BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Informasi
2.1.1. Pengertian Sistem
Menurut O’Brien (2000, p.8) sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen
yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama untuk suatu tujuan dengan menerima
sejumlah input dan menghasilkan output dalam proses yang terorganisir.
Sistem tersebut terdiri dari tiga komponen atau fungsi meliputi :
-
Input : termasuk mengumpulkan elemen-elemen yang akan dimasukkan ke sistem
untuk diproses. Contohnya : bahan mentah, energi, data, dan sebagainya.
-
Process : termasuk proses transformasi yang akan mengubah input menjadi output.
Contohnya: proses manufaktur, proses pernafasan manusia, atau perhitungan
matematik.
-
Output : termasuk mentransfer elemen-elemen yang dihasilkan dari proses
transformasi ke tujuan. Contohnya : produk akhir.
Dari definisi sistem diatas maka dapat dirinci lebih lanjut pengertian umum
mengenai sistem menurut Mulyadi (2001, h.2) sebagai berikut:
1. Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur. Setiap unsur-unsur tersebut dapat diuraikan
lebih kecil menjadi subsistem-subsistem .
2. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan
3. Unsur sistem tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem
4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar.
7
Kesimpulannya setiap sistem dibuat untuk mengangani sesuatu yang
berulangkali atau yang secara rutin terjadi.
2.1.2. Pengertian Informasi
Informasi merupakan salah satu output yang bisa dihasilkan dalam sebuah sistem,
menurut O’Brien (2000, p.13) informasi merupakan data yang telah diproses dan diubah
menjadi konteks yang bermakna dan berguna untuk end user tertentu.
2.1.3. Pengertian Sistem Informasi
Berdasarkan definisi sistem dan informasi secara terpisah, maka sistem
informasi merupakan kumpulan komponen-komponen yang saling terkait dan bekerja
sama untuk menghasilkan informasi.
Arti dari sistem informasi yang dirumuskan oleh O’Brien (2000, p.7) yaitu
bahwa sistem informasi adalah kombinasi dari tenaga kerja, perangkat keras, perangkat
lunak, jaringan telekomunikasi, dan sumber daya – sumber daya data yang terorganisir
untuk mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan informasi didalam suatu
perusahaan.
People
Software
Information
System
Resources
Data
Hardware
Networks
Gambar 2.1: Komponen-komponen pada sistem informasi
8
-
People : manusia diperlukan untuk mengoperasikan sistem informasi meliputi end
user yaitu orang yang menggunakan sistem informasi atau orang yang menggunakan
informasi yang dihasilkan dari sistem informasi tersebut. Selain end user yang
termasuk sumber daya manusia adalah IS specialist yang merupakan orang yang
mengembangkan dan mengoperasikan sistem.
-
Hardware : termasuk semua peralatan fisik dan material yang yang digunakan dalam
pemrosesan informasi
-
Software : yaitu semua perintah-perintah dalam memroses informasi
-
Data : merupakan sumber daya utama yang dipakai sebagai bahan mentah yang akan
dioleh untuk menghasilkan informasi.
-
Network : merupakan komponen sangat penting dalam sistem informasi karena
sumber daya informasi tersebut yang menghubungkan berbagai komponen dalam
sistem.
2.1.4. Enterprise Resource Planning
Menurut Olson (2004, p.9), ERP merupakan suatu software sistem yang memiliki
dampak kuat dalam organisasi yang terkomputerisasi, dimana yang ditawarkan yaitu
teknologi, efisiensi proses, financial, strategic, dan manfaat lainnya yang dapat
diperoleh perusahaan dengan menerapkan sistem komputer.
9
Keuntungan menerapkan sistem ERP antara lain:
1. Teknologi – lebih canggih karena sistem komputer yang telah terintegrasi.
•
Fleksibilitas yang lebih besar.
•
Biaya TI yang menjadi lebih rendah.
2. Praktek bisnis – cara yang lebih baik untuk mengelola tugas.
•
Kualitas operasional yang lebih baik.
•
Produktivitas yang lebih besar.
3. Strategis – keuntungan meningkat karena sistem yang efisien.
•
Memperbaiki pengambilan keputusan.
•
Mendukung pertumbuhan bisnis.
•
Membangun jaringan dengan lingkungan eksternal.
4. Kompetitif – mampu bersaing dengan kompetitor-kompetitor lainnya dan
mampu mengefisiensi biaya.
•
Pelayanan terhadap pelanggan yang lebih baik.
