6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi 2.1.1. Pengertian Sistem Menurut O’Brien (2000, p.8) sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama untuk suatu tujuan dengan menerima sejumlah input dan menghasilkan output dalam proses yang terorganisir. Sistem tersebut terdiri dari tiga komponen atau fungsi meliputi : - Input : termasuk mengumpulkan elemen-elemen yang akan dimasukkan ke sistem untuk diproses. Contohnya : bahan mentah, energi, data, dan sebagainya. - Process : termasuk proses transformasi yang akan mengubah input menjadi output. Contohnya: proses manufaktur, proses pernafasan manusia, atau perhitungan matematik. - Output : termasuk mentransfer elemen-elemen yang dihasilkan dari proses transformasi ke tujuan. Contohnya : produk akhir. Dari definisi sistem diatas maka dapat dirinci lebih lanjut pengertian umum mengenai sistem menurut Mulyadi (2001, h.2) sebagai berikut: 1. Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur. Setiap unsur-unsur tersebut dapat diuraikan lebih kecil menjadi subsistem-subsistem . 2. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan 3. Unsur sistem tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem 4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar. 7 Kesimpulannya setiap sistem dibuat untuk mengangani sesuatu yang berulangkali atau yang secara rutin terjadi. 2.1.2. Pengertian Informasi Informasi merupakan salah satu output yang bisa dihasilkan dalam sebuah sistem, menurut O’Brien (2000, p.13) informasi merupakan data yang telah diproses dan diubah menjadi konteks yang bermakna dan berguna untuk end user tertentu. 2.1.3. Pengertian Sistem Informasi Berdasarkan definisi sistem dan informasi secara terpisah, maka sistem informasi merupakan kumpulan komponen-komponen yang saling terkait dan bekerja sama untuk menghasilkan informasi. Arti dari sistem informasi yang dirumuskan oleh O’Brien (2000, p.7) yaitu bahwa sistem informasi adalah kombinasi dari tenaga kerja, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan telekomunikasi, dan sumber daya – sumber daya data yang terorganisir untuk mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan informasi didalam suatu perusahaan. People Software Information System Resources Data Hardware Networks Gambar 2.1: Komponen-komponen pada sistem informasi 8 - People : manusia diperlukan untuk mengoperasikan sistem informasi meliputi end user yaitu orang yang menggunakan sistem informasi atau orang yang menggunakan informasi yang dihasilkan dari sistem informasi tersebut. Selain end user yang termasuk sumber daya manusia adalah IS specialist yang merupakan orang yang mengembangkan dan mengoperasikan sistem. - Hardware : termasuk semua peralatan fisik dan material yang yang digunakan dalam pemrosesan informasi - Software : yaitu semua perintah-perintah dalam memroses informasi - Data : merupakan sumber daya utama yang dipakai sebagai bahan mentah yang akan dioleh untuk menghasilkan informasi. - Network : merupakan komponen sangat penting dalam sistem informasi karena sumber daya informasi tersebut yang menghubungkan berbagai komponen dalam sistem. 2.1.4. Enterprise Resource Planning Menurut Olson (2004, p.9), ERP merupakan suatu software sistem yang memiliki dampak kuat dalam organisasi yang terkomputerisasi, dimana yang ditawarkan yaitu teknologi, efisiensi proses, financial, strategic, dan manfaat lainnya yang dapat diperoleh perusahaan dengan menerapkan sistem komputer. 9 Keuntungan menerapkan sistem ERP antara lain: 1. Teknologi – lebih canggih karena sistem komputer yang telah terintegrasi. • Fleksibilitas yang lebih besar. • Biaya TI yang menjadi lebih rendah. 2. Praktek bisnis – cara yang lebih baik untuk mengelola tugas. • Kualitas operasional yang lebih baik. • Produktivitas yang lebih besar. 3. Strategis – keuntungan meningkat karena sistem yang efisien. • Memperbaiki pengambilan keputusan. • Mendukung pertumbuhan bisnis. • Membangun jaringan dengan lingkungan eksternal. 