BATNA (best alternative to a negotiated agreement). Taktik tersebut bertujuan untuk melindungi perusahaan dari kesepakatan yang cenderung merugikan. Apabila Universitas Sumatera Utara pihak lain menggunakan taktik tekanan/ancaman untuk mencapai kesepakatan, maka berdasarkan BATNA salesperson sebaiknya bertahan atau untuk sementara waktu menghentikan negosiasi sampai pihak lain menghentikan penggunaan taktik tersebut. Persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat dan pengaruh globalisasi, menuntut setiap perusahaan untuk mulai mengembangkan relationship marketing sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Dalam penjualan personal, salesperson tidak hanya dituntut untuk dapat melakukan penjualan secara efektif dan bernegosiasi, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengan konsumen. Hubungan jangka panjang tersebut sebaiknya dilakukan tidak hanya dengan customer, tetapi juga dengan supplier, dan pihakpihak yang berkaitan dengan bisnis perusahaan. Relationship marketing menurut Berry adalah untuk menarik, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Definisi ini mengandung arti bahwa menarik pelanggan baru merupakan langkah ‘antara’ dalam proses pemasaran, sedangkan memelihara dan meningkatkan hubungan merupakan proses mengubah agar konsumen menjadi loyal, serta melayani pelanggan adalah bagian terpenting dalam kegiatan pemasaran. Menurut Berry dan Gronroos, (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB),relationship marketing adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait, untuk mendapatkan laba, sehingga tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi secara memuaskan (Sutarso, 2003). Universitas Sumatera Utara Relationship marketing diharapkan dapat memberikan manfaat dan nilai yang saling menguntungkan dari hubungan jangka panjang yang dilakukan antara perusahaan dengan konsumen. Bentuk aktivitas relationship marketing bermacam-macam tergantung dari jenis penawaran perusahaan, seperti goods, services, information, places, persons, ideas, dan sebagainya (Kotler, 2003). Masing-masing penawaran tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk aktivitas relationship marketing yang akan dilakukan oleh perusahaan. Tujuan khusus relationship marketing adalah: (1) merancang hubungan jangka panjang dengan konsumen/pelanggan untuk meningkatkan nilai bagi kedua pihak; dan (2) memperluas ide hubungan jangka panjang menjadi kerjasama horisontal maupun vertikal secara partnership. Hubungan jangka panjang ini dilakukan dengan supplier, pelanggan, distributor, serta dalam situasi dan kondisi tertentu dapat juga dengan pesaing (Sutarso, 2003). Menurut Goni yang dikutip oleh Kussudyarsana (2003), dalam relationship marketing perusahaan sebaiknya lebih mengutamakan hubungan jangka panjang dengan konsumen, konsumen adalah mitra bisnis bukan sebagai objek semata. Menurut Aaker (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), ada tiga elemen kunci dalam proses relationship marketing yaitu: (1) mengidentifikasi dan membangun databasse konsumen dan konsumen potensial yang mencakup data demografi, lifestyle, dan informasi pembelian; (2) menyampaikan pesan yang berbeda kepada konsumen melalui media yang didasarkan pada karakteristik dan preferences konsumen; dan (3) Universitas Sumatera Utara menggali informasi setiap hubungan dengan konsumen untuk memonitor biaya guna mendapatkan pelanggan dan gaya hidup dari pembelian yang dilakukan. Konsumen akan memperoleh manfaat dengan adanya relationship marketing antara lain social benefit dan manfaat ekonomi. Manfaat ini social benefit mencakup perasaan saling kenal/familiarity, pemahaman secara personal/personal recognition, persahabatan, rapport, dukungan sosial/social support, menikmati hubungan pertemanan, dan meluangkan waktu dengan teman. Sedangkan manfaat ekonomi, konsumen akan mendapatkan harga yang berbeda dengan konsumen biasa. Manfaat lain dari relationship marketing adalah keamanan dan fungsional. Manfaat fungsional meliputi penghematan waktu/time saving,kemudahan/convenience, nasehat/advice, dan pengambilan keputusan lebih baik/better purchase decision (Kussudyarsana, 2003). Relationship marketing menjadi penting bagi perusahaan yang ingin membangun customer relationship yang menghasilkan return positif sebagai dampak dari kepuasan, loyalitas, word of mouth, dan pembelian. Konsumen yang puas adalah konsumen yang mendapatkan value yang tinggi dari perusahaan, dan mereka cenderung berperilaku yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang loyal akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan, menurunkan customer turn over, menurunkan biaya layanan, dan kadang-kadang memicu munculnya bisnis baru. Konsumen yang loyal biasanya mereka yang puas. Peran salesperson akan menentukan kepuasan seorang konsumen. Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dibutuhkan kemampuan untuk memahami kebutuhan konsumen dan kemampuan untuk melayani kebutuhan Universitas Sumatera Utara tersebut secara baik dan konsisten. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengubah dari hubungan transaksional menjadi relationship marketing (Kussudyarsana, 2003). Apabila relationship marketing diterapkan dengan tepat, maka perusahaan akan mulai fokus pada pengelolaan pelanggan, seperti halnya perhatian perusahaan pada pengelolaan produk. Relationship marketing berdasarkan pada suatu asumsi bahwa para pelanggan penting melakukan perhatian yang terpusat dan terus-menerus. Salesperson yang bekerjasama dengan pelanggan-pelanggan penting sebaiknya selalu menjalin hubungan dengan mereka. Meskipun relationship marketing merupakan hal yang penting bagi perusahaan, tetapi tidak efektif untuk semua situasi. Oleh sebab itu perusahaan perlu menilai segmen dan pelanggan mana yang akan merespon relationship marketing secara menguntungkan (Kotler, 2003). D. Jenis – Jenis Penjualan Adapun jenis-jenis penjualan adalah: 1. Penjualan perdagangan. Contoh: representatif penjualan dari pabrikan makanan yang menjual produknya kepada industri bahan pangan. Tugas utama wiraniaga perdagangan adalah menghasilkan volume penjualan dengan memberi para pelanggan bantuan promosi dalam bentuk periklanan dan promosi penjualan. 2. Penjualan misionaris Para wiraniaga misionaris menjual untuk para pelanggan langsungnya. Contoh: industri farmasi. Universitas Sumatera Utara 3. Wiraniaga (detail reps) mempresentasikan produk kepada dokter untuk kemudian direkomendasikan kepada para pasiennya. 4. Technical selling Para wiraniaga technical terdapat dalam industri-industri bahan kimia, mesin, mainframe komputer, dan jasa-jasa canggih lainnya (asuransi dan lain- lain). Para wiraniaga teknis yang baik harus mengenal lini produk perusahaan dan mampu mengkomunikasikan fitur-fitur khusus kepada calon pelanggan. 5. New-business selling Jenis penjualan ini lazimnya dilakukan untuk produk-produk seperti mesin fotokopi, peralatan pemrosesan data, dan sebagainya. Para wiraniaga newbusiness secara kontiniu harus mengunjungi account-account baru. 6. Penjualan eceran Pada penjualan eceran, pelangganlah yang datang kepada wiraniaga. 7. Telemarketing Para wiraniaga menghubungi pelanggan melalui telepon untuk melakukan jenis kegiatan penjualan yang sama seperti para wiraniaga yang bertemu pelanggannya secara tatap-muka. Tujuan dilakukannya telemarketing: a. Mendapatkan pelanggan baru. b. Memenuhi petunjuk-petunjuk periklanan. c. Melayani bisnis yang sudah ada. Universitas Sumatera Utara http://www.blogger.com/emailpost.g?blogID=7609692550043183439&postID=6739534285277657515E. Defenisi Perilaku Konsumen The American Marketing (Setiadi, 2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Defenisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting, yaitu : 1. Perilaku konsumen adalah dinamis. 2. Hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar. 3. Hal tersebut melibatkan pertukaran. Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah sepanjang waktu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang waktu, pasar dan industri. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran merupakan hal terakhir yang ditekankan dalam defenisi perilaku konsumen yaitu pertukaran individu. Schiffman dan Kanuk (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), mendefenisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka Universitas Sumatera Utara harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sementara Engel, Blackwell dan Miniard (www.personal selling.com, diakses oleh Surya tanggal 12 Agutus 2010, pukul 11.43 WIB), mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dn menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Loudon dan Bitta (Mangkunegara, 2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Zaltman dan Wallendorf (Mangkunegara, 2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan – tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainnya. F. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut : Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah memahami perilaku pembeli pada tiap – tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja pada tahap – tahap itu (Setiadi, 2003:16). Secara umum proses itu dapat dilihat sebagai berikut: Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Setelah Gambar Pembelian Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber : Setiadi (2003:16) Gambar 2.1 diatas menyiratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap tersebut pada setiap pembelian. Adapun dalam pembelian yang lebih rutin, konsumen seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Model tersebut menunjukkan bahwa semua pertimbangan akan muncul ketika konsumen menghadapi situasi pembelian yang kompleks dan baru. Secara rinci tahap – tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengenalan Masalah Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau rangsangan eksternal seseorang. 2. Pencarian Informasi Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci pemasar adalah sumber – sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing – masing sumber terhadap keputusan pembelian. Sumber – sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu: a. Sumber Pribadi : Keluarga, teman, tetangga dan kenalan b. Sumber Komersil : Iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran Universitas Sumatera Utara c. Sumber Umum : Media massa, organisasi konsumen d. Sumber Pengalaman : Pernah menangani, menguji, menggunakan produk 3. Evaluasi Alternatif Ada beberapa proses evaluasi alternatif keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional. 4. Keputusan Membeli Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada 2 (dua) hal yaitu : a. Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen. b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Faktor yang kedua adalah situasi yang tidak dapat diantisipasi. Konsumen membentuk suatu maksud pembelian, atas dasar faktor – faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Ketika konsumen akan bertindak, faktor situasi yang tidak diantisipasi mungkin terjadi untuk mengubah maksud pembelian tersebut. 5. Perilaku Pasca Pembelian Universitas Sumatera Utara Pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan – tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna produk – produk tersebut dibawah harapan pelanggan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan, pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas. G. Keterlibatan Konsumen Istilah ini pertama kali dipopulerkan di dalam lingkungan pemasaran oleh Krugman pada tahun 1965 dan mampu membangkitkan minat yang besar pada saat itu. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus dalam situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko dan memaksimalkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian. Keterlibatan diaktifkan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi) dirasakan membantu dalam membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan nilai yang paling penting. Namun seperti kita lihat, pentingnya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan dari objek akan bervariasi dari satu situasi ke situasi berikutnya. Universitas Sumatera Utara Relevansi–pribadi intrinsik (intrinsic self relevance) mengacu pada pengetahuan arti–akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan. Konsumen mendapatkan pengetahuan arti akhir ini melalui pengalaman masa lalu mereka terhadap suatu produk. Relevansi pribadi situasional (situational self-relevance) yang ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial di sekitar kita yang dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk dan merek yang terlihat secara pribadi relevan. Relevansi pribadi situasional selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar dialami konsumen selama proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa konsumen biasanya mengalami beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat pilihan pembelian, bahkan untuk produk yang relatif tidak penting (Setiadi,2003:115-120). Konsumen dimotivasi untuk mencari informasi yang relevan dan mengolahnya secara lebih tuntas apabila keterlibatan tersebut tinggi. Begitu pula merek mereka dipengaruhi oleh kekuatan argumentasi sebagaimana berlawanan dengan cara dimana daya tarik diekspresikan dan divisulisasikan, yang digambarkan sebagai keterlibnatan pesan. Perilaku konsumen dapat dilihat dengan produk suatu merek yang dipilih untuk digunakannya. Mereka akan lebih melihat perbedaan dalam sifat yang ditawarkan oleh berbagai produk dalam berbagai macam merek, apa keunggulan atau kelebihan-kelebihan dari masing-masing merek tersebut, dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan dan loyalitas yang lebih besar. Universitas Sumatera Utara Akhirnya terdapat kemungkinan yang lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas apabila tingkat keterlibatan tinggi, sementara keterlibatan yang relatif rendah akan menyebabkan taktik atau teknik pillihan yang lebih disederhanakan dari pemecahan masalah yang relatif terbatas (Setiadi, 2003:123124). Universitas Sumatera Utara