10
Saat ini banyak terdapat vendor yang menawarkan sistem ERP antara lain:
Tabel 2.1: Vendor-vendor ERP
Vendor
Origin
Salient Features
BAAN
Holland
Vendor ERP pertama
Oracle
United States
Pendatang baru namun pertumbuhannya pesat
Peoplesoft
United States
Fokus pada manajemen sumber daya
SAP
Germany
Pionir dan perusahaan terbesar
JDEdwards
United States
Internet emphasis
Ada beberapa cara untuk menerapkan sistem ERP antara lain:
1. Develop in-house
Kelebihan
: sangat tepat untuk pemenuhan kebutuhan organisasi karena lebih
fleksibel.
Kekurangan : sulit untuk pengembangan, mahal, lambat.
2. Full vendor system
Kelebihan
: cepat, lebih murah, efisien.
Kekurangan : kurang fleksibel.
Dengan pertimbangan kelebihan dan kekurangan masing-masing cara tersebut,
maka saat ini lebih banyak perusahaan yang memilih full vendor system (outsourcing)
dalam pengembangan sistem di dalam perusahaannya karena atas pertimbangan lebih
menguntungkan. Seiring dengan itu, maka perusahaan outsourcing juga semakin
berkembang dan banyak.
11
2.2. Proyek
2.2.1. Pengertian Proyek
Proyek menurut Nicholas (2001, p.4) merupakan upaya terkoordinasi yang
merupakan gabungan antara manusia, teknis, administrasi, sumber daya keuangan
dengan tujuan yang spesifik dalam kurun waktu tertentu.
Sifat proyek:
-
Memiliki tujuan yang jelas
-
Proyek memiliki start dan finish
-
Membutuhkan berbagai sumber daya seperti manusia, keuangan, tools dan
equipment, dan administrasi.
Proyek menurut PMBOK (2004, p.5) adalah usaha sementara yang dikerjakan
untuk menciptakan produk, servis, maupun penemuan yang bersifat unik.
Menurut Olson (2004, p.2) proyek merupakan kesengajaan, dimana dirancang
untuk menyelesaikan masalah dalam organisasi yang mereka hadapi. Karena proyek
merupakan aktivitas yang baru maka tingkat ketidakpastian dan risikonya juga sangat
tinggi. Oleh karena itu pula, tingkat sumber daya dan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu proyek sulit untuk diestimasi.
12
2.2.2. Kendala Proyek
Dalam pengerjaan proyek sering mengalami beberapa keterbatasan misalnya
keterbatasan dalam lingkup proyek, waktu, dan biaya. Keterbatasan ini kadang-kadang
disebut dalam manajemen proyek sebagai tiga kendala (triple contraints). Untuk
menciptakan proyek yang sukses, batasan, waktu, dan biaya semuanya harus
dipertimbangkan secara seksama, dan ini merupakan tugas manajer proyek untuk
menyeimbangkan ketiga tujuan yang saling berkaitan tersebut.
Gambar 2.2: The Triple Constraint of Project Management
13
Š Scope: Apa yang ingin dipenuhi melalui proyek tersebut? Produk atau service unik
apa yang pelanggan atau sponsor harapkan dari proyek tersebut?
Š Time: berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek
tersebut? Apa yang merupakan jadwal proyek?
Š Cost: Berapa besar biaya yang dperlukan untuk menyelesaikan proyek?
Triple constraint menggambarkan bagaimana elemen-elemen dasar dari proyek
– scope, time, dan cost – berhubungan , sebagai contoh:
1. Jika ingin mengerjakan proyek yang murah dan cepat, biasanya ruang lingkup (scope)
perlu diperkecil.
2. Jika ingin mengerjakan proyek dengan ruang lingkup yang besar (scope) dan cepat,
maka diperlukan biaya (cost) yang besar pula.
3. Jika ingin mengerjakan proyek dengan ruang lingkup (scope) yang besar namun
murah, maka akan memakan waktu (time) yang cukup lama.
2.2.3. Tahapan Pengembangan Proyek
Karena setiap proyek adalah unik, maka tingkat atau derajat ketidakpastiannya
dalam berbagai aspek sangat tinggi. Untuk itulah biasanya aktivitas di dalam sebuah
proyek dibagi menjadi fase-fase atau tahap-tahap tertentu untuk mempermudah
pengelolaan, eksekusi , dan pengawasan jalannya proyek tersebut. Rangkaian dari
berbagai fase ini biasanya dikenal sebagai siklus proyek (project life cycle).
14
Fase dari sebuah proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Serangkaian aktivitas dapat dikatakan menjadi sebuah fase jika pada akhir
rangkaian tersebut terdapat atau ditandai adanya satu atau beberapa output
tertentu (deliverables).
2.
Berakhirnya sebuah fase biasanya ditandai dengan evaluasi atau kajian
terhadap output-output tersebut, yang kerap dihubungkan dengan kualitas
dari keluaran (produk atau jasa) tersebut.