4. Kompetitif – mampu bersaing dengan kompetitor-kompetitor lainnya dan mampu mengefisiensi biaya. • Pelayanan terhadap pelanggan yang lebih baik. 10 Saat ini banyak terdapat vendor yang menawarkan sistem ERP antara lain: Tabel 2.1: Vendor-vendor ERP Vendor Origin Salient Features BAAN Holland Vendor ERP pertama Oracle United States Pendatang baru namun pertumbuhannya pesat Peoplesoft United States Fokus pada manajemen sumber daya SAP Germany Pionir dan perusahaan terbesar JDEdwards United States Internet emphasis Ada beberapa cara untuk menerapkan sistem ERP antara lain: 1. Develop in-house Kelebihan : sangat tepat untuk pemenuhan kebutuhan organisasi karena lebih fleksibel. Kekurangan : sulit untuk pengembangan, mahal, lambat. 2. Full vendor system Kelebihan : cepat, lebih murah, efisien. Kekurangan : kurang fleksibel. Dengan pertimbangan kelebihan dan kekurangan masing-masing cara tersebut, maka saat ini lebih banyak perusahaan yang memilih full vendor system (outsourcing) dalam pengembangan sistem di dalam perusahaannya karena atas pertimbangan lebih menguntungkan. Seiring dengan itu, maka perusahaan outsourcing juga semakin berkembang dan banyak. 11 2.2. Proyek 2.2.1. Pengertian Proyek Proyek menurut Nicholas (2001, p.4) merupakan upaya terkoordinasi yang merupakan gabungan antara manusia, teknis, administrasi, sumber daya keuangan dengan tujuan yang spesifik dalam kurun waktu tertentu. Sifat proyek: - Memiliki tujuan yang jelas - Proyek memiliki start dan finish - Membutuhkan berbagai sumber daya seperti manusia, keuangan, tools dan equipment, dan administrasi. Proyek menurut PMBOK (2004, p.5) adalah usaha sementara yang dikerjakan untuk menciptakan produk, servis, maupun penemuan yang bersifat unik. Menurut Olson (2004, p.2) proyek merupakan kesengajaan, dimana dirancang untuk menyelesaikan masalah dalam organisasi yang mereka hadapi. Karena proyek merupakan aktivitas yang baru maka tingkat ketidakpastian dan risikonya juga sangat tinggi. Oleh karena itu pula, tingkat sumber daya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek sulit untuk diestimasi. 12 2.2.2. Kendala Proyek Dalam pengerjaan proyek sering mengalami beberapa keterbatasan misalnya keterbatasan dalam lingkup proyek, waktu, dan biaya. Keterbatasan ini kadang-kadang disebut dalam manajemen proyek sebagai tiga kendala (triple contraints). Untuk menciptakan proyek yang sukses, batasan, waktu, dan biaya semuanya harus dipertimbangkan secara seksama, dan ini merupakan tugas manajer proyek untuk menyeimbangkan ketiga tujuan yang saling berkaitan tersebut. Gambar 2.2: The Triple Constraint of Project Management 13 Scope: Apa yang ingin dipenuhi melalui proyek tersebut? Produk atau service unik apa yang pelanggan atau sponsor harapkan dari proyek tersebut? Time: berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tersebut? Apa yang merupakan jadwal proyek? Cost: Berapa besar biaya yang dperlukan untuk menyelesaikan proyek? Triple constraint menggambarkan bagaimana elemen-elemen dasar dari proyek – scope, time, dan cost – berhubungan , sebagai contoh: 1. Jika ingin mengerjakan proyek yang murah dan cepat, biasanya ruang lingkup (scope) perlu diperkecil. 2. Jika ingin mengerjakan proyek dengan ruang lingkup yang besar (scope) dan cepat, maka diperlukan biaya (cost) yang besar pula. 3. Jika ingin mengerjakan proyek dengan ruang lingkup (scope) yang besar namun murah, maka akan memakan waktu (time) yang cukup lama. 2.2.3. Tahapan Pengembangan Proyek Karena setiap proyek adalah unik, maka tingkat atau derajat ketidakpastiannya dalam berbagai aspek sangat tinggi. Untuk itulah biasanya aktivitas di dalam sebuah proyek dibagi menjadi fase-fase atau tahap-tahap tertentu untuk mempermudah pengelolaan, eksekusi , dan pengawasan jalannya proyek tersebut. Rangkaian dari berbagai fase ini biasanya dikenal sebagai siklus proyek (project life cycle). 14 Fase dari sebuah proyek memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Serangkaian aktivitas dapat dikatakan menjadi sebuah fase jika pada akhir rangkaian tersebut terdapat atau ditandai adanya satu atau beberapa output tertentu (deliverables). 2. Berakhirnya sebuah fase biasanya ditandai dengan evaluasi atau kajian terhadap output-output tersebut, yang kerap dihubungkan dengan kualitas dari keluaran (produk atau jasa) tersebut. Rangkaian dari fase-fase dari sebuah proyek membentuk sebuah siklus proyek dengan karakteristik utama sebagai berikut: 1. Siklus proyek dimulai dari titik dimulainya proyek (start point) sampai berakhirnya proyek tersebut (end point). 2. Fase-fase yang ada dalam sebuah proses merupakan suatu rangkaian proses yang saling berkesinambungan, dimana hasil akhir dari sebuah fase atau output merupakan entiti yang dibutuhkan oleh fase berikutnya (input). 3. Siklus proyek secara generik mendefinisikan pekerjaan teknis apa yang harus dilakukan di dalam setiap fase dan siapa yang harus terlibat dan bertanggung jawab pada masing-masing fase tersebut. 4. Kebanyakan deskripsi siklus proyek melibatkan sejumlah karakteristik atau parameter seperti biaya, waktu, sumber daya manusia, probabilitas kesuksesan proyek, risiko yang dihadapi, objektif beragam stakeholders, dan hal-hal terkait lainnya sesuai dengan jenis dan ragam proyek yang bersangkutan. 15 Menurut Indrajit, dkk (2004, h.82), dalam proyek teknologi informasi biasanya terdapat 2 (dua) macam aliran siklus proyek yang paling banyak dipergunakan yaitu: 1. Waterfall Approach dimana pengerjaan sebuah proyek teknologi informasi dilakukan secara berurutan dari satu fase ke fase berikutnya. Stage 2 Analysis Stage 1 Planning Stage 3 Disign Stage 4 Construction Stage 5 Implementation Stage 6 Maintenance Gambar 2.3: Siklus Generik Pelaksanaan Proyek Teknologi Informasi 2. Spiral Approach dimana pengerjaan fase secara simultan dan berkesinambungan. Tabel 2.2 Pendekatan Spiral dalam Metodologi Proyek (PMBOK, 2000) Cycle 1 Risk Analysis Prototype Operation concept Requirement plan Cycle 2 Risk Analysis Prototype Models Software requirement Requirement validation Cycle 3 Risk Analysis Prototype Models Software product design Design validation and verification Life-cycle plan Development plan Integration and test plan Cycle 4 Risk Analysis Operasional prototype Models Detail design Code Unit test Integration and test Acceptance test Implementation 16 Dalam setiap fase-fase penyelenggaraan proyek tersebut terdapat beberapa tahapan-tahapan meliputi: 1. Tahap Pre-Conditioning – yaitu situasi sebelum sebuah proyek diresmikan pelaksanaannya. Yang penting di dalam tahap Pre-Conditioning adalah melakukan analisa terhadap manusia di dalam perusahaan dengan memahami tipe, kondisi, dan perilaku manusia jauh sebelum proyek dilaksanakan sehingga perusahaan dapat menekan potensi kegagalan eksekusi secara lebih awal. 2. Tahap Project Management – yaitu ketika sebuah proyek secara resmi dimulai sampai dengan selesai dilaksanakan. Dalam tahap Project Management ada lima kelompok besar proses yaitu: 1. Proses Initiating – aktivitas terkait dengan persiapan pelaksanaan sebuah proyek, terutama menyangkut kesediaan stakeholders untuk menentukan objektifnya dan sepakat untuk memiliki komitmen penuh mendukung proyek tersebut dalam hal alokasi berbagai sumber daya yang diperlukan. 2. Proses Planning – aktivitas terkait dengan perencanaan pelaksanaan sebuah proyek, terutama dalam hal memperkirakan ruang lingkup, durasi, biaya, kualitas, dan parameter lain yang perlu dikelola di dalam proyek 3. Proses Executing – aktivitas terkait dengan menkoordinasikan orang-orang dan sumber daya ada untuk menjalankan sejumlah pekerjaan di dalam proyek agar menghasilkan output yang diinginkan atau ditargetkan. 4. Proses Controlling – aktivitas terkait dengan pengawasan agar seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam proyek secara konsisten mengarah pada objektif atau tujuan yang ingin dicapai. 17 5. Proses Closing – aktivitas terkait dengna persetujuan formal bahwa proyek telah berakhir dan menghasilkan output yang ditargetkan. 