Rangkaian dari fase-fase dari sebuah proyek membentuk sebuah siklus proyek
dengan karakteristik utama sebagai berikut:
1.
Siklus proyek dimulai dari titik dimulainya proyek (start point) sampai
berakhirnya proyek tersebut (end point).
2.
Fase-fase yang ada dalam sebuah proses merupakan suatu rangkaian proses
yang saling berkesinambungan, dimana hasil akhir dari sebuah fase atau
output merupakan entiti yang dibutuhkan oleh fase berikutnya (input).
3.
Siklus proyek secara generik mendefinisikan pekerjaan teknis apa yang harus
dilakukan di dalam setiap fase dan siapa yang harus terlibat dan bertanggung
jawab pada masing-masing fase tersebut.
4.
Kebanyakan deskripsi siklus proyek melibatkan sejumlah karakteristik atau
parameter seperti biaya, waktu, sumber daya manusia, probabilitas kesuksesan
proyek, risiko yang dihadapi, objektif beragam stakeholders, dan hal-hal
terkait lainnya sesuai dengan jenis dan ragam proyek yang bersangkutan.
15
Menurut Indrajit, dkk (2004, h.82), dalam proyek teknologi informasi biasanya
terdapat 2 (dua) macam aliran siklus proyek yang paling banyak dipergunakan yaitu:
1. Waterfall Approach dimana pengerjaan sebuah proyek teknologi informasi
dilakukan secara berurutan dari satu fase ke fase berikutnya.
Stage 2
Analysis
Stage 1
Planning
Stage 3
Disign
Stage 4
Construction
Stage 5
Implementation
Stage 6
Maintenance
Gambar 2.3: Siklus Generik Pelaksanaan Proyek Teknologi Informasi
2. Spiral Approach dimana pengerjaan fase secara simultan dan berkesinambungan.
Tabel 2.2 Pendekatan Spiral dalam Metodologi Proyek (PMBOK, 2000)
Cycle 1
Risk Analysis
Prototype
Operation concept
Requirement plan
Cycle 2
Risk Analysis
Prototype
Models
Software requirement
Requirement validation
Cycle 3
Risk Analysis
Prototype
Models
Software product design
Design validation and verification
Life-cycle plan
Development plan
Integration and test plan
Cycle 4
Risk Analysis
Operasional prototype
Models
Detail design
Code
Unit test
Integration and test
Acceptance test
Implementation
16
Dalam setiap fase-fase penyelenggaraan proyek tersebut terdapat beberapa
tahapan-tahapan meliputi:
1. Tahap Pre-Conditioning – yaitu situasi sebelum sebuah proyek diresmikan
pelaksanaannya. Yang penting di dalam tahap Pre-Conditioning adalah
melakukan analisa terhadap manusia di dalam perusahaan dengan memahami
tipe, kondisi, dan perilaku manusia jauh sebelum proyek dilaksanakan sehingga
perusahaan dapat menekan potensi kegagalan eksekusi secara lebih awal.
2. Tahap Project Management – yaitu ketika sebuah proyek secara resmi dimulai
sampai dengan selesai dilaksanakan.
Dalam tahap Project Management ada lima kelompok besar proses yaitu:
1.
Proses Initiating – aktivitas terkait dengan persiapan pelaksanaan sebuah
proyek, terutama menyangkut kesediaan stakeholders untuk menentukan
objektifnya dan sepakat untuk memiliki komitmen penuh mendukung
proyek tersebut dalam hal alokasi berbagai sumber daya yang diperlukan.
2.
Proses Planning – aktivitas terkait dengan perencanaan pelaksanaan sebuah
proyek, terutama dalam hal memperkirakan ruang lingkup, durasi, biaya,
kualitas, dan parameter lain yang perlu dikelola di dalam proyek
3.
Proses Executing – aktivitas terkait dengan menkoordinasikan orang-orang
dan sumber daya ada untuk menjalankan sejumlah pekerjaan di dalam
proyek agar menghasilkan output yang diinginkan atau ditargetkan.
4.
Proses Controlling – aktivitas terkait dengan pengawasan agar seluruh
kegiatan yang dilakukan di dalam proyek secara konsisten mengarah pada
objektif atau tujuan yang ingin dicapai.
17
5.
Proses Closing – aktivitas terkait dengna persetujuan formal bahwa proyek
telah berakhir dan menghasilkan output yang ditargetkan.
3. Tahap Managing Transition – yaitu keadaan yang terjadi setelah sebuah proyek
selesai diselenggarakan (pasa eksekusi proyek).