3. Tahap Managing Transition – yaitu keadaan yang terjadi setelah sebuah proyek selesai diselenggarakan (pasa eksekusi proyek). 4. Tahap Innovating Continuously – yaitu usaha perbaikan yang perlu dilakukan oleh organisasi pasca penyelenggaraan proyek dan transisi. 2.2.3. Faktor Keberhasilan dan Kegagalan suatu Proyek 2.2.3.1. Faktor Keberhasilan Proyek Critical Success Factor menurut Slevin (1989) setelah menguji lebih dari 400 proyek adalah: • Misi proyek – menyajikan tujuan dan arah proyek secara jelas. • Dukungan manajemen tingkat atas – untuk meyakinkan sumber daya yang diperlukan telah disajikan. • Rencana atau jadwal – termasuk spesifikasi yang terperinci. • Konsultasi dengan klien – semua pihak yang berhubungan dengan proyek ikut berpartisipasi • Personil – tim terdiri dari orang-orang yang benar-benar memiliki keahlian dibidangnya. • Pekerjaan teknis – keahlian yang diperlukan tersedia. • Client acceptance – menjual produk proyek kepada para pemakai. 18 • Monitoring dan feedback – pengendalian terhadap semua tahapan proyek agar secara teratur. • Komunikasi – jaringan dan data yang diperlukan tersedia. • Troubleshooting – berhadapan dengan krisis dan penyimpangan. 2.2.3.2 Faktor Kegagalan Proyek 1. Kegagalan pada konteks manajemen proyek a. Pendekatan manajemen proyek yang tidak cukup: proyek tersebut tidak memiliki stuktur organisasi, manajer proyek, dan tim (termasuk keahlian, pengalaman, otoritas, untuk mencocokan pada proyek). b. Top Management tidak mendukung: Top management tidak memberikan dukungan terhadap kebutuhan secara aktif dan berkelanjutan. 2. Kegagalan pada sistem manajemen proyek a. Kesalahan dalam memilih manajer proyek : orang yang bertanggung Jawab sebagai proyek manajer tidak memiliki latar belakang, keahlian, atau tanggung jawab untuk memimpin dan memanage proyek tersebut. b. Mengabaikan sistematika dasar proyek: proyek tersebut tidak diperlakukan sebagai sebuah sistem. Proses dan elemen dari pada proyek tersebut dibagi tanpa peduli terhadap interaksi dari proyek tersebut. c. Ketidaksesuaian atau penyalahgunaan teknik manajemen: pemahaman yang salah terhadap teknik manajemen proyek. 19 3. Kegagalan pada proses perencanaan dan control: a. Kurangnya komunikasi dalam proyek: merupakan masalah yang berasal dari tidak adanya kualitas informasi, akurasi, atau timelines, kurangnya kumpulan data dan komunikasi, atau kurangnya distribusi informasi terhadap yang membutuhkan. b. Kegagalan dalam melibatkan user: user tidak berpartisipasi dalam proses perencanaan / definisi / desain / implementasi , dan kebutuhan user tidak terpenuhi. c. Kurangnya perencanaan proyek: analisa dan perencanaan proyek secara detil tidak cukup. Dokumentasi dan laporan dari proyek sebelumnya diabaikan. d. Definisi proyek tidak cukup: samar-samar, salah, menyesatkan tidak adanya pengetian proyek merupakan penyebab kegagalan proyek. e. Estimasi yang buruk terhadap waktu dan sumber daya: estimasi terhapad permintaan sumber daya, durasi kegiatan, dan tanggal penyelesaian tidak realistis. f. Perencanaan dan penanganan sumber daya yang salah: perencanaan dan alokasi dari sumber daya salah atau tidak tepat; Tugas tidak diantisipasi, keahlian dan kapabilitas sumber daya tidak diketahui, dan sumber daya untuk backup tidak tersedia. g. Banyak perubahan sepanjang tahap pelaksanaan: perubahan dibuat pada kebutuhan yang asli tanpa disesuaikan pada perubahan jadwal, anggaran, elemen lain pada perencanaan. 20 h. Kontrol tidak cukup: manajemen proyek tidak mencegah masalah tetapi ditindak ulang setelah masalah bertambah. Pengendalian berfokus pada hasil sehari-hari tanpa memandang masalah yang potensial. i. Penghentian proyek tidak direncanakan secara baik. 2.3. Manajemen Proyek 2.3.1. Pengertian Manajemen Proyek Pengertian manajemen proyek menurut Schwalbe (2000, p.7) adalah aplikasi dari pengetahuan, keahlian, tools, teknologi untuk aktivitas proyek dalam upaya mempertemukan atau melebihi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap proyek. Manajemen proyek menurut PMBOK (2004, p.37) adalah aplikasi dari pengetahuan, keahlian, tools, teknologi untuk aktivitas proyek dengan tujuan memenuhi permintaan proyek. Manajemen proyek terpenuhi melalui proses, menggunakan pengetahuan manajemen proyek, keahlian, tools, dan teknik yang menerima input dan menghasilkan output. 2.3.2. Manajemen Lingkup Proyek Menurut PMBOK (2004, p.103) manajemen lingkup proyek meliputi proses pengaturan agar pelaksanaan proyek mencakup semua tugas yang telah ditetapkan sebelumnya dan hanya tugas yang telah ditetapkan yang dikerjakan. 21 Manajemen lingkup proyek meliputi proses-proses sebagai berikut : 1. Perencanaan lingkup Membuat rencana manajemen lingkup proyek mengenai bagaimana lingkup proyek didefinisi, diverifikasi, dan dikontrol, serta bagaimana WBS (Work Breakdown Structure) dibuat dan didefiniskan. 2. Definisi lingkup Mengembangkan lingkup proyek secara detil sebagai basis untuk keputusan proyek di masa yang akan datang. Persiapan untuk membuat pernyataan (statement) lingkup proyek secara detil sangat penting untuk keberhasilan proyek dimana selama inisialisasi proyek didokumentasikan deliverables utama, asumsi-asumsi, dan kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi dalam pengerjaan proyek. Dalam pendefinisian lingkup, kebutuhan, keinginan, dan harapan stakeholders dianalisa dan dikonversikan menajadi requirements. Menurut Larson (2000, p.65) dalam pendefinisian proyek sangat penting untuk memperhatikan lingkup, waktu, dan biaya berdasarkan prioritas yang lebih diutamakan oleh klien, karena sebelum proyek disetujui manajer proyek harus terlebih dahulu mendiskusikan mengenai prioritas lingkup komponen proyek yang diinginkan klien. Time Performance Cost Constrain Enhance Accept Gambar 2.4 Project Priority Matrix 22 Gambar 2.4 mengasumsikan bahwa klien menginstruksikan manajer proyek untuk berusaha mengambil segala peluang yang ada untuk mengurangi penyelesaian waktu (enhance time). Karena instruksi tersebut maka overbudget (cost) yang terjadi bisa diterima (accept) meskipun tidak diharapkan untuk terjadi. Pada saat yang bersamaan performance dari proyek tersebut supaya dapat diandalkan, penurunan kualitasnya tidak dapat dikompromi (constraint). 3. Membuat Work Breakdown Structure Setelah lingkup dan deliverables diidentifikasikan, aktivitas-aktivitas dalam proyek dapat dibagi menjadi elemen kerja yang lebih kecil. Hasil dari proses hirarki ini disebut Work Breakdown Structure (WBS). Menurut Olson (2004, p.155), Work Breakdown Structure adalah suatu gambar hirarki atas-bawah dari aktivitas-aktivitas dan sub-sub aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Penjadwalan tidak hanya meliputi estimasi waktu, tetapi juga kebutuhan sumber daya manusia. Penjadwalan menampilkan rencana yang dapat dimengerti dan menentukan struktur pada proyek dan harus didistribusikan di antara anggota tim proyek. Penjadwalan merupakan dasar untuk alokasi sumber daya dan estimasi biaya yang bertujuan untuk memantau dan mengendalikan jalannya proyek. Menurut Milosevic (2003, p.152), Work Breakdown Structure (WBS) adalah pengelompokkan orientasi elemen proyek yang mengorganisasi dan mendefinisikan lingkup proyek secara keseluruhan, dimana pengerjaan yang di luar WBS berarti tidak termasuk lingkup proyek. 23 4. Verifikasi lingkup Verifikasi lingkup merupakan proses mendapatkan penerimaan formal stakeholders atas lingkup proyek yang telah diselesaikan atau deliverables yang berhubungan. Verifikasi proyek termasuk me-review kepuasan atas deliverables. Jika proyek diselesaikan lebih cepat maka proses verifikasi lingkup membuat dan mendokumentasikan level dari penyelesaian tersebut. 