4. Tahap Innovating Continuously – yaitu usaha perbaikan yang perlu dilakukan
oleh organisasi pasca penyelenggaraan proyek dan transisi.
2.2.3. Faktor Keberhasilan dan Kegagalan suatu Proyek
2.2.3.1. Faktor Keberhasilan Proyek
Critical Success Factor menurut Slevin (1989) setelah menguji lebih dari 400
proyek adalah:
•
Misi proyek – menyajikan tujuan dan arah proyek secara jelas.
•
Dukungan manajemen tingkat atas
– untuk meyakinkan sumber daya yang
diperlukan telah disajikan.
•
Rencana atau jadwal – termasuk spesifikasi yang terperinci.
•
Konsultasi dengan klien – semua pihak yang berhubungan dengan proyek ikut
berpartisipasi
•
Personil – tim terdiri dari orang-orang yang benar-benar memiliki keahlian
dibidangnya.
•
Pekerjaan teknis – keahlian yang diperlukan tersedia.
•
Client acceptance – menjual produk proyek kepada para pemakai.
18
•
Monitoring dan feedback – pengendalian terhadap semua tahapan proyek agar
secara teratur.
•
Komunikasi – jaringan dan data yang diperlukan tersedia.
•
Troubleshooting – berhadapan dengan krisis dan penyimpangan.
2.2.3.2 Faktor Kegagalan Proyek
1. Kegagalan pada konteks manajemen proyek
a. Pendekatan manajemen proyek yang tidak cukup: proyek tersebut tidak
memiliki stuktur organisasi, manajer proyek, dan tim (termasuk keahlian,
pengalaman, otoritas, untuk mencocokan pada proyek).
b. Top Management tidak mendukung: Top management tidak memberikan
dukungan terhadap kebutuhan secara aktif dan berkelanjutan.
2. Kegagalan pada sistem manajemen proyek
a. Kesalahan dalam memilih manajer proyek : orang yang bertanggung Jawab
sebagai proyek manajer tidak memiliki latar belakang, keahlian, atau tanggung
jawab untuk memimpin dan memanage proyek tersebut.
b. Mengabaikan sistematika dasar proyek: proyek tersebut tidak diperlakukan
sebagai sebuah sistem. Proses dan elemen dari pada proyek tersebut dibagi
tanpa peduli terhadap interaksi dari proyek tersebut.
c. Ketidaksesuaian atau penyalahgunaan teknik manajemen: pemahaman yang
salah terhadap teknik manajemen proyek.
19
3. Kegagalan pada proses perencanaan dan control:
a. Kurangnya komunikasi dalam proyek: merupakan masalah yang berasal dari
tidak adanya kualitas informasi, akurasi, atau timelines, kurangnya kumpulan
data dan komunikasi, atau kurangnya distribusi informasi terhadap yang
membutuhkan.
b. Kegagalan dalam melibatkan user: user tidak berpartisipasi dalam
proses
perencanaan / definisi / desain / implementasi , dan kebutuhan user tidak
terpenuhi.
c.
Kurangnya perencanaan proyek: analisa dan perencanaan proyek secara detil
tidak cukup. Dokumentasi dan laporan dari proyek sebelumnya diabaikan.
d. Definisi proyek tidak cukup: samar-samar, salah, menyesatkan tidak adanya
pengetian proyek merupakan penyebab kegagalan proyek.
e. Estimasi yang buruk terhadap waktu dan sumber daya: estimasi terhapad
permintaan sumber daya, durasi kegiatan, dan tanggal penyelesaian tidak
realistis.
f. Perencanaan dan penanganan sumber daya yang salah: perencanaan dan
alokasi dari sumber daya salah atau tidak tepat; Tugas tidak diantisipasi,
keahlian dan kapabilitas sumber daya tidak diketahui, dan sumber daya untuk
backup tidak tersedia.
g. Banyak perubahan sepanjang tahap pelaksanaan: perubahan dibuat pada
kebutuhan yang asli tanpa disesuaikan pada perubahan jadwal, anggaran,
elemen lain pada perencanaan.
20
h. Kontrol tidak cukup: manajemen proyek tidak mencegah masalah tetapi
ditindak ulang setelah masalah bertambah. Pengendalian berfokus pada hasil
sehari-hari tanpa memandang masalah yang potensial.
i. Penghentian proyek tidak direncanakan secara baik.
2.3. Manajemen Proyek
2.3.1. Pengertian Manajemen Proyek
Pengertian manajemen proyek menurut Schwalbe (2000, p.7) adalah aplikasi
dari pengetahuan, keahlian, tools, teknologi untuk aktivitas proyek dalam upaya
mempertemukan atau melebihi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap proyek.