5. Pengendalian lingkup Pengendalian lingkup memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan terhadap lingkup proyek dan memonitor atau mengendalikan pengaruh dari perubahan tersebut. Menurut Djamin (1993, h.114), dalam pengendalian suatu proyek, monitoring memegang peranan penting karena monitoring report atau progress report akan memberikan input bagi perencana (the planners) untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek tersebut dan perencanaan selanjutnya. Progress report akan memberikan umpan balik (feed-back) pada pimpinan sehingga pimpinan dapat mengetahui setiap saat apa yang terjadi di lapangan. Apabila terjadi hambatan-hambatan atau delay dalam suatu kegiatan, pimpinan dapat dengan segera mengambil langkah-langkah pengamannya (adjustments) agar kesukaran dapat segera diatasi sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya. Dengan perkataan lain, dengan sistem monitoring yang baik, pimpinan dapat melakukan kontrol yang efektif. 24 Menurut Heldman (2004, p.325) progress report menjelaskan apa yang dikerjakan oleh tim proyek pada periode waktu tertentu termasuk milestone, persentase penyelesaian, dan bagian pekerjaan yang belum diselesaikan. 2.3.3. Manajemen Waktu Proyek Manajemen waktu proyek menurut Schwalbe (2000, p.111) meliputi prosesproses sebagai berikut: 1. Definisi aktivitas Proses definisi jadwal aktivitas meliputi identifikasi dan dokumentasi pekerjaan yang direncanakan untuk dilakukan. Proses definisi aktivitas akan mengidentifikasikan deliverables pada level terendah dalam WBS yang biasa disebut work package. Work packages ini akan didekomposisi menjadi komponenkomponen yang lebih kecil (jadwal aktivitas) sebagai basis untuk memperkirakan, membuat jadwal, mengeksekusi dan mengawasi serta mengontrol pekerjaan proyek. 2. Pengurutan aktivitas Proses pengurutan aktivitas meliputi identifikasi dan dokumentasi dependensi antara aktivitas-aktivitas dalam jadwal. Proses pengurutan ini dapat ditampilkan dengan menggunakan software manajemen proyek atau dengan menggunakan teknik manual. 3. Pengendalian schedule Pengendalian jadwal mempertimbangkan hal-hal berikut : - Menetapkan status saat ini pada jadwal proyek - Memperhatikan faktor-faktor yang akan menimbulkan perubahan pada schedule proyek 25 - Menetapkan perubahan jadwal proyek - Mengatur perubahan aktual yang terjadi 2.3.4. Manajemen Biaya Proyek Menurut PMBOK (2004, p.157) Manajemen biaya proyek meliputi proses perencanaan, perkiraan, budgeting atau penganggaran dan pengendalian atau pengendalian terhadap biaya-biaya sehingga proyek dapat diselesaikan sesuai dengan budget yang telah ditetapkan. Menurut Schwalbe (2000, p.144) Manajemen biaya proyek meliputi proses untuk memastikan bahwa proyek selesai dengan tepat biaya. Manajer Proyek harus memastikan bahwa proyeknya telah didefinisikan dengan baik dimana memiliki waktu yang akurat dan estimasi biaya, dan juga memiliki budget yang realistis. Menurut Schwalbe, tahapan yang ada dalam manajemen biaya proyek meliputi: 1. Perencanaan sumber daya Menurut Schwalbe (2000, p.148), tahap perencanaan sumber daya ini menjelaskan sumber daya apa saja (people, peralatan, dan material) dan berapa kuantitas yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas proyek tersebut. Penunjukkan individu yang berpengalaman untuk mengerjakan proyek sangat penting misalnya pengalaman mengerjakan proyek dulu yang mirip dengan proyek yang akan ditangani sekarang. Ada beberapa contoh pertanyaan dalam tahap ini: 1. Kesulitan apa dalam menjabarkan spesifikasi tugas pada proyek terkait? 2. Adakah hal unik dalam scope proyek terkait yang akan mempengaruhi proses proyek? 26 3. Adakah pengalaman dalam mengerjakan proyek serupa ? Personil level manakah yang mengerjakannya? 4. Adakah organisasi memiliki people, peralatan dan material yang memadai untuk menangani proyek? 5. Apakah organisasi perlu mendapatkan sumber daya dari luar? Apakah perlu untuk melakukan outsource terhadap beberapa pekerjaannya? 6. Apakah ada kebijakan organisasi yang dapat mempengaruhi ketersediaan sumber daya? Output dari tahap ini adalah suatu list tentang kebutuhan sumber daya. 2. Perkiraan biaya Menurut PMBOK (2004, p.164), perkiraan biaya aktivitas jadwal termasuk pengembangaan akan perkiraan biaya-biaya setiap sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap aktivitas yang telah disusun tersebut. Output yang dihasilkan yaitu perkiraan biaya, detil pendukung lainnya, dan rencana manajemen biaya. 3. Penganggaran biaya Menurut PMBOK (2004, p.167), penganggaran biaya menggabungkan biayabiaya yang diperkirakan berdasarkan work package ataupun aktivitas untuk menghasilkan total baseline biaya yang akan dipakai untuk mengukur performa dari proyek. 4. Pengendalian biaya 27 Pengendalian biaya dilakukan dengan mengendalikan kemungkinan perubahan budget proyek. Output yang dihasilkan yaitu revisi estimasi biaya, budget updates. Pengendalian biaya meliputi: - Memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan terhadap baseline biaya. - Memastikan agar perubahan yang diminta disetujui. - Menangani dan mengatur perubahan aktual yang terjadi. - Memastikan agar kelebihan biaya yang terjadi tidak melebihi perkiraan yang telah disepakati. - Memantau performa biaya untuk mendeteksi dan memahami varian dari baseline biaya. - Mencatat semua perubahan terhadap baseline biaya. - Mencegah perubahan yang salah, tidak tepat dan tidak disetujui dari yang terdapat pada laporan penggunaan sumber daya. Beberapa contoh teknik dalam pengendalian biaya yaitu: – Cost Change Control System Meliputi formulir, dokumentasi, perubahan otorisasi pada level yang membutuhkan. – Project Performance Reviews Teknik ini membandingkan kinerja cost terhadap waktu, jadwal aktivitas yang melebihi ataupun di bawah budget (planned value), dan milestone. Performance 28 reviews adalah suatu pertemuan untuk menaksir jadwal aktivitas, paket kerja, atau status biaya. Tekniknya antara lain: Variance analysis Menurut Heldman (2004, p.235) Variance analysis membandingkan hasil rencana proyek terhadap hasil aktual yang ada didalam progress report untuk melihat apakah terdapat varian atau tidak. Dalam Variance analysis biasanya dilakukan pengukuran pada jadwal proyek dan biaya proyek. Trend Analysis Menurut PMBOK (2004, p.176) Trend Analysis menggambarkan apakah perfoma proyek meningkat atau menurun pada waktu tertentu berdasarkan hasil analisa proyek secara periodik. Hasil yang diukur menggunakan rumus matematika yang dilakukan untuk memperkirakan hasil proyek berdasarkan informasi dan hasil historis. Hasil dari trend analysis digunakan untuk memprediksi proyek yng akan datang. Earned value technique Menurut Ireland (2002, p.413) Earned Value Analysis adalah pengukuran performa proyek yang mengintegrasikan aspek biaya dan jadwal. Menurut Heldman (2004, p.326) Earned Value Analysis merupakan metode pengukuran performa yang membandingkan apa yang didapat dengan apa yang dikeluarkan dan mengaitkan antara pengukuran jadwal, biaya, dan lingkup secara bersamaan. Untuk pengukuran earned value maka perlu diperhatikan beberapa rumusan utama menurut Indradjit (2004, h.91) yaitu: 29 Tabel 2.3: Rumusan Earned Value Term Formula Earned Value EV = PV to date * % penyelesaian Cost Variance CV = EV - AC Schedule Variance SV = EV - PV Cost Performance Index CPI = EV / AC Schedule Performance Index SPI = EV / PV Keterangan: PV ( Planned Value ) atau BCWS ( Budgeted Cost of Work Scheduled ) – merupakan biaya yang disepakati untuk dialokasikan untuk pelaksanaan sebuah aktivitas pada satu waktu tertentu AC ( Actual Cost ) atau ACWP ( Actual Cost of Work Performed ) – merupakan total biaya yang telah dipergunakan untuk menyelesaikan sebuah aktivitas pada satu waktu tertentu. EV ( Earned Value ) atau BCWP ( Budgeted Cost of Work Performed ) merupakan nilai dari hasil perkalian antara persentase dari pekerjaan yang telah diselesaikan dengan biaya yang dianggarkan CPI= Cost Performance Index SPI= Schedule Performance Index Menurut Heldman (2004, p.327) earned value merupakan jumlah kumulatif biaya yang dianggarkan terhadap pekerjaan yang diselesaikan untuk semua aktivitas yang telah dilaksanakan pada tanggal pengukuran. Pengukuran PV, AC, dan EV dapat digambarkan secara grafik yang menunjukkan varian diantaranya. Jika tidak ada varian, semua garis berada dalam satu garis yang berarti proyek berjalan seperti yang direncanakan. 