Manajemen proyek menurut PMBOK (2004, p.37) adalah aplikasi dari
pengetahuan, keahlian, tools, teknologi untuk aktivitas proyek dengan tujuan memenuhi
permintaan proyek. Manajemen proyek terpenuhi melalui proses, menggunakan
pengetahuan manajemen proyek, keahlian, tools, dan teknik yang menerima input dan
menghasilkan output.
2.3.2. Manajemen Lingkup Proyek
Menurut PMBOK (2004, p.103) manajemen lingkup proyek meliputi proses
pengaturan agar pelaksanaan proyek mencakup semua tugas yang telah ditetapkan
sebelumnya dan hanya tugas yang telah ditetapkan yang dikerjakan.
21
Manajemen lingkup proyek meliputi proses-proses sebagai berikut :
1. Perencanaan lingkup
Membuat rencana manajemen lingkup proyek mengenai bagaimana lingkup
proyek didefinisi, diverifikasi, dan dikontrol, serta bagaimana WBS (Work
Breakdown Structure) dibuat dan didefiniskan.
2. Definisi lingkup
Mengembangkan lingkup proyek secara detil sebagai basis untuk keputusan
proyek di masa yang akan datang. Persiapan untuk membuat pernyataan (statement)
lingkup proyek secara detil sangat penting untuk keberhasilan proyek dimana selama
inisialisasi proyek didokumentasikan deliverables utama, asumsi-asumsi, dan
kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi dalam pengerjaan proyek. Dalam
pendefinisian lingkup, kebutuhan, keinginan, dan harapan stakeholders dianalisa dan
dikonversikan menajadi requirements.
Menurut Larson (2000, p.65) dalam pendefinisian proyek sangat penting untuk
memperhatikan lingkup, waktu, dan biaya berdasarkan prioritas yang lebih
diutamakan oleh klien, karena sebelum proyek disetujui manajer proyek harus
terlebih dahulu mendiskusikan mengenai prioritas lingkup komponen proyek yang
diinginkan klien.
Time
Performance
Cost
Constrain
Enhance
Accept
Gambar 2.4 Project Priority Matrix
22
Gambar 2.4 mengasumsikan bahwa klien menginstruksikan manajer proyek
untuk berusaha mengambil segala peluang yang ada untuk mengurangi penyelesaian
waktu (enhance time). Karena instruksi tersebut maka overbudget (cost) yang terjadi
bisa diterima (accept) meskipun tidak diharapkan untuk terjadi. Pada saat yang
bersamaan performance dari proyek tersebut supaya dapat diandalkan, penurunan
kualitasnya tidak dapat dikompromi (constraint).
3. Membuat Work Breakdown Structure
Setelah lingkup dan deliverables diidentifikasikan, aktivitas-aktivitas dalam
proyek dapat dibagi menjadi elemen kerja yang lebih kecil. Hasil dari proses hirarki
ini disebut Work Breakdown Structure (WBS).
Menurut Olson (2004, p.155), Work Breakdown Structure adalah suatu
gambar
hirarki atas-bawah dari aktivitas-aktivitas dan sub-sub aktivitas yang
diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Penjadwalan tidak hanya meliputi estimasi
waktu, tetapi juga kebutuhan sumber daya manusia. Penjadwalan menampilkan
rencana yang dapat dimengerti dan menentukan struktur pada proyek dan harus
didistribusikan di antara anggota tim proyek. Penjadwalan merupakan dasar untuk
alokasi sumber daya dan estimasi biaya yang bertujuan untuk memantau dan
mengendalikan jalannya proyek.
Menurut Milosevic (2003, p.152), Work Breakdown Structure (WBS) adalah
pengelompokkan orientasi elemen proyek yang mengorganisasi dan mendefinisikan
lingkup proyek secara keseluruhan, dimana pengerjaan yang di luar WBS berarti
tidak termasuk lingkup proyek.
23
4. Verifikasi lingkup
Verifikasi lingkup merupakan proses mendapatkan penerimaan formal
stakeholders atas lingkup proyek yang telah diselesaikan atau deliverables yang
berhubungan. Verifikasi proyek termasuk me-review kepuasan atas deliverables.
Jika proyek diselesaikan lebih cepat maka proses verifikasi lingkup membuat dan
mendokumentasikan level dari penyelesaian tersebut.
5. Pengendalian lingkup
Pengendalian lingkup memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan terhadap lingkup proyek dan memonitor atau mengendalikan pengaruh
dari perubahan tersebut.
Menurut Djamin (1993, h.114), dalam pengendalian suatu proyek,
monitoring memegang peranan penting karena monitoring report atau progress
report akan memberikan input bagi perencana (the planners) untuk melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan proyek tersebut dan perencanaan selanjutnya.
Progress report akan memberikan umpan balik (feed-back) pada pimpinan sehingga
pimpinan dapat mengetahui setiap saat apa yang terjadi di lapangan. Apabila terjadi
hambatan-hambatan atau delay dalam suatu kegiatan, pimpinan dapat dengan segera
mengambil langkah-langkah pengamannya (adjustments) agar kesukaran dapat
segera diatasi sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya.
Dengan perkataan lain, dengan sistem monitoring yang baik, pimpinan dapat
melakukan kontrol yang efektif.
24
Menurut Heldman (2004, p.325) progress report menjelaskan apa yang
dikerjakan oleh tim proyek pada periode waktu tertentu termasuk milestone,
persentase penyelesaian, dan bagian pekerjaan yang belum diselesaikan.
2.3.3. Manajemen Waktu Proyek
Manajemen waktu proyek menurut Schwalbe (2000, p.111) meliputi prosesproses sebagai berikut:
1. Definisi aktivitas
Proses definisi jadwal aktivitas meliputi identifikasi dan dokumentasi
pekerjaan yang direncanakan untuk dilakukan. Proses definisi aktivitas akan
mengidentifikasikan deliverables pada level terendah dalam WBS yang biasa disebut
work package. Work packages ini akan didekomposisi menjadi komponenkomponen yang lebih kecil (jadwal aktivitas) sebagai basis untuk memperkirakan,
membuat jadwal, mengeksekusi dan mengawasi serta mengontrol pekerjaan proyek.
2. Pengurutan aktivitas
Proses pengurutan aktivitas meliputi identifikasi dan dokumentasi dependensi
antara aktivitas-aktivitas dalam jadwal. Proses pengurutan ini dapat ditampilkan
dengan menggunakan software manajemen proyek atau dengan menggunakan teknik
manual.
3. Pengendalian schedule
Pengendalian jadwal mempertimbangkan hal-hal berikut :
-
Menetapkan status saat ini pada jadwal proyek
-
Memperhatikan faktor-faktor yang akan menimbulkan perubahan pada
schedule proyek
25
-
Menetapkan perubahan jadwal proyek
-
Mengatur perubahan aktual yang terjadi
2.3.4. Manajemen Biaya Proyek
Menurut PMBOK (2004, p.157) Manajemen biaya proyek meliputi proses
perencanaan, perkiraan, budgeting atau penganggaran dan pengendalian atau
pengendalian terhadap biaya-biaya sehingga proyek dapat diselesaikan sesuai
dengan budget yang telah ditetapkan.
Menurut Schwalbe (2000, p.144) Manajemen biaya proyek meliputi proses
untuk memastikan bahwa proyek selesai dengan tepat biaya. Manajer Proyek harus
memastikan bahwa proyeknya telah didefinisikan dengan baik dimana memiliki
waktu yang akurat dan estimasi biaya, dan juga memiliki budget yang realistis.
Menurut Schwalbe, tahapan yang ada dalam manajemen biaya proyek
meliputi:
1. Perencanaan sumber daya
Menurut Schwalbe (2000, p.148), tahap perencanaan sumber daya ini
menjelaskan sumber daya apa saja (people, peralatan, dan material) dan berapa
kuantitas yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas proyek tersebut. Penunjukkan
individu yang berpengalaman untuk mengerjakan proyek sangat penting misalnya
pengalaman mengerjakan proyek dulu yang mirip dengan proyek yang akan
ditangani sekarang. Ada beberapa contoh pertanyaan dalam tahap ini:
1. Kesulitan apa dalam menjabarkan spesifikasi tugas pada proyek terkait?
2. Adakah hal unik dalam scope proyek terkait yang akan mempengaruhi
proses proyek?
26
3. Adakah pengalaman dalam mengerjakan proyek serupa ? Personil level
manakah yang mengerjakannya?
4. Adakah organisasi memiliki people, peralatan dan material yang memadai
untuk menangani proyek?
5. Apakah organisasi perlu mendapatkan sumber daya dari luar? Apakah perlu
untuk melakukan outsource terhadap beberapa pekerjaannya?
6. Apakah ada kebijakan organisasi yang dapat mempengaruhi ketersediaan
sumber daya?
Output dari tahap ini adalah suatu list tentang kebutuhan sumber daya.
2. Perkiraan biaya
Menurut PMBOK (2004, p.164), perkiraan biaya aktivitas jadwal termasuk
pengembangaan akan perkiraan biaya-biaya setiap sumber daya yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap aktivitas yang telah disusun tersebut.
Output yang dihasilkan yaitu perkiraan biaya, detil pendukung lainnya, dan
rencana manajemen biaya.