30 Measurement Date 500 400 PV 300 EV 200 AV 100 Jan 1 Apr 1 Jul 1 Oct 1 Gambar 2.5: Kurva Earned Value 2.4. Evaluasi Manajemen Proyek Menurut Schwalbe (2000, p.359) Evaluasi dan pengendalian adalah bagian dari pekerjaan manajer proyek. Pengendalian pada saat proyek berlangsung dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada proyek yang kecil, sedangkan untuk proyek yang lebih besar pengendalian informal sangat sulit karena itu diperlukan pengendalian yang formal. Evaluasi dan pengendalian memerlukan sistem informasi yang khusus mengukur perkembangan proyek dan performa dibandingkan dengan rencana yang mendukung penyerahan produk atau jasa tepat waktu, tepat anggaran dan sesuai dengan keinginan atau kebutuhan pelanggan. Pada dasarnya pengukuran dan evaluasi dari performa proyek memerlukan proses pengendalian yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat rencana baseline 31 Rencana baseline menyediakan elemen-elemen untuk pengukuran performa. Baseline diperoleh dari database work breakdown structure dimana setiap work package mengandung pekerjaan, durasi dan anggaran yang telah ditetapkan . 2. Mengukur perkembangan (progress) dan performa (performance) Pengukuran waktu performa time (waktu) lebih mudah dan jelas yaitu dengan pertimbangan terhadap jalur kritis, apakah tepat dengan jadwal, atau terlambat, adakah slack yang menyebabkannya. Sedangkan pengukuran biaya lebih sulit, penggunaan konsep earned value diperlukan untuk didapatkan perkiraan performa terhadap anggaran. 3. Membandingkan rencana dengan aktual Karena rencana jarang sesuai dengan yang diinginkan, maka pengukuran deviasi secara berulang dari rencana untuk menetapkan apakah suatu tindakan perlu untuk dilakukan. Pemantauan dan pengukuran secara berkala terhadap status dari proyek dapat dilakukan untuk membandingkan rencana yang ditetapkan dengan aktual 4. Mengambil tindakan Jika deviasi terhadap rencana signifikan, tindakan korektif perlu dilakukan untuk membawa kembali proyek sesuai dengan jalur awal atau merevisi ulang rencana. 2.5. Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian Berbagai skala yang dapat digunakan untuk penelitian menurut Sugiyono (2004, h.36), antara lain yaitu: 32 1. Skala Likert 2. Skala Guttman 3. Rating Scale 4. Semantinct Deferensial 5. Skala Thurstone Dalam praktek, skala likert cenderung lebih sering digunakan karena lebih praktis dan jawabannya lebih bervariasi. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa katakata antara lain: 1. Sangat setuju 1. Sangat positif 2. Setuju 2. Positif 3. Ragu-ragu 3. Netral 4. Tidak setuju 4. Negatif 5. Sangat tidak setuju 5. Sangat negatif atau Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya: 1. Sangat setuju / Sangat positif diberi skor 5 2. Setuju / Positif diberi skor 4 33 3. Ragu-ragu / Netral diberi skor 3 4. Tidak setuju / Negatif diberi skor 2 5. Sangat tidak setuju / Sangat negatif diberi skor 1 Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Misalkan kuesioner tentang XXX disebarkan ke 100 orang responden yang diambil secara random dan didapatkan hasil yaitu: 25 responden menjawab Sangat Setuju 40 responden menjawab Setuju 5 responden menjawab Ragu-ragu 20 responden menjawab Tidak setuju 10 responden menjawab Sangat tidak setuju Maka, data di atas dapat dianalisis berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden yaitu: Jumlah skor untuk 25 responden yang menjawab Sangat setuju = 25*5 = 125 Jumlah skor untuk 40 responden yang menjawab Setuju = 40*4 = 160 Jumlah skor untuk 5 responden yang menjawab Ragu-ragu = 5 *3 = 15 Jumlah skor untuk 20 responden yang menjawab Tidak setuju = 20*2 = 40 Jumlah skor untuk 10 responden yang menjawab Sangat tidak setuju = 10*1 = 10 Jumlah = 350 Jumlah skor ideal (skor tertinggi) keseluruhan adalah = 5 * 100 = 500 (Sangat setuju). Jadi berdasarkan data tersebut maka tingkat persetujuan terhadap kuesioner XXX adalah (350 : 500) * 100 % = 70 %