3. Penganggaran biaya
Menurut PMBOK (2004, p.167), penganggaran biaya menggabungkan biayabiaya yang diperkirakan berdasarkan work package ataupun aktivitas untuk
menghasilkan total baseline biaya yang akan dipakai untuk mengukur performa dari
proyek.
4. Pengendalian biaya
27
Pengendalian
biaya
dilakukan
dengan
mengendalikan
kemungkinan
perubahan budget proyek. Output yang dihasilkan yaitu revisi estimasi biaya, budget
updates.
Pengendalian biaya meliputi:
-
Memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan terhadap
baseline biaya.
-
Memastikan agar perubahan yang diminta disetujui.
-
Menangani dan mengatur perubahan aktual yang terjadi.
-
Memastikan agar kelebihan biaya yang terjadi tidak melebihi perkiraan yang
telah disepakati.
-
Memantau performa biaya untuk mendeteksi dan memahami varian dari baseline
biaya.
-
Mencatat semua perubahan terhadap baseline biaya.
-
Mencegah perubahan yang salah, tidak tepat dan tidak disetujui dari yang
terdapat pada laporan penggunaan sumber daya.
Beberapa contoh teknik dalam pengendalian biaya yaitu:
–
Cost Change Control System
Meliputi formulir, dokumentasi, perubahan otorisasi pada level yang
membutuhkan.
–
Project Performance Reviews
Teknik ini membandingkan kinerja cost terhadap waktu, jadwal aktivitas yang
melebihi ataupun di bawah budget (planned value), dan milestone. Performance
28
reviews adalah suatu pertemuan untuk menaksir jadwal aktivitas, paket kerja,
atau status biaya. Tekniknya antara lain:
™
Variance analysis
Menurut Heldman (2004, p.235) Variance analysis membandingkan hasil
rencana proyek terhadap hasil aktual yang ada didalam progress report untuk
melihat apakah terdapat varian atau tidak. Dalam Variance analysis biasanya
dilakukan pengukuran pada jadwal proyek dan biaya proyek.
™
Trend Analysis
Menurut PMBOK (2004, p.176) Trend Analysis menggambarkan apakah
perfoma proyek meningkat atau menurun pada waktu tertentu berdasarkan hasil
analisa proyek secara periodik. Hasil yang diukur menggunakan rumus
matematika yang dilakukan untuk memperkirakan hasil proyek berdasarkan
informasi dan hasil historis. Hasil dari trend analysis digunakan untuk
memprediksi proyek yng akan datang.
™
Earned value technique
Menurut Ireland (2002, p.413) Earned Value Analysis adalah pengukuran
performa proyek yang mengintegrasikan aspek biaya dan jadwal.
Menurut Heldman (2004, p.326) Earned Value Analysis merupakan
metode pengukuran performa yang membandingkan apa yang didapat dengan
apa yang dikeluarkan dan mengaitkan antara pengukuran jadwal, biaya, dan
lingkup secara bersamaan.
Untuk pengukuran earned value maka perlu diperhatikan beberapa
rumusan utama menurut Indradjit (2004, h.91) yaitu:
29
Tabel 2.3: Rumusan Earned Value
Term
Formula
Earned Value
EV = PV to date * % penyelesaian
Cost Variance
CV = EV - AC
Schedule Variance
SV = EV - PV
Cost Performance Index
CPI = EV / AC
Schedule Performance Index
SPI = EV / PV
Keterangan:
PV ( Planned Value ) atau BCWS ( Budgeted Cost of Work Scheduled ) –
merupakan biaya yang disepakati untuk dialokasikan untuk pelaksanaan
sebuah aktivitas pada satu waktu tertentu
AC ( Actual Cost ) atau ACWP ( Actual Cost of Work Performed ) – merupakan
total biaya yang telah dipergunakan untuk menyelesaikan sebuah
aktivitas pada satu waktu tertentu.
EV ( Earned Value ) atau BCWP ( Budgeted Cost of Work Performed )
merupakan nilai dari hasil perkalian antara persentase dari pekerjaan yang
telah diselesaikan dengan biaya yang dianggarkan
CPI= Cost Performance Index
SPI= Schedule Performance Index
Menurut Heldman (2004, p.327) earned value merupakan jumlah
kumulatif biaya yang dianggarkan terhadap pekerjaan yang diselesaikan untuk
semua aktivitas yang telah dilaksanakan pada tanggal pengukuran. Pengukuran
PV, AC, dan EV dapat digambarkan secara grafik yang menunjukkan varian
diantaranya. Jika tidak ada varian, semua garis berada dalam satu garis yang
berarti proyek berjalan seperti yang direncanakan.
30
Measurement Date
500
400
PV
300
EV
200
AV
100
Jan 1
Apr 1
Jul 1
Oct 1
Gambar 2.5: Kurva Earned Value
2.4. Evaluasi Manajemen Proyek
Menurut Schwalbe (2000, p.359) Evaluasi dan pengendalian adalah bagian dari
pekerjaan manajer proyek. Pengendalian pada saat proyek berlangsung dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada proyek yang kecil, sedangkan untuk
proyek yang lebih besar pengendalian informal sangat sulit karena itu diperlukan
pengendalian yang formal. Evaluasi dan pengendalian memerlukan sistem informasi
yang khusus mengukur perkembangan proyek dan performa dibandingkan dengan
rencana yang mendukung penyerahan produk atau jasa tepat waktu, tepat anggaran dan
sesuai dengan keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Pada dasarnya pengukuran dan evaluasi dari performa proyek memerlukan
proses pengendalian yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat rencana baseline
31
Rencana baseline menyediakan elemen-elemen untuk pengukuran performa.
Baseline diperoleh dari database work breakdown structure dimana setiap work
package mengandung pekerjaan, durasi dan anggaran yang telah ditetapkan .
2. Mengukur perkembangan (progress) dan performa (performance)
Pengukuran waktu performa time (waktu) lebih mudah dan jelas yaitu dengan
pertimbangan terhadap jalur kritis, apakah tepat dengan jadwal, atau terlambat,
adakah slack yang menyebabkannya. Sedangkan pengukuran biaya lebih sulit,
penggunaan konsep earned value diperlukan untuk didapatkan perkiraan
performa terhadap anggaran.
3. Membandingkan rencana dengan aktual
Karena rencana jarang sesuai dengan yang diinginkan, maka pengukuran deviasi
secara berulang dari rencana untuk menetapkan apakah suatu tindakan perlu
untuk dilakukan. Pemantauan dan pengukuran secara berkala terhadap status dari
proyek dapat dilakukan untuk membandingkan rencana yang ditetapkan dengan
aktual
4. Mengambil tindakan
Jika deviasi terhadap rencana signifikan, tindakan korektif perlu dilakukan untuk
membawa kembali proyek sesuai dengan jalur awal atau merevisi ulang rencana.
2.5. Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian
Berbagai skala yang dapat digunakan untuk penelitian menurut Sugiyono (2004,
h.36), antara lain yaitu:
32
1.
Skala Likert
2.
Skala Guttman
3.
Rating Scale
4.
Semantinct Deferensial
5.
Skala Thurstone
Dalam praktek, skala likert cenderung lebih sering digunakan karena lebih
praktis dan jawabannya lebih bervariasi. Dengan skala likert, maka variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan
atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa katakata antara lain:
1.
Sangat setuju
1.
Sangat positif
2.
Setuju
2.
Positif
3.
Ragu-ragu
3.
Netral
4.
Tidak setuju
4.
Negatif
5.
Sangat tidak setuju
5.
Sangat negatif
atau
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,
misalnya:
1.
Sangat setuju / Sangat positif
diberi skor
5
2.
Setuju / Positif
diberi skor
4
33
3.
Ragu-ragu / Netral
diberi skor
3
4.
Tidak setuju / Negatif
diberi skor
2
5.
Sangat tidak setuju / Sangat negatif
diberi skor
1
Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk
checklist ataupun pilihan ganda. Misalkan kuesioner tentang XXX disebarkan ke 100
orang responden yang diambil secara random dan didapatkan hasil yaitu:
25 responden menjawab Sangat Setuju
40 responden menjawab Setuju
5 responden menjawab Ragu-ragu
20 responden menjawab Tidak setuju
10 responden menjawab Sangat tidak setuju
Maka, data di atas dapat dianalisis berdasarkan skoring setiap jawaban dari
responden yaitu:
Jumlah skor untuk 25 responden yang menjawab Sangat setuju
= 25*5 = 125
Jumlah skor untuk 40 responden yang menjawab Setuju
= 40*4 = 160
Jumlah skor untuk 5 responden yang menjawab Ragu-ragu
= 5 *3 = 15
Jumlah skor untuk 20 responden yang menjawab Tidak setuju
= 20*2 = 40
Jumlah skor untuk 10 responden yang menjawab Sangat tidak setuju = 10*1 = 10
Jumlah = 350
Jumlah skor ideal (skor tertinggi) keseluruhan adalah = 5 * 100 = 500 (Sangat
setuju).
Jadi berdasarkan data tersebut maka tingkat persetujuan terhadap kuesioner XXX adalah
(350 : 500) * 100 % = 70